4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai Kedelai sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki banyak gizi penting. Gizi penting yang terkandung didalam kedelai paling utama yaitu protein. Protein kedelai tersebut mengandung asam amino-asam amino yang cukup lengkap. Dari satu gram kedelai, terkandung asam amino antara lain : 340 mg Isoleusin, 480 mg Leusin, 400 mg Lisin, 310 mg Fenilalanin, 200 mg Treonin, 90 mg Triptofan, dan 330 mg Valin (Rukmana dkk, 1996). Selain sebagai sumber protein, kacang kedelai merupakan sumber karbohidrat dan lemak (Haliza, 2010). Karbohidrat yang terkandung dalam kedelai terdiri atas glukosa, arabinosa, sukrosa, rafinosa, dan stachiosa. Rafinosa dan stachiosa dapat menyebabkan rasa sebah (flatulensi) pada lambung setelah mengonsumsi kedelai. Kedelai juga mempunyai kadar lemak paling tinggi diantara kacang-kacangan lain. Lemak yang terkandung dalam kedelai didominasi oleh asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh tersebut antara lain asam linoleat, asam linolenat, dan asam oleat (Winarsi, 2010). Kandungan gizi yang terdapat pada kedelai telah banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan yang sering dilakukan adalah sebagai produk olahan kedelai. Produk olahan kedelai terdiri dari dua macam, yaitu makanan terfermentasi dan nonfermentasi. Makanan terfermentasi berupa tempe, kecap, dan tauco. Makanan non-fermentasi berupa tahu, minyak kedelai, tepung kedelai (Purwaningsih, 2005). 4
5 2.2 Tempe Kedelai Proses pembuatan tempe pada umumnya menggunakan 2 tahapan, yaitu tahap pendahuluan dan tahap fermentasi. Tahap pendahuluan biasanya dengan menyiapkan biji kedelai yang mentah sampai biji kedelai tersebut matang tanpa kulit ari. Langkah-langkah yang diperlukan yaitu perendaman, pengelupasan kulit ari, dan pemasakan.tahap fermentasi melibatkan jamur sebagai inokulum. Inokulum yang biasa digunakan yaitu jamur dari genus Rhizopus (Padmaningtyas, 2006). Pertumbuhan jamur Rhizopus pada biji kedelai akan terlihat benang-benang halus yang disebut miselium. Miselium tersebut mengelilingi keping biji kedelai menjadi suatu padatan yang disebut dengan tempe (Gandjar, 2006). Jamur-jamur sangat memerlukan kondisi optimal untuk proses pertumbuhan. Kondisi optimal tersebut antara lain, suhu (27 0-32 0 C), ph (4,5-7), kelembapan udara, kadar air pada substrat/medium, jumlah jamur yang diinokulasikan, dan kadar amoniak yang terbentuk selama proses fermentasi (Rotib, 1990). Selama proses fermentasi biji kedelai akan mengalami perubahan fisika dan kimia. Tekstur biji akan lebih lunak dan bau langu akan hilang. Protein dan karbohidrat pada biji kedelai akan terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana (Padmaningtyas, 2006). 2.3 Inokulum atau Ragi Tempe Pengolahan bahan dasar agar memperoleh produk olahan/awetan tertentu, dapat dilakukan melalui empat cara. Cara tersebut antara lain : cara fisika, kimia,
6 peragian/fermentasi, dan penggabungan dari cara-cara tersebut. Khusus pada cara peragian/fermentasi, misalnya dalam pembuatan tempe. Proses pembuatan tempe selalu menggunakan bahan untuk memfermentasi yang disebut dengan ragi (Suprapti, 2003). Ragi merupakan kumpulan dari mikroba atau mikroorganisme yang ukurannya sangat kecil. Mikroorganisme yang terkandung dalam ragi tempe biasanya jamur dari genus Rhizopus. Jamur Rhizopus tumbuh menyerupai benangbenang halus yang disebut dengan miselium (Suprapti, 2003). Olivia dkk, (1998) telah mengisolasi jamur dari beberapa jenis ragi tempe ditemukan jamur Rhizopus sp., Aspergillus niger, Mucor javanicus, Trichosporon pululans, dan Fusarium sp. Pada ragi merk Raprima produksi LIPI Bandung ditemukan jamur Rhizopus oligosporus. Para pengrajin tempe biasanya menggunakan ragi tempe yang dijual dipasaran. Ragi tersebut dalam bentuk bubuk. Para pengrajin tempe menggunakan ragi yang dijual dipasaran karena lebih praktis dari pada membuat ragi sendiri. Ragi yang dibuat sendiri sering disebut dengan laru atau usar. Laru dapat dibuat dari tempe atau bungkus tempe yang terbuat dari daun yang diiris-iris lalu dijemur dan digiling (Dewi, 2011). Usar dapat dibuat dengan cara bungkus tempe yang masih terdapat jamur kemudian diusar-usarkan ke kedelai yang akan difermentasikan (Sarwono, 2010). Fungsi ragi tempe pada proses fermentasi adalah untuk menghidrolisis senyawa komplek menjadi senyawa sederhana menggunakan enzim. Jamur Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer dan R. arrhizus yang terkandung
7 dalam ragi tempe mampu menghasilkan enzim (Sutikno, 2009). Enzim yang dapat dihasilkan oleh jamur pada ragi tempe adalah amilase dan pektinase. Amilase merupakan enzim yang menghidrolisis amilum menjadi gula. Jamur yang mampu menghasilkan enzim amilase adalah R. oligosporus dan R. oryzae. Pektinase merupakan enzim yang menghidrolisis pektin. Jamur yang menghasilkan pektinase adalah R. stolonifer dan R. arrhizus (Yee dkk, 1999 dalam Syafril, 2006). R. oligosporus dapat menghasilkan enzim protease lebih banyak dari pada R. oryzae. R. oryzae cenderung lebih banyak menghasilkan enzim amilase (Koswara, 1997). 2.4 Karakteristik Rhizopus Rhizopus merupakan jamur dengan pertumbuhan koloni yang sangat cepat, mempunyai stolon, rhizoidnya berpigmen (berwarna), dan mempunyai sporangiospora. Sporangium yang dimiliki oleh jamur ini terlihat banyak, sebagian besar ketika muda berwarna keputihan dan setelah matang berwarna kehitaman. Kolumela terlihat berwarna coklat dengan bentuk bulat atau setengah bulat.ukuran spora yang pendek berbentuk elips dan tumbuhnya tidak teratur. Hanya pada beberapa spesies terdapat adanya klamidiospora (Samson dkk, 1995).
8 kolumela Spora pada kolumela sporangium sporangiofo r stolon rhizoid tabung kecambah hifa spora Gambar 2.1. Morfologi Jamur Rhizopus Kunci determinasi Rhizopus 1a. Sporangiosporanya tidak tergores, berbentuk agak bulat atau tidak teratur. Panjang sporangiosporanya tidak melebihi 1 mm. Banyak terdapat klamidiospora..r. oligosporus 1b. Sporangiosporanya tergores. Panjang sporangiosporanya berfariabel, dengan tinggi antara 3-4 mm. Terkadang klamidiosporanya terlihat jelas atau tidak terlihat 2 2a. Tidak dapat tumbuh pada suhu 37 0 C, stolonnya tanpa klamidiospora. Kebanyakan panjang sporangiosporanya antara 1,5-3 mm..r. stolonifer 2b. Tumbuh pada suhu 37 0 C, stolon mempunyai klamidiospora. Kebanyakan sporangiospora panjangnya antara 1-1,5 mm R. oryzae
9 2.4.1 Rhizopus oligosporus Koloni jamur jenis ini berwarna coklat pucat sampai abu-abu, tingginya sekitar 1 mm atau lebih. Sporangiofor terlihat sendiri atau berkelompok antara 4-6 kelompok, timbul dan terlihat berwarna kecoklatan, hifa sangat pendek, berdinding halus atau kasar. Sporangium berbentuk bulat, ketika matang berwarna hitam kecoklatan, dengan panjang diameter 100-180 µm. Kolumela berbentuk bulat (Samson dkk, 1995). 2.4.2 Rhizopus oryzae Tinggi sporangiospora jamur ini antara 1,5-2,5 mm. Sporangiosfor tegak, terlihat sederhana atau bercabang, dengan warna kekuningan sampai coklat tua. Spora berbentuk agak bulat, berwarna cokelat pucat dengan garis-garis kebiruan. Sporangium berbentuk bulat, berwarna coklat tua sampai hitam, terlihat agak bulat ketika sudah masak (Watanabe, 2002). 2.4.3 Rhizopus stolonifer Tinggi sporangisfor antara 1,5-3 (4) mm, terlihat sendiri atau berkelompok biasanya 3-4 kelompok, dan hampir tidak berwarna cokelat gelap. Stolon berdinding halus atau sedikit kasar. Sporangium berbentuk bulat atau agak bulat, dengan ukuran diameter (50) 150-360 µm, berwarna kehitam-hitaman ketika sudah masak. Kolumela berbentuk bulat atau agak bulat, terkadang ada yang bulat telur dengan ukuran (40) 70-160 (250) µm. Bentuk spora teratur, sering terlihat poligonal atau bulat telur, bulat, elips, atau striate. Suhu pada habitatnya yaitu : suhu optimum 25-26 0 C, suhu maksimal sekitar 32-33 0 C, dan suhu minimal 5 0 C (Samson dkk, 1995).
10 2.4.4 Rhizopus arrhizus Rhizopus arrhizus memiliki koloni berwarna keputihan dan setelah matang menjadi kecoklatan sampai berwarna abu-abu. Tinggi sporangiosfor sekitar 10 mm. Permukaan stolon halus atau sedikit kasar. Rhizoid berwarna kecokelatan, bercabang berlawanan dengan sporaatau spora muncul dari stolon tanpa rhizoid. Sporangiosfor terlihat sendiri atau berkelompok sampai 5 kelompok, bercabang, dengan dinding yang halus, panjang antara 150-200µm. Sporangium berbentuk bulat atau agak bulat. Kolumela berbentuk bulat telur atau bulat (Samson dkk, 1995). 2.5 Karakteristik Aspergillus Menurut Samson dkk, (1995) koloni jamur Aspergillus biasanya berkembang sangat cepat. Warna koloni yang terlihat pada jamur Aspergillus antara lain: putih, kuning, kuning-cokelat, cokelat sampai hitam, dan kehijauan. Konidiofor dan stipe biasanya tidak bersekat (aseptate), tidak bercabang, dan ujung mempunyai vesikula.vesikula yang hanya mempunyai fialid disebut uniseriate, sedangkan vesikula yang mempunyai fialid dan metula disebut biseriate. Kepala konidia akan terbentuk dari vesikula, metula (jika ada), fialid, dan konidia. Terdapat dua bentuk kepala konidia, yaitu membentuk kolom kompak (columnar) dan memancar (divergen). Aspergillus merupakan jamur yang umum menyebabkan kontaminan pada berbagai substrat. Beberapa spesies dari jamur Aspergillus bersifat pathogen, karena dapat menghasilkan senyawa metabolisme toksik. Jamur Aspergillus jenis lainnya dapat berperan dalam industry makanan karena dapat menghasilkan asam
11 organik dan enzim (Samson dkk, 1995). Jamur Aspergillus fumigatus Fres mempunyai konidiofor berwarna hijau tua. Kepala konidia berbentuk kolumnar. Konidiofor berdinding halus dan berukuran pendek. Fialid langsung menempel pada vesikula dan berwarna hijau. Konidia berbentuk bulat atau agak bulat, berwarna hijau, dengan permukaan kasar (Samson dkk, 1995). Koloni jamur Aspergillus niger Van Tieghem biasanya berwarna putih, kuning, cokelat tua, sampai hitam. Konidia berwarna hitam ketika sudah masak. Konidiofor berdinding halus. Vesikula berbentuk bulat. Hifa berseptat (bersekat). Pertumbuhan baik pada medium MEA, dengan hifa tipis tetapi bersporulasi padat (Samson dkk, 1995). Aspergillus oryzae (Ahlburg) Chon mempunyai konidia berwarna kuning pucat kehijauan. Konidia berbentuk bulat atau agak bulat ketika sudah matang. Konidiofor berdinding kasar. Vesikula berbentuk agak bulat. Pertumbuhan koloni pada medium MEA berlangsung cepat tetapi hifa yang terbentuk agak tipis (Samson dkk, 1995). Aspergillus wentii Wehmer mempunyai kepala konidia berwarna kuning sampai cokelat. Kepala konidia besar dan berbentuk bulat. Fialid menempel pada metula. Konidia berbentuk lonjong, agak bulat dan bulat. Konidia berwarna kuning sampai cokelat (Samson dkk, 1995).
12 2.6 Isolasi dan Identifikasi Jamur 2.6.1 Isolasi Jamur Isolasi jamur dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode direct plating dan dilution method. Direct plating merupakan suatu teknik isolasi dengan meletakkan sampel yang akan diuji pada medium, sedangkan dilution method merupakan teknik isolasi dengan membuat suspensi dalam air steril. Dilution method sering disebut dengan teknik pengenceran bertingkat (Malloc, 1997 dalam Purwantisari, 2009). 2.6.2 Identifikasi Jamur (Gandjar, 1999) Identifikasi jamur dalam mikrobiologi dilakukan dalam dua cara, yaitu mengamati secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis seperti: warna koloni, diameter koloni, tekstur koloni, permukaan koloni, daerah pertumbuhan miselium (growing zone), daerah lingkungan konsentrasi (zonation), garis-garis radial, daerah pertumbuhan, dan warna sebalik koloni (reserve of colonie). Pengamatan mikroskopis meliputi morfologi dan struktur reproduksi pada jamur, yaitu: stuktur spora dan sruktur hifa. Struktur spora meliputi: ukuran spora, bentuk spora, warna spora, dan permukaan spora. Struktur hifa meliputi: sekat pada hifa, dan percabangan hifa. Bagian-bagian pendukung alat reproduksi aseksual (sporangiofor, konidiofor, kolumela, vesikula, sterigma yaitu fialid dan metula, dan sporangium). Bagian-bagian pendukung tersebut diamati warna, ukuran, percabangan, dan tekstur permukaannya.
13 2.7 Kualitas Tempe yang Baik Kualitas tempe yang baik menurut Warisno (2010) adalah sebagai berikut: 1. seluruh bagian permukaan tempe berwarna putih bersih. Warna putih ini diakibatkan karena pertumbuhan benang-benang jamur; 2. pada permukaan tempe tidak dijumpai adanya bercak hitam; 3. tekstur tempe yang kompak dan homogen, sehingga tidak rusak ketika diiris tipis; 4. mempunyai aroma yang khas ketika dicium, tidak berbau busuk yang menyengat. Tempe yang dibungkus daun pisang mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada dibungkus plastik. Kualitas tersebut yaitu aroma yang khas daun pisang (Warisno, 2010). Menurut Suprapti (2003), tempe mempunyai cita rasa ketika sudah diolah. Cita rasa tersebut antara lain ada yang lezat (gurih/sedap), asam, dan tidak enak.