III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara itu SGR perlakuan C dan D tampak lebih baik dari perlakuan yang lain. Sedangkan untuk GR, perlakuan B, C, dan D juga lebih baik daripada perlakuan A. Perlakuan B, C, dan D mengalami perkembangan telur 100%, tetapi hanya 25% induk matang gonad pada perlakuan C yang berlangsung pada minggu ke-6 dan 50% pada perlakuan D yang berlangsung pada minggu ke-4 dan ke-5. Grafiknya bisa dilihat di Lampiran 7.. Tabel 2. Perkembangan Bobot dan Telur Ikan Patin Siam Perlakuan N Bobot ratarata (kg) SGR GR Perkembangan telur Induk matang gonad Waktu (minggu ke-) A Kontrol 4 0,95 ± 0,54 a 0,70 ± 0,35 a 0,53 ± 0,29 a - - - B PMSG 5 IU dan HCG 2,5 IU 4 0,92 ± 0,33 a 1,03 ± 0,76 a 1,07 ± 0,59 ab 100 - - C PMSG 10 IU dan HCG 5 IU 4 1, 37 ± 0,17 a 1,38 ± 0,73 ab 2,38 ± 1,03 bc 100 25 6 D PMSG 20 IU dan HCG 10 IU 4 1,12 ± 0,12 a 2,30 ± 0,31 b 2,73 ± 0,81 c 100 50 4 & 5 Catatan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Keterangan : N = Ulangan SGR = Spesific Growth Rate GR = Growth Rate PMSG = Pregnant Mare Serum Gonadotropin HCG = Human Chorionic Gonadotropin Pemijahan ikan patin siam yang berlangsung selama percobaan hanya terjadi pada perlakuan C dan D, akan tetapi perlakuan D memiliki hasil yang lebih baik (Tabel 3). Perlakuan C dengan seekor yang memijah dan perlakuan D dengan 2 ekor yang memijah dari 4 ekor induk ikan patin siam. Fekunditas, FR, HR, dan SRnya relatif bagus, karena SR sampai hari ke-4 menunjukkan hasil yang baik, secara rinci terdapat pada Lampiran 8. 6
Tabel 3. Hasil Pemijahan Ikan Patin Siam Perlakuan Fekunditas(butir) FR HR SR A Kontrol - - - - B PMSG 5 IU dan HCG 2,5 IU - - - - C PMSG 10 IU dan HCG 5 IU 121053 61,31 65,14 94,31 D PMSG 20 IU dan HCG 10 IU 100701 ± 8435 70,79 ± 6,41 79,91 ± 0,53 83,01 ± 2,07 Keterangan : PMSG = Pregnant Mare Serum Gonadotropin HCG = Human Chorionic Gonadotropin FR = Fertilization Rate HR = Hatching Rate SR = Survival Rate Hasil percobaan dengan penyuntikan PMSG dan HCG serta pakan yang ditambahkan egg stimulant dengan perlakuan kontrol dapat diamati secara visual. Kondisi perut ikan patin siam (Gambar 1) setelah disuntik dengan PMSG dan HCG serta pemberian pakan dengan penambahan egg stimulant tampak lebih besar, hal ini merupakan indikasi telur yang berkembang. Berbeda dengan perlakuan kontrol dengan kondisi perut yang masih sama seperti semula. Gambar 1. Perbedaan perut induk ikan patin siam pada kontrol (atas) dan perlakuan dosis PMSG dan HCG (bawah). 3.2 Pembahasan Perlakuan kombinasi Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang disuntikkan ke ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Tabel 2). Keberhasilan ini juga didukung dengan pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan merupakan pakan komersil dengan protein 31-33% yang telah disemprotkan dengan egg stimulant 100 mg/kg pakan. 7
Hal ini karena sebelumnya sudah terdapat penelitian mengenai egg stimulant dengan dosis paling efektif adalah dosis tetinggi dari perlakuan tersebut dengan 70 mg/kg pakan (Prabowo, 2007). Terbukti dari perlakuan kontrol sampai akhir perlakuan tidak ada induk yang telurnya berkembang, karena pada kontrol ini tidak terdapat penyuntikan hormon dan penambahan egg stimulant pada pakan yang diberikan. Penggunaan kombinasi PMSG dan HCG adalah pilihan yang tepat untuk merangsang pematangan gonad. Pemberian PMSG pada perlakuan dilakukan dengan dosis 0 IU (kontrol), 5 IU, 10 IU dan 20 IU. Dosis ini diberikan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada itik bali (Budiasa dan Bebas, 2008) dan berhasil dicoba pada ikan patin siam pada percobaan ini. Dalam percobaan ini dosis paling efektif adalah dosis 20 IU PMSG dan 10 IU HCG/kg ikan karena terbukti bahwa laju pertumbuhan harian, tingkat petumbuhan, dan induk matang gonad optimal terdapat pada dosis tersebut. Induk yang dipakai merupakan induk yang pernah memijah sebelumnya, sehingga pertumbuhan yang terjadi merupakan indikasi terjadinya vitelogenesis yang merupakan proses menuju rematurasi. Perkembangan gonad dibawah kendali endokrin melaui otak pituitary - gonad dan penyebab utama pertumbuhan oosit merupakan penyerapan vitelogenin (Tyler dan Sumpter, 1996 dalam Norberg, et al.,2004). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme dialokasikan untuk pematangan gonad. Peningkatan nilai fekunditas juga dapat disebabkan oleh kandungan nutrien pakan seperti lemak dan protein serta karbohidrat. Percobaan yang dilakukan ini menunjukkan bahwa rematurasi diluar musim pemijahan bisa berlangsung dengan baik. Selain itu kualitas gamet dalam hal ini telur juga menunjukkan hasil yang positif. Kebutuhan waktu pun lebih singkat dari yang diperkirakan. Menurut SNI (2000), dimaeter telur ikan patin siam berkisar antara 1-1,2 mm dan yang terjadi pada percobaan ini menunjukkan angka yang lebih kecil dari standar yang berkisar antara 0,68±0,07-0,776±0,04 mm. Hal ini disebabkan telur 8
diamati sekitar 12 jam sebelum terjadinya pemijahan, sehingga masih bisa ditoleran bila hasilnya lebih kecil. Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan dalam satu siklus reproduksi. Tingkat fekunditas dapat menggambarkan kualitas dari induk betina. Fekunditas normal menurut SNI (2000) sejumlah 12.000 butir telur, hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tidak meningkatkan fekunditas, berbeda dengan penelitian Prabowo (2007) yang menunjukkan bahwa egg stimulant memberikan pengaruh pada fekunditasnya. Perlakuan PMSG 10 IU + HCG 5 IU per kg ikan patin siam memiliki fekunditas sejumlah 121.053 butir, sementara itu perlakuan PMSG 20 IU & HCG 10 IU per kg ikan patin siam memiliki fekunditas 100701±8435, hal ini disebabkan karena diameter ikan perlakuan PMSG 10 IU & HCG 5 IU per kg ikan lebih kecil daripada perlakuan PMSG 20 IU & HCG 10 IU per kg ikan sehingga memiliki jumlah yang lebih banyak (Tabel 2). PMSG sangat banyak mengandung unsur daya kerja FSH dan sedikit LH, sedangkan HCG memiliki potensi LH yang amat kuat (Partodiharjo, 1987 dalam Basuki, 1990). Pada ikan patin betina yang disuntikkan HCG, hormon ini meningkat sebelum akhir pematangan oosit dan ovulasi( Zairin et al.,1992b) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses sisntesis kuning telur terjadi di hati dan dirangsang oleh estradiol 17β. (Kagawa et al.,1884; Nagahama, 1987 ; Yaron, 1995 dalam Zairin et al., 1996). Sirkulasi estradiol 17β mengatur pengembangan beberapa gen vitelogenin (Fujaya, 2004). Sintesis vitelogenin (prekusor kuning telur) di dalam hati disebut vitelogenesis. Vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap secara selektif dan disimpan sebagai kuning telur (Tyler, 1991; Komatsu dan Hayashi, 1997 dalam Indriastuti 2000). Peranan GtH I dalam proses vitelogenesis, sedang LH lebih dominan pada pematangan akhir (Swanson, 1991). Sama halnya dengan Matty (1985) yang menyatakan bahwa LH dibutuhkan dalam jumlah kecil selama masa vitelogenesis dan meningkat pada fase pascavitelogenesis dan mencapai jumlah maksimum pada saat pematangan akhir. Pemakaian hormon ini tentunya cukup ekonomis untuk rematurasi ikan. Asumsi harga hormon Rp 7500,00 per 20 IU PMSG dan 10 IU HCG, ikan akan rematurasi kembali dengan 4 kali penyuntikan sehingga membutuhkan biaya 9
sebesar Rp 30.000,00. Perlakuan tersebut berhasil memeperpendek siklus rematurasi dalam jangka waktu ± 6 minggu. Sehingga dengan adanya percobaan ini dapat membantu meningkatkan produksi nasional. Percobaan ini membuktikan bahwa penambahan hormon dapat menyebabkan rematurasi singkat meskipun di luar musim pemijahan. Tentu saja hal ini merupakan informasi yang sangat membantu, khususnya di bidang perikanan. Manipulasi hormonal atau kombinasi antara manipulasi hormon dengan lingkungan, merupakan alternatif dalam bidang reproduksi, khususnya dalam proses pematangan gonad (Zairin,2003). Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan adalah suhu, oksigen terlarut, CO 2 bebas, ph, amonia dan alkalinitas. Sedangkan faktor lingkungan yang paling mempengaruhi perkembangan gonad ikan adalah suhu dan makanan, selain periode cahaya dan musim (Scott, 1979 dalam Tang dan Affandi, 1999). Pemijahan dilakukan menggunakan teknik kawin suntik (induced breeding) karena patin termasuk salah satu ikan yang sulit memijah secara alami. Tingkat keberhasilan teknik ini tergantung kepada tingkat kematangan gonad induk, kualitas air, pakan dan kecermatan dalam penanganan pelaksanaan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan chorulon dan ovaprim. Penyuntikan hormon dilakukan di bagian punggung ikan sedalam 2 cm dengan sudut kemiringan jarum suntik 45 derajat. Ovaprim merupakan hormon yang digunakan untuk merangsang ovulasi (Chang dan Peter, 1983 dalam Subagja dan Gustiano, 2006). Menurut Widiyati et al. (1992) untuk induk jambal siam, pemberian pakan pelet (protein 37%) sebanyak 2% dari bobot tubuh dengan frekuensi tiga kali sehari dapat menyebabkan perkembangan gonad. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pakan komersil dengan protein 31-33% dengan penambahan egg stimulant yang diberikan sebanyak 3% dari bobot tubuh dengan frekuensi dua kali sehari. Hal ini diharapakan juga dapat membantu perkembangan gonad ikan patin siam. Alasan memakai egg stimulant, selain memiliki kandungan Bacitracin MD (BMD) yang berperan dalam efisiensi pakan untuk meningkatkan penggunan 10
energi untuk reproduksi, juga memiliki kandungan-kandungan lain yang sangat membantu dalam proses vitelogenesis, seperti vitamin E dan vitamin C. Selain itu egg stimulant ini masih memiliki harga yang terjangkau. Menurut Ikeda (1991) pemberian vitamin C hingga dosis tertentu akan meningkatkan kesehatan ikan mulai dari perkembangan telur hingga dewasa. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata terkait dengan produksi prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial (Djojosoebagio, 1996 dalam Yusuf, 2005). 11