MAKALAH MYELOPATHY & RADYCULOPATHY

dokumen-dokumen yang mirip
Dr.Usman G Rangkuti, SpS Lab / SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Jember

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

SINDROMA GUILLAINBARRE

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

Tuberkulosis sebagai suatu penyakit sistemik yang dapat menyerang berbagai organ termasuk tulang dan sedi.

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

Carpal tunnel syndrome

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BMI = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan² (TB x TB dalam m 2 )

LAPORAN PENDAHULUAN HNP

BAHAN AJAR XI RADICULAR SYNDROME. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

Gangguan Neuromuskular

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80)

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manakala seseorang menderita sakit maka seseorang akan

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada

STRUKTUR ANATOMI TULANG BELAKANG

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran

BAHAN AJAR II MIELOPATI. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh

LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP

kemungkinan penyebabnya adalah multifactorial sehingga sulit untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan tersebut dan kebanyakan LBP pada usia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

HUBUNGAN BERATNYA PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2014

Cedera Spinal / Vertebra

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI

BAB I PENDAHULUAN. 2. Tujuan a. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Sistem Saraf Spinal

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patologis dimana terjadi protusi dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke

LOW BACK PAIN. Oleh : Erni Maryam Annisa Febrieza

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena 65% penduduk Indonesia. adalah usia kerja 30% bekerja disektor formal dan 70% disektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISLOKASI SENDI PANGGUL

31 Pasang Saraf Spinal dan Fungsinya

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus

Nama: Anugerah Ramadhaan Putra Nim: Pembimbing: dr. Haidar Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung lebih dari 24 jam, yang didahului dan diikuti oleh 1 bulan atau

Central Cord Syndrome

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

TUGAS PENGAYAAN LOW BACK PAIN. Oleh : Nanny Herwanto Pembimbing : Dr. Shahdevi Nandar, Sp.S

CARPAL TUNNEL SYNDROME ( C T S )

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan

Transkripsi:

MAKALAH MYELOPATHY & RADYCULOPATHY Pembimbing: dr. Ahmad Brata Disusun oleh: Benjamin Sihite 100100072 Meutia Ayudila 100100154 Dian Maulisa Fitriani 100100250 Irwin Lamtota 100100325 Andrio Gultom 100100337 DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN MEDAN 2015 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Myelopathy dan Radyculopathy. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Ahmad Brata atas kesediaan beliau sebagai pembimbing dalam makalah ini. Besar harapan, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Myelopathy dan Radyculopathy semakin bertambah. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. Medan, Agustus 2015 Penulis DAFTAR ISI 2

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1...Latar Belakang...1 1.2...Tujuan...2 1.3...Manfaat...2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1. 2.2. BAB III KESIMPULAN... 63 DAFTAR PUSTAKA... 64 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar (ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan gejala myelopathy. Tumor medulla spinalis pervalensinya lebih sedikit dibandingkan tumor intrakranial, dengan rasio 1:4. Sedangkan tumor primer di medulla spinalis sangat jarang, insidensinya hanya 1,3 per 100000 populasi. Terutama ditemukan pada dewasa muda atau usia pertengahan dan jarang pada usia anak atau usia tua. Berbeda dengan tumor intrakranial, umumnya tumor spinal adalah jinak dan gejala yang timbul teruatama akibat efek penekanan pada medulla spinalis bukan akibat invasi tumornya. Oleh karena itu sebagian tumor intraspinal dapat dilakukan tindakan eksisi sehingga deteksi dini adanya tumor dapat mencegah defisit neurologis yang lebih berat. Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf, yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra. Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan. 4

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster. Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya. 1.2 Tujuan 1. Memahami definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, serta prognosis myelopathy dan radyculopathy. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang kedokteran. 3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departeman Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3 Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai myelopathy dan radyculopathy. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MYELOPATHY 2.1.1. DEFINISI Merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelopathy adalah istilah yang berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan saraf tulang belakang itu sendiri. Ini biasanya merupakan tahap berikutnya penyakit tulang belakang leher, dan sering pertama terdeteksi sebagai kesulitan berjalan karena kelemahan umum atau masalah dengan keseimbangan dan koordinasi. 2.1.2. ETIOLOGI 1. Vaskuler 2. Obat-obatan 3. Radiasi 4. Degenerasi 5. Demienilisasi 6. Trauma 7. Tumor 2.1.3. KLASIFIKASI Tingkatan Myelopathy berdasarkan Nurick System Nurick myelopathy grade dari 0-5, dengan 5 menjadi yang paling berat.perubahan karakteristik terjadi pada masing- masing tingkatan sebagai berikut: Grade 0: signs and symptoms of root involvement but without evidence of spinal cord disease. 3

Grade 1: signs of spinal cord disease but no difficulty in walking. Grade 2: slight difficulty in walking but does not prevent full-time employment. Grade 3: severe difficulty in walking that requires assistance and prevents full-time employment and avocation. Grade 4: ability to walk only with assistance or with the aid of a frame. Grade 5: chairbound or bedridden. Myelopathy Dengan Skala klasifikasi Frankel Grade A: complete motor and sensory involvement. Grade B: complete motor involvement, some sensory sparing including sacral sparing. Grade C: functionally useless motor sparing. Grade D: functional motor sparing. Grade E: no neurologic involvement. Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi Tabel. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+) Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+) Propioseptik(joint position, vibrasi) Hilang di bawah lesi Sering (+) Sacral sparing negatif positif Ro. Vertebra Sering fraktur, luksasi, atau listesis Sering normal 4

MRI (Ramon, 1997, data 55 pasien cedera medula spinalis; 28 komplet, 27 inkomplet) Hemoragi (54%), Kompresi (25%), Kontusi (11%) Edema (62%), Kontusi (26%), normal (15%) Pemeriksaan Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal Otot (asal inervasi) Fungsi M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku M. extensor carpi radialis longus dan Ekstensi pergelangan tangan brevis (C6) M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan profunda (C8) M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki Sensoris Dermatom 5

Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinali Karakteristik Central Cord Anterior Cord Brown Sequard Posterior Cord Klinik Syndrome Syndrome Syndrome Syndrome Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat Jarang Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi Motorik Gangguan bervariasi ; Sering paralisis komplet(ggn Kelemahan anggota jarang paralisis tractus gerak ipsilateral komplet desenden); biasanya bilateral lesi; ggn traktus desenden (+) Protopatik bervariasi Sering hilang Sering hilang Gangguan tidak khas total(ggn tractus total (ggn tractus ascenden);bilateral ascenden) Kontralateral Propioseptik Jarang sekali Biasanya utuh Hilang total terganggu ipsilateral; ggn tractus ascenden Gangguan bervariasi, ggn tractus descenden ringan Gangguan bervariasi biasanya ringan Terganggu 6

Perbaikan Sering nyata Paling buruk Fungsi buruk, NA dan diantara namun cepat; khas Lainnya independensi kelemahan paling tangan dan jari Baik menetap 2.1.4. PATOFISIOLOGI Trauma Medula Spinalis Proses trauma pada medula spinalis dapat melalui : - Dari dorsal mendorong vertebra ke ventral kerusakan fokal pada vertebra ( fraktur kolumna vertebra ) - Kranio kaudal - Fraktur kompresi torako-lumbal (jatuh duduk) - Fleksi / ekstensi yang hebat (terutama didaerah cervical) - Kerusakan lamina dan ligamen disekitar vertebra - Edema medula spinalis dan gangguan sirkulasi setelah trauma Manifestasi Klinik Komosio - Gangguan fisiologis saja - Sembuh sempurna beberapa jam/hari Kontusio - Gangguan fisiologis disertai keruskan anatomik - Gangguan sensibilitas (+), gangguan motorik (-) - Nyeri segmental (++) Perdarahan epidural/subdural/hematomieli - Hilangnya fungsi medula spinalis flaccid - Gambaran khas hematomieli (perdarahan substansia Grisea) : 7

- Paralisis flaccid & atrofi otot setinggi lesi - Paresis spastik, sensasi nyeri & suhu dibawah lesi Lesi Transversa komplit - Lesi tractus piramidalis - Paraplegi awal flaccid spastik - Pada fase akut : arefleksia - Gangguan sensibilitas dibawah lesi - Pada perbatasan lesi terdapat hiperpati - Gangguan pada semua kualitas sensibilitas - Gangguan SSO dibawah lesi - Bladder, rectum - Spinal Syok - Refleks pada segmen bawah lesi (-) - Dalam 3-6 minggu menghilang Lesi Transversa inkomplit Brown Sequard Syndrome - Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi - Gangguan sensibilitas raba, diperbatasan terdapat hiperpati, pada sisi ipsilateral setinggi lesi - Sisi kontralateral terdapat gangguan tractus spinotalamikus lateralis : gangguan sensibilitas suhu dan nyeri - Sisi homolateral terdapatgangguan tractus kortokpspinalis (motoris) adalah kelainan UMN ipsilateral dibawah lesi. Terapi Prinsip : - Imobilisasi dan diagnosa secara dini - Stabilisasi tulang yang trauma ( cervical collar ) - Pencegahan progresivitas kerusakan - Rehabilitasi dini 8

Operasi bila : - Traksi dan manipulasi gagal - Fraktur servikal dan lesi medula spinalis - Trauma akut dan terjadi blok - Bila permulaan baik setelah beberapa hari keadaan menjadi buruk. - Tumor Medula Spinalis - Berdasarkan lokasinya : - Tumor intrameduller : 14% (ependimoma, glioma) - Tumor intradural-ekstrameduller : - Extradural : 10% (sarcoma/ca vertebrae, fibroma, lipoma, neurimoma, metastasis Ca, TBC) - Intradural : 65% (meningioma, neurinoma, ependimoma, neurofibroma) - Tumor intravertebral : 5% (metastase Ca vertebrae, osteoma) - Tumor ekstraspinal : 1% (sarcoma, ganglioneuromata) Gejala klinis : - Nyeri - Nyeri radikuler (paling sering) terjadi proses di luar mielum, penekanan tulang (linu tanpa lokalisasi yang jelas) - Parestesi sesuai dengan distribusi radiks (ex : tu. extradural, tu. intradural-extramedular) - Kelemahan otot (gangguan pada traktus piramidalis) - Gangguan miksi & impotensi (pada tumor cauda) Beda Klinis Tumor Intramedular & Extramedular Klinis Tergantung letak lesi : - Pemeriksaan likuor : Jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat, ditemukan sel penyebab (coccus,tpha) Diagnosa banding - Defisiensi B12 - Siringomielia 9

- ALS Terapi - Simptomatik - Terapi sesuai penyebab Meningioma Spinalis - Banyak pada orang tua - Sering tumbuh di regio thorax & hampir selalu intradural - Jinak - Pertumbuhan lambat sehingga gejala timbul lambat, myelographi : tidak khas dapat diambil secara legkap dengan operasi Poliomyelitis (Acute Anterior Poliomyelitis) - Adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan mengakibatkan keruskana pada sel motorik kornu anterior batang otak dan area motoik korteks serebri. - Etiologi : virus polio RNA golongan enterovirus - Patogenesis ( inkubasi 4-17 hari), masuk lewat oral-fekal orofaring multiphroasi di payer path/tonsil retrogard, lewat saraf tepi Penatalaksanaan : - Bedrest : aktivitas dapat meningkatkan paralisis - Simptomatik - Fisioterapi : 2 hari setelah demam menurun Diagnosa Banding : GBS - Lesi simetris - Sub akut - Menyerang otot otot proksimal Mielitis Acute Transversa - Usia 10-20tahun / > 40tahun Etiologi : 10

- Pasca infeksi/para infeksi (varicella, variola, mumps) - Pasca vaksinasi (DPT, Polio, anti rabies) - Proses degeneratif - AIDS Gejala : - Demam mendadak - Nyeri kepala - Gangguan sensibilitas (nyeri & raba) yang tidak komplit, batas tidak tajam. Awalnya parestesis tungkai - Gangguan motorik : awalnya flaccid spastik - Gangguan otonom : gangguan miksi - Memburuk dalam 24 jam dan menjadi transverse lession - Sering mengenai thorakal T2 T6 - Autoimun ALS (Amyotropic Lateral Sclerosis) - Adalah Penyakit degeneratif pada motor neuron (UMN & LMN) di tractus kortikospinalis, batang Otak dan medula spinalis Pembagian : - Progressive Muscular Atrophy - Gangguan kornu anterior - Duchene - Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis - Charcot - Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis + medula oblongata - Defisiensi Nutrisi Subacute Combined Degeneration Etiologi 11

- Defisiensi Vitamin B12 anemia pernisiosa - -mengganggu kolumna posterior tractus kortikospinalis Gejala : - Kesemutan di tangan dan tungkai - Deep Sensibility : jika jalan, telapak terasa tebal - Gait terganggu - Motorik : parese spastik - Otonom : impotensia, gangguan bladder - Kadang gangguan mental - Kongenital Siringomielia - Adalah penyakit dimana terjadi pembentukan Kiste disekitar kanalis sentralis mielum. Disekitar kiste terjadi proliferasi jaringan glia. Etiologi : - Kelainan kongenital kanalis sentralis tidak menutup tumbuh glia kiste 2.1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium darah Pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan posisi standar (anteroposterior, lateral) untuk vertebra servikal, dan posisi ap dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. 12

Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan ct scan dan mri sangat dianjurkan. Magnetic resonance imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma 2.1.6. TATALAKSANA Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika. Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50% 13

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika serikat. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis 2.1.7. PROGNOSIS Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, septikemia, dan gagal ginjal Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama. 2.2. RADYCULOPATHY 2.2.1. Definisi Radyculopathy adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. 14

Gambar 2. Struktur Medulla Spinalis 15

Gambar 3. Dermatom Hal ini berguna untuk mengingat bahwa : - Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal - Belakang kepala, servikal ke-2 - Leher, servikal ke-3 - Area diatas pundak, servikal ke-4 - Area deltoid, servikal ke-5 - Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6 - Telunjuk dan jari tengah, servikal ke-7 - Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke- 1 - Puting, torakik ke-5 - Umbilicus, torakik ke-10 - Selangkangan, lumbal ke-1 - Sisi medial lutut, lumbal ke-3 - Jari kaki besar, lumbal ke-5 - Jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1 - Belakang paha, sakrum ke-2 - Area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5 2.2.2. Etiologi 16

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radyculopathy, yaitu proses kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses patologis. 1. Proses Kompresif adalah : Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radyculopathy a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus b. Dislokasi traumatik c. Fraktur kompresif d. Skoliosis e. Tumor medulla spinalis f. Neoplasma tulang g. Spondilosis h. Spondilolistesis dan Spondilolisis i. Stenosis spinal j. Spondilitis tuberkulosis k. Spondilosis servikal 2. Proses Inflamasi Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah : a. Guillain Barré syndrome b. Herpes Zoster 3. Proses Degeneratif Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah Diabetes Mellitus. 2.2.3. Tipe-tipe Radyculopathy 1. Radyculopathy Lumbal Radyculopathy lumbal merupakan bentuk radyculopathy pada daerah lumbar yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radyculopathy lumbar sering juga disebut siatika. Pada radyculopathy lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering didapatkan. 2. Radyculopathy Servikal 17

Radyculopathy servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radyculopathy servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal. 3. Radyculopathy Torakal Radyculopathy torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster. 2.2.4. Patofisiologi 1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus. Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum. Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua. Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus. 18

a. Herniated Nnucleus Pulposus (HNP) atau Herniasi Diskus Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma. Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan lumbal pada penderita yang sama. Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan penekanan pada satu atau lebih radiks saraf. b. Dislokasi Traumatik Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler. c. Fraktur Kompresif Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi. d. Skoliosis 19

Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu sendiri. e. Tumor Medulla Spinalis Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf. Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar. f. Neoplasma Tulang Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal, lambung, dan uterus. Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung. Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge shape atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat. g. Spondilosis 20

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit. Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring. h. Spondilolitesis dan Spondilolisis Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4. Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena kompresi. 21

i. Stenosis Spinal Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang mengandung beberapa radiks. Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua. 2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis Spondilitis Tuberkulosa Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang dikenal sebagai nyeri interkostalis. Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini berakhir sebagai end artery (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal. Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut. 22

Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji dan pada pasien terlihat adanya gibbus formation apabila proses ini telah berjalan lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang terkena. 3. Proses Kompresif pada Servikal a. Spondilosis Servikal Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak sehebat herniasi diskus. b. Herniated nucleus pulposus (HNP) Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang terasa menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di radiks posterior C4-T1. c. Proses Inflamasi 1. Guillain Barré syndrome Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya 23

bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan, berpotensi mengganggu pernapasan dan pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung, dapat dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah. Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut. Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS. Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan. Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari 24

sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan menyerang akson itu sendiri. Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer yang injuri atau rusak, saraf tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh. Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya sendiri, yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin. 2. Herpes Zoster Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior, 25

leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan, pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi. 3. Proses Degeneratif a. Penyakit Diabetes Mellitus Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer berupa peripheral neuropathy yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris. Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-bentuk simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur poliol, produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif. Gejala Neuropati Diabetik adalah: a. Gejala Sensoris Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stokingdan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit, adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan. b. Gejala Motorik Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas. 26

2.2.5. Manifestasi Klinik Radyculopathy Secara umum, manifestasi klinis radyculopathy adalah sebagai berikut : a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin. b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan. d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang Gejala radyculopathy tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radyculopathy setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radyculopathy setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul. 1. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Servikal a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula. b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala. c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan. d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian 27

lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps. e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis. f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan nervus ulnaris). Gambar 4. Representatif dermatom saraf cervical 2. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Lumbal a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi). b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya 28

dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minor s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring. Gambar 5. Minor s Sign c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri s Sign. d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks S1. 29

e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus. f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi. g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar. Gambar 6. Dermatom Saraf Lumbal 30

2.2.6. Diagnosis A. Anamnesis Riwayat Penyakit a. Radyculopathy Servikal Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk menegakkan diagnosis dari radyculopathy servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : a. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan otot), dan lokasi dari gejala? Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien. b. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan gejalanya? Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam penatalaksanaannya. c. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu? 31

d. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri leher yang terlokalisir? e. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep dokter atau mengobati sendiri): Penggunaan dari es dan/atau penghangat Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal antiinflammatory drugs [NSAIDs]) Terapi fisik, traksi, atau manipulasi Suntikan Operasi f. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol. g. Kekhasan pasien dengan radyculopathy servikal ialah datang dengan mengeluh adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu. Ketika radyculopathynya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat. h. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher. i. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi leher yang menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral bending, atau rotasi menuju sisi yang bergejala). j. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan mengurangi ketegangan pada radiks saraf. 32

k. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya sensasi. l. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau keluhan sensorik. b. Radyculopathy Lumbal 1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radyculopathy lumbosakral sering tiba-tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai terasa. 2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki atau kaki. 3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan. 4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi. 5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi). B. Pemeriksaan Fisik 33

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan : Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf perifer dan segmental. Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme otot). Perubahan refleks. Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra. a. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Servikal Pada pemeriksaan radyculopathy servikal, antara lain akan didapatkan : 1. Terbatasnya range of motion leher. 2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi). 3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan. Gambar 7. Lhermitte s Test 4. Tes Distraksi Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak. 34

Gambar 8. Distraction Test b. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Lumbal 1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test) Pemeriksaan dilakukan dengan cara : a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi). d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1). e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada radyculopathy lumbal). 35

Gambar 9. Lasegue s Sign (SLR s Test) 2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard s Sign, Sicard s Sign, dan Spurling s Sign) Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragard s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard s sign dan Sicard s sign disebut Spurling s sign. Gambar 10. Bragard s sign Gambar 11. Spurling s sign 36

3. Tes Lasegue Silang atau O Conell Test Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit). 4. Nerve Pressure Sign Pemeriksaan dilakukan dengan cara : a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri) kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat. b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri. c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang nervus iskiadikus. 5. Naffziger Tests Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmhg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri. C. Pemeriksaan Penunjang Radyculopathy 1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan structural. 2. MRI dan CT-Scan 37

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf. CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI. 3. Myelography Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan. 4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG) NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radyculopathy sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan. 5. Laboratorium Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, dan kalsium. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi. 2.2.7. Diagnosis Banding 38

1. Radyculopathy Servikal a. Cedera Pleksus Brakhialis b. Rotator Cuff Injury 2. Radyculopathy Lumbal a. Cedera Diskus Lumbosakral b. Cedera Diskus Torakik 2.2.8. Penatalaksanaan 1. Terapi Non Farmakologi a. Akut : 1. Imobilisasi 2. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas 3. Modalitas termal (terapi panas dan dingin) 4. Pemijatan 5. Traksi (tergantung kasus) 6. Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat) b. Kronik 1. Terapi psikologis 2. Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal) 3. Latihan kondisi otot 4. Rehabilitasi vokasional 5. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas 2. Terapi Farmakologi a. NSAIDs Contoh : Ibuprofen Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin Dosis dan penggunaan : Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800 mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan b. Tricyclic Antidepressants Contoh : Amitriptyline Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan /atau norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik 39

dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu. Dosis dan penggunaan : Dewasa : 100 300 mg 1x1 hari pada malam hari c. Muscle Relaxants Contoh : Cyclobenzaprine Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma. Dosis : d. Analgesik Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari) Contoh : Tramadol (Ultram) Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin Dosis : Dewasa : 50 100 mg per oral setiap 4 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan e. Antikonvulsan Contoh : Gabapentin (Neurontin) Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA. Dosis : Dewasa : Neurontin Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari) Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari) 3. Invasif Non Bedah 40

Blok saraf dengan anestetik local Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi sehingga menurunkan kompresi radiks saraf 4. Bedah (pada HNP) Indikasi : skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap, dan progresif defisit neurologis memburuk sindroma kauda stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil) terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan radiologi 2.2.9. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : ad bonam : dubia ad malam : dubia ad bonam 41

BAB III KESIMPULAN Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar (ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan gejala myelopathy. Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf, yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat 42

disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra. Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster. Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:194-205 2. Compression Myelopathies Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB [http://www.neuroanatomy.wisc.edu/sclinic/myelo/myelopathy.htm] 3. McCormick PC. Spinal Tumors. In:Merrit s Textbook of Neurology. Baltimore:Williams & Wilkins, 1995:405-16 4. Cohen ME. Primary and Secondary Tumors of The Nervous System. In:Bradley WG, Darof RB, Fenichel GM, Marsden CD, ed. Neurology in Clinical Practice. Boston:Buttenworth-Heinemann, 1991:1020-29 5. Victor M, Ropper AH. Diseases of The Spinal Cord Tumors. In: Adam s & Victor s Principles of Neurology. New York: McGraw Hill, 2001:1293-1341 43

6. Koeller KK et al. Neoplasm of The Spinal Cord & Fillum Terminale:radiologic-pathologic correlation. Radiographics 2000 Nov-Des;20(6):1721-49 7. Dina TS, Ching HT. Imaging of Spinal Tumors. In: Wilkins RH, Rengachary SS, ed. Neurosurgery. Vol-2. New York:McGraw Hill, 1996:1758-80 8. Greenberg MS. Spine and Apinal Cord Tumors. In: Handbook of Neurosurgery. New York:Thieme,2001:480-505 9. Adams RD.Chronic Nontraumatic Diseases of The Spinal Cord. In: Woosley RM, Young RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia: Saunders,1991:605-23 10. Xu QW at al. Agresive Surgery for Intramedullary tumor of Cervical Spinal Cord Surg Neurol 1996 Oct; 46(4):322-8 11. MR Imaging of Spinal Intramedullary Tumors. Acta Radiol 1991, Nov;32(6):505-13 12. Sipski ML, DeLisa JA. Rehabilitation of Patient eith Spinal Cord Disease. In: Woosley RM, Young RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia: Saunders, 1991:705-25 13. Lindsay KW, Bone I. Neurology and Neurosurgery Illustrated. New York : Churcill Livingstone, 1997:320-24 14. Flaherty AW. The Massachusset General Hospital Handbook of Neurology. Philadelphia:Lippincoat, 2000:116 15. Jallo GI. Intradural Spine Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB [http://www.spineuniverse.com] 16. Institute for Neurology and Neurosurgery at Beth Israel Medical Center. Improved Outlook for Treatment if Intramedullary Spinal Cord Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 18.00 WIB [http://www.wehwealnewyork.org/professionals/publication/inn/spinaltreatment.html] 17. Harrop JS. Spinal Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB [http://www.emedicine.com] 18. Adams and Victor s. Principle of Neurology 8 th Edition 19. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11 th Edition 20. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga 21. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6 th Edition 44

22. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 18.00 WIB [http://emedicine.medscape.com/article/94118] 23.Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 18.15 WIB [http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview] 24.American Chronic Pain Association (The ACPA). Diakses 30 Agustus pkl: 15.00 WIB [http://www.theacpa.org/default.aspx] 25.Pain: MedlinePlus. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 15.10 WIB [http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59] 45

46