BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah dengan kondisi geologi yang menarik, karena gugusan kepulauannya diapit oleh tiga lempeng tektonik besar (Triple Junction) yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng benua Eurasia dan lempeng Pasifik. Tumbukan ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia termasuk dalam wilayah cincin api pasifik (Ring of Fire) dan memiliki banyak gunungapi aktif. Ada 127 gunungapi aktif yang terdiri dari tipe A (tercatat pernah mengalami erupsi magmatik, sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600) sebanyak 78 gunungapi, tipe B (sesudah tahun 1600 belum tercatat adanya erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara) sebanyak 29 gunungapi, dan tipe C (sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau) sebanyak 21 gunungapi (Kusumadinata, 1979). Salah satu wilayah di Indonesia yang dilewati oleh jalur Ring of Fire adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Di daerah itu, terdapat 25 gunungapi aktif, yang terdiri dari tipe A sebanyak 17 gunungapi, tipe B sebanyak 3 gunungapi, dan tipe C sebanyak 5 gunungapi. Salah satu pulau di NTT yang terdapat gunungapi aktif yakni pulau Lomblen (Lembata). Pulau ini secara geografis terletak pada posisi 8º 00' - 9º 00' LS dan 123º 00' - 124º 30' BT, serta dibatasi oleh laut Flores di utara, pulau Alor di timur, laut Sawu di selatan, dan Ende di barat. Secara morfologi pulau ini dapat dibagi menjadi dua daerah, yakni daerah pegunungan dan daerah dataran. Daerah pegunungan dicirikan oleh puncak gunungapi yang sebagian masih aktif, diantaranya Ili Boleng (1659 m), Ili Lewotolo (1319 m) dan Gunung Ili Labalekang (1644 m) (Gambar 1.1), sedangkan daerah dataran hanya terdapat di beberapa bagian pulau yang ditutupi oleh koral dan batuan gunungapi tua. (Noya dan Koesoemadinata, 1990). 1
2 Gambar 1.1 Penyebaran gunungapi yang ada di pulau Lomblen (Lembata) yang telah didigitasi ulang daari peta yang diperoleh dari kantor Pusat Survey Geologi, Bandung. Gunungapi Lewotolo mempunyai nama lain yakni Levotoli, Lelatolo, Tokojam, Welirang, dan Ili Api. Gunungapi ini merupakan gunungapi bertipe stratovolcano (gunungapi tipe A), yang secara administratif terletak di semenanjung utara pulau Lembata, tepatnya pada 8 16' 18" LS dan 123 30' 18" BT dengan puncak tertinggi 1319 m. Gunung ini terbentuk akibat tumbukan lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia menuju baratlaut (Hutchinson dalam Kristianto, dkk., 1996). Menurut Hartmann (1935), gunungapi Lewotolo aslinya memiliki kawah dengan diameter 1300 m. Letusan pertama terjadi pada tahun 1660 dengan tipe erupsi yakni letusan (explosive). Kemudian gunungapi ini kembali meletus normal pada tahun 1819 dan 1849. Setelah letusan pada tanggal 5 dan 6 Oktober 1949 di kawah pusat, mulai muncul kawah baru berukuran 800 900 m2 berketinggian 1319 1225 meter di atas permukaan laut (dpl). Letusan selanjutnya terjadi pada tahun 1864, 1889, 1920 dengan periode letusan berkisar antara 3 sampai 52 tahun. Selanjutnya, gunungapi ini berstatus normal dan tidak menunjukkan adanya aktivitas lagi selama 92 tahun.
3 Sejarah mencatat bahwa aktivitas gunungapi Lewotolo didominasi oleh gempabumi tektonik, beberapa diantaranya terasa pada skala I-III MMI (Modified Mercally Intensity). Hal ini juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianto, dkk. (1996) dan Kriswati, dkk., (2005) yang menyatakan pada kondisi normal, pada gunungapi Lewotolo terjadi gempabumi vulkanik sebanyak kurang dari 4 kejadian perhari, sedangkan gempabumi tektonik dengan jumlah 1 10 kejadian perhari. Sejak tanggal 31 Desember 2011, gunungapi ini kembali menunjukkan aktivitasnya, terlihat dari pengamatan pos pemantauan gunungapi Lewotolo, yang menyatakan pada seismometer terekam gempabumi hembusan secara terus menerus dengan amplitudo maksimum 5 25 mm, yang dilanjutkan dengan tremor hembusan dengan amplitudo maksimum antara 5 40 mm pada tanggal 1 2 Januari 2012 dan hembusan asap solfatara berwarna hitam pekat dengan ketinggian mencapai ± 500 m dari puncak gunung. Mulai tanggal 3 Januari 2012, terjadi peningkatan jumlah gempabumi vulkanik yang sangat signifikan, serta terjadi 1 kali gempabumi tektonik dengan skala I MMI yang terasa pada pos pemantauan. Sejauh ini, belum diketahui karakteristik spektral dan penyebab peningkatan aktivitas gunungapi tersebut, apakah ada kaitannya dengan aktivitas gempabumi tektonik ataukah tidak. Banyak studi yang menunjukkan bahwa aktivitas gunungapi (vulkanik) dapat diaktifkan kembali oleh adanya gempabumi atau sebaliknya, gempabumi yang terjadi dapat menyebabkan penurunan aktivitas suatu gunungapi. Adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparman (2010) yang menunjukkan adanya crack di tubuh gunungapi, menjadi indikasi sebagai jalan bagi magma ke permukaan yang lebih dangkal (menuju puncak). Dengan alasan inilah, penulis ingin menentukan karakteristik aktivitas pada saat krisis 2012 dan apakah ada keterkaitan antara peningkatan aktivitas (krisis) yang terjadi di gunungapi Lewotolo dengan gempabumi tektonik yang terjadi di sekitarnya, melalui perhitungan b-value, mekanisme sumber dan perubahan stress Coulomb gempabumi yang terjadi. Untuk itu, judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah Analisis Karakteristik Spektral Kegempaan Vulkanik Gunungapi Lewotolo
4 pada Krisis 2012 dan Hubungannya dengan Gempabumi Tektonik di Daerah Sekitarnya. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah menentukan karakteristik spektral kegempaan Vulkanik Gunungapi Lewotolo pada saat krisis 2012 dan hubungannya dengan gempabumi tektonik di sekitarnya, melalui analisis b-value, mekanisme sumber dan perubahan stress Coulomb dari gempabumi tektonik. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi dengan melihat karakteristik aktivitas gempabumi vulkanik saat krisis 2012 dan hubungannya dengan b-value gempabumi tektonik disekitarnya, berdasarkan pada: 1. Data kegempaan vulkanik dari kompleks gunungapi Lewotolo yang direkam secara digital dari Juli 2011 sampai dengan Juni 2012 dari kantor Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung. 2. Gempabumi vulkanik yang dianalisis yaitu gempabumi vulkanik tipe A dan gempabumi vulkanik tipe B pada bulan Desember 2011 dan Januari Februari 2012. 3. Pegolahan data vulkanik terfokus pada analisis spektral untuk mendapatkan frekuensi dominan. 4. Data kegempaan tektonik dari ISC (Internatianal Seismological Center) dan USGS/NEIC (United States Geological Survey / National Earthquake Information Center) di sekitar gunungapi Lewotolo dari 1965 sampai dengan 2013 dan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bulan Oktober 2011 Januari 2012. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan karakteristik spektral kegempaan vulkanik gunung Lewotolo saat krisis pada Januari 2012, berdasarkan data gempabumi vulkanik (VTA dan VT-B).
5 2. Menentukan b-value gempabumi tektonik di daerah sekitar gunungapi Lewotolo pada periode sebelum dan sesudah kenaikan aktivitas gempabumi vulkanik gunungapi Lewotolo. 3. Menyelidiki hubungan antara kenaikan aktivitas gunungapi Lewotolo dengan gempabumi tektonik yang terjadi di daerah sekitarnya, berdasarkan perubahan stress Coulomb. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang karakteristik aktivitas gempabumi vulkanik gunung Lewotolo saat krisis Januari 2012 dan hubungannya gempabumi tektonik di sekitarnya. Serta diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu dan dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut.