BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Infeksi Kecacingan a. Pengertian Infeksi Kecacingan Infeksi kecacingan adalah masuknya suatu bibit penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (cacing) di dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Cacing merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut Soil Transmitted Helmints yang terpenting adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura (Gandahusada dkk, 2000). b. Jenis-jenis Cacing Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan 8

2 9 cacing cambuk (Trichuris trichiura). Jenis-jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya (Depkes R.I, 2006). Jenis cacing yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada manusia adalah : 1) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) a) Hospes dan Nama Penyakit Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis (Gandahusada dkk, 2000). b) Morfologi dan Lingkaran Hidup Ascaris lumbricoides merupakan salah satu jenis dari soil transmitted helminthes, yaitu cacing yang memerlukan perkembangan di dalam tanah untuk infektif. Ascaris lumbricoides merupakan nematode yang paling banyak menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing gelang. Cacing dewasa berwarna agak kemerahan atau putih kekuningan, bentuknya silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan ujung posteriornya agak meruncing. Terdapat garis-garis lateral yang biasanya mudah dilihat, ada sepasang, warnanya memutih sepanjang tubuhnya.

3 10 Bagian kepala dilengkapi dengan tiga buah bibir yaitu satu di bagian mediodorsal dan dua lagi berpasangan di bagian latero ventral, terdapat sepasang papilla, dibagian pusat di antara ketiga bibir terdapat lubang mulut (bukal kaviti) yang berbentuk segitiga dan kecil. Pada bagian posterior terdapat anusnya yang melintang (Irianto, 2009). Cacing jantan berukuran cm, sedangkan betina cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trakea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih

4 11 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Gandahusada dkk, 2000). c) Patofisiologi Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan yang dikutip Effendy (2007) disamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing mengumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive). d) Gejala Klinis dan Diagnosis Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofelia. Orang (anak) yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang. Pada anak-anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak buncit (karena jumlah cacing dan kembung perut), biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu

5 12 makan kurang. Karena orang (anak) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar (Depkes RI, 2006). Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (dengan cara menghitung telur) (Depkes R.I, 2006). e) Pencegahan Penularan Ascaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor, karena dapat menimbulkan adanya kontaminasi dari telur-telur Ascaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan. Selain itu, hindari juga sayuran mentah yang tidak dimasak terlebih dahulu dan jangan membiarkan makanan terbuka, sehinggga debu-debu yang bertebangan dapat mengontaminasi makanan atau dihinggapi serangga dimana membawa telur-telur Ascaris. Untuk menekan volume dan lokasi aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk, maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi

6 13 aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air permukaan untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur Ascaris (Irianto, 2009). Mengingat prevalensi yang tinggi pada golongan anakanak, maka perlu diadakan pendidikan di sekolah-sekolah mengenai cacing Ascaris. Dianjurkan pula untuk membiasakan mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan memasakanya dengan baik, memakai alas kaki terutama di luar rumah. Ada baiknya di desa-desa diberi pendidikan dengan cara peragaan secara audio visual, sehingga dengan cara ini mudah dimengerti oleh mereka. Ditambah dengan penyediaan sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah menjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan salah satu peerbaikan keadaan sosial ekonomi yang menjurus kepada perbaikan hygine dan sanitasi (Irianto, 2009). 2) Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) a) Hospes dan Nama Penyakit Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis (Gandahusada dkk, 2000). b) Morfologi dan Lingkaran Hidup Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar butir. Telur yang dibuahi dikelurkan dari hospes

7 14 bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes). Kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar hari (Gandahusada dkk, 2000). c) Patofisiologi Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Depkes R.I, 2006). d) Gejala Klinik dan Diagnosis Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare,

8 15 disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja (Depkes RI, 2006). e) Pencegahan Pencegahan yang utama adalah kebersihan, sedangkan infeksi di daerah yang sangat endemic dapat dicegah dengan cara membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran lingkungan oleh telur cacing, mencuci tangan sebelum makan, pendidikan terhadap masyarakat terutama anakanak tentang sanitasi dan hygiene, mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum dimakan. 3) Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Nector americanus) a) Hospes dan Nama Penyakit Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis (Gandahusada dkk, 2000). b) Morfologi dan Lingkaran Hidup Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan mulut besar melekat pada mucosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus menghasilkan butir telur sehari dan Ancylostoma duodenale butir telur sehari. Cacing betina

9 16 mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S untuk Necator americanus sedangkan Ancylostoma duodenale berbentuk C, dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7 8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paruparu. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Gandahusada dkk, 2000). c) Patofisiologi Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena

10 17 kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Depkes R.I, 2006). d) Gejala Klinik Dan Diagnosis Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Disamping itu juga terdapat eosinofilia (Depkes R.I, 2006). e) Pencegahan Pencegahan infeksi cacing tambang dapat dihindarkan dengan cara sebagai berikut (Irianto, 2009) : 1) Pembuangan tinja pada jamban-jamban yang memenuhi syarat kesehatan. 2) Memakai sepatu untuk menghindari masuknya larva melalui kulit. 3) Mengobati orang-orang yang mengandung parasit. c. Epidemiologi Cacing 1) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing) (Depkes R.I, 2006).

11 18 2) Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) Penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing cambuk. Telur tumbuh dalam tanah liat, lembab dan tanah dengan suhu optimal + 30 o C. Infeksi cacing cambuk terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor (Depkes R.I, 2006). 3) Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Nector americanus) Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32 o C 38 o C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal/sepatu bila keluar rumah (Gandahusada dkk, 2000). d. Pengendalian Infeksi Kecacingan Salah satu upaya pengendalian cacingan yaitu mempertahankan efektifitas asupan gizi yang diberikan, para pakar gizi dan kesehatan

12 19 menyarankan agar Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT- AS) diberikan dengan pemberian obat cacing dan juga pemilihan dokter kecil dalam membantu petugas kesehatan melaksanakan pelayanaan kesehatan di sekolah, yaitu distribusi obat cacing, vitamin dan lain-lain dan juga menggerakkan dan membimbing teman dalam melaksanakan pengamatan kebersihan dan kesehatan pribadi, pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan dan penyuluhan kesehatan. Pemikiran ini didasarkan pada kajian teknis medis dampak cacingan terhadap keadaan zat gizi. Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus anak, tetapi juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat zat gizi tersebut. Menurut rekomendasi WHO bahwa dalam pengendalian penyakit infeksi ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu (Depkes R.I, 2006) : 1) Pengobatan Pengobatan dilakukan dengan dua cara pendekatan yaitu Blanket Treatment dan Selective Treatment dengan mengunakan obat yang aman dan berspektrum luas, efektif, tersedia dan terjangkau harganya, serta dapat membunuh cacing dewasa, larva dan telur. Pada awal pelaksanaan kegiatan pengobatan harus didahului dengan survei untuk mendapat data dasar. Bila pemeriksaan tinja dilakukan secara sampling dan hasil pemeriksaan tinja menunjukan prevalensi 30% atau lebih, dilakukan pengobatan massal, sebaliknya bila prevalensi kurang dari 30%, maka

13 20 dilakukan pemeriksaan tinja secara menyeluruh (total screening). Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukkan prevalensi di atas 30%, maka harus dilakukan pengobatan massal. Apabila prevalensi kurang dari 30%, maka lakukan pengobatan selektif, yaitu yang positif saja. 2) Pencegahan Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor risiko, yang meliputi kebersihan lingkungan, keberhasilan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru maupun murid. 3) Promotif Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui penyuluhan kepada masyarakat pada umumnya atau kepada anak-anak sekolah, yaitu melalui program UKS, sedangkan untuk masyarakat dapat dilakukan penyuluhan secara langsung atau melalui media massa baik cetak maupun media elektronik.

14 21 e. Faktor-Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan 1) Kebiasaan memakai alas kaki Kesehatan anak sangat penting karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat akan memperkuat ketahanan bangsa. Pembinaan kesehatan anak dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga anak itu serta anak itu sendiri. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan memakai alas kaki/sandal (Depkes R.I, 2006). Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus derajat celcius sedangkan untuk Ancylostoma duodenale lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain ialah memakai sandal atau sepatu (Gandahusada dkk, 2000).

15 22 2) Kebiasaan mencuci tangan Menurut E.Oswari yang dikutip Yulianto (2007) anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan. Namun demikian sesekali orang dewasa juga perutnya terdapat cacing. Cacing yang paling sering ditemui ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing benang, cacing pita, dan cacing kremi. Infeksi kecacingan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang terkontaminasi dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang terkontaminasi dengan tanah yang berisi telur cacing. Penularan tidak terjadi langsung dari orang ke orang lain. Penularan banyak pada anak-anak, seperti tanah yang tercemar telur cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki dan masuk kedalam rumah, juga melalui debu. Untuk itu ajarkan kepada anak-anak untuk mencuci tangan sebelum makan (Kandun, 2006). Penularan Ascaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor, karena dapat menimbulkan adanya kontaminasi dari telur-telur Ascaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan (Irianto, 2009). Penelitian yang dilakukan Nurlila (2002), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi kecacingan murid sekolah dasar negeri Rawabadak Utara 23 dan 24 Jakarta Utara, bahwa adanya hubungan

16 23 kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi kecacingan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 200 murid terdapat tingkat kemaknaan < 0,05. 3) Kuku Jemari yang Panjang Menurut Alfalah yang dikutip Darmadi (2006), tentang frekuensi soil transmited helmints pada murid SD nomor 34 Kota Rawang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan bahwa terdapat hubungan kuku jemari tangan yang panjang dengan infeksi cacing. Karena kuku jemari tangan yang panjang adalah tempat menempel telur cacing. Dari hasil penelitian tersebut dari 100 sampel tinja yang diperiksa sebanyak 91 anak yang dinyatakan positif. Menurut Hadidjaja yang dikutip Darmadi (2006) infeksi dapat terjadi akibat kuku jemari tangan yang panjang. Sehingga pemotongan kuku yang beraturan atau sesuai dengan standar kesehatan merupakan salah satu cara untuk menghindari dan mencegah terinfeksinya oleh cacing. Usaha pencegahan penyakit cacingan antara lain:menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, membuang air besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan (Depkes R.I, 2001). Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku sebaiknya

17 24 selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing dari tangan ke mulut (Gandahusada dkk, 2000). 4) Sosial Ekonomi Faktor sanitasi yang rendah berhubungan dengan social ekonomi yang rendah juga (Hotes, 2003). Sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan.status sosial ekonomi berdasarkan BKKBN adalah Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan, pangan, sandang, papan. Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Keluarga sejahtera II adalah keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur pada masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan

18 25 kemasyarakatan. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangannya serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Status sosial ekonomi keluarga memberi pengaruh tidak langsung terhadap status gizi anak. Status sosial yang paling berpengaruh antara lain pendidikan orang tua, dan besar keluarga, serta kedudukan pengasuhan (ibu atau pengasuh). Status gizi anak erat kaitannya dengan pengasuh atau peran ibu itu sendiri. Berbagai faktor seperti pendapatan, kebiasaan makan dan status sosial yang berubah karena adanya intervensi berbagai program pada gilirannya akan mempengaruhi komsumsi pangan. Kemampuan rumah tangga menjangkau pangan di pasar tergantung dari daya beli atau pendapatannya. Keanekaragaman pangan yang diproduksi dan yang tersedia di pasar merupakan kondisi bagi rumah tangga untuk mengkomsumsi pangan yang beragam apabila didukung oleh kebiasaan makan dan pengetahuan gizi yang baik, serta kemampuan ekonomi yang cukup. Perlu diketahui bahwa kemampuan ekonomi rumah tangga pada umumnya saling berkaitan dengan status sosial (Aritonang, 2000). 5) Kebiasaan Makan Makanan Mentah atau Setengah Matang Kebiasaan penggunaan faeces manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya sayuran akan meningkatkan jumlah penderita helminthiasis.

19 26 Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, menyebakan terjadinya penularan penyakit cacing tertentu. Misalnya, kebiasaan makan secara mentah atau setengah matang, ikan, kerang, daging dan sayuran. Bila dalam makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi pada manusia (Entjang, 2003). Penularan Ascaris biasa dengan memakan makanan yang mentah seperti sayuran mentah yang tidak dimasak terlebih dahulu dan jangan membiarkan makanan terbuka, sehingga debu-debu yang beterbangan dapat mengontaminasi makanan ataupun dihingggapi serangga dimana membawa telur-telur cacing (Irianto, 2009). Penelitian yang dilakukan Yulianto (2007), tentang hubungan higiene sanitasi dengan kejadian penyakit cacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang, bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit cacingan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil dengan Chi-square antara variabel kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah dengan variabel kejadian penyakit cacingan diperoleh P-value sebesar 0,043 lebih kecil dari 0,05 (0,043<0,05). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 45 siswa didapatkan siswa yang terkena penyakit cacingan dengan tidak melakukan kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah sebanyak 41,7% sedangkan siswa

20 27 yang melakukan kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah dan terkena penyakit cacingan sebesar 12,1%. Siswa yang tidak melakukan kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah dan tidak terkena penyakit cacingan sebanyak 58,3% sedangkan siswa yang melakukan kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah dan tidak terkena penyakit cacingan sebanyak 87,8%. f. Kerugian Akibat Infeksi Kecacingan 1) Prestasi Belajar Menurut Arsad (2007) cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus anak, tetapi juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Cacing-cacing yang tinggal diusus manusia memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya misalnya kurang gizi dengan infestasi cacing gelang yang memakan karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh. Kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang yang mengisap darah diusus dan cacing-cacing cambuk dan pita yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya missal : turunnya prestasi belajar anak sekolah dasar. Anak anak yang terinfeksi cacingan biasanya mengalami : lesu, pucat / anemia, berat badan menurun, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang,

21 28 kadang disertai batuk batuk. Secara keseluruhan gejala-gejala kecacingan yaitu : 1. Berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu (kurang gizi) 2. Kurang darah (anemia) 3. Daya tahan tubuh rendah, sering-sering sakit, lemah dan senang menjadi letih sehingga sering tidak hadir sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun. Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, anemia, kecerdasan (prestasi belajar), dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Depkes R.I, 2006). Penelitian yang dilakukan Seffiyanti (2006), tentang hubungan penyakit cacingan dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil uji Chi square antara variabel penyakit cacingan dengan prestasi belajar diperoleh derajat kepercayaan 95%, α = 0,05, bermakna bila p < 0,05. Dari penelitian ini diperoleh antara lain sebanyak 31.7 % siswa MI Miftahul Ulum yang terinfeksi penyakit cacingan, sebagian besar siswa (76.92 %) terinfeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides. Selain itu, diperoleh juga bahwa sebagian besar prestasi belajar siswa MI

22 29 Miftahul Ulum Pesanggrahan adalah cukup baik (41,41%), dimana pada siswa yang tidak terinfeksi penyakit cacingan prestasi belajarnya yang paling banyak adalah cukup baik (82,35%) dan pada siswa yang terinfeksi penyakit cacingan prestasi belajarnya yang paling banyak adalah kurang baik (90,9%). Jadi, ada hubungan yang bermakna antara penyakit cacingan dengan prestasi belajar pada anak SD (P=0,000). 2) Status Gizi Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, anemia, kecerdasan (prestasi belajar), dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Depkes R.I, 2006). Seseorang terinfeksi cacingan, akan menderita "5L": lemah, letih, loyo, lalai, dan lemas. Bila hal ini menimpa anak, maka akan mengganggu pertumbuhannya, membuat anak mudah sakit. Bila terus didiamkan, dalam jangka panjang anak bisa terserang berbagai penyakit yang diakibatkan kekurangan gizi (RIS, 2002). Penelitian yang dilakukan Mayasari (2006), tentang hubungan kecacingan

23 30 dengan status gizi (indeks bb/tb) pada siswa SDN Darat Lasimin 01 Kecamatan Semarang Utara berdasarkan hasil penelitian tersebut kecacingan tidak terbukti mempunyai hubungan dengan status gizi pada siswa SDN Darat Lasimin 01. 3) Menghambat Perkembangan Fisik Menurut Ismid yang dikutip Mardiana (2008) mengingat askariasis dan trikuriasis sudah menyerang anak pada usia dini, maka dapat terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak atau dapat menghambat perkembangan fisik anak. Penyakit cacingan dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, misalnya protein, karbohidrat dan zat besi dapat menyebabkan anemia (Irianto, 2009). Infeksi cacing cambuk (Trikurisis) yang berat dapat menyebabkan kotoran berisi darah dan lendir, serta disertai diare. Prolaps rectal clubbing fingers, hipoproteinemia, anemia dan gangguan pertumbuhan (terhambat perkembangan fisik) dapat terjadi pada anak-anak (Kandun, 2006). Anak-anak yang terinfeksi cacing, biasanya akan menunjukkan gejala keterlambatan fisik, mental, dan seksual. Walaupun tidak berakibat fatal, cacingan bisa menimbulkan gangguan gizi serta anemia defisiensi zat besi. Karenanya meskipun

24 31 tidak menyebabkan kematian, tapi jangan sepelekan masalah infeksi cacing ini, sebab dapat menurunkan kualitas penderitanya baik anak-anak maupun orang dewasa (RIS, 2002) B. Kerangka Teori Infeksi kecacingan adalah masuknya suatu bibit penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme ( cacing ) di dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit Faktor-Faktor Resiko : 1.Kebiasaan Memakai Alas kaki 2.Kebiasaan Mencuci tangan 3.Kuku jari tangan yang panjang 4.Sosial ekonomi 5.kebiasaan Makan makanan Mentah / setengah masak Jenis-jenis Cacing : 1.Cacing Gelang ( Acaris Lumbricordes ) 2.Cacing Cambuk ( Trichuris Trichiura ) 3.Cacing Tambang ( Ancylos Toma Duodenale dan Nector Americanus Manifestasi klinis : 1. C.Gelang tidak memberikan gejala yan nyata /sering di kacaukan oleh penyakit lain 2. C.Cambuk gejalanya tidak jelas akan tetapi jika sudah berat akan tampak seperti letih, lesu, pucat anemia dan BB menurun. 3. C.Tambang gejala umumnya lesu, tidak bergairah, pucat, rentan terhadap penyakit lain, konsentrasi belajar menurun, anemi dan eosinofilia Infeksi kecacingan Pengendalian : 1.Pengobatan 2.Pencegahan 3.Promotif ( Pendidikan Kesehatan )

25 32 C. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah-masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005). Hal ini dapat dilihat pada skema 2.1 di bawah ini: Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Independen Kebiasaan memakai alas kaki Kebiasaan mencuci tangan Kuku jemari tangan panjang Variabel Dependen Infeksi kecacingan D. Hipotesis 1. Adanya hubungan kebiasaan memakai alas kaki dengan infeksi kecacingan pada murid kelas IV,V dan VI SDN 011 Pekan Arba Tembilahan. 2. Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi kecacingan pada murid kelas IV,V dan VI SDN 011 Pekan Arba Tembilahan. 3. Adanya hubungan kuku jemari tangan panjang dengan infeksi kecacingan pada murid kelas IV,V dan VI SDN 011 Pekan Arba Tembilahan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths (STH) Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan sejumlah spesies cacing parasit kelas Nematoda yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Higiene Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Soil Transmitted Helminths STH (Soil Transmitted Helminths) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes SITUASI CACINGAN Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Kecacingan Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI ROWOSARI 01 KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI ROWOSARI 01 KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI ROWOSARI 01 KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Soil Transmitted Helminths (STHs) Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari

Lebih terperinci

2. Strongyloides stercoralis

2. Strongyloides stercoralis NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kebijakan pembangunan kesehatan telah ditetapkan beberapa program dan salah satu program yang mendukung bidang kesehatan ialah program upaya kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Al-Sihah : Public Health Science Journal 12-18 Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Azriful 1, Tri Hardiyanti Rahmawan 2 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang 70 80%. Air sangat penting bagi kehidupan jasad renik ataupun kehidupan pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih banyak terjadi pada negara berkembang. Salah satunya adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Kecacingan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths (STH) Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan (Rusmartini, 2009). Cacing

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh: KHOIRUN NISA NIM. 031610101084 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Ukuran sangat bervariasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths 2.1.1. Definisi soil transmitted helminthes Soil Transited Helminths (STH) adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Para ahli banyak yang mengemukakan definisi belajar, tetapi pada kesempatan ini hanya akan dikemukakan definisi belajar menurut : 1. B.F Skinner (1985) berpendapat

Lebih terperinci

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Julia Suwandi, Susy Tjahjani, Meilinah Hidayat Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminth STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia golongan cacing

Lebih terperinci

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Lampiran I HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KANDUNGAN TELUR CACING PADA KOTORAN KUKU PEKERJA BIOGAS DI DESA TANJUNG HARAPAN KECEMATAN WONOSARI KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2013 Oktaviani Ririn Lamara 811 409

Lebih terperinci

JUMLAH tahun tahun tahun

JUMLAH tahun tahun tahun 30 MEMBUDAYAKAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN ( STUDI KASUS PENANGANAN MASALAH KECACINGAN PADA ANAK DI DUSUN MANYULUH, DESA LAHEI, KECAMATAN MENTANGAI, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ) ASTRID

Lebih terperinci

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ascariasis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau cacing gelang merupakan penyakit usus halus yang pada sebagian besar kasus ditandai dengan sedikit gejala

Lebih terperinci

BAB II HIDUP SEHAT UNTUK MENCEGAH PENYAKIT CACINGAN. merugikan, manusia merupakan hospes (inang) beberapa nematoda

BAB II HIDUP SEHAT UNTUK MENCEGAH PENYAKIT CACINGAN. merugikan, manusia merupakan hospes (inang) beberapa nematoda BAB II HIDUP SEHAT UNTUK MENCEGAH PENYAKIT CACINGAN 2.1 Penyakit Cacingan Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes (inang) beberapa nematoda usus.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM KORELASI ANTARA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS, TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA, TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA, DAN KUALITAS KONSUMSI TERHADAP STATUS GIZI PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI LAMPEJI 03 KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Selada Keriting Selada keriting (Lactuca Sativa L.) adalah tanaman asli lembah Mediterania Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang menunjukkan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci