BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan indera penglihatan merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas hidup seseorang. Mata yang sehat akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan, produktivitas, kemandirian, kemajuan, serta kesejahteraan lahir dan batin. Apabila terjadi gangguan pada mata maka kualitas hidup seseorang akan menurun karena bisa menyebabkan gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Wahyudi dan Rinayati, 2013). Gangguan penglihatan ringan sampai dengan kebutaan dapat terjadi pada segala macam usia. Secara umum terdapat dua hal penyebab kelainan pada mata yang mengakibatkan gangguan pada penglihatan. Pertama, karena adanya kelainan pada refraksi meliputi miopi, hipermetropi, presbiopi dan astigmatisme. Kedua, adanya kelaianan organik yang menyebabkan terjadinya glaukoma, katarak, dan penyakit mata lainnya (Wahyudi dan Rinayati, 2013). Katarak merupakan penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan terbanyak di dunia. Jumlah katarak yang mengakibatkan kebutaan reversibel melebihi 18 juta (48%) dari 38 juta penderita kebutaan di dunia (Jiang et al., 2012). Diperkirakan angka tersebut akan terus meningkat tiap tahunnya meski sebenarnya kebutaan akibat katarak dapat dicegah dan diobati (Harper et al., 2007). Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat maupun 1
2 faktor ekonomi yang mengakibatkan masyarakat tidak mampu melakukan operasi katarak (RISKESDAS, 2013). Katarak merupakan suatu kelainan pada lensa, dimana lensa keruh mengakibatkan gangguan pada penglihatan mulai dari pandangan kabur sampai dengan kebutaan (Lu et al., 2012). Sekitar 80% dari seluruh kejadian katarak dikaitkan dengan usia. Insidensi terjadinya katarak meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Hal ini berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi di dalam lensa (Jiang et al., 2012). Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun (Ilyas, 2010). Terdapat dua mekanisme utama terjadinya katarak, yaitu: adanya faktor genetik yang menyebabkan perubahan pada lensa dan adanya stres oksidatif yang menyebabkan kerusakan pada protein lensa hingga mengakibatkan terjadinya kekeruhan (Jiang et al., 2012). Prevalensi katarak di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional sebesar 1,8%. Angka ini meningkat dari tahun 2001 yaitu 1,2% berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001. Hal ini diduga berkaitan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia yang meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita katarak berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut (Hasmeinah et al., 2012). Meski demikian, sekitar 16% sampai dengan 22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun (Tana et al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa katarak yang biasanya terjadi pada lansia ternyata dapat
3 muncul ketika usia dewasa muda sampai dengan usia 60 tahun yang disebut sebagai katarak presenil. Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya katarak presenil yaitu Diabetes Mellitus sebesar 26%, miopi derajat tinggi 16,1%, merokok 15%, paparan logam 3,1%, dermatitis atopik 2% dan sisanya 37,8% karena idiopatik (Rahman et al., 2011). Peningkatan kejadian katarak presenil secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas merokok secara aktif. Menghisap dua puluh batang rokok atau lebih per hari dapat meningkatkan sedikitnya dua kali terjadinya katarak tipe nuklear dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok (Kelly et al., 2005). Faktor risiko katarak meningkat seiring dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap tiap hari sehingga tingkat keparahan penyakit katarak jauh lebih tinggi pada perokok berat dibandingkan dengan perokok ringan (Lindblad et al., 2014). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit katarak baik presenil maupun senil. Sehubungan dengan hal tersebut dilakukan penelitian apakah terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian penyakit katarak presenil pada pasien katarak di Surakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian penyakit katarak presenil pada pasien katarak di
4 Surakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian penyakit katarak presenil pada pasien katarak di Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. AspekTeoritik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti ilmiah mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian penyakit katarak presenil pada pasien katarak. 2. AspekAplikatif Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Rumah Sakit Untuk menambah informasi bagi tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian katarak presenil pada pasien katarak sehingga dapat dijadikan dasar melakukan promosi kesehatan untuk tidak merokok sebagai suatu upaya preventif terjadinya katarak. b. Perokok Diharapkan masyarakat yang aktif mengonsumsi rokok menjadi sadar akan bahaya rokok dan segera berhenti agar tidak
5 terkena penyakit katarak presenil. c. Mahasiswa Untuk menambah pengetahuan tentang hubungan antara merokok dengan kejadian katarak presenil pada pasien katarak bagi mahasiswa sehingga dapat dikembangkan dan dipelajari lebih lanjut.