BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti dengan kerusakan tulang alveolar (Newmann dkk., 2012). Kerusakan tulang alveolar dapat menyebabkan kehilangan gigi, oleh karena itu intervensi secara klinis seperti tindakan bedah dengan bahan cangkok tulang pada perawatan poket infraboni merupakan langkah wajib dalam membentuk kembali kesehatan jaringan periodontal (Bharadwaj dkk., 2015). Salah satu jenis bahan cangkok tulang yang saat ini sering digunakan adalah tipe aloplastik seperti hidroksiapatit (Ana dkk., 2009). Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral anorganik yang paling banyak terdapat didalam tulang oleh karena itu hidroksiapatit dapat diterima dengan baik oleh jaringan karena tidak menimbulkan peradangan dan menghasilkan pertumbuhan tulang yang baik (Jensen dkk., 2009). Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 memiliki komposisi yang sama dengan jaringan tulang organisme hidup dan memiliki sifat fisik, mekanik, dan lainnya yang serupa. Ini menunjukkan biokompatibilitas tinggi, tidak menimbulkan inflamasi, dan tidak beracun. Oleh karena itu, bahan cangkok yang terbuat dari bahan sintetis Ca10(PO4)6(OH)2 dapat digunakan dalam stomatologi, traumatologi, dan ortopedi untuk regenerasi jaringan tulang (Yarosh dkk., 2001). 1
Sintesis serapan Ca10(PO4)6(OH)2 dipengaruhi oleh pembentukan fase perantara dan fase pseudoapatit dengan perbandingan rasio Ca / P 1:5. Oleh karena itu, efek yang diberikan oleh jumlah reagen yang mengandung kalsium, konsentrasi larutan kerja, ph (tingkat netralisasi), dan suhu pada karakteristik kimia dan kristal dari garam yang dihasilkan memberikan efek penyerapan yang perlahan guna menyediakan kalosium dan fosfat yang digunakan di dalam proses pembentukan biomineralisasi dan proses pembentukan tulang baru. Dikarenakan hidroksiapatit membutuhkan proses dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi, maka dapat menghasilkan kerapatan yang lebih baik dikarenakan berkurangnya porositas. Eksperimen dilakukan pada berbagai parameter proses manufaktur (Yarosh dkk., 2001). Hidroksiapatit sintetis dikenal sebagai salah satu bahan implant yang penting karena mempunyai sifat yang bioaktif, biokompatibel, dan osteokonduktif yang sama dengan mineral tulang alami, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti jaringan keras manusia (Muntamah, 2011). Hidroksiapatit hanya memiliki sifat osteokonduktif sehingga mencampurnya dengan tulang autologous atau graft akan memberikan stimulus osteoinductive (Agarwala dan Baghwat, 2005). Hidroksiapatit itu sendiri memiliki perbedaan struktur, komposisi, kristalinitas, solubilitas, sifat fisik dan mekanik dengan apatit biologis yang terdapat pada tulang (Bayraktar dan Tas, 1999). Kalsium hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 (HA)) dan trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2(TCP)) saat ini diakui sebagai bahan keramik yang secara signifikan mensimulasikan struktur mineralog tulang. Hidroksiapatit dapat diproduksi menjadi berbagai bentuk atau konsistensi. Hidroksiapatit juga tersedia dipasaran dalam berbagai konsentrasi 2
diantaranya 50% dan 95%. Konsentrasi bahan menunjukkan kemurnian kandungan dari suatu bahan cangkok tulang akan mempengaruhi pola penyerapan dari bahan cangkok tulang tersebut. Bubuk biokeramik hidroksiapatit dan TCP dapat disintesis dengan menggunakan teknik seperti co-presipitation atau titrasi asam basa dari larutan berair yang mengandung kalsium nitrat (Ca (NO3)2) dan diammonium hydrogen phosphate ((NH4)2HPO4) sehingga dapat menghasilkan komposisi hidroksiapatit 20% -90% ( keseimbangannya adalah fase TCP) dengan penambahan 10% (Kivrak, 1998). Menurut Overgaard dkk. (1999) tingkat kritalinisasi hidroksiapatit yang rendah (50%) dapat meningkatkan proses penyembuhan dan pertumbuhan jaringan tulang yang baru dibandingkan dengan hidroksiapatit dengan kristalinisasi yang tinggi (75%). Beberapa literatur menyatakan bahwa konsentrasi ideal dari hidroksiapatit adalah 50% karena bahan cangkok tulang lebih mudah untuk diserap dan membantu mempercepat regenerasi tulang alveolar sedangkan konsentrasi hidroksiapatit yang tinggi menyebabkan resorbsi dari bahan cangkok tulang ini menjadi lebih lambat, sehingga proses awal remodelling tulang oleh osteoklas dan osteoblas menjadi lebih lama (Kattimani dkk., 2014). Selama proses remodeling fisiologis, bahan cangkok tulang dengan kandungan hidroksiapatit 95% mungkin mengalami proses degradasi atau remodeling oleh osteoblas dan osteoklas. Dengan kemurnian bahan 95% yang dikombinasikan dengan sifat mikrostruktur yang sangat baik dan kelarutan homogennya, diharapkan dapat memberikan dukungan terbaik untuk proses penyembuhan kerusakan tulang pada jaringan periodontal (Osbone, 2012). Selain itu, ada potensi masalah dalam menggunakan bahan 3
cangkok ini dalam operasi cangkok tulang, termasuk sifat osteoinduktif yang buruk dari penggunaan hidroksiapatit murni (>95%), dan karakteristik biomekanis yang berbeda dari partikel hidroksiapatit dibandingkan dengan cangkokan tulang manusia (Fujishiro dkk., 2009). Sel yang paling banyak berperan dalam pembentukan tulang baru adalah osteoblas. Osteoblas terdapat pada permukaan tulang juga merupakan sel tulang (osteosit) dan bertanggungjawab untuk mensintesis komponen organik pada matriks tulang, yang meliputi kolagen tipe-1, proteoglikan, glikoprotein, dan juga mensintesis enzim alkaline phospatase (ALP) yang dibutuhkan secara lokal untuk mineralisasi osteosit (Yang dan Damron, 2002). Respon terhadap keberhasilan perawatan cangkok tulang dapat diamati melalui peningkatan kadar ALP, yang diambil dari cairan sulkus gingiva. Alkaline phospatase merupakan suatu glikoprotein membran yang diproduksi oleh banyak sel didalam jaringan periodontal, seperti leukosit PMN, osteoblas, dan fibroblas (Perozini dkk., 2010). Aktivitas enzim ALP dianggap sebagai indikator adanya sel-sel osteoblas aktif dari osteoprogenitor, serta aktivitas pembentukan tulang baru (Al-Hijazi dkk., 2014). Penggunaan bahan cangkok tulang dengan konsentrasi hidroksiapatit yang tinggi (95%) menyebabkan resorbsi dari bahan cangkok tulang ini menjadi lebih lambat dan proses awal remodelling tulang oleh osteoklas dan osteoblas menjadi lebih lama (Kattimani dkk., 2014) dan memiliki sifat solubilitas yang rendah tersebut yang ternyata dapat menimbulkan efek negatif, yaitu menghambat laju regenerasi tulang (Widyastuti, 2009 ; sit. Porter dkk., 2005) sehingga peneliti ingin melihat efektivitas dari bahan cangkok tulang yang mengandung bahan hidroksiapatit 50% 4
dan 95% pada perawatan poket infraboni dengan kajian pada kadar alkaline phospatase (ALP) cairan sulkus gingiva. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah terdapat perbedaan efektifitas bahan cangkok tulang hidroksiapatit 50% dengan 95% pada perawatan poket infraboni berdasarkan kadar alkaline phospatase cairan sulkus gingiva? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas bahan cangkok tulang hidroksiapatit 50% dengan 95% pada perawatan poket infraboni berdasarkan kadar alkaline phospatase cairan sulkus gingiva. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1 Memberi informasi ilmiah tentang perbedaan efektivitas bahan cangkok tulang hidroksiapatit 50% dan 95% pada perawatan poket infraboni, dengan kajian pada kadar alkaline phospatase cairan sulkus gingiva. 2 Memberikan referensi guna penelitian mengenai hidroksiapatit lebih lanjut di masa mendatang. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan sebelumnya mempelajari perbandingan efek penulangan antara penggunaan bahan cangkok tulang yang mengandung hidroksiapatit dengan bahan cangkok tulang yang tidak mengandung hidroksiapatit 5
seperti : A Clinical Comparison of non-crystaline hydroxyapatite (Ostim) and Autogenous Bone Graft in The Treatment of Periodontal Intrabony Defects (oleh Chitsazi dkk.,2011), dengan hasil: Dari kelompok pertama terlihat adanya perbaikan yang signifikan secara statistik pada jaringan lunak dan keras setelah 6 bulan kecuali pada margin gingiva dan tulang alveolar. Tetapipada kelompok berbeda setelah 6 bulan perbaikan tidak signifikan secara statistik apabila dilihat dari pengukuran jaringan lunak dan keras. Penelitian lainnya membahas : Comparative evaluation of bovine derived hydroxyapatite and synthetic hydroxyapatite graft in bone regeneration of human maxillary cystic defects: a clinico-radiological study (oleh : Kattimani dkk.,2014), dengan hasil: Pada akhir minggu ke 24, kerusakan tulang yang telah dicangkok tulang secara radiologis dan statistik memperlihatkan pembentukan tulang yang hampir sama. Namun, pembentukan tulang dan margin pada area operasi berubah pada 1 minggu sampai dengan 1 bulan pertama. Hasilnya signifikan dan berhubungan dengan semua parameter yang diteliti dengan cangkok tulang pada awal pembentukan tulang. Namun, pembentukan tulang itu berbeda pada kelompok BHA dan SHA pada interval p value yang signifikan bulan ke-3. Penelitian kadar alkaline phospatase dalam cairan sulkus gingiva pada terapi poket infraboni dengan menggunakan sesama bahan cangkok tulang yang mengandung hidroksiapatit dengan konsentrasi yang berbeda sejauh penulis ketahui belum pernah dilakukan. 6