BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan. mempengaruhi usaha suatu perusahaan di dalam mempertahankan pangsa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan gaya hidup masyarakat saat ini sejalan dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih diminati. Persaingan yang semakin ketat membuat para pengusaha berusaha

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perusahaan memiliki strategi tersendiri dalam menarik konsumen yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

PENGARUH PRODUCT INVOLVEMENT TERHADAP PURE IMPULSIVE BUYING KONSUMEN ZARA GALAXY MALL SURABAYA MELALUI PRODUCT KNOWLEDGE SEBAGAI MEDIASI

BAB I PENDAHULUAN. telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, fashion menjadi gaya hidup (life style) yang sangat di

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan pembelian merupakan kesimpulan terbaik konsumen untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perkotaan mulai mengalami perubahan gaya hidup. Bagi mereka, HandPhone (HP) atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. untuk tetap menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan tersebut. berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan pada lingkungan yang bersifat dinamis. Bentuk persaingan salah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Munculnya internet dan perkembangan toko online telah melahirkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis. baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang

2015 PENGARUH BRAND PERSONALITY TERHADAP PURCHASE DECISION U

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN DITINJAU DARI FAKTOR PSIKOGRAFIS KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE SOLO SQUARE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia fashion menjadi hal yang penting di berbagai kalangan baik kalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen Indonesia tentang model

BAB 1 PENDAHULUAN. yang inovatif baik bergerak dalam bidang barang ataupun jasa. Dimana kinerja. saing, baik di pasar lokal maupun pasar global.

BAB I PENDAHULUAN. ini, semua lapisan masyarakat dari lapisan elit sampai pembantu rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan kebutuhan konsumen maka produsen perlu memahami perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. penampilan bagi manusia. Pakaian juga mencerminkan pribadi orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keputusan pembelian. Sehingga pemberian merek (branding) sebenarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Melihat kondisi tersebut pebisnis semakin dituntut untuk menggunakan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan manusia untuk membeli pakaian sesuai tren yang ada. Bahkan mengikuti tren mode pakaian sudah menjadi gaya hidup dari kalangan menengah ke atas maupun ke bawah. Semua orang berlombalomba untuk tampil menarik dan dipandang lebih dari orang lain. Dalam dunia mode pakaian, merek merupakan sebuah nilai tambah sehingga memicu munculnya persaingan antar merek. Menurut Kotler dan Keller (2012: 304) mode adalah gaya yang popular dan diterima saat ini dalam bidang tertentu. Salah satu segmen yang potensial untuk dibidik adalah segmen eksekutif muda atau profesional muda. Selain jumlahnya yang terus membesar, golongan ini memiliki kemampuan membeli yang relatif tinggi sehingga banyak pelaku industri yang membidik segmen ini. Salah satunya adalah industri pakaian yang menyasar kaum eksekutif muda. Segmen eksekutif muda adalah kelompok yang dinamis, penuh perubahan, dan mengerti secara pasti kebutuhan mereka. Kelompok ini juga sangat memperhatikan gaya hidup. Menurut Pasaribu selaku Direktur Pemasaran The Executive dalam wawancara yang dilakukan oleh Mahmudah (2014), eksekutif muda adalah mereka yang berusia sekitar 23-32 tahun dan masuk golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Seiring dengan berkembangnya segmen ini, produk-produk yang melekat pada diri mereka pun ikut berkembang, baik dari sisi pasar maupun model.pertumbuhan produk lokal kini semakin berkembang, antara lain produk pakaian, sepatu, tas dan masih banyak lagi. Terdapat beberapa merek ternama asli Indonesia 1

2 yang masih sering dianggap bahwa merek tersebut impor. Salah satu merek pakaian terkemuka yang ada di Indonesia saat ini adalah Zara. Merek Zara sebagai merek global di dunia fashion yang tergabung dalam Inditex Group resmi hadir di Indonesia bulan Agustus 2005 melalui PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAP) (Firdaniaty, 2007) Merek fashion Zara telah lama berada di industri fashion internasional, tepatnya sejak tahun 1975 di Spanyol (www.zara.com). Zara memiliki 1.085 gerai yang tersebar di beberapa negara, termasuk di kawasan Asia yaitu di Jepang, Hongkong, Singapura, dan Indonesia. Sebelumnya industri fashion dunia didominasi oleh merek-merek yang memiliki luxury brands. Kemewahan merek-merek fashion diasosiasikan dengan kreativitas, eksklusivitas, craftmanship, presisi, kualitas prima, inovasi, dan premium pricing, seperti merek Channel, Louis Vuitton, Burberry, dan Prada yang berhasil mendapatkan loyalitas masyarakat golongan teratas atau bangsawan. Namun kemajuan teknologi telah menciptakan masyarakat dengan kelas ekonomi tinggi dari kalangan nonbangsawan. Konsumen dari kalangan nonbangsawan adalah pekerja atau pengusaha dengan pendapatan tinggi, maupun remaja dan ibu rumah tangga dengan dukungan keuangan yang tinggi dari kepala keluarga. Perkembangan target pasar merek fashion membuat informasi menjadi lebih terbuka. Selain itu produk pakaian termasuk kategori produk dengan tingkat conspicuosness (hal untuk menarik perhatian, dipandang) tinggi dan memerlukan perhatian lebih untuk tiap detilnya (Rossiter dan Percy, 1997: 82). Hal ini memungkinkan konsumen untuk memilih gaya yang lebih individualistis dengan memadukan produk luxury dengan produk fashion kualitas tinggi dalam berbusana. Sesuai dengan pemikiran bahwa fashion brand terutama yang berkelas dunia harus dapat membangun kesan yang berbeda dan unik (create desire), serta harus dapat menciptakan nilai

3 tambah (added value) berupa penciptaan kesan bahwa si pemakai akan dapat merasa berpenampilan lebih baik (confident), lebih intelek (intelligent), dan bahkan lebih sukses (succesful) (Tungate, 2008). Menurut pendiri Zara, pakaian atau produk fashion yang ditawarkan Zara merefleksikan diri (kepribadian) tiap konsumennya (Tungate, 2005: 51). Zara menempatkan dirinya sebagai produsen high-fashion brands yang inovatif, dimana teknologi informasi dimanfaatkan dengan optimal untuk menciptakan desain pakaian yang paling baru. Zara lebih menawarkan kuantitas model dari pada kuantitas produk dan membuat pakaian-pakaian Zara relatif eksklusif dan memiliki presisi tinggi. Kelebihan yang diunggulkan Zara dibanding dengan para pesaingnya adalah kemampuan dalam menerjemahkan apa yang diinginkan oleh konsumennya. Penterjemahan kemauan dan keinginan konsumen tercermin dalam tagline atau motonya yaitu: the ideas, trends, and tastes that society itself has created yang artinya publik (konsumen) yang menciptakan tren dan mereka dapat menentukan apa yang disukai dan diinginkan (www.zara.com). Menurut Martell, CEO AC Nielsen, bagi produsen fashion internasional membangun merek yang kuat serta menciptakan kesan yang berbeda dari merek lain bagi konsumennya adalah tantangan yang paling penting (Ghozali, 2006). Zara berusaha mendiferensiasikan mereknya dengan memberikan apa yang disebut sebagai special feeling bagi konsumen ditiap produk fashion-nya (www.inditexgroup.com). Pengalaman di dalam toko Zara merupakan landasan pemasaran Zara yang utama disamping mengelola mereknya. Pemilihan desain interior gerainya yang megah dan kontemporer mencerminkan keseriusan Zara sebagai merek dari produk yang bernilai dan juga sebagai usaha membangun merek yang paling diinginkan dan dibicarakan khalayak.

4 Solomon (2002:15) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai suatu proses pembelian yang tidak didasarkan pada rencana pembelian, dan biasanya terjadi begitu muncul dorongan atau stimulus akan rasa ingin untuk memiliki sesuatu yang dilihat saat itu. Stern (1990) seperti dikutip Hatane (2006:105) menyatakan bahwa pembelian secara impulse yang dilakukan karena adanya luapan emosi dari konsumen sehinga melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya disebut juga sebagai pure impulse buying. Sedangkan menurut Salomon dan Rabolt (2009) pure impulse buying merupakan pembelian yang terjadi tanpa adanya pemikiran atau rencana sebelumnya untuk membeli dan ini dapat menghasilkan escape buying dari keadaan terdeak untuk membeli sesuatu. Pendapat lain mengenai pure impulse buying menurut Loudon dan Bitta (1993) merupakan dorongan untuk membeli produk baru, mencari variasi terhadap produk diluar kebiasaannya tanpa adanya rencana sebelumnya sehingga terkesan mendadak. Biasanya terjadi setelah konsumen melihat barang yang dipajang. Dengan demikian pure impulse buying merupakan pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan dan terjadi karena adanya emosi dari konsumen yang membutuhkan produk dengan segera. Produk pakaian merupakan produk yang selalu mengikuti trend terbaru sehingga peneliti merasa lebih cocok untuk menggunakan pure impulse buying yang merupakan pembelian tanpa rencana sama sekali sebab sifat produk pakaian yang cepat sekali berubah serta seringnya program promosi yang dapat menarik konsumen melakukan pembelian impulsif yang tanpa rencana. Sultan, et al., (2012) menyatakan perilaku pembelian impulsif merupakan sebuah dorongan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera yang lebih bersifat emosional daripada rasional. Hal tersebut didukung oleh penelitian Coley dalam Anggraini (2012) menunjukkan bahwa dalam proses keputusan pembelian, apabila proses emosional lebih

5 terlibat dan muncul langsung setelah pengenalan kebutuhan maka akan memungkinkan timbulnya pembelian impulsif. Dalam praktik pembelian, apabila perilaku impulsif lebih mendominasi dalam proses keputusan pembelian, tak jarang konsumen akan mengabaikan beberapa tahapan dan serentak mengambil keputusan untuk membeli dengan mengabaikan proses pencarian informasi serta evaluasi alternatif (Machfoedz, 2007:62). Utami (2010: 69) menyatakan pengaruh stimulus dan situasi yang terdapat di lingkungan tempat berbelanja merupakan penyebab terjadinya impulse buying. Konsumen yang paling sering melakukan pembelian tak terencana biasanya adalah mayoritas konsumen yang melakukan pembelanjaan di pasar swalayan. Pemasar tertarik memahami keterlibatan konsumen terhadap produk dan merek. Namun konsumen dapat terlibat berdasarkan hal yang lain seperti iklan. Konsumen dapat terlibat karena lingkungan, dan beberapa di antaranya terlibat karena lingkungan pemasaran. Konsumen juga dapat terlibat berdasarkan kegiatan atau perilaku yang khas seperti bermain, bekerja atau membaca (Setiadi, 2005:117). Keterlibatan konsumen penting untuk pemilihan produk. Tingkat keterlibatan konsumen dalam keberadaannya dipengaruhi kepentingan masing-masing yang timbul dari kekuatan rangsangan. Dalam proses pemilihan produk konsumen mengalami keterlibatan sebelum memutuskan pembelian atas suatu produk, atau dengan kata lain seseorang merasa terlibat dengan produk merupakan dampak dari penting atau tidaknya terhadap produk. Keterlibatan juga terjadi pada proses keputusan pembelian barang mewah seperti mobil. Konsumen mengalami keterlibatan untuk memutuskan membeli sebuah mobil. Pada kondisi persaingan yang dilakukan oleh para produsen mobil, jelas cukup membingungkan para konsumen untuk memutuskan secara pribadi produk mana yang akhirnya akan di pilih. Sebagian besar konsumen

6 tidak memutuskan sendiri produk mana yang akan di pilih untuk di beli. Konsumen cenderung melibatkan orang lain untuk membantunya mengambil keputusan untuk membeli produk yang tepat dari beberapa pilihan yang ditawarkan oleh para produsen (O Cass, 2003:870). Hasil dari evaluasi konsumen terhadap suatu produk menghasilkan pengetahuan konsumen akan produk atau sering disebut product knowledge. Menurut Sumarwan (2003) product knowledge adalah kumpulan berbagai informasi mengenai suatu produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan terhadap produk. Konsumen memiliki pengetahuan tentang produk yang berbeda-beda, ada yang mencari tahu info dengan datang langsung ke sumbernya, dan ada pula yang mencari tahu info dari sekitarnya. Konsumen yang baik biasanya memiliki pengetahuan tentang produk yang akan dibelinya. Pengetahuan konsumen terhadap suatu produk sangat mempengaruhi keputusan dalam membeli. Hal ini terjadi karena konsumen mencari informasi-informasi mengenai produk yang akan dibeli dari berbagai macam sumber. Memahami pengetahuan konsumen merupakan hal yang sangat penting bagi pemasar, karena informasi tentang apa yang akan dibeli oleh konsumen, dimana konsumen akan membeli, dan kapan konsumen akan membeli sangat tergantung pada pengetahuan konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, lebih efisien, lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu mengingat kembali informasi dengan lebih baik (Sumarwan, 2003). Salah satunya yang kemudian oleh peneliti dijadikan topik dalam karya akhir ini, adalah meneliti tentang pengaruh antara stimulus

7 pemasaran lain (dalam hal ini keterlibatan konsumen) terhadap respon yang diberikan oleh konsumen (terjadi impulse buying atau tidak). Semakin banyak tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu produk, diharapkan akan semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk melakukan impulse buying terhadap produk tersebut. Semantara itu product knowledge akan menjadi intervening variable yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh tersebut. Contoh dimana product knowledge dapat memperkuat pengaruh antara keterlibatan produk dengan impulse buying adalah ketika konsumen membeli suatu produk karena terbujuk oleh iklan produk tersebut tanpa adanya suatu alasan yang rasional untuk membelinya. Sedangkan contoh dimana product knowledge dapat memperlemah pengaruh antara keterlibatan produk dengan impulse buying adalah ketika konsumen memanfaatkan pengetahuan yang didapatnya untuk melakukan perbandingan rasional antara produk tersebut dengan produk yang lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Liang (2012) menunjukkan bahwa produk knowledge berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying konsumen, yang mana dalam meningkatkan produk knowledge konsumen dapat dilakukan melalui peningkatan pada keterlibatan konsumen yang juga ditemukan memiliki pengaruh signifikan terhadap produk knowledge dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini mengambil judul Pengaruh Product Involvement terhadap Pure Impulsive Buying konsumen ZARA Galaxy Mall di LotteMart Surabaya melalui Product Knowledge sebagai Mediasi.

8 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang diajukan berdasarkan latar belakang tersebut di atas adalah: 1. Apakah product involvement berpengaruh terhadap product knowledge konsumen ZARA Galaxy Mall di Surabaya? 2. Apakah product knowledge berpengaruh terhadap pure impulsive buying konsumen ZARA Galaxy Mall di Surabaya? 3. Apakah product involvement berpengaruh terhadap pure impulsive buying konsumen ZARA Galaxy Mall di Surabaya? 4. Apakah product involvement berpengaruh terhadap pure impulsive buying melalui product knowledge konsumen ZARA Galaxy Mall di Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh keterlibatan konsumen terhadap product knowledge konsumen ZARA Mall di Surabaya. 2. Untuk mengetahui pengaruh product knowledge terhadap pure impulsive buying konsumen ZARA Mall di Surabaya. 3. Untuk mengetahui pengaruh product involvement terhadap pure impulsive buying konsumen ZARA Mall di Surabaya. 4. Untuk mengetahui pengaruh product involvement terhadap pure impulsive buying melalui product knowledge konsumen ZARA Galaxy Mall di Surabaya.

9 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Akademik 1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen dengan bidang konsentrasi ritel dalam hal studi mengenai pengaruh keterlibatan konsumen terhadap product knowledge dan impulse buying konsumen. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dibidang Perilaku Konsumen khususnya industri ritel pakaian. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan saran tambahan untuk manajemen The Executive Galaxy Mall di Surabaya dalam meningkatkan impulse buying konsumen dengan menggunakan keterlibatan konsumen dan product knowledge. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan ini menggunakan sistem penulisan sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. Selain itu di bab ini terdapat juga sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini berisi mengenai penelitian terdahulu, landasan teori yang digunakan sebagai pedoman untuk mencari penyelesaian masalah penelitian, model analisis, dan hipotesis penelitian.

10 BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang rancangan penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, instrument penelitian, populasi, sample dan teknik pengambilan sample, data dan metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai obyek penelitian, deskripsi data, analisis, data, dan pembahasan dari hasil analisis yang dilakukan. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah dan saran bagi penelitian selanjutnya.