BAB V PENUTUP. ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
MELINDUNGI SECARA UTUH : Layanan Sinergitas. Gama Triono

Kerangka Acuan Desiminasi Hasil Analisa Pendokumentasian Data Kasus Kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS di 8 provinsi di Indonesia.

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

Pekeja Seks Bukan Masalah, tapi Bagian dari Solusi. Adelia & Aldo Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan & IAKMI Kupang 4-7 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

KEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya

ASK Laporan Analisis Kebijakan

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

IKATAN PEREMPUAN POSITIF INDONESIA - IPPI Jaringan Nasional Perempuan yang hidup dengan HIV dan AIDS

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMBANGUNAN MASYARAKAT (D) R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc., Ph.D. Laboratorium Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat

Catatan Awal Riset Aksi 2007 Bersama Komunitas Mitra Strategis PKBI DIY 2007

Laporan Ketua Panitia Pelaksana Selaku Chief Rapporteur Dalam Acara Penutupan Pertemuan Nasional AIDS IV Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK TUGAS AKHIR

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Latar Belakang LOGO. Meningkatkan kesehatan ibu dengan menurunkan AKI sebesar ¾ (target MDGs)

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

MENDEKATKAN AKSES PEREMPUAN MISKIN KORBAN KEKERASAN TERHADAP LAYANAN. Komnas Perempuan & Forum Pengada Layanan

Disajikan dalam Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kebijakan Kesehatan, Kupang, September 2013

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENYULUHAN MASYARAKAT PEDULI AIDS BAGI KELOMPOK PKK RT/DAWIS SE-KECAMATAN BRINGIN

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

Silabus Mata Kuliah Kesehatan Seksual dan HIV/AIDS Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

DAFTAR ISI Deskripsi dan uraian umum Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti

BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA

KAJIAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS)

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang. Timur yang teridentifikasi menjadi wilayah terkonsentret HIV dan AIDS selain Malang

KESIMPULAN DAN SARAN. penderita dengan HIV/AIDS (ODHA). Dalam pelaksanaannya, KDS Metacom

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

Health for All NOW! Aditya Wardhana Indonesia AIDS Coalition Alumni IPHU

KULONPROGO BANGKIT TANGGULANGI AIDS

Transkripsi:

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Pemberdayaan komunitas menjadi alterlatif dalam proses pembangunan saat ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat sentralistik, top-down dan berorientasi hasil. Pembangunan yang seperti ini dianggap tidak membuat komunitas berdaya dan mandiri. Pemberdayaan komunitas lebih menekankan pada penggalian potensi yang dimiliki komunitas dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Munculnya kesadaran bahwa setiap komunitas memiliki karakteristik dan masalah yang berbeda membuat pendekatan ini bersifat bottom up atau berasal dari komunitas sendiri. Selain peningkatan kapasitas komunitas, pemberdayaan juga membutuhkan pemberian kuasa atau wewenang untuk menentukan nasibnya. Dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Komunitas Perempuan pekerja seks di Yogyakarta. PKBI dan P3SY bekerja sama dalam membuat sebuah program pemberdayaan melalui sekolah sore kesehatan reproduksi. Sekolah sore kesehatan reproduksi dilakukan atas dasar kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif dan juga sebagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahap tahap yang dilakukan dengan melibatkan komunitas didalamnya yaitu, indentifikasi masalah, perencanaan program,

peningkatan kapasitas, monitoring dan pendampingan dan juga mendekatkan akses layanan kesehatan ke komunitas Surti Berdaya. Perberdayaan yang dilakukan berupa peningkatan kapasitas perempuan pekerja seks yang tergabung dalam Komunitas Surti Berdaya. Peningkatan kapasitas ini, berusaha menjawab permasalahan perempuan pekerja seks agar meningkatkan kesadarannya dalam hal kesehatan reproduksi dan penanggulangan HIV dan AIDS. Materi yang diberikan untuk meningkatkan kapasitas mereka antara lain kesehatan reproduksi dasar, Infeksi menular seksual, kanker serviks, penanggulangan HIV dan AIDS, negoisasi kondom dan juga menunjukkan akses layanan kesehatan melalui jaminan sosial kelompok. Hasil yang kemudian terlihat dalam pelaksanaan program ini adalah munculnya kesadaran untuk memeriksakan kesehatan bersama-sama di layanan kesehatan seperti vct mobile dan puskesmas, terbentuknya peer educator, pendampingan ODHA oleh komunitas dan assisting kesehatan oleh komunitas. walaupun dalam perjalanannya menunjukkan perubahan dalam hal perilaku yang sadar akan kesehatan reproduksi namun pendampingan masih harus dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap apa yang telah terbangun melalui sekolah sore kesehatan reproduksi. Pada kenyataannya, perjalanan sekolah sore kesehatan reproduksi tidak berjalan dengan mulus. Terdapat hambatan hambatan yang dilalui seperti

perencanaan yang dilakukan kurang matang sehingga dalam pelaksanaan sekolah sore kesehatan reproduksi seringkali terjadi masalah. Masalah yang bersifat teknis seperti tempat, fasilitas dan aturan dalam pelaksanaan belum ditentukan sejak awal, sehingga membuat pelaksanaannya kurang efektif. Kurangnya semberdaya sebagai community organizer perempuan pekerja seks juga menjadi masalah seperti keterlambatan dalam menghadiri acara yang dilakukan di komunitas bahkan kekosongan dalam pendampingan. Pada dasarnya strategi yang digunakan dalam pemberdayaan ini yaitu community based resources management. Strategi ini, berpusat pada partisipasi komunitas dalam pelaksanaan pemberdayan. Dalam hal pembangunan komunitas, harus diarahkan dalam prakarsa dan partisipasi komunitas dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini terlihat pada pelaksanaan pemberdayaan di komunitas Surti Berdaya yang melibatkan mereka dalam seluruh proses pemberdayaan. Namun, dalam pelaksanaanya, tidak semua anggota komunitas dapat berperan aktif dalam segala proses tersebut. Partisipasi peserta dalam proses sekolah sore juga masih lemah, hal ini terlihat dalam komitmen sebagian peserta datang namun hanya mendengarkan tanpa mengemukakan pendapat atau kritik terhadap pelaksanaan program. Begitu juga dalam kegiatan yang telah tercipta,melalui sekolah sore kesehatan reproduksi seperti assisting kesehatan dan pendampingna ODHA yang hanya bisa dilakukan oleh beberapa orang saja, yaitu pengurus komunitas. Padahal dalam sekolah sore

kesehatan reproduksi semua peserta diberi kesempatan yang sama. Namun, partisipasi tersebutmasih belum terbangun. Komunitas selama ini masih terkesan menurut apa yang pengurus komunitas sepakati. Selain itu terdapat masalah yang mengancam eksistensi komunitas perempuan pekerja seks di Giwangan karena munculnya penolakan warga terkait aktivitas prostitusi. Munculnya penolakan ini kemudian menjadi tantangan komunitas untuk memperjuangkan nasib pekerjaannya. Oleh karena itu penolakan tersebut dijawab dengan upaya advokasi untuk mempengaruhi keputusan warga. Mereka menyadari bahwa kecil kemungkinan mereka dapat bertahan dalam keadaan konflik seperti yang terjadi, namun mereka memiliki semangat untuk memperjuangkan apa yang mereka anggap benar. Sebagai sebuah upaya pemberdayaan, sekolah sore secara umum telah menciptakan kesadaran terkait kesehatan reproduksi dan upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Pemberdayaan yang dilakukan menggunakan pendekatan yang tepat dalam pelaksanaanya. Pendekatan community based resources management sesuai dengan karakteristik yang dimiliki komunitas. Apalagi dengan melihat komunitas marjinal, terdapat beberapa nilai dan norma yang tidak sama dengan komunitas lainnya. Komunitas dijadikan fokus utama dalam proses pembangunan sesuai dengan karakteristiknya. Partisipasi sebagai kunci pembelajaran juga sangat ditekankan pada program ini, walaupun dalam pelaksanaan belum sesuai dengan yang diharapkan. PKBI selaku pendamping program juga telah memiliki keberpihakan kepada

kelompok minoritas sebagai upaya perlindungan. Dalam proses pemberdayaan upaya perlindungan juga termasuk dalam aspek yang penting setelah adanya pemberdayaan. Adanya perlindungan sebagai upaya monitoring hasil pelaksanaan pemberdayaan supaya mereka lebih mandiri dan tidak kembali ke kondisi seperti sebelumnya. 2. Saran Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis data, dan penemuan fakta di lapangan, maka peneliti menyampaikan beberapa saran yang dibutuhkan untuk menangani hambatan yang terjadi pada Komunitas Surti Berdaya. Terkait dengan penolakan warga terhadap kegiatan prostitusi di Mrican upaya advokasi harus segera dilakukan dengan menggandeng jaringan jaringan yang bergerak dalam isu minoritas, HAM, dan juga kaum miskin kota, dan menyusun strategi untuk advokasi. Setelah dilakukannya identifikasi masalah, latar belakang penolakan, dan identifikasi actor, maka alangkah baiknya segera dilakuakan aksi nyata untuk memperjuangkan nasib pekerjaannya. Pengorganisasian komunitas dan advokasi harus segera dilakukan mengingat pembatasan waktu yang semakin dekat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan ditemukan beberapa persoalan yang perlu segera ditangani demi keberlanjutan program. Oleh sebab itu peneliti coba memberikan rekomendasi saran untuk PKBI, P3SY dan juga Komunitas Surti Berdaya, sebagai berikut :

1. Belum adanya aturan atau kesepakatan bersama terkait pelaksanaan program membuat anggota komunitas sering bersikap sesuka hati mereka. hal ini yang kemudian menghambat pelasanaan program. oleh karena itu, dalam pelaksanaan program harus ada aturan dan kesepakatan yang mengatur pelaksanaan dan juga bersama terkait program. ketika telah terciptanya aturan dan kesepakatan bersama dalam pelaksanaan program, akan muncul tanggung jawab dan komitmen peserta terhadap pelaksanaan program. 2. Untuk PKBI, keterbatasan sumber daya sebagai community organizer membuat pelaksanaan program sering tidak terpantau dengan baik. Padahal dalam upaya mendekatkan diri dan membangun trust antara komunitas dan PKBI selaku empowerer adalah hal yang sangat penting. oleh karena itu, untuk memenuhi hal tersebut seharusnya PKBI lebih mengupayakan terkait penjaringan relawan sebagai Community organizer dengan membuat branding tentang lembaga dan kerja-kerja yang dilakukan. Sehingga PKBI tidak hanya dikenal dalam lingkup aktivis saja, melainkan di masyarakat luas. 3. Dalam proses pembangunan masyarakat harus ada sinergi anatara kelompok yang berusaha dibangun dengan kelompok yang lebih besar. Hal ini yang kemudian menjadi kelemahan dari pelaksanaan program ini. Oleh karena itu, sangat penting memperhatikan konteks lokal dan terus memperhatikan kondisi sosial politik di Kampung Mrican agar tidak terjadi konflik seperti yang telah terjadi.

4. Kekhawatiran dari pengurus kampong sebenarnya adalah hal yang wajar terjadi, hal ini berkaitan dengan perlindungan anak di sekitar lokasi prostitusi. Harapannya kedepannya komunitas terus menjaga hubungan baik dengan warga dan juga meningkatkan awareness anggota komunitas terhadap perlindungan anak. 5. Penguatan partisipasi aktif oleh seluruh anggota sangat diperlukan dalam proses pemberdayaan, sehingga setiap anggota memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Hal ini agar tidak hanya pengurus saja yang hanya berpartisipasi aktif dalam forum dan mengambil keputusan di kelompok. Penguatan partisipsi pada anggota kelompok juga diperlukan agar tidak selamanya anggota menjadi bayang-bayang dari pengurus, dalam artian selalu mengikuti gerak pengurus komunitas. 6. Dalam menanggapi masalah penolakan yang terjadi, sebaiknya proses advokasi segera dilakukan karena mengingat waktu pembatasan yang semakin dekat. Oleh karena itu, dengan melibatkan berbagai jaringan seperti kaum miskin kota, jaringan perempuan yogyakata dan kaukus perda gepeng akan memperkuat gerakan advokasi yang dilakukan. Namun yang perlu diingat bahwa dalam upaya advokasi mereka yang menjadi aktor utama adalah komunitas yang terdampak, yaitu surti berdaya dan P3SY harus berperan aktif dalam advokasi ini sebagai community based organization. 7. Bagi peneliti selanjutnya yang menghendaki melakukan penelitian dengan unit analisis yang sama, penulis memberikan saran untuk melakukan fokus

penelitian pada advokasi kesehatan yang dilakukan komunitas perempuan pekerja seks khususnya di Komunitas Surti Berdaya. Pasalnya advokasi kesehatan ini merupakan sebuah kegiatan yang jarang terjadi dalam sebuah komunitas perempuan pekerja seks dan bila dilakukan penelitian terkait hal ini, sepertinya akan menjadi penelitian yang menarik bagai khasanah ilmu pengetahuan. Terutama dalam dinamika kehidupan komunitas marjinal.