PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

KESEPIAN PADA DEWASA MADYA YANG HIDUP MELAJANG

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

PENGARUH SELF-ESTEEM TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PENSIUN PADA LANSIA SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENGARUH CITRA SUPERMARKET TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DI METRO SUPERMARKET SKRIPSI RATNA SONETA

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING PADA PERAWAT DI RSI MALAHAYATI MEDAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP CAUSE-RELATED MARKETING DAN INTENSI MEMBELI SKRIPSI

PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PENGGUNA SMARTPHONE SAMSUNG GALAXY SERIES SKRIPSI RAHARJA FAKULTAS PSIKOLOGI

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN GURU DENGAN SIKAP GURU TERHADAP PROGRAM SERTIFIKASI GURU. SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) DI SMPN 1 PERBAUNGAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU TIS A MUHARRANI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

HUBUNGAN ANTARA PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP PASANGAN DENGAN KESEPIAN PADA INDIVIDU YANG MENIKAH SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS SKRIPSI ADE RIZA RAHMA RAMBE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA YANG BERPACARAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP STRES KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KANWIL KEMENTRIAN AGAMA MEDAN SKRIPSI SAHRANI SIHOTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN SKRIPSI INGRID REMENIA A

PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR ANTARA WANITA MENIKAH DENGAN WANITA BELUM MENIKAH (SINGLE) SKRIPSI

GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE SKRIPSI HILMAYANI NASUTION

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi. Oleh SURI HANDAYANI DAMANIK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH HYPNOTEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA

EMA SAFITRI

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTERI SKRIPSI TASYA MARTHA SARI NIM:

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA SKRIPSI IMAM DAMARA

HUBUNGAN KOHESIVITAS DENGAN PERILAKU AGRESI PADA ANGGOTA GENG MOTOR DI KOTA MEDAN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEPIAN PADA JANDA YANG DITINGGAL MATI PASANGANNYA SKRIPSI. Guna Memenuhi Persyaratan. Sarjana Psikologi.

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya

HUBUNGAN CITRA MEREK DENGAN KEPUASAN KONSUMEN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN KARIR DENGAN WORK FAMILY CONFLICT PADA KARYAWAN SKRIPSI SHOFIA MAWADDAH

HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS X SMA BUDI MURNI DELI TUA YANG TINGGAL DI ASRAMA PRISKA SILITONGA

PENGARUH KEPERCAYAAN KEPADA PEMIMPIN TERHADAP WORK ENGAGEMENT

PERBEDAAN KECEMASAN KOMUNIKASI ANTARA MAHASISWA YANG MENGIKUTI PENDEKATAN PEMBELAJARAN STUDENT CENTERED LEARNING DENGAN TEACHER CENTERED LEARNING

PENGARUH LOCUS OF CONTROL (LOC) TERHADAPORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN PTPN IV UNIT AJAMU KHAIRUNNISWAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

PENGARUH DESAIN TEMPAT DUDUK KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN PENJAHIT PADA PERUSAHAAN KONVEKSI KECIL DAN MENENGAH SKRIPSI OLEH :

PENGARUH GAMBARAN TUBUH TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL SKRIPSI. Anita Zahra

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

DAMPAK SELF MONITORING TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja. pada Air Traffic Controller (ATC)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

HUBUNGAN INTERROLE CONFLICT DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA BEKERJA. SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA MAHASISWA USU SKRIPSI BYUTI RIDHA ANDINI

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP KUALITAS KEHIDUPAN KERJA. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

SIKAP EKOSENTRIK, ANTROPOSENTRIK DAN APATIS TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP BIOFISIK PADA MASYARAKAT KOTA MEDAN SKRIPSI

SKRIPSI EKY JULIANY FAMY LUBIS

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

PENGARUH EFEKTIVITAS PEMIMPIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT. PLN (PERSERO) UNIT INDUK PEMBANGUNAN II MEDAN SKRIPSI

PENGARUH SELF-CONTROL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN BUKU TEKS BERBAHASA INGGRIS DI FAKULTAS PSIKOLOGI

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA DITINJAU DARI PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN ATASAN DI DETASEMEN KODAM JAYA

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT INALUM KUALA TANJUNG SKRIPSI KHOIRUNNISA ADE PUTRI SIREGAR

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

EXPLANATORY STYLE PADA INDIVIDU DALAM MENGHADAPI PENYAKIT KANKER SKRIPSI DEWI NATALIA RUSLI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA NEGERI 1 PEMATANG SIANTAR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI QORINA AZZANIAR

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi

Transkripsi:

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: SARI HAYATI 051301068 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GANJIL, 2009/2010

LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kesepian Pada Lansia adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Medan, Desember 2009 Sari Hayati

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia Sari Hayati dan Liza Marini ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan seperti kenyamanan dan perhatian, yang diberikan oleh orangorang disekitar individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Kesepian adalah suatu perasaan tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Jumlah sampel penelitian ini adalah 60 orang lansia, yang terdiri dari 36 orang (60%) lansia pria dan 24 orang (40%) lansia wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Simple Random Sampling. Data dikumpulkan melalui dua buah skala yaitu skala dukungan sosial yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Orford (1992) dan skala kesepian yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Wrightsman (1993). Skala dukungan sosial memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha (α)=0.874 dan skala kesepian memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha (α)=0.906. Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian ini ada pengaruh signifikan dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 13.7%. Kata kunci: Dukungan Sosial, Kesepian, Lansia.

The Impact of the Social Support Toward Loneliness in Old Adult Sari Hayati and Liza Marini Faculty of Psychology University of North Sumatera ABSTRACT The aim of this research is to know the influence of social support toward loneliness in older adult. Loneliness is an unpleasant feeling caused by an unmatched relation between social relationship wanted by someone and reality in interpersonal life that are caused by the decreased of social relationship that someone has. The total of sample is 60, which consist of 36 (60%) men and 24 (40%) women. The sampling technique used is sample random sampling. The data was collected through two scales that consist of social support based on Orford dimension (1992), and loneliness based on Wrightsman dimension (1993). Social support scale has reliability (α)=0.874 and loneliness scale has reliability (α)=0.906. Data obtained in this research is processed with regression linearity. The result of this research indicate that there is a significant influence of social support toward loneliness in old adult. Social support contribute effectively for 13.7%. Keyword : Social Support, Loneliness, Old Adult

KATA PENGANTAR Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. S (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi. 3. Kak Liza Marini, M.Psi yang telah banyak membantu dan membimbing, juga dalam memberi saran-saran serta kesabaran kepada saya dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai. Maaf kak kalau selama ini banyak merepotkan kakak. 4. Ibu Rika Eliana, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya selama masa perkuliahan untuk membimbing saya.

5. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya buat membimbing saya. 6. Ibu Ika Sari Dewi, S.psi, psi selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya buat membimbing saya. 7. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi. 8. Mama dan ayah tercinta yang telah memberikan do a dan kasih sayangnya yang tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan terus berjuang membuat Mama dan ayah bangga. 9. Keluarga besar Binjai dan Banda Aceh, juga Anggi dan bang Fajar yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini. 10. Teman-teman seperjuangan skripsi, Dewi, Eca, Ayu, Yefri, Acid dll. Masamasa stres skripsi tidak akan lebih indah tanpa kebersamaan kita. 11. My Best Friends Ever ; Tiwi dan Elvina yang selalu penuh tawa dan tidak pernah berhenti menyusahkan. Kita akan terus bersama sampai akhir. 12. Buat teman-teman kampus, Noni, Diah, Ema, Qorin khususnya angkatan 05, kalian semua terlalu berharga dalam hidup walau lebay-nya buat ga tahan.

13. Buat teman-teman yang jauh, Leni, Jimah, Susan, Putri, Dina, Uud, Bg Ari, semangat dan perhatian kalian walaupun dari jauh sangat berarti. 14. Pak Is, Pak Aswan, Bg Hendra, Bg sono, Kak Dian, Kak Ari, Kak Devi. Makasih ya pak, bang, dan kakak atas bantuan yang memudahkan selesainya skripsi ini. 15. Bg Fajar tersayang, terimakasih untuk cinta, kasih, semangat, dan penantiannya selama ini. 16. Dan banyak lagi pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini tapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis ucapkan terima kasih banyak. Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Medan, 2009 Sari Hayati

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... iv Daftar Tabel... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 9 D. Manfaat Penelitian... 9 E. Sistematika Penulisan... 10 BAB II LANDASAN TEORI... 12 A. Dukungan Sosial... 12 1. Pengertian Dukungan Sosial... 12 2. Dimensi Dukungan Sosial... 14 3. Model kerja Dukungan Sosial... 16 4. Sumber-sumber Dukungan Sosial... 17 B. Kesepian... 18 1. Pengertian Kesepian... 18

2. Bentuk-bentuk Kesepian... 19 3. Penyebab Kesepian... 21 4. Perasaan Individu Ketika Kesepian... 25 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian... 27 C. Lansia... 30 1. Pengertian Lansia... 30 2. Tugas Perkembangan Lansia... 31 3. Ciri-ciri lansia... 32 4. Perubahan-perubahan Pada lansia... 35 D. Perkembangan Psikososial Lansia... 37 E. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap pada Lansia... 38 F. Hipotesa Penelitian... 41 BAB III METODE PENELITIAN... 42 A. Identifikasi Variabel Penelitian... 42 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 42 1. Dukungan Sosial... 42 2. Kesepian... 43 C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel... 44 1. Populasi dan Sampel... 44 2. Metode Pengambilan Sampel... 45 D. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 45

1. Skala Kesepian... 46 2. Skala Dukungan Sosial... 47 E. Validitas dan reliabilitas... 48 1. Validitas Alat Ukur... 48 2. Reliabilitas Alat Ukur... 49 F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 48 1. Skala Dukungan Sosial... 50 2. Skala Kesepian... 52 G. Prosedur Penelitian... 54 1. Tahap Persiapan Penelitian... 54 2. Pelaksanaan Penelitian... 55 3. Tahap Pengolahan Data... 55 H. Metode Analisa Data... 56 1. Uji Normalitas... 56 2. Uji Linieritas... 56 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 57 A. Analisa Data... 57 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 57 a. Gambaran Umum Subjek penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 57

b. Gambaran Umum subjek penelitian berdasarkan usia... 58 2. Hasil Penelitian... 58 a. Hasil Uji Asumsi... 58 1) Uji Normalitas... 59 2) Uji Linearitas Hubungan... 59 b. Hasil Analisa Data... 60 c. Deskripsi Data Penelitian... 63 1) Variabel Kesepian... 64 2) Variabel Dukungan Sosial... 65 3. Hasil Analisa Tambahan... 67 a. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin... 67 b. Pengaruh Dimensi Dukungan Sosial terhadap kesepian.. 68 B. Pembahasan... 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 73 A. Kesimpulan... 73 B. Saran... 74 1. Saran Metodologis... 74 2. Saran Praktis... 75

DAFTAR PUSTAKA... 77 LAMPIRAN... 82 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Penjelasan Kesepian berdasarkan Atribusi Penyebab... 24 Tabel 2. Distribusi aitem skala kesepian sebelum uji coba... 46 Tabel 3. Distribusi aitem skala dukungan sosial sebelum uji coba... 47 Tabel 4. Distribusi aitem skala dukungan sosial setelah uji coba... 50 Tabel 5. Distribusi aitem skala dukungan sosial pada saat penelitian... 52 Tabel 6. Distribusi aitem skala kesepian setelah uji coba.. 52 Tabel 7. Distribusi aitem skala kesepan pada saat penelitian... 53 Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 57 Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 58 Tabel 10. Uji sebaran normal variabel tes kolmogorov-smirnov... 59 Tabel 11. Hasil Uji Linieritas... 60 Tabel 12. Hasil analisa regresi... 61 Tabel 13. Parameter-parameter persamaan garis regresi... 62 Tabel 14. Skor empirik dan skor hipotetik variabel kesepian... 64 Tabel 15. Kategorisasi data kesepian... 65

Tabel 16. Skor empirik dan skor hipotetik variabel dukungan sosial... 66 Tabel 17. Kategorisasi data dukungan sosial... 66 Tabel 18. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin... 67 Tabel 19. Uji t kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin... 67 Tabel 20. Parameter-peremeter persamaan garis regresi... 68

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1: Gambaran linearitas dukungan sosial dengan kesepian... 60

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A 1. Skala Tryout... 82 2. Skala Penelitian... 96 3. Reliabilitas Skala kesepian... 104 4. Reliabilitas Skala Dukungan Sosial... 115 Lampiran C 1. Uji Normalitas Sebaran... 118 2. Uji Lineritas Hubungan... 119 3. Uji Hipotesa... 121 4. Gambaran Kesepian Berdasarkan Jenis Kelamin... 123 5. Hasil Anareg Metode Backward... 124 Lampiran B

1. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Dukungan Sosial... 128 2. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Kesepian... 131 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu tersebut adalah masa lanjut usia atau lansia (Hurlock, 1999). Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir, karena ada sebagian anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi dewasa (Prawitasari, 1994). Pada saat manusia berkembang, terjadi beberapa perubahan yang ditandai dengan kondisi-kondisi khas yang menyertainya. Munandar, (2001) menyebutkan

beberapa kondisi khas yang menyebabkan perubahan pada lansia, diantaranya adalah tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, penurunan berat badan, tanggalnya gigi geligi sehingga mengalami kesulitan makan. Selain itu juga muncul perubahan yang menyangkut kehidupan psikologis lansia, seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh atau kematian pada pasangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hurlock (1980) yang juga menjelaskan dua perubahan lain yang harus dihadapi lansia, yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan sosial meliputi perubahan peran dan meninggalnya pasangan atau teman-teman. Perubahan ekonomi menyangkut ketergantungan secara finansial pada uang pensiun dan penggunaan waktu luang sebagai seorang pensiunan (dalam Puspita Sari, 2002). Lansia yang mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya cenderung menimbulkan anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Bahkan masih ada anggota masyarakat yang beranggapan bahwa lansia adalah orang yang tidak berguna bahkan kadang dirasakan sebagai suatu beban (Martini, Adiyanti, & Indiati, 1993). Hal ini juga terjadi pada lansia dilingkungan keluarga sebagai komponen masyarakat terkecil. Pada umumnya lansia menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga. Hal ini sesuai dengan nilai budaya yang ada, dimana orang tua yang telah berusia lanjut harus dihormati, dihargai dan dibahagiakan. Bahkan dalam tuntutan

agama, orang yang lebih muda dianjurkan untuk menghormati dan bertanggung jawab atas kesejahteraan orang yang lebih tua, khususnya orang tua sendiri (Departemen Sosial Republik Indonesia, 1997). Rumah tangga orang timur tetap memberikan tempat terhormat kepada orang-orang tua dan secara pribadi mengurus segala keperluan mereka, bahkan sampai kebutuhan terakhir yaitu perlengkapan untuk pemakaman (Bradbury & Wilbun, 1987). Akan tetapi terdapat pula lansia yang tidak tinggal dengan keluarga, khususnya dengan anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan mandiri serta meninggalkan rumah dan hidup terpisah dengan orang tua (Gunarsa, 2004). Keterpisahan tersebut dapat menimbulkan masalah psikologis tersendiri pada orang tua. Leangle dan Probst (2002), menjelaskan bahwa masalah psikologis akibat keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai, misalnya anak, merupakan masalah yang relatif sering terjadi,dan kompleksitas masalahnya akan semakin rumit jika orang tua tersebut adalah lansia. Hal ini didukung dengan penelitian Rawlins dan Spencer (2002), yang menemukan bahwa anak perempuan selain pasangan merupakan faktor penting bagi kesejahteraan kalangan lansia. Apabila anak perempuan tersebut meninggalkan orang tua dan hidup terpisah dari keluarga, orang tua kemungkinan besar harus kehilangan orang yang merawat diri mereka (dalam Gunarsa, 2004). Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa wanita lansia lebih dapat menyesuaikan diri dengan keterpisahan ini dibandingkan dengan

pria lansia. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya suatu hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua sejak anak lahir. Masalah keterpisahan tersebut memicu perasaan kesepian pada lansia, dimana kesepian akan semakin meningkat ketika pasangan dari lansia meninggal dunia. Van Baarsen (2002), menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks sindrom sarang kosong, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang Pencipta. Keterpisahan dengan anggota keluarga, atau lebih spesifik dengan anak-anak, terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu untuk mengurus, mengharuskan mereka pada akhirnya tinggal dipanti werdha atau dipanti jompo. Seecara bertahap keadaan ini dapat menimbulkan perasaan hampa pada diri lansia dan semakin menambah perasaan kesepian yang mereka alami (dalam Gunarsa, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian dari Mishra, Bagga, Nalini, Chadha & Kanwar (dalam Mishra, 2004), yang menemukan bahwa lansia yang tinggal disuatu institusi menderita kesepian dan merasa tidak puas karena terpisah dari keluarga dan komunitas yang lebih luas. Mereka juga menemukan bahwa lansia yang tinggal dalam suatu institusi merasa lebih kesepian daripada yang tidak tinggal dalam suatu institusi yang diakibatkan juga karena kurangnya dukungan sosial yang mereka terima. Akan tetapi tidak hanya itu, ternyata para lansia yang masih tinggal dengan anak-anak atau dengan keluarganya juga sering mengalami kesepian. Jadi dapat

dikatakan bahwa kesepian pada lansia tidak hanya dikarenakan hidup terpisah dengan anak dan tinggal dipanti werdha. Hal ini dijelaskan oleh Afida dkk (2000), bahwa kesepian juga bisa terjadi pada lansia dikarenakan pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti (nuclear family), dimana anak-anak begitu sibuk dengan masalahnya sendiri dan mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya serta jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak juga semakin berkurang. Kemudian inilah yang membuat lansia merasa tersisih, tidak lagi dibutuhkan peranannya sebagai anggota keluarga, dan kemudian memicu hadirnya perasaan kesepian walaupun masih berada di lingkungan keluarga. Fenomena yang terlihat dilapangan semakin memperjelas bahwa lansia yang tidak tinggal dipanti jompo juga merasakan kesepian. Dari pengamatan dan wawancara awal, dapat terlihat para lansia merasa kesepian karena kurang diperhatikan oleh keluarga. Perasaan kesepian tersebut semakin bertambah ketika fisik mereka menurun, karena lansia tersebut tidak bisa terlalu beraktifitas untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan kesepian yang dialami. Ini terbukti dari hasil wawancara dengan seorang lansia, Ibu SH berusia 68 tahun yang tinggal dengan anaknya : Kadang saya merasa ada yang mengganjal ya Saya tahu anak saya tinggal sama saya karena belum punya rumah. Tapi ya Cuma karena itu Dia lebih mengurus suaminya dari pada saya. Ga pernah dengan kata saya lagi, tapi ya namanya anak juga anak kita Terimalah (Komunikasi personal, 3 juni 2009)

Kesepian sendiri adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000). Wrightsman (1993) juga menambahkan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kesepian tersebut pada dasarnya mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif (tidak memiliki teman seperti yang diinginkan) dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan (Peplau & Perlman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000). Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied (tidak puas), deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Hal ini tidak berarti bahwa kesepian tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berbeda pada situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm et al, 2002). Banyak penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai pada kematian pada lansia (Ebersole, Hess, & Touhy, 2005). Oleh karena itu, kesepian merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia. Beyene, Becker, & Mayen (2002) menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut

dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Hal tersebut tentu saja diperkuat berdasarkan dari berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya dukungan sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut (dalam Gunarsa, 2004). Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual (Orford, 1992). Sarafino (2006), juga menambahkan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Haditono dkk (1983), yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka (dalam Prawitasari, 1994). Tidak hanya itu, hasil penelitian Dykstra (1990), juga menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah serta tingkat kesejahteraan yang tinggi pada lansia karena memiliki hubungan yang lebih luas dan erat dengan orang lain serta mendapat dukungan sosial dari begitu banyak sumber, seperti dari pasangan, orang-orang yang sudah dianggap keluarga, individu yang lebih muda dan tua, baik pria dan juga wanita. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004). Penjelasan tersebut juga sesuai dengan keadaan di lapangan, yaitu dari pengamatan langsung terhadap sejumlah lansia disekitar lingkungan tempat tinggal peneliti. Beberapa lansia lebih merasa bahagia dan tidak terlalu merasa kesepian jika mendapat dukungan sosial dari semua pihak. Lansia tersebut pada dasarnya membutuhkan bantuan secara finansial, nasehat yang membangun, pemberian semangat serta kasih sayang melimpah dari tetangga serta masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka terlebih lagi jika dukungan tersebut kurang mereka

dapatkan dari anggota keluarga seperti anak-anak mereka karena berbagai kondisi dan kesibukan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa dukungan sosial ternyata mempengaruhi kesepian yang terjadi pada lansia. Bergerak dari teori dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. B. RUMUSAN MASALAH Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu Seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besarnya pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. D. MANFAAT PENELITIAN Dalam penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Perkembangan mengenai sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada : a. Lansia mendapatkan pengetahuan dan lebih dapat memahami tentang seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia b. Masyarakat mendapatkan wawasan kesepian yang terjadi pada lansia, dukungan sosial yang penting bagi lansia, serta pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. c. Keluarga mendapatkan informasi mengenai seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia, sehingga dapat terus mendukung dan membantu lansia tersebut. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang kesepian, kebutuhan berafiliasi, dan lansia. Dalam Bab ini juga akan dikemukakan hubungan antara kesepian dengan kebutuhan berafiliasi pada lansia serta hipotesa penelitian. BAB III : Metodologi Penelitian Bab ini berisi uraian yang menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya. BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial

Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro,2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan sosial juga merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya (orang tua, teman dekat, dan sebagainya) yang membantu meningkatkan kemampuan untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan (Malecki dan Demaray, 2003). Baron dan Byrne

(2002) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan keluarga individu tersebut. Sarafino (2006), menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Taylor (2003), juga menambahkan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami, atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu (pasangan, teman dekat, tetangga, saudara, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. 2. Dimensi Dukungan Sosial Orford (1992) mengemukakan lima dimensi dari dukungan sosial, yaitu : a. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material. Dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-

benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis (Jacobson, dalam Orford, 1992). Begitu juga dengan Will (dalam Orford, 1992) yang menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis. b. Dukungan informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini ke dalam dua bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat member solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat membantu informasi dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat dan bimbingan. c. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Orford (1992) berpendapat bahwa dukungan jenis ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai, mendorong dan menyetujui terhadap suatu ide, gagasan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Cohent dan Wills (dalam Orford, 1992), juga menyatakan bahwa dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang

bahwa dia dihargai dan diterima. Dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan. d. Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi atau ekspresi. Tolsdorf dan Wills (dalam Orford, 1992), menjelaskan bahwa tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih dan emosi. Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membawa individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain memberi perhatian dan rasa nyaman. e. Dukungan Integrasi Sosial Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), menyatakan dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, juga melakukan rekreasi di waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Barren dan Ainlaiy (dalam Orford, 1992), juga menambahkan bahwa dukungan ini dapat meliputi

membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan. 3. Model Kerja Dukungan Sosial Dukungan sosial akan mempengaruhi individu tergantung pada ada atau tidaknya tekanan dalam kehidupan individu. Tekanan tersebut dapat berasal dari individu itu sendiri atau dari luar dirinya untuk menghindari gangguan baik secara fisik dan psikologis. Individu membutuhkan orang lain disekitarnya untuk memberi dukungan guna memperoleh kenyamanannya. Menurut Sarafino (2006) ada dua model teori untuk mengetahui bagaimana dukungan ini bekerja dalam diri individu., yaitu : a. The buffering hypothesis Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut : 1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan, maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa seseorang yang dikenal individu akan

menolong individu tersebut, misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasehat bagaimana mendapatkan uang tersebut. 2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang telah diterima sebelumnya. Contohnya, individu dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai suatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat titik terang dari masalah tersebut. b. The direct effect hyputhesis Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat. 4. Sumber-sumber Dukungan Sosial Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas. Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman, pasangan hidup (suami atau istri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok dimana individu tersebut berada. Dukungan sosial juga dapat diperoleh

dari pasangan hidup, orang tua, saudara, tetangga, dan termasuk teman sejawat (Prawitasari, 1994). B. KESEPIAN 1. Pengertian Kesepian Kesepian diartikan oleh de Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang daripada hubungan yang diinginkan, ataupun suatu situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada (dalam Gierveld & Havens, 2004). Menurut pendapat Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), kesepian merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan. Wrightsman (1993) mengemukakan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kaasa (1998) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan subyektif dan negatif yang berhubungan dengan pengalaman seseorang akibat dari berkurangnya hubungan sosial yang dimilikinya. Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (dalam Baron & Byrne, 2000) menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkannya. Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu : a. Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana. b. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan.

c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial (dalam Wrightsman, 1993). Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan berkurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Selanjutnya, kesepian akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, serta menyalahkan diri sendiri ( Anderson, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataan akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. 2. Bentuk-bentuk Kesepian Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu : a. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. b. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya;

tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peranperan yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu : a. Transcient loneliness, yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak. Misalnya ketika mendengar sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh. b. Transitional loneliness, yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami gangguan dalam jaringan sosialnya (misal, meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau pindah ketempat baru) c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami chronic loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi dengan orang lain dalam interaksi tersebut (Berg & Peplau, 1982).

3. Penyebab Kesepian Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kesepian, yaitu : a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang Menurut Brehm et al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut. Rubenstein dan Shaver (1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang kesepian, yaitu sebagai berikut : 1) Being unattached : tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasihnya. 2) Alienation : merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat. 3) Being alone : pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, atau bisa dikatakan selalu sendiri. 4) Forced isolation : dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit, tidak bisa kemana-kemana. 5) Dislocation : jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah baru, sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan. Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Being unattached, alienation dan being alone disebabkan oleh karakteristik individu yang

kesepian, sedangkan forced isolation dan dislocation disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada disekitar lingkungan individu yang merasa kesepian. b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian. Akan tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm et al, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu : 1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan ketika sedang sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika sedang senang, dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih. 2) Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan orang itu terhadap suatu hubungan. 3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat dengan orang lain ketika sedang membina karir. Ketika karir

sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional. c. Self-esteem Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang beresiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontakkontak sosial tertentu secara terus menerus yang akan berakibat pada kesepian. d. Perilaku interpersonal Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat dalam keterampilan sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum, cenderung tidak responsif, tidak sensitif secara sosial, dan lambat membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku ini akan membatasi kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman, Saks & Krupart, dalam Brehm et al, 2002).

e. Atribusi penyebab Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002), perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab Penyebab Kestabilan Internal Eksternal Stabil Saya kesepian karena saya Orang-orang disini tidak dicintai. Saya tidak tidak menarik. Tidak akan pernah dicintai. satupun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah. Tidak Stabil Saya kesepian saat ini, tapi Semester pertama tidak akan lama. Saya akan memang selalu buruk, menghentikannya dengan saya yakin segalanya pergi dan bertemu orang akan menjadi baik di baru. waktu yang akan datang. Sumber : Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et al, 2002) Tabel diatas menunjukkan bahwa individu yang memandang kesepian secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut. Individu yang memandang kesepian secara internal dan tidak stabil menganggap kesepian yang dialaminya hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi kesepian yang dialaminya. Individu yang memandang kesepian secara eksternal dan

stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang kesepian secara eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik sehingga memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut. 4. Perasaan Individu Ketika Kesepian Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan, kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama disetiap waktu. Faktanya menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berada dalam situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm et al, 2002). Wrightsman (1993) mendeskripsikan perasaan-perasaan kesepian, yaitu : a. Desperation (pasrah) Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan yang berani dan tanpa berpikir panjang. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah : (1) Putus asa, yaitu memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain, (2) Tidak berdaya, yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu, (3) Takut,

yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu (sesuatu yang buruk akan terjadi), (4) Tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukkan harapan, (5) Merasa ditinggalkan, yaitu ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) Mudah mendapat kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai baik secara fisik maupun emosional. b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan) Impatient boredom adalah rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indikator impatient boredom seperti (1) Tidak sabar, yaitu menunjukkan perasaan kurang sabar, sangat menginginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya ditempat yang berbeda dari tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with anger, serta (6) Tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian, kekuatan, atau pengetahuan dalam memberikan perhatian penuh terhadap sesuatu. c. Self-Deprecation (mengutuk diri sendiri) Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri. Indikator self-deprecation diantaranya (1) Tidak atraktif, yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak senang atau tidak tertarik terhadap suatu hal, (2)

Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari sebelumnya, (3) Bodoh, yaitu menunjukkan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu, yaitu menunjukkan perasaan malu atau keadaan yang sangat memalukan terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu kurangnya kenyamanan, tidak aman. d. Depression (depresi) Depression merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur. Indikator depression seperti (1) Sedih, yaitu tidak bahagia atau menyebabkan penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung, muram, sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa atau tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga menyebabkan seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap memiliki seseorang yang spesial, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang yang dekat dengannya dan lebih intim. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Tidak ada orang yang kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau, & Sears, 2000). Menurut Brehm (2002) beberapa orang rentan terhadap kesepian

dan beberapa orang yang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia, status perkawinan, dan juga gender. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a. Usia Usia tua dan kesepian merupakan gambaran stereotipe yang umum pada lansia. Banyak orang yang menganggap bahwa semakin tua seseorang, maka akan semakin merasa kesepian. Akan tetapi penting untuk tidak mempersepsikan bahwa lansia itu kesepian dan tidak bahagia. Walaupun konsekuensi dari kesepian pada lansia tersebut perlu untuk diperhatikan (Kaasa, 1998). b. Status Perkawinan Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam Brehm et al, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002), dapat disimpulkan bahwa kesepian lebih merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami atau istri pada diri seseorang. c. Gender Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian

secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotipe peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotipe peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. d. Status sosial ekonomi Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi. e. Dukungan sosial Ada berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian (Gunarsa, 2004). f. Karakteristik latar belakang yang lain Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menemukan satu karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor kesepian. Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila dibandingkan dengan individu yang orang tuanya tidak bercerai. Kemudian

meninggalnya orang tua, individu yang ketika berusia muda meninggal orang tuanya akan memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Tapi hal ini tidak berlaku pada individu yang orang tuanya meninggal ketika masih kanak-kanak. C. LANSIA 1. Pengertian Lansia Masa lansia adalah periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Santrock, 2006). Usia tua merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Papalia (2004) membagi masa lansia kedalam tiga kategori yaitu : a. Orang tua muda (young old) : usia 65 tahun sampai 74 tahun b. Orang tua tua (old-old) : usia 75 tahun sampai 84 tahun c. Orang tua yang sangat tua (oldest old) : usia 85 tahun keatas Barbara Newman dan Philip Newman membagi masa lansia kedalam 2 periode, yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan

usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman & Newman, 2006). Sementara batasan usia lansia manurut WHO meliputi : lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun ; lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun ; usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun (dalam Ismayadi, 2004). Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial memberikan pengertian bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, yang kemudian membaginya kedalam 2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri (Departemen Sosial RI & Direktorat Jendral Bina Keluarga Sosial, 1997). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masa lansia merupakan periode terakhir dalam rentang kehidupan manusia, yang dimulai pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan serta masa pensiun. 2. Tugas Perkembangan Lansia Hurlock (1999) mengatakan bahwa sebagian besar tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Adapun tugas perkembangan lansia adalah :

a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia. e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. 3. Ciri-ciri Lansia Menurut Hurlock (1999), periode lansia sama dengan seperti periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria atau wanita lansia akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Adapun ciri-ciri lansia adalah : a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran fisik dan juga mental. Kemuduran tersebut sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu perubahan pada selsel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Penyebab kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap diri sendiri, ornag lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya. b. Perbedaan individual pada efek menua.

Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang berbeda, serta pola hidup yang berbeda. Perbedaan terlihat diantara individu-individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin. Bila perbedaan-perbedaan itu bertambah sesuai usia, perbedaanperbedaan tersebut akan membuat individu bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang sama. c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda. Arti usia tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik. Banyak individu lansia melakukan segala apa yang dapat disembunyikan atau disamarkan menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi dari dan membuat ilusi bahwa lansia belum berusia lanjut. d. Berbagai stereotipe lansia. Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari berbagai sumber, ada yang menggambarkan bahwa usia pada lansia sebagai usia yang

tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang yang tidak menyenangkan oleh berbagai media massa. Pendapat klise masyarakat tentang lansia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, sering pikun, jalan membungkuk, dan sulit hidup bersama orang lain e. Sikap sosial terhadap lansia. Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap sosial terhadap lansia. Kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan. f. Lansia mempunyai status kelompok-minoritas. Status lansia dalam kelompok-minoritas adalah suatu yang dalam berapa hal mengecualikan lansia untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya, dan memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak memperoleh kekuasaan apapun. Status kelompok minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap individu lansia dan pendapat klise yang tidak menyenangkan tentang mereka. g. Menua membutuhkan perubahan peran. Pengaruh kebudayan dewasa ini, dimana efisiensi kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Lansia tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih

muda dalam berbagai bidang tertentu, dan sikap sosial terhadap lansia tidak menyenangkan. h. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia. Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi individu lansia, tampak dalam cara orang memperlakukan lansia, maka tidak heran lagi kalau banyak individu lansia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk. Lansia yang pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. i. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada lansia. Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada individu lansia secara alami telah membangkit keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara kuno, obat yang manjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mengubah lansia menjadi muda lagi. 4. Perubahan-perubahan Pada Lansia Menurut Hutapea (2005), perubahan-perubahan yang dialami oleh lansia adalah : a. Perubahan fisik

1) Perubahan pada sistem kekebalan atau immunologi, dimana tubuh menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi. 2) Konsumsi energik turun secara nyata diikuti dengan menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh. 3) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya selsel mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif. 4) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi (susah ke belakang). 5) Perubahan pada sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi insulin juga menurun karena timbulnya lemak. 6) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun dan ingatan visual berkurang. 7) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.

8) Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos. b. Perubahan psikososial Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan depresif. Hal itu disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi. Ketergantungan sosial finansial pada waktu pensiun membawa serta kehilangan rasa bangga, hubungan sosial, kewibawaan, dan sebagainya. Rasa kesepian bisa muncul karena semua anak telah meninggalkan rumah dan makin sedikitnya teman akrab yang sebaya. Kecemasan dan mudah marah, merupakan gejala umum yang dapat menyebabkan keluhan susah tidur atau tidur tidak tenang. c. Perubahan emosi dan kepribadian Setiap ada kesempatan, lansia selalu mengadakan introspeksi diri. Terjadi proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender yang terbalik. Para wanita lansia bisa menjadi lebih tegar dibandingkan lansia pria, apalagi dalam memperjuangkan hak mereka. Sebaliknya, pada saat lansia, banyak pria tidak segansegan memerankan peran yang sering distereotipekan sebagai pekerjaan wanita, seperti mengasuh cucu, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan sebagainya. Persepsi tentang kondisi kesehatan berpengaruh pada kehidupan psikososial, dalam hal memilih bidang kegiatan yang sesuai dan cara menghadapi persoalan hidup.

D. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL LANSIA Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Disebut perkembangan disini bukan berarti perkembangan fisik seperti yang dialami oleh remaja, akan tetapi adalah perkembangan psikologis dan sosial. Seperti yang diuraikan oleh Erikson, bahwa tugas perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya integritas dalam diri. Artinya, lansia berhasil memenuhi komitmen dalam hubungan dirinya dengan orang lain, menerima kelanjutan usianya, menerima keterbatasan fisiknya. Akan tetapi ketika seseorang tidak bisa mencapai integritas diri, maka lansia tersebut akan mengalami keputusasaan, merasa tidak berguna dalam hidup, banyak mengeluh, dan banyak menuntut yang akan menyebalkan keluarganya. Menurut Syme (1984), salah satu faktor psikososial adalah perubahan-perubahan hidup yang menekan seperti kehilangan orang yang dicintai (dalam Prawitasari, 1994). Kehilangan orang-orang yang dicintai dapat memicu hadirnya perasaan kesepian pada lansia. Kesepian pada lansia sendiri lebih mengacu pada kesepian dalam konteks sindrom sarang kosong, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta. Jadi kesepian tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat dari perasaan ditinggalkan khususnya

oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat (Gunarsa, 2004). E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA Perlmutter dan Hall (1985) menyatakan bahwa lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan dalam perkembangannya seperti penurunan struktur dan fungsi, sehingga menjadi tua diasumsikan sebagai orang yang tidak lagi berkembang. Hal itu merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan di Indonesia sebagian anggota masyarakat masih beranggapan bahwa lansia adalah orang yang sudah tidak berguna bahkan kadang-kadang dirasakan sebagai suatu beban (dalam Martini dkk, 1993). Akan tetapi, lansia di indonesia biasanya juga dikaitkan dengan kearifan. Makin tua seseorang, dia akan dianggap arif dan bijaksana. Anak cucu akan datang dan minta restu padanya. Meskipun ia sudah pikun, anak, cucu, ataupun keluarga lainnya akan merawatnya dengan penuh hormat. Banyak pula lansia mempunyai rumah tangga sendiri. Biasanya mereka hidup berdekatan dengan anggota keluarga lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan keanekaragaman kehidupan lansia di Indonesia. Ada yang hidup bahagia di panti werdha, ada yang labih suka mandiri dan tinggal dirumah sendiri, dan banyak pula yang masih menghendaki tinggal dirumah anak. Penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa lansia tersebut merasa

cukup bahagia dengan keadaan tersebut, tapi ada pula yang merasa kesepian (Prawitasari, 1994). Kesepian merupakan kondisi yang sering mengancam kehidupan para orang tua, khususnya lansia, dimana kesepian ini tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan, khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat. Kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks sindrom sarang kosong, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta (Gunarsa, 2004). Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu : merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana, kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993). Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied (tidak puas), deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Banyak pula penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai menyebabkan kematian pada lansia (Ebersole, Hess, & Touhy, 2005). Untuk itu, kesepian merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia.

Beyene, Becker, & Mayen (2002) menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Ketika lansia mengalami kesepian akibat keterpisahan dengan anak-anak mereka, ataupun akibat ditinggal mati oleh pasangan hidupnya, lansia tersebut pada dasarnya kehilangan dukungan sosial dari orang yang paling dekat (dalam Gunarsa, 2004). Ada berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya interaksi sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut (dalam Gunarsa, 2004). Menurut Baron dan Byrne (2002), dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan keluarga individu tersebut. Dukungan sosial sendiri pada dasarnya dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas (Sarafino, 2006).

Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Haditono dkk (1983), yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka (dalam Prawitasari, 1994). Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004). F. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh negatif dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk melihat pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. A. VARIABEL PENELITIAN Variabel bebas Variabel tergantung : Dukungan Sosial : Kesepian B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu (pasangan, teman

dekat, tetangga, saudara, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Dukungan sosial dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992) yaitu : dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi, dan dukungan integral sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala dukungan sosial yang diberikan, artinya semakin tinggi dukungan sosial yang didapatkannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala dukungan sosial yang diberikan, artinya semakin rendah dukungan sosial yang didapatkannya. 2. Kesepian Kesepian merupakan suatu perasaan tidak menyenangkan karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataan akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Kesepian dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan perasaan-perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993), yaitu desperation, impatient-boredom, selfdeprecation, dan depression. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam

skala kesepian yang diberikan, artinya semakin tinggi perasaan kesepian yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya semakin rendah perasaan kesepian yang dimilikinya. C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto, & Oetomo, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang terdaftar sebagai anggota dari Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai. Karakteristik populasi dalam penelitian adalah : a. Para lansia yang berusia 60 tahun keatas, hal ini disesuaikan dengan dimulainya seseorang memasuki usia lanjut. Selain itu Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial memberikan batasan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. b. Masih memiliki pasangan Kimmel (1974) menyatakan bahwa lansia yang sudah meninggal pasangannya cenderung kesepian, serta tingkat kesepian tertinggi ditemukan pada lansia

yang tidak lagi memiliki pasangan yang menjadi seorang janda atau duda (Peters, 1997) c. Tinggal bersama anggota keluarga. Mishra (2004) menyatakan bahwa lansia yang tidak tinggal dengan anggota keluarga dan tinggal di suatu Institusi lebih merasa kesepian dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga. Jumlah lansia yang dilibatkan sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Menurut Gay (1976), 30 subjek sudah merupakan ukuran minimum yang dapat diterima untuk tipe penelitian korelasional (dalam Sevilla et al, 1993). Azwar (2006) juga menambahkan bahwa jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. 2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel atau sampling adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi, sehingga digunakan sebagai wakil yang sahih atau dapat mewakili bagi populasi tersebut (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2003). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Metode pengambilan sampel acal sederhana adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2003). D. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA Penelitian ini menggunakan metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2004). Skala yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua buah skala, yaitu : Skala Dukungan Sosial dan Skala Kesepian. 1. Skala Kesepian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesepian adalah skala kesepian. Adapun aitem-aitem dalam skala disusun berdasarkan indikator-indikator perasaan kesepian yang diungkapkan oleh Wrightsman (1993). Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem yang mendukung dan aitem yang tidak mendukung serta menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 4

sampai 1 untuk aitem yang mendukung (favorable), sedangkan untuk aitem tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai 4. Penyusunan skala kesepian dalam penelitian ini didasarkan pada empat jenis perasaan kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993) dengan blue print pada Tabel 2 berikut : Tabel 2 Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian Sebelum Uji Coba No. Dimensi Komponen Kesepian Total Bobot Favorable Unfavorable (%) 1 Desperation 1, 2, 5, 6, 26, 27, 28, 29, 53, 54, 55, 56 3, 4, 30, 31, 51, 52 18 24 % 2 Impatient Boredom 9, 10, 32, 33, 36, 37, 57, 58, 59, 61, 62 3 Self Deprecation 13, 14, 17, 40, 41, 63, 64, 65, 66, 67 4 Depression 18, 21, 22, 25, 44, 45, 48, 49, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 75 7, 8, 11, 12, 34, 35, 60 15, 16, 38, 39, 42 19, 20, 23, 24, 43, 46, 47, 50, 74, 18 24 % 15 20 % 24 32 % TOTAL 48 27 75 100 % 2. Skala Dukungan Sosial Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah skala dukungan sosial. Adapun aitem-aitem dalam skala dukungan sosial disusun sendiri

oleh peneliti berdasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992). Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem yang mendukung dan aitem yang tidak mendukung serta menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 4 sampai 1 untuk aitem yang mendukung (favorable), sedangkan untuk aitem tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai 4. Penyusunan skala kesepian dalam penelitian ini didasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992) dengan blue print pada Tabel 3 berikut : Tabel. 3 Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba No. Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot Favorable Unfavorable (%) 1 Dukungan Instrumental 1, 6, 12, 27, 38 16, 21, 28, 33, 43 10 20 % 2 Dukungan Informasional 2, 13, 22, 34, 44 7, 17, 29, 39, 50 10 20 % 3 Dukungan Penghargaan 18, 22, 30, 35, 40 3, 8, 14, 24, 45 10 20 % 4 Dukungan Emosi 9, 15, 31, 41, 46 4, 19, 25, 36, 47 10 20 % 5 Dukungan Intergral Sosial 5, 10, 26, 37, 48 11, 20, 32, 42, 49 10 20 % TOTAL 25 25 50 100 % E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Sebelum diberikan pada subjek penelitian, alat ukur terlebih dahulu diseleksi dengan melihat validitas, uji daya beda aitem, serta reliabilitas. 1. Validitas alar ukur Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004). Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity). Suryabrata (2008) menyatakan bahwa validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (professional judgement). Sementara menurut Danim (2007) menyatakan kalaupun rumusan instrumen dibuat sesuai dengan isi yang dikehendaki, namun validitas isi ini tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka hasil uji. Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang

fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, dasarnya adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar, 1999). Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (r ix ) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Bagi skalaskala yang setiap aitemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment. Menurut Ebel (1979) menyarankan kriteria evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan (Azwar, 1999). Penghitungan daya diskriminasi aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 14.0 For Windows. 2. Reliabilitas alat ukur Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable) (Azwar, 2004). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan single trial administration yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes pada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2004). Teknik yang digunakan adalah teknik internal

consistency koefisien reabilitas Alpha dari Cronbach. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r xx ) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas. F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR 1. Skala Dukungan Sosial Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 50 aitem yang terdapat pada skala Dukungan Sosial, ternyata sebanyak 21 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem 5, 6, 11, 16, 19, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 42, 43, 46, 47, 50. Hasil ujicoba skala dukungan sosial menunjukkan nilai r ix aitem skala bergerak dari 0,303 0,578. Distribusi aitem hasil uji coba skala akan dijelaskan pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba No. Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot Favorable Unfavorable (%) 1 Dukungan 1, 12, 27 21 4 13,8 % Instrumental 2 Dukungan 2, 13, 22, 44 7, 17, 6 20,69 % Informasional 3 Dukungan 18, 23, 30, 35, 3, 8, 14, 45 9 31,03 % Penghargaan 40, 4 Dukungan Emosi 9, 15, 41 4, 36, 5 17,24 % 5 Dukungan 10, 26, 48, 20, 49 5 17,24 % Intergral Sosial TOTAL 18 11 29 100 %

Seperti yang terlihat pada Tabel. 4, diketahui bahwa dari 50 aitem setelah uji coba diperoleh 29 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix 0.3 atau yang dianggap memenuhi kriteria korelasi minimal aitem dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0.874. Menurut Triton (2006), nilai koefisien alpha (α) di 0.8 sudah dapat dikatakan reliabel. Sementara Azwar (2006) menyatakan bahwa kriteria berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan rix 0.3. Aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.3 daya bedanya dianggap memuaskan. Peneliti menggunakan 29 aitem yang lolos seleksi untuk skala dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi aitem-aitem yang diikutsertakan dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem-aitem skala dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel. 5 berikut: Tabel 5. Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial pada Saat Penelitian No. Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot Favorable Unfavorable (%) 1 Dukungan 1, 11, 20, 27 4 13.8 % Instrumental 2 Dukungan 2, 7, 21, 25 12, 16 6 20.69 % Informasional 3 Dukungan 3, 13, 17, 22, 4, 6, 8, 28 9 31.03 % Penghargaan 26, 4 Dukungan Emosi 9, 14, 29 18, 23 5 17.24 % 5 Dukungan 5, 10, 15 19, 24, 5 17.24 % Intergral Sosial TOTAL 18 11 29 100 % 2. Skala Kesepian

Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 75 aitem yang terdapat pada skala kesepian, ternyata sebanyak 36 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem 4, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 16, 20, 21, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 33, 34, 37, 38, 40, 50, 54, 56, 59, 60, 62, 63, 64, 66, 67, 69, 70, 71, 72, 74. Hasil ujicoba skala dukungan sosial menunjukkan nilai r ix aitem skala bergerak dari 0.303 0.641. Distribusi aitem hasil uji coba skala akan dijelaskan pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian Setelah Uji Coba No. Dimensi Komponen Kesepian Total Bobot Favorable Unfavorable (%) 1 Desperation 1, 2, 6, 26, 29, 53, 55 31, 51, 52 10 26.31 % 2 Impatient Boredom 9, 36, 57, 58, 61 12, 35 7 18.42 % 3 Self Deprecation 13, 17, 41, 65 15, 39, 42 7 18.42 % 4 Depression 18, 22, 44, 45, 19, 23, 43, 46, 14 36.85 % 48, 49, 68, 73, 75 47 TOTAL 25 14 38 100 % Seperti yang terlihat pada Tabel. 6, diketahui bahwa dari 75 aitem setelah uji coba diperoleh 38 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix 0.3 dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0.906. Peneliti menggunakan 38 aitem yang lolos seleksi untuk skala dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi aitem-aitem yang diikutsertakan dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem-aitem skala kesepian yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel. 7 berikut : Tabel 7. Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian pada Saat Penelitian No. Dimensi Komponen Kesepian Total Bobot

Favorable Unfavorable (%) 1 Desperation 2, 6, 14, 17, 24, 10, 22, 36 10 % 30, 34 2 Impatient 1, 5, 11, 20, 32 15, 27 7 % Boredom 3 Self Deprecation 3, 9, 13, 21, 25 18, 38 7 % 4 Depression 8, 16, 19, 23, 4, 7, 12, 29, 33 14 % 26, 28, 31,35, 37, 39 TOTAL 26 13 38 100 % G. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat alat ukur dan melakukan uji coba alat ukur. Penelitian ini menggunakan 2 skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala dibantu oleh professional judgement yaitu dosen pembimbing sebagai professional judgement untuk skala kesepian dan skala dukungan sosial. Skala pertama adalah skala dukungan sosial, berdasarkan lima bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992). Skala kedua adalah skala kesepian yang memuat empat jenis perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993). Penyusunan skala ini diawali dengan membuat blue print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem peryataan yang jumlah aitemnya masing-masing 50 aitem untuk skala dukungan sosial dan 75 aitem untuk skala kesepian. Sebelum menjadi alat ukur penelitian yang sebenarnya, skala tersebut diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba skala dilakukan dengan memberikan skala kepada 60 orang subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Uji coba dilakukan

pada tanggal 6 November sampai tanggal 14 November 2009. Pemberian skala ini dilakukan dengan mendatangi subjek yang telah didata sebelumnya satu persatu, dimana ada sebahagian lansia yang membaca dan mengisi sendiri skala kesepian dan dukungan sosial yang diberikan dan sebahagian besar dari lansia tersebut meminta agar skala-skala tersebut dibacakan dan isikan oleh peneliti. Dari hasil uji coba tersebut ditentukan aitem-aitem mana saja yang layak dijadikan alat ukur melalui perhitungan uji daya beda aitem dan reliabilitas. Aitem-aitem yang memenuhi kriteria disusun kembali dalam bentuk skala yang digunakan untuk penelitian. 2. Pelaksanaan Penelitian Setelah alat ukur diujicobakan, maka Pelaksanaan penelitian diawali dengan meminta izin pada Lurah Tanah Tinggi Kota Madya Binjai. Setelah diberikan izin, penelitian dimulai dengan menyebar skala pada individu lansia yang telah dipilih secara random atau acak dari daftar nama lansia yang diperoleh dari ketua Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai dan disesuaikan dengan karakteristik populasi. Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 19 November 2009 sampai tanggal 29 November 2009 dengan melibatkan 60 orang subjek yang mengisi skala. 3. Tahap pengolahan data Setelah diperoleh data dari skala Kesepian dan skala Dukungan Sosial, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan program SPSS Version 15.0 for Windows.

H. Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi Analisa Regresi. Uji asumsi yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Persyaratan data disebut normal jka probabilitas atau nilai p> 0.05 (Triton, 2006). 2. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian variabel kesepian berkorelasi secara linear dengan data variabel dukungan sosial. Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan uji F (ANOVA) dengan nilai signifikansi (Linearity) kurang dari 0.05 atau p < 0.05 (Priyatno, 2008). BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian, dari analisa data sampai pembahasan hasil sesuai dengan data yang diperoleh. A. Analisa Data 1. Gambaran umum subjek penelitian

Populasi penelitian ini adalah lansia yang terdaftar sebagai anggota dari Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai yang dipilih secara random dengan jumlah 60 orang. Melalui 60 orang yang dipilih, maka diperoleh gambaran umum subjek penelitian sebagai berikut: a. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%) Pria 36 60 Wanita 24 40 Total 60 100 Berdasarkan data pada Tabel 7, jumlah subjek yang berjenis kelamin pria sebanyak 36 orang (60%) dan subjek yang berjenis kelamin wanita sebanyak 24 orang (40 %). b. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada Tabel 9 Tabel 9.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) 60-64 tahun 21 35 65-74 tahun 31 51.7 75-84 tahun 7 11.7 84 tahun > 1 1.7

Total 60 100 Berdasarkan data pada tabel 8, jumlah subjek yang berusia 60 sampai 64 tahun sebanyak 21 orang (35%), subjek yang berusia 65 sampai 74 tahun sebanyak 31 orang (51.7%), subjek yang berusia 75 sampai 84 tahun sebanyak 7 orang (11.7%), sedangkan subjek yang berusia di atas 84 tahun ada 1 orang (1.7%). 2. Hasil penelitian Berikut ini akan dipaparkan hasil uji normalitas, linieritas dan hasil pengolahan data pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. a. Hasil uji asumsi 1) Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel menyebar secara normal. Pada penelitian ini, uji normalitas sebaran dilakukan dengan teknik statistik one sample kolmogorov-smirnov. Persyaratan data disebut normal jka probabilitas atau nilai p> 0.05 pada uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Triton, 2006). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10.Uji sebaran normal variabel tes kolmogorov-smirnov No Variabel Kolmogorov-Smirnov Z Signifikansi Keterangan 1 Kesepian Terdistribusi 0.724 0.671 normal 2 Dukungan Sosial Terdistribusi 0.725 0.669 normal

Dari uji normalitas pada variabel kesepian diperoleh nilai Z = 0.724 dengan p = 0.671, sehingga dapat dikatakan data penelitian pada variabel kesepian terdistribusi normal. Pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai Z = 0.725 dengan p = 0.669, sehingga dapat dikatakan data penelitian pada variabel kesepian terdistribusi normal. 2) Uji Linearitas Hubungan Pengujian linearitas dimaksudkan untuk mengetahui linearitas hubungan antara data variabel bebas dan data variabel tergantung. Uji linearitas hubungan yang digunakan adalah uji F, dimana jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p < 0.05) maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung adalah linier. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Hasil Uji Linearitas Variabel Df F Sig. Keterangan Dukungan sosial terhadap kesepian 1 7.578 0.009 Linear Dari hasil uji linearitas diperolah nilai F = 7.578 dan p = 0.009. Hasil tersebut menunjukkan variabel dukungan sosial memiliki hubungan yang linear dengan kesepian. Hubungan linear diatas dapat pula dilihat pada penyebaran skor dengan menggunakan teknik interactive graph yang menghasilkan diagram pencar (scatter plot) sebagai berikut : Gambar 1. Gambaran Linearitas Dukungan Sosial dengan kesepian

100 Linear Regression Kesepian 90 80 Kesepian = 115.12 + -0.38 * Duksos R-Square = 0.14 75 80 85 90 95 Duksos b. Hasil analisa data Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode analisa regresi linear sederhana yang akan menjelaskan pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian, dengan bantuan program SPSS versi 15.0 for Window. Metode yang digunakan adalah metode enter dengan memasukkan variabel dukungan sosial sebagai variabel bebas (independen) terhadap kesepian sebagai variabel tergantung (dependen). Dengan metode ini variabel bebas dimasukkan sebagai variabel prediktor dengan tidak memandang apakah pengaruh variabel tersebut besar atau kecil terhadap variabel tergantung (dependen). Artinya bahwa variabel bebas akan masuk dalam persamaaan jika taraf kesalahannya kurang dari

0.05 (5 %) dan dikeluarkan jika taraf kesalahannya lebih dari 0.1 (10%) (Pratisto, 2009). Hasil analisa regresi antara variabel dukungan sosial dengan kesepian dapat dilihat pada tabel 12 berikut : Tabel 12. Hasil analisa regresi dukungan sosial dengan kesepian R R-Square Sig (1-tailed) F Sig 0.371 0.137 0.002 9.241 0.004 Nilai R pada tabel 12 menunjukkan besarnya hubungan antara variabel dukungan sosial dengan kesepian yaitu sebesar 0.371 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi (1-tailed) sebesar 0.002 (p = 0.004). Jika nilai p < 0.05 maka hubungan antar variabel signifikan (Pratisto, 2009). Dari hasil analisa data tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara dukungan sosial dengan kesepian sangat signifikan. Dari hasil korelasi Pearson, diketahui arah hubungannya adalah negatif yang artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh oleh seseorang, maka tingkat kesepiannya semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh maka tingkat kesepiannya akan semakin tinggi. Nilai R-square (koefisien determinasi) digunakan untuk mengukur seberapa jauh model regresi linier sesuai dengan data. Dari hasil analisa data diperoleh nilai R- square sebesar 0.137, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian adalah sebesar 13.7%. Artinya, dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 13.7% terhadap kesepian, sedangkan selebihnya sebesar 86.3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Untuk melihat apakah model regresi sudah tepat digunakan dalam memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung, maka digunakan nilai F dari tabel ANOVA (Pratisto, 2009) dari hasil analisa data diperoleh nilai F sebesar 9.241 dengan tingkat signifikansi 0.004. Nilai probabilitas ini menyatakan bahwa model regresi yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi kesepian (p < 0.05). Parameter-parameter dalam persamaan garis regresi yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel. 13 berikut ini: Tabel 13. Parameter-parameter Persamaan Garis Regresi Model B t Sig. Konstan Dukungan Sosial 115.120-0.382 10.510-3.040 0.000 0.004 Persamaan garis yang dihasilkan pada analisa regresi linier sederhana ini adalah: Keterangan : Y =115.120-0.382*X Y = Kesepian X = Dukungan Sosial Persamaan garis regresi tersebut memiliki arti jika tidak didapati adanya dukungan sosial pada lansia, maka kesepian seseorang akan sebesar 115.120 satuan. Koefisien regresi sebesar -0.382 menyatakan bahwa setiap penambahan sebanyak 1 satuan untuk dukungan sosial, maka akan ada penurunan sebesar 0.382 untuk kesepian pada lansia.

Selanjutnya untuk melihat signifikansi koefisien regresi tersebut, maka digunakan uji t. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi parameter-parameter regresi linier sederhana. Koefisien regresi dapat dinyatakan signifikan jika nilai p < 0.05 (Pratisto, 2009). Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai p = 0.004 (p<0.05) sehingga dapat dinyatakan bahwa koefisien regresi tersebut signifikan atau dukungan sosial berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap kesepian. c. Deskripsi data penelitian Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2006) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi normal. Kriterianya terbagi atas 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Menurut azwar (2006), pengkategorisasian 3 jenjang ini merupakan pengkategorisasian minimal digunakan oleh peneliti. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan norma kategorisasi sebagai berikut: Rentang nilai X < (Mean - 1.SD) (Mean - 1.SD) x < (Mean + 1.SD) (Mean+ 1.SD) x Kategori Rendah Sedang Tinggi Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan mean hipotetik dan mean empirik untuk variabel dukungan sosial dan variabel kesepian. 1) Variabel Kesepian

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkapkan variabel kesepian adalah sebanyak 38 aitem yang diformat dalam bentuk Likert dalam 4 alternatif pilihan. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam tabel 14 berikut ini : Tabel 14. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Variabel Kesepian Variabel Empirik Hipotetik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Kesepian 72 99 81.90 6.139 38 152 95 19 Berdasarkan tabel.14 diperoleh mean empirik untuk skala kesepian sebesar 81,90 dengan SD empirik sebesar 6.139, sedangkan untuk mean hipotetik sebesar 95 dengan SD hipotetik sebesar 19. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik < mean hipotetik. Hal ini berarti kesepian yang dialami subjek berada dibawah rata-rata kesepian pada umumnya. Mean empirik yaitu sebesar 81.90 menggambarkan bahwa subjek termasuk ke dalam kelompok yang memiliki kesepian sedang. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi empirik sebagaimana yang ditujukkan pada tabel 15 dibawah ini : Tabel 15. Kategorisasi data Kesepian Empirik Rentang nilai Jumlah % Kategori X < 75 7 11,67 Rendah 75 x < 88 41 68.33 Sedang 88 x 12 20 Tinggi

Berdasarkan Tabel. 15 diketahui bahwa berdasarkan mean empirik, subjek penelitian yang memiliki kesepian dengan kategori rendah sebanyak 7 orang (11.67%), sedangkan sebanyak 41 orang (68.33%) subjek penelitian tingkat kesepiannya tergolong sedang dan sebanyak 12 orang (20%) subjek penelitian memiliki kesepian yang tergolong tinggi. 2) Variabel Dukungan Sosial Berdasarkan Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap variabel dukungan sosial adalah sebanyak 29 aitem dengan format skala likert dalam 4 alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam Tabel 16 sebagai berikut: Tabel 16 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Dukungan Sosial Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Dukungan sosial 74 98 86.98 5.959 29 116 72.5 43.5 Berdasarkan Tabel. 16 diperoleh mean empirik dukungan sosial subjek penelitian adalah = 87.65 dengan SD = 6.25943 dan mean hipotetiknya adalah = 75 dengan SD=15. Hasil perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik menunjukkan bahwa skor dukungan sosial subjek penelitian di atas rata-rata yaitu mean empirik > mean hipotetik. Hal ini berarti dukungan sosial subjek penelitian lebih tinggi daripada dukungan sosial populasi pada umumnya.

Pada Tabel. 17 dapat dilihat bahwa rata-rata dukungan sosial yang diterima subjek berada pada kategori netral dalam pengkategorian skor berdasarkan mean empirik. Tabel 17. Kategorisasi data Dukungan Sosial Berdasarkan Tabel. 17 diketahui bahwa berdasarkan mean empirik, subjek penelitian yang mendapatkan dukungan sosial dengan kategori rendah sebanyak 9 orang (15%), sedangkan sebanyak 37 orang (61.67%) subjek penelitian mendapatkan dukungan sosial yang tergolong sedang dan sebanyak 14 orang (23.33%) subjek penelitian mendapatkan dukungan sosial yang tergolong tinggi. 3. Hasil analisa tambahan a. Gambaran Kesepian Lansia berdasarkan Jenis Kelamin Pada penelitian ini juga dapat diperoleh gambaran kesepian berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan teknik statistik independent sample t-test. Hasil uji statistik berdasarkan jenis kelamin selengkapnya dapat dilihat dari Tabel 18 berikut ini Empirik Rentang nilai Jumlah % Kategori X < 81 9 15 Rendah 81 x < 93 37 61.67 Sedang 93 x 14 23.33 Tinggi

Tabel 18. Gambaran Kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin N Mean SD Pria 36 82.33 5.677 Wanita 24 81.25 6.848 Dari Tabel 18 tentang gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin diperoleh bahwa mean kelompok subjek pria lebih tinggi daripada mean kelompok subjek wanita. Hasil uji t dapat melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara kesepian lansia pada pria dan wanita. Uji t dilakukan dalam dua tahapan, tahapan pertama adalah menguji apakah varians dari dua populasi bisa dianggap sama dan tahapan kedua dilakukan pengujian untuk melihat ada tidaknya perbedaan rata-rata populasi (Santoso, 2007). Hasil uji-t penelitian ini dapat dilihat pada Tabel. 19 dibawah ini: Tabel 19. Hasil perhitungan Uji-t kesepian Lansia berdasarkan jenis kelamin Tes Levene t-test F Sig. t Sig Equal variances not assumed 1.124 0.293 0.642 0.542 Nilai p < 0.05 menunjukkan bahwa kedua varians benar-benar berbeda (Santoso, 2007). Dari Tabel. 19 diperoleh nilai F = 1.124 dengan nilai p = 0.293 sehingga dapat dikatakan bahwa kedua varians adalah sama. Nilai t dengan Equal variances not assumed adalah 0.642 dengan p = 0.542 Jika nilai p < 0.05 maka rata-rata populasi adalah berbeda (Santoso, 2007). Dari hasil

analisa didapat nilai p > 0.05 (p = 0.542), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara lansia pria dan wanita. b. Pengaruh Dimensi-dimensi Dukungan Sosial terhadap Kesepian Hasil analisa regresi menunjukkan sumbangan efektif dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia sebesar (r 2 )=0.137, yaitu sebesar 13.7%. Selanjutnya dari kelima dimensi dukungan sosial ternyata bentuk dimensi integral sosial yang berpengaruh paling besar terhadap kesepian pada lansia. Peneliti menggunakan regresi berganda metode backward yaitu menganalisis variabel dari belakang, artinya semua variabel dianalisis kemudian dilanjutkan menganalisis pengaruh variabel-variabel bebasnya lalu variabel yang tidak berpengaruh dibuang (Pratisto, 2009). Tabel 20. Parameter-Parameter Persamaan Regresi Dimensi B t Sig Konstanta 101.509 Integral Sosial 0.006 Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa dimensi dukungan integral sosial yang berpengaruh terhadap kesepian pada lansia. Bila dilihat dari p= 0.006 (p<0.05), B. Pembahasan Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisa regresi linier sederhana (R = -0.371, p = 0.004) menunjukkan ada pengaruh yang sangat signifikan antara dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia, dimana terdapat hubungan yang negatif antara dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dari hasil analisis

penelitian tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa ada pengaruh negatif antara dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia dapat diterima. Hal ini sesuai dengan Beyene, Becker, & Mayen (2002) yang menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Hal tersebut tentu saja diperkuat berdasarkan dari berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya dukungan sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut (dalam Gunarsa, 2004). Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino, 2006). Penelitian Dykstra (1990), juga menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah karena mendapat dukungan sosial dari begitu banyak sumber, seperti dari pasangan, orang-orang yang sudah dianggap keluarga, individu yang lebih muda dan tua, baik pria dan juga wanita. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai

pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pada dasarnya kesepian lebih mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Pada dasarnya kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif (tidak memiliki teman seperti yang diinginkan) dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan (Peplau & Perlman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia yaitu sebesar 13.7%. hasil ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain sebesar 86.3% yang mempengaruhi kesepian pada lansia. Faktor-faktor lain, selain dukungan sosial yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi kesepian yaitu dari status sosial ekonomi, karakteristik latar belakang lain (perceraian orang tua). Hawkey dan Cacciopo (2003) juga menambahkan bahwa stres dan rasa ketidakberdayaan diri dapat menjadikan seseorang menjadi kesepian (Gunarsa, 2004). Berdasarkan mean empirik, dukungan sosial subjek penelitian berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak subjek 37 subjek (61.67%). Dimana hasil ini dapat diartikan bahwa dukungan sosial yang diperoleh atau diterima oleh subjek penelitian

tidak tinggi dan juga tidak rendah. Sementara untuk kesepian, berdasarkan mean empiriknya kesepian subjek penelitian tergolong sedang, yaitu sebanyak 41 subjek penelitian (68.33 %). Artinya, kesepian yang dirasakan subjek penelitian tidak tinggi dan juga tidak rendah. Santrock (2003) mengungkapkan bahwa individu-individu yang secara konsisten merespon bahwa mereka jarang merasa bisa berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya dan jarang mendapatkan dukungan dari orang lain ketika membutuhkannya adalah individu-individu yang termasuk dalam kategori sedang. Hasil tambahan penelitian untuk melihat perbedaan kesepian pada lansia pria dan lansia wanita menggunakan uji t menunjukkan bahwa rata-rata skor kesepian lebih tinggi pada kelompok lansia pria. Namun nilai probabilitas (p=0.542) menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan (p > 0.05), sehingga tidak ada perbedaan sikap terhadap kematian antara lansia pria dan wanita jika ditinjau dari jenis kelamin. Hasil ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya mengenai kesepian, yang juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotipe peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotipe peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dapat terlihat dari hasil mean laki-laki > mean perempuan (82.33>81.25).

Berdasarkan hasil penelitian tambahan, diperoleh bahwa dari dimensi-dimensi dukungan sosial ternyata yang paling berpengaruh pada kesepian lansia adalah dukungan integral sosial. Dukungan integral sosial memiliki signifikansi 0.006 (p<0.05). Menurut Orford (1992), dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), menyatakan dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, yang juga dapat mengurangi stress serta pengalihan perhatian seseorang dari masalah dengan membuat kontak sosial dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dykstra (1990), yang menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah pada lansia karena memiliki hubungan yang lebih luas dan erat dengan orang lain. Shaver dan Rubeinstein (dalam Brehm et al, 2000), juga menambahkan bahwa salah satu cara untuk menghadapi kesepian yang dialami oleh seseorang adalah dengan membuat kontak sosial seperti berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman hasil penelitan yang dibuat berdasarkan analisa, interpretasi dan pembahasan. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian, bahwa: 1. Terdapat pengaruh negatif dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh lansia, maka kesepiannya akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh maka semakin tinggi kesepiannya. 2. Sumbangan efektif yang diberikan variabel dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia adalah sebesar 13.7% (R² = 0.137), yang berarti bahwa pada penelitian ini dukungan sosial mempengaruhi kesepian sebesar 13.7 % dan

sisanya yaitu sebesar 86.3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 3. Berdasarkan data empirik, skor total variabel dukungan sosial dibagi atas tiga kategori yaitu : tinggi, sedang, rendah. Secara umum, dukungan sosial yang diterima oleh subjek penelitian tergolong sedang. 4. Berdasarkan data empirik, skor total variabel kesepian dibagi atas tiga kategori yaitu : tinggi, sedang, rendah. Secara umum, kesepian yang dialami oleh subjek penelitian tergolong sedang. 5. Berdasarkan hasil analisa tambahan dengan menggunakan uji t menunjukkan tidak ada perbedaan kesepian bila ditinjau dari jenis kelamin. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian ini menunjukkan bahwa mean kesepian subjek laki-laki lebih tinggi daripada subjek perempuan. 6. Berdasarkan hasil analisa tambahan dengan menggunakan regresi berganda metode backward, menunjukkan bahwa dari bentuk-bentuk dukungan sosial yang paling berpengaruh terhadap kesepian lansia adalah integral sosial. B. Saran Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan dukungan sosial maupun kesepian pada lansia.

1. Saran metodologis a. Mengacu pada nilai koefisien determinasi, menunjukkan kesepian dipengaruhi oleh dukungan sosial sebesar 13.7%, selebihnya kesepian lansia dipengaruhi oleh variabel lain yang dalam penelitian ini tidak diteliti. Sehubungan dengan hal itu, maka disarankan pada peneliti berikutnya yang berminat untuk meneliti kesepian pada lansia dapat mengkaji faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kesepian seperti status sosial ekonomi, karakteristik latar belakang lain (perceraian orang tua), stres dan juga rasa ketidakberdayaan. b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel yang lebih besar agar hasil penelitian lebih representatif. c. Bagi penelitian selanjutnya yang akan menggunakan sampel lansia, diharapkan dalam pengadministrasian skala, mayoritas skala diberikan dan dibacakan secara langsung oleh peneliti, sehingga peneliti dapat langsung menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau hal-hal yang tidak dimengerti subjek dari pernyataanpernyataan skala yang diberikan. 2. Saran Praktis a. Mengingat dukungan sosial memberi pengaruh terhadap kesepian pada lansia, diharapkan agar para lansia tetap beraktifitas dan melakukan kontak atau hubungan sosial dengan orang lain, sehingga lansia dapat memperoleh dukungan sosial dari orang lain.

b. Diharapkan agar keluarga lansia lebih memperhatikan serta membantu lansia terlebih lagi karena lansia tersebut masih tinggal dengan anggota keluarga, karena hal tersebut merupakan suatu bentuk dukungan sosial bagi lansia yang ternyata mempengaruhi kesepian yang dialami oleh lansia. c. Diharapkan kepada masyarakat agar tetap bersosialisasi dengan lansia dan tidak mengucilkan atau memberikan stereotipe yang negatif terhadap lansia yang dapat membuat lansia merasa tidak memperoleh dukungan sosial, sehingga dapat mempengaruhi kesepian lansia tersebut. d. Bagi pihak perkumpulan lansia diharapkan dapat meningkatkan bantuan, keperdulian serta pelayanan kepada lansia seperti pemeriksaan kesehatan gratis, sert acara jalan-jalan yang juga dapat meningkatkan keakraban diantara lansia itu sendiri dan juga mengurangi kesepian yang dirasakan oleh lansia tersebut.

Daftar Pustaka Afida, Wahyuningsih, & Sukamto. (2000). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Wanita Lanjut Usia di Panti Werdha. Indonesian Psychological Journal No 2, Vol 15, 180-195. Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya. http://209.85.173.132/search?q=cache:hykos1uhzcj:journal.lib.unair.ac.id/i ndex.php/anm/article/view/2672/265+aspek+kebutuhan+berafiliasi&cd=2& hl=id&ct-cink&gl=id Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bradbury., Wilbun., Para Editor Pustaka Life-Time. (1987). Masa Dewasa. Jakarta : Tira Pustaka. Brehm, S. et al (2002). Intimate Relationship. New York. Mc. Graw Hill. Bruno, F. J. (2002). Conguer Loneliness, Menaklukkan Kesepian. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Deaux, Dane & Wrightsman, S. (1993). Social Psychology in the 90 s (2 nd Edition). California : Wadsworth Publishing Company Inc.

Departemen Sosial RI & Direktorat Jendral Bina Keluarga Sosial. (1997). Petunjuk teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti. Jakarta. Departemen Sosial Republik Indonesia. (2007). Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia Dan Masalah Kesejahteraannya. Jakarta. Online. http://www.depsos.go.id/modules.php?name=news&file=print&sid=522 Tanggal Akses : 3 Maret 2009 Ebersole, P., Hess, P., & Touhy, T. (2005). Gerontological Nursing & Healthy Aging. 2 nd edition. Elsevier Health Sciences. http://books.google.co.id/books?id=yulb72lftiic&pg=pa125&dq=lonelines s,+need+affiliation+aging&lr= Tanggal Akses : 24 April 2009 Gierveld, J. & Havens, B. (2004). Cross-national Comparisons of Social Isolation and Loneliness: Introduction and Overview. Canadian Journal On Aging. http://www.nidi.knaw.nl/en/output/2004/cja-23-02-dejonggierveld.pdf/cja-23-02-dejonggierveld.pdf. Tanggal Akses : 23 Februari 2009. Gierveld, J. & Tilburg, T. V. (1999). Manual of The Loneliness Scale. Vrije Universiteit Amsterdam. Gunarsa, S. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut : bunga rampai psikologi anak. BPK Gunung Mulia. http://books.google.co.id/books?id=guaghg74nh4c&pg=pa417&dq=kese pian+lansia#ppa409,m1 Tanggal Akses : 3 Maret 2009 Hadi, S. (2000). Metodology Research. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Hutapea, Ronald. (2005). Sehat dan Ceria di Usia Senja. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Ismayadi, (2004). Proses Menua (Aging Process). Online. http://subhankadir.files.wordpress.com/2008/01/perkembangan-lansia.pdf

Tanggal Akses : 23 Februari 2009 Kaasa, Karen. (1998). Loneliness in Old Age: Psychosocial and Health Predictors, Norwegian Journal of Epidemiology; 8 (2): 195-201. http://www.ub.ntnu.no/journals/norepid/1998-2/1998(2)kaasa.pdf Tanggal Akses : 8 Mei 2008 Kimmel, D. C. (1974). Adulthood and Aging. USA : John Wiley & Sons. Kuntjoro, Z. S. (2002, 16 Agustus). Dukungan Sosial Pada Lansia. E- Psikologi [online]. http://www.e-psikologi.com/usia/160802.htm. Malecki, C., & Demaray, K. M., (2003). Social Support As A Buffer : Running Hedd, Nortern Illinois University. Martini, W., Adiyanti, M. G., Indiati, A. (1993). Ciri Kepribadian Lanjut Usia. Jurnal Psikologi, 1, 1-6. Mishra, A. J. (2004), Jnuari-Juli. A Study of Loneliness in an Old Age Home in India : A case of Kanpur. Indian Journal of Gerontology, Vol 17, no 1 & 2. Tanggal akses : 10 september 2009. www.geocitise.com/husociology/oldage4.htm. Newman, B., & Newman, P. (2006). Development Through Life : A Psychosocial Approach. Belmont : Thomson Wadsworth Learning. Orford, J. (1992). Community Psychology : Theory & Practice. London : John Wiley and Sons. Papalia, D. E., Olds, SE., & Feldman, RE. (2004). Human Development : Ninth Edition. New York : McGraw Hill. Pratisto, A. (2009). Statistik Menjadi Mudah dengan SPSS 17. Jakarta : Elex Media Komputindo Prawitasari, J. E. (1994). Aspek Sosio-Psikologis Lansia Di Indonesia. Buletin Psikologi, No 1, 27-34

Priyatno, D. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Medikom Puspita Sari, Endah. (2002). Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia Ditinjau Dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi No 2, 73-88. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Saleh, H. (2007). UMP Sumut Rp. 822.205 Tertinggi Kedua di Indonesia. [On-line]. http://www.medanbisnisonline.com/rubrik.php?p=105816&more=1 Santrock, J. W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja (Alih Bahasa : Shinto B. Adelar & Sherly Saragih). Jakarta : Penerbit Erlangga. Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga. Santrock, J. W. (2006). Perkembangan Masa Hidup : Edisi Kelima ( Terjemahan Juda Damanik & Achmad Chusairi). Jakarta : UI Press. Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. 5 th edition. United States of America : John Wiley & Sons. Sevilla, et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. (Terjemahan Alimuddin Tuwu). Jakarta : UI-Press Sugiarto, Siagian, D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D.S. (2003). Teknik Sampling. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Suryabrata, S. (2006). Metodologi penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Taylor, S.E. (2003). Health Psychology. New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Triton, P.B. (2006). SPSS 13.0 Terapan : Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : Andi Offset.

Weiten, W. & Lloyd, M. (2006). Psychology Applied to Modern Life : Adjustment in the 21 st Century. Eighth Edition. Canada : Thomson Wadsworth. RAHASIA No : Identitas Diri Nama / Inisial : Usia : Jenis Kelamin : L / P ( lingkari yang sesuai )

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008/2009 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya bermaksud mengadakan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerja sama dari anda dalam mengisi kuesioner ini. Dalam pengisian kuesioner ini, tidak ada jawaban yang benar ataupun salah. Yang saya harap dan saya butuhkan adalah jawaban yang paling mendekati keadaan anda yang sesungguhnya. Karena itu, saya harapkan anda bersedia memberikan jawaban anda sendiri, sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Bantuan anda dalam menjawab kuesioner ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerja sama anda saya mengucapkan banyak terima kasih.

November 2009 Hormat saya, Peneliti Sari Hayati PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini akan disajikan dua buah kuesioner yang terdiri dari 125 pernyataan mengenai PANDANGAN ANDA terhadap DIRI ANDA. Anda diharapkan menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan keadaan, perasaan dan pikiran Anda yang sebenarnya, dengan cara memilih : SS : Bila anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut. S : Bila anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut. TS : Bila anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut. STS : Bila anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut. Contoh Pengisian : No Pernyataan 1 Saya kesulitan dalam berkonsentrasi Jika Anda ingin mengubah jawaban Anda, berilah tanda garis pada jawaban yang ingin Anda ubah, kemudian silanglah jawaban yang Anda anggap sesuai. Contoh : No Pernyataan

1 Saya kesulitan dalam berkonsentrasi Bila sudah selesai, tolong periksa kembali jawaban anda, jangan sampai ada nomor yang terlewatkan. Selamat Mengerjakan. SKALA I No. PERNYATAAN 1 Saya merasa tidak ingin hidup lagi saat menghadapi persoalan berat. 2 Saya tidak tahu harus melakukan apa dalam menyelesaikan masalah saya. 3 Tidak masalah buat saya menghadapi segala sesuatu sendirian. 4 Saya yakin kehidupan ini akan lebih menyenangkan untuk dijalani jika bersamasama dengan pasangan saya. 5 Keluarga saya terlalu sibuk untuk mengajak saya jalan-jalan. 6 Saya merasa sakit hati mendengar kritikan dari teman-teman. 7 Untuk mendapatkan sesuatu yang saya

inginkan, saya harus berusaha terlebih dahulu. 8 Saya menikmati hari-hari yang saya lalui dengan anak-anak dan pasangan saya. 9 Saya merasa asing berada dilingkungan saya sekarang. 10 Saya merasa khawatir bila keluarga meninggalkan saya. 11 Saya akan diam saja kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginan saya. 12 Saya akan serius dan mengerjakan suatu pekerjaan sampai selesai. 13 Saya tidak berminat mengikuti kegiatan yang mengharuskan saya berkomunikasi dengan No. PERNYATAAN 14 Saya selalu teringat akan kesalahan yang telah saya lakukan dimasa lalu dan hal tersebut membuat saya menjadi begitu sedih. 15 Saya mampu menyelesaikan tugas yang dianggap sulit oleh orang lain. 16 Tidak masalah buat saya untuk bersikap seperti biasa, walaupun saya telah melakukan suatu hal yang memalukan. 17 Saya merasa ada orang lain yang ingin mencelakai saya. 18 Saya ingin menangis karena keluarga tidak

punya waktu untuk mengurus saya. 19 Saya bersemangat untuk terus menjalani kehidupan saya. 20 Saya merupakan orang yang terpenting bagi keluarga saya. 21 Saya merasa tidak dekat dengan keluarga, dikarenakan seharian sibuk mengerjakan aktivitas diluar rumah. 22 Menyedihkan rasanya menjadi orang seperti saya. 23 Tidak sulit bagi saya untuk melupakan semua kesedihan saya. 24 Saya lebih senang berkumpul dengan temanteman seusia daripada sendirian dirumah. 25 Saya ingin teman-teman saya menjadi lebih dekat dengan saya. 26 Saya tidak tahu lagi apa yang dapat saya lakukan agar disayangi oleh keluarga. 27 Saya sangat membutuhkan orang-orang terdekat untuk menghibur saya pada saat sedih. 28 Saya khawatir bila teman-teman dilingkungan baru menolak berteman dengan saya. 29 Hubungan yang saya miliki dengan teman tidak seperti yang saya harapkan. 30 Bila teman-teman akan berpergian, mereka

akan mengajak saya. 31 Saya senang mendapat teguran, karena saya akan merasa menjadi seseorang yang mendapat pelajaran berharga. 32 Tidak ada yang dapat menahan saya untuk segera mendapatkan apa yang saya inginkan. 33 Jenuh rasanya berhubungan dengan temanteman saya 34 Saya senang berkumpul bersama keluarga dirumah. 35 Meskipun sedang berada dilingkungan baru, saya tetap merasa tenang dan nyaman. 36 Pada saat saya merasa kesal, saya ingin melampiaskannya dengan melemparkan dan merusak barang-barang. 37 Saya sulit fokus terhadap suatu topik pembicaraan yang didiskusikan oleh temanteman karena saya tidak mengerti tentang topik tersebut. No. PERNYATAAN 38 Saya suka mengerjakan suatu pekerjaan, baik untuk jenis pekerjaan yang saya sukai maupun yang tidak. 39 Bagi saya, masalah yang sudah lalu tidak perlu diingat-ingat lagi. 40 Keluarga selalu memberikan tugas yang mudah untuk saya kerjakan karena hanya

tugas tersebut yang dapat saya lakukan 41 Saya merasa kehilangan muka ketika salah mengerjakan suatu pekerjaan. 42 Tidak masalah bagi saya bepergian ke suatu lingkungan yang baru. 43 Saya bahagia dengan kehidupan yang saya jalani saat ini. 44 Saya menjadi murung karena terus menerus memikirkan setiap permasalahan saya. 45 Semua yang saya lakukan selama ini tidak ada artinya dimata keluarga saya. 46 Setiap hari, selalu saja ada orang yang mengajak saya untuk berpergian dan beraktivitas bersama. 47 Saya senang menjadi diri saya yang sekarang. 48 Penyakit yang telah lama saya derita membuat saya selalu merasa sangat sedih. 49 Lebih baik saya menyendiri disuatu tempat daripada harus berbicara dengan orang lain 50 Saya kehilangan keintiman dengan pasangan saya. No. PERNYATAAN 51 Bagi saya, berteman dengan banyak orang bukan suatu hal yang menyulitkan. 52 Saya tidak akan lemah walaupun ditimpa masalah berat. 53 Saya merasa tidak enak kalau sendirian

ditempat keramaian. 54 Menurut saya, saya tidak pernah menjadi tempat bagi seseorang untuk berdiskusi. 55 Tidak ada yang mau mengajak saya untuk pergi ke pengajian. 56 Saya sudah terbiasa jika orang lain membentak saya. 57 Saya tidak suka jika harus mengantri untuk mendapatkan sesuatu karena hal tersebut hanya membuang-buang waktu. 58 Saya merasa jenuh dengan aktivitas saya sehari-hari. 59 Saya tidak betah berkumpul dengan orangorang di sekitar saya saat ini. 60 Saya akan merasa nyaman kalau ada pasangan didekat saya. 61 Emosi saya mudah terpancing, meskipun persoalan yang dihadapi adalah persoalan kecil. 62 Saya tidak dapat bertahan lama dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. 63 Saya merasa senang jika harus seharian dirumah tanpa melakukan kegiatan apapun. No. PERNYATAAN 64 Saya tidak dapat melupakan begitu saja kejadian-kejadian buruk dimasa lalu.

65 Saya tidak pernah dimintai pendapat untuk masalah rumit yang memang tidak bisa saya pecahkan. 66 Saya merasa tidak sanggup berhadapan dengan orang yang pernah saya fitnah. 67 Menurut saya, akan sangat bahaya bila saya bersama dengan orang-orang yang belum saya kenal. 68 Saya merasa kecewa karena tidak dapat terlalu banyak beraktivitas karena kondisi fisik saya yang menurun. 69 Saya mudah tertekan jika tidak dapat menyelesaikan masalah saya. 70 Apapun yang telah saya kerjakan, hasilnya tidak bernilai sedikitpun bila dibandingkan dengan usaha yang telah saya keluarkan. 71 Saya selalu sendirian, tidak ada yang menemani saya. 72 Semua yang terjadi pada saya karena saya sendiri adalah orang yang tidak berguna. 73 Kesedihan mendalam yang saya alami karena anak-anak tidak punya cukup waktu untuk menemani saya. 74 Akan lebih menyenangkan jika bercanda bersama dengan orang lain daripada harus berdiam diri menonton televisi.

75 Saya ingin mencurahkan setiap isi hati pada pasangan saya. SKALA II No. PERNYATAAN 1 Pada saat saya sakit, anak saya membawa saya berobat 2 Saya disarankan oleh cucu untuk banyak tertawa agar awet muda. 3 Keluarga tidak pernah mendengarkan pendapat saya mengenai setiap permasalahan, baik masalah pendidikan maupun pekerjaan. 4 Setiap saya sedih, tidak ada teman yang menemani. 5 Teman-teman mengajak saya jika ada perkumpulan lansia. 6 Pada saat ada kemalangan di rumah saya, tetangga bersedia untuk ikut membantu. 7 Keluarga membebaskan saya untuk makan apa saja meski itu merupakan makanan yang dilarang oleh dokter. 8 Pasangan saya tidak bersedia meminta maaf terlebih dahulu meskipun dia yang bersalah. 9 Jika saya sakit, keluarga merawat saya dengan senang hati. 10 Anak-anak selalu menyediakan waktu untuk

berkumpul dengan saya. No. PERNYATAAN 11 Tetangga tidak pernah mengajak saya untuk ikut kegiatan pengajian dengan mereka. 12 Anak saya membantu menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari di rumah. 13 Anak -anak mengingatkan saya untuk minum obat ketika saya sakit. 14 Saudara-saudara tidak memberi kesempatan pada saya untuk memperbaiki diri pada saat saya melakukan kesalahan. 15 Anak-anak tidak pernah mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan saya. 16 Saya tidak pernah dibantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga oleh anak-anak dan pasangan saya. 17 Keluarga hanya diam saja kalau ada yang salah dengan pekerjaan rumah tangga yang sedang saya kerjakan. 18 Nasehat-nasehat saya selalu dituruti oleh anak dan cucu. 19 Tidak ada yang dapat menyenangkan hati saya ketika saya merasa kesal. 20 Pasangan saya menghindar ketika saya membicarakan hobi. 21 Keluarga tidak mempunyai cukup waktu untuk

merawat saya ketika sakit. 22 Tetangga menyarankan saya untuk tidak berdiam diri dirumah. 23 Anak-anak selalu membutuhkan saya pada saat mereka kesusahan atau sedang berada dalam No. PERNYATAAN 24 Anak-anak tidak pernah mendengarkan pada saat saya memberi masukan pada mereka. 25 Anak-anak tidak mengetahui kalau saya sedang sedih atau mengalami masalah. 26 Keluarga mengajak saya berekreasi pada saat hari libur. 27 Pada saat saya terlihat letih, cucu saya bersedia untuk memijat kaki dan tangan saya. 28 Keluarga tidak menyadari kalau saya sedang kesulitan dalam hal keuangan. 29 Tidak ada dari anggota keluarga yang menyarankan saya untuk berolah raga. 30 Keluarga memberi dukungan dan semangat pada saat saya mengalami kegagalan. 31 Pada saat saya mendapat berita duka dari keluarga, ada teman yang bisa menguatkan saya untuk tetap tabah. 32 Saya tidak memiliki teman yang bisa diajak untuk menjalankan ibadah bersama. 33 Tetangga merasa keberatan meminjamkan uang ketika saya membutuhkannya.

34 Masyarakat disekitar lingkungan rumah bersedia memberitahu bila ada kegiatan lansia. 35 Bila sedang terlibat dalam suatu diskusi, saya selalu mendapat kesempatan untuk mengemukakan ide-ide saya. 36 Tidak ada yang menanyakan tentang keadaan dan kesehatan saya. 37 Saya selalu mengisi waktu senggang dengan mengikut i wirit atau arisan. 38 Pada saat mendekati hari lebaran, anak-anak yang akan mengurus semua persiapan seperti makanan dan minuman. 39 Keluarga tidak pernah mempermasalahkan ketika saya tidur terlalu malam. 40 Keluarga akan memaafkan setiap perkataan saya yang mungkin menyinggung perasaan mereka. 41 Keluarga selalu bersedia untuk mendengarkan setiap keluh kesah saya. 42 Masing-masing teman lebih memilih waktu untuk beristirahat daripada berkumpul bersama. 43 Saya tidak pernah mendapat bantuan dari tetangga untuk membereskan rumah setelah selesai acara wirit ataupun pesta. 44 Pada saat sakit, keluarga memberikan saran mengenai hal-hal yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh. 45 Saya tidak pernah dilibatkan dalam setiap

pembicaraan penting yang menyangkut masalah keluarga. 46 Pada saat salah satu dari saya atau teman sedang menghadapi masalah, maka yang lain merasa berkewajiban membantu. 47 Disaat sedang membutuhkan perhatian dan dukungan, teman dekat saya memilih untuk memutuskan hubungan dengan saya. 48 Keluarga sangat mendukung saya untuk lebih banyak meluangkan waktu berkumpul bersama dengan teman sebaya No. PERNYATAAN 49 Anak-anak saya tidak pernah membuat lelucon untuk menyenangkan saya. 50 Tidak ada dari anggota keluarga yang menyarankan saya untuk banyak beristirahat setelah lelah beraktivitas. PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA JANGAN SAMPAI ADA SATU NOMOR PUN YANG TERLEWATKAN

RAHASIA No :

Identitas Diri Nama / Inisial : Usia : Jenis Kelamin : L / P ( lingkari yang sesuai ) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009/2010 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya bermaksud mengadakan