BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

Spektrofotometer UV /VIS

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari senyawa turunan β-laktam dan penghambat β-laktamase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU LARUTAN NaCl TERHADAP TRANSMITANSI CAHAYA DALAM LARUTAN NaCl MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur kimia secara terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di

Spektrofotometer UV-Vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular dan hanya sejumlah

PENDAHULUAN. 1 (5 September 2006)

MAKALAH Spektrofotometer

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, TRIGLISERIDA, DAN UREA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

Laporan Kimia Analitik KI-3121

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H 2 O. Minuman isotonik

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

PENGENALAN SPEKTROFOTOMETRI PADA MAHASISWA YANG MELAKUKAN PENELITIAN DI LABORATORIUM TERPADU FAKULTAS KEDOKTERAN USU KARYA TULIS ILMIAH.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 PengertianTablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM, 1995). 2.1.2 Komponen Tablet Komponen dalam formulasi tablet adalah zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan pembuatan tablet antara lain: a. Zat pengisi (diluent), dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan sakarum lactis, amilum manihot, salisi karbonas. b. Zat pengikat (binder), dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Misalnya, gelatin, glukosa, gom arab. c. Zat penghancur (disintegrator), dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam lambung. Biasanya yang digunakan adalah gelatin, agar-agar, natrium alginat. d. Zat pelicin (lubricant), dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan talkum 5%, asam stearate, magnesium stearat (Anief, 2000).

2.1.3 Syarat-syarat Tablet Menurut Farmakope Edisi III persyaratan tablet sebagai berikut: a. Memenuhi keseragaman ukuran b. Memenuhi keseragaman bobot c. Memenuhi keseragaman zat brkhasiat d. Memenuhi waktu hancur e. Memenuhi waktu larut 2.2 Diuretika Menurut Mycek dan Harvey (2001), diuretika adalah obat-obatan yang menyebabkan meningkatnya aliran urine. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na + dan ion lain seperti Cl + memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersamasama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan osmotik dimana urine dalam tubulus menjadi meningkat karena natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal sehingga produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah ph-nya serta komposisi ion didalam urin dan darah. Secara umum diuretik dibagi menjadi dua golongan besar yaitu : (1) diuretik osmotik; (2) penghambat mekanisme transport elektrolit dalam tubuli ginjal. Contoh obat diuretik osmotik antara lain manitol dan gliserin. Salah satu

obat yang dapat menghambat transport elektrolit ginjal ialah diuretika kuat, misalnya furosemida dan bumetanid (Gan, 1995). Diuretika kuat (high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamnya dibagian epitel tebal lengkungan henle bagian menaik, kelompok ini disebut juga sebagai Loop diretics (Gan, 1995). 2.2.1 Proses Diuresis Menurut Budiyanto urine terbentuk melalui 3 proses, yaitu: a. Filtrasi (penyaringan) Proses ini terjadi didalam glomerulus. Disinilah dihasilkan urine primer. Pada proses ini darah akan disaring, tetapi penyaringan ini belum sempurna, sehingga kotoran-kotoran yang berpartikel kecil masih dapat lolos menuju kapsul bowman. Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-sel darah, kepingkeping darah, dan sebagian besar protein plasma agar tidak ikut dikeluarkan. b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) Di bagian inilah pertikel-partikel kecil tersebut akan di saring dan menghasilkan urine sekunder. Reabsorbsi terjadi di tubulus proksimal. Disini darah sudah betul-betul tersaring sehingga darah yang masih memiliki glukosa, asam amino, serta zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh akan diserap kembali dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, sedangkan urine sekunder akan dilanjutkan ke proses augmentasi.

c. Augmentasi (penambahan zat sisa) Proses inilah yang akan menjadi proses terakhir yakni menghasilkan urine. Urine sekunder yang menuju tubulus distal akan turun ke tubulus kolektivas, disinilah terjadi proses penambahan zat-zat sisa yang tidak bermanfaat lagi oleh tubuh yang selanjutnya urine akan di salurkan ke kantung kemih melalui saluran ureter. Kantung kemih merupakan tempat penyimpanan sementara urine. Jika kantung kemih sudah penuh, maka urine harus dikeluarkan oleh tubuh. 2.3 Furosemida 2.3.1 Uraian Rumus bangun : Rumus struktur Nama Kimia : C 12 H 11 ClN 2 O 5 S : asam 4-kloro-5-sulfamoil antranilat Berat Molekul : 330,74 Pemerian Kelarutan : Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih. : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform. Sinonim : Laxis, frusid, frumax (Clarke, 2005).

Furosemida adalah turunan sulfonamida merupakan diuretik kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle di bagian menaik. Efektif pada keadaan edema di otak dan di paru-paru dan digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tan dan Rahardja, 1978). Menurut Moffet (2005), uji furosemida secara spektrofotometri UV pada larutan asam 235 nm (A 1 1=1333a), 274 nm (A 1 1=600a), 342 nm; larutan basa 271nm (A 1 1=580a), 333 nm. Uji furosemida dapat dilakukan beberapa cara, seperti kromatografi cair kinerja tinggi, spektrofotometri inframerah, serta kromatografi gas. 2.3.2 Mekanisme Kerja Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang masih tergolong derivat sulfonamida, efektif sebagai diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium, kalium dan klorida pada bagian menaik lengkungan henle. Sifat khas dari senyawa ini adalah kerjanya yang singkat dan intensif sehingga bermanfaat jika diperlukan (Tan dan Rahardja, 1978). 2.3.3 Farmakokinetik Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja yang relatif pendek ± 6-8 jam. Absorpsi furosemida dalam saluran cerna sangat cepat, ketersediaan hayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh biologis ± 2 jam. Furosemida

digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan karena dapat menurunkan tekanan darah (Siswandono, 2000). 2.3.4 Efek Samping Efek samping yang terjadi mual, muntah, diare, ruam kulit, penglihatan kabur, pendengaran dapat terganggu. Pemakaian furosemida dengan dosis tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit seperti hipotensi, hipokalemia, hipokloremia, dan juga menimbulkan efek matabolik berupa hiperglikemia (Gan, 1995). 2.4 Spektrofotometri 2.4.1 Teori Spektrofotometri ultraviolet Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2008). Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia, teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, sinar tampak, inframerah, dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 200-400 nm, daerah cahaya tampak 400-800 nm,

inframerah dekat 800-3000 nm, dan daerah serapan atom 2,5-40 µm atau 4000-250/cm (Ditjen POM, 1995). Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah untuk pemeriksaan kuantitatif. Apabila dalam spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi khas yang diabsorbsi oleh molekul adalah absorban yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar pemeriksaan kuantitatif (Satiadarma, 2004). Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaanya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya sampai 20 µg/ml,tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor (Satiadarma, 2004). Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dengan daerah sinar tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Gugus fungsi seperti OH, NH, Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut ausokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu ausokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang

(efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek histokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Cairns, 2004). Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron terkonyugasi menyebabkan transisi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Setiadarma, 2004). Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel. Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Toleransi bagi tebal kuvet

yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan diperlakukan dengan hati-hati (Ditjen POM, 1995). Spektrum serapan cahaya merupakan fungsi dari panjang gelombang. Pengukuran konsentrasi dari serapan suatu senyawa biasa dilakukan dengan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004), yang ditulis Watson (2009) sebagai berikut: Log I 0 /I t = A = εbc Dengan I 0 adalah intensitas radiasi yang masuk; I t adalah intensitas radiasi yang di transmisikan; A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel; ε adalah tetapan yang dikenal sebgai koefisien ekstingsi molar dan merupakan absorbans larutan 1 M analit tersebut; b adalah panjang jalur sel dalm cm, biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter. Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam gram atau milligram dan bukan dengan mol sehingga untuk keperluan analisis produk ini, hukum Lambert-Beer ditulis dalam bentuk: A = A (1%, 1 cm) bc A adalah absorbans yang diukur; A (1%, 1 cm) adalah absorbans larutan 1% b/v (1g/100ml) dalam suatu sel berukuran 1 cm; b adalah panjang jalur dalam cm (biasanya 1 cm); c adalah konsentrasi sampel dalam 1g/100ml. 2.4.2 Peralatan Spektrofotometri Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometri tersusun dari : 1. Sumber, sumber yang biasa digunakan untuk daerah UV adalah lampu deuterium pada panjang gelombang 190-350 nm.

2. Mononokromator, digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan. 3. Sel absorpsi, untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adala 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. 4. Detektor, ini berperan dalam memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang, mempunyai kepekaan yang tinggi, dan juga mempunyai kestabilan yang cukup lama.