BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia nematode usus sering disebut cacing perut, yang sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG. Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PREVALENSI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHES (STH) PADA PETERNAK DI LINGKUNGAN GATEP KELURAHAN AMPENAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Universitas Negeri Semarang. Oleh. Novita Yuliani NIM

Desain Pemberdayaan Petani Kubis Berbasis Pendidikan & Kesehatan

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian atau zona-zona tertentu. Bahan baku tanah adalah batuan yang belum melapuk. Batu yang sama sekali belum mengalami pelapukan belum berguna bagi tumbuhan karena mineral-mineral yang tersimpan di dalamnya belum dapat dimanfaatkan tumbuhan. Dengan adanya cuaca dan faktor-faktor biotik, batuan yang keras kompak mulai terurai dan menjadi cocok untuk kehidupan organisnme. Stadium muda terdapat pada waktu batuan sudah mengalami pelapukan. Dalam fase ini kesuburan belum cukup karena mineral yang terlepas dan tersedia belum cukup banyak, bila sudah banyak maka tanah berstadium dewasa dan apabila yang terurai sudah habis maka tanah berstadium tua. Di daerah tropik yang panas dan banyak hujan seperti Indonesia, sebagian tanahnya mengalami ketuaan. Susunan horison yang tampak pada irisan vertikal tanah disebut profil tanah. Tanah diberbagai tempat menunjukkan perbedaan warna, kasar halus partikelnya, kesuburan, dan sebagainya. Dan juga mengenai profilnya itu ditentukan oleh faktor : 1. Iklim seperti temperatur air, kelembapan, angin. 2. Faktor biotik seperti mikroba, tumbuhan, hewan, dan menusia. 5

6 3. Relief yaitu perbedaan tinggi rendah dan kemiringan permukaan tanah. 4. Bahan induk yaitu batuan yang membentuk tanah. 5. Waktu yang berlangsung untuk pembentukan tanah. Di dalam segumpal tanah (1/2 kg) yang subur terdapat kira -kira satu triliun bakteri, 200 juta fungi, 25 juta algae, 15 juta protozoa dan juga cacing, insekta dan makhluk kecil lainnya (Mukayat,1987). B. Ekologi Parasit di Luar Tubuh Inang Kelangsungan hidup jenis parasit di luar tubuh inang itu tergantung selain pada adanya makanan yang cukup juga tergantung pada kondisi faktorfaktor meteorologi. Meteorologi (meteoros jauh tinggi di udara) adalah ilmu tentang atmosfer dan segala fenomene-fenomenenya. Faktor-faktor meteorologi yang berpengaruh besar pada kelangsungan parasit itu adalah sebagai berikut : 1. Data beometeorologi yang bernilai potensial bagi kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang adalah temperatur. 2. Penguapan air adalah juga penting dalam hubungannya dengan kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Penguapan air itu dapat diketahui berdasarkan adanya uap air dalam udara, dan diukur sabagai tekanan uap, dan dinyatakan sebagai lembab relatif. 3. Kandungan air dalam tanah adalah juga kondisi ekologis yang penting bagi kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Kandungan air dalam tanah itu sulit diukur, terutama kandungan air dalam tanah bagian teratas

7 yang berfariasi besar. Kandungan dalam tanah itu diperkirakan berdasarkan data curah hujan dan transpirasi (Mukayat,1987). C. Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Siklus Hidup Parasit 1. Air, curah hujan dan embun Curah hujan minimum tersebut dapat berbeda tergantung pada sifat tanah, miringnya tanah (topografi), dan frekuensi presipitasi. Tanah liat, tanah pasir dan tanah berkapur berbeda-beda kapasitasnya penahan atau kandungan airnya. Oleh sebab itu jumlah hujan tidak dapat dipakai tepat untuk meramalkan epidemi penyakit oleh cacing. 2. Temperatur Tiap jenis parasit itu ternyata menghendaki kisaran temperatur yang berbeda-beda. Umumnya cacing nematoda menghendaki kisaran temperatur antara 18 0 C dan 38 0 C berarti pada temperatur di bawah 18 0 C kelangsungan hidup parasit itu akan terhambat, sedang temperatur diatas 38 0 C kelangsungan siklus hidupnya terancam. 3. Sinar Matahari Bagian sinar matahari yang berpengaruh besar pada siklus hidup parasit itu diduga hanyalah sinar ultrafiolet. 4. Faktor Waktu Stadium infektif parasit itu lebih tahan terhadap faktor-faktor cuaca yang merugikan daripada stadium lain misalkan : cacing Ascaris lumbricoides tahan terhadap bahan kimia dan antiseptika. Tentu saja katahanan itu akan berkurang dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya habislah vitalitas

8 dan viabilitas infektif, dan akhirnya matilah parasit muda itu (Mukayat,1987). D. Cacing Usus yang siklus Hidupnya Melalui Tanah Di Indonesia, Nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian besar penularannya melalui tanah maka digolongkan ke dalam kelompok cacing yang di tularkan melalui tanah atau Soil transmitted helminths (Sudarto, 1991). Yang termasuk Soil transmitted helminths yaitu : 1. Ascaris lumbricoides Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing gelang. Parasit ini terbesar diseluruh dunia terutama di daerah tropik yang kelembabannya cukup tinggi (Soedarto,1991). a. Morfologi Telur yang telah dibuahi ( fertilized ) berukuran panjang antara 60 mikron dan 75 mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan 50 mikron. Telur cacing ini mempunyai kulit telur yang tak berwarna yang sangat kuat. Di luarnya, terdapat lapisan albumin yang permukaannya berdungkul ( mamillation ) yang berwarna coklat oleh karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing masih terdapat suatu selubung vitellin tipis, tetapi lebih kuat dari pada kulit telur. Selubung vitellin meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat bertahan hidup 1 tahun lamanya. Telur yang telah dibuahi ini mengandung sel telur ( ovum ) yang tak bersegmen. Di tiap kutub telur yang berbentuk lonjong atau

9 bulat ini terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit. Telur yang tak dibuahi (unfertilizer) dijumpai di dalam tinja, bila di dalam tubuh hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini bentuknya lebih lonjong dengan ukuran sekitar 80 55 mikron. Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak teratur (Soedarto,1990). Gambar 1. Telur Ascaris lumbricoides b. Daur Hidup Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke ujung jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esophagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai

10 menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (Jangkung Samidjo Onggomulyo, 2002). Gambar 2.Siklus hidup Ascaris lumbricoides c. Diagnosis Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung (Srisasi Gandahusada, 2006). d. Pengobatan Obat lama yang pernah digunakan adalah piperasin, tiabendasol, heksilresorkinol dan hestrasan. Sekarang banyak obat-obat baru yang efek sampingnya rendah dan mudah cara pemakaiannya, misalnya : pirantelpamoat, mebendasol, albendasol, levamisol (Jangkung Samidjo, Onggowaluyo, 2002).

11 e. Pencegahan Dengan perbaikan sanitasi, hygenis pribadi dan lingkungan akan mencegah penyebaran Ascariasis (Soedarto,1990). 2. Trichuris trichiura 1) Morfologi Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan kayu atau mirip biji melon, berwarna coklat, mempunyai dua kutub yang jernih menonjol dan berukuran sekitar 50 25 mikron. Gambar 3. Telur Cacing Trichuris trichiura 2) Daur hidup Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari (Srisasi Gandahusada, 1998).

12 Gambar 4. Siklus Hidup Trichuris trichiura 3) Diagnosis Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja. 4) Pengobatan Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2 100 mg selama 3 hari atau dosis tunngal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg, dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kgbb, infeksi cacing Trichuris sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup baik (Srisasi Gandahusada, 2006). 5) Pencegahan Untuk mengadakan pencegahan trikuriasis dilakukan pengobatan terhadap penderita atau pengobatan masal, perbaikan hygiene sanitasi perorangan, mengadakan pembuangan kotoran manusia yang baik dengan mendirikan jamban ditiap keluarga serta memasak dengan baik makanan dan minuman (Soedarto,1991).

13 3. Strongyloides stercoralis 1) Morfologi Bentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang, berukuran 55 30 mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur dikeluarkan di dalam membrana mukosa dan langsung menjadi larva, sehingga di dalam tinja tidak didapatkan telur cacing. Larva rabditiform yang berukuran antara 200 dan 250 mikron, mempunyai mulut pendek dengan dua pembesaran usofagus yang khas. Larva filariform ukurannya lebih panjang (sekitar 700 mikron), langsing dan mempunyai mulut yang pendek. Usofagus larva ini berbentuk silindrik (Soedarto,1991). 2) Daur hidup Daur hidup cacing ini ada tiga macam cara, yaitu ; a) Siklus langsung Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit kapiler darah jantung kanan paru alveolus trakea laring usus halus (Srisasi Gandahusada, 2003). b) Siklus tidak langsung Telur larva rabditiform di tanah menjadi cacing dewasa di alam bebas cacing betina menghasilkan telur menetas menjadi larva rabditiform larva filariform hospes baru mfnglangi fase hidup bebas.

14 c) Autoinfektif Telur larva rabditiform larva filariform usus halus perinatal cacing dewasa (Jangkung Samidjo Onggomulyo, 2002). Gambar 5. Siklus Strongyloides stercoralis 3) Diagnosis Diagnosis klinis tidak pasti karena strongyloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti ialah bila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar (Srisasi Gandahusada, 2003). 4) Pengobatan Pengobatan dengan mebendazol, pirantel pamoat dan levamizol dapat dicoba walaupun hasilnya kurang memuaskan. Saat ini, obat yang banyak dipakai adalah tiabendazol (Jangkung Samidjo Onggomulyo, 2002).

15 5) Pencegahan Pencegahan strongiloidiasis lebih sulit daripada pencegahan cacing tambang sehubungan dengan adanya reservoir host pada siklus hidup cacing ini. Terdapatnya kemungkinan autoinfeksi dan terjadinya siklus hidup bebas mempersulit pencegahannya. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan sesuai dengan pencegahan penularan infeksi cacing tambang umumnya (Soedarto,1991). 4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus 1) Morfologi Morfologi telur kedua jenis cacing tambang ini sukar dibedakan satu dengan lainnya. Telur berbentuk lonjong atau seperti elips dengan ukuran sekitar 65 40 mikron. Telur yang tidak berwarna ini memiliki dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan 4 blastomer. Terdapat 2 stadium larva cacing tambang, yaitu larva rabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Larva rabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron, sedang larva rabditiform bentuknya langsing panjangnya kira-kira 600 mikron (Soedarto,1991).

16 Gambar 6. Telur Cacing Tambang 2) Daur hidup Telur di keluarkan dengan tinja dan setelah menembus dalam waktu 2 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabdiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit kemudian masuk ke kapiler darah menuju jantung kanan kemudian paru ke trakea melalui bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring kemudian batuk karena rangsangan ini larva akan tertelan ke dalam esofagus kemudian menuju ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa. Dalam waktu 4 minggu cacing betina mulai bertelur (Soedarto,1991). Gambar 7. Siklus Hidup Cacing Tambang

17 3) Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. 4) Pengobatan Pirantel pamoat memberikan hasil cukup baik, digunakan 2 3 hari berturut-turut (Srisasi Gandahusada, 2003). 5) Pencegahan Infeksi dapat dihindari dengan menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu) dan menghindari defekasi disenbarang tempat (Janggung Samidjo Onggowaloyo, 2002). E. Kakus Kakus adalah suatu tempat yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit. Jenis kakus ini yang tempat penampungan tinjanya dibangun di bawah tempat injakan atau di bawah bangunan. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung penjamu yang baru. Bentuk kakus yang digunakan seperti tong lubang tanah yang tidak berair dan kedalamannya sekitar 1,5 sampai 3 meter.

18 Gambar 8. Kondisi Kakus F. Kerangka Teori Kebiasaan BAB Kelembaban tanah Infeksi pada masyarakat Paparan telur STH pada tanah kakus Paparan sinar matahahari Temperatur Jenis tanah