RESPON PERTUMBUHAN ANAK ITIK JANTAN TERHADAP BERBAGAI BENTUK FISIK RANSUM (GROWTH RESPONSE OF MALE DUCK RESULTING FROM DIFFERENT SHAPE OF RATIONS) Dedi Rahmat Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Abstrak, Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan anak itik jantan terhadap berbagai bentuk fisik Pada penelitian ini digunakan metode eksperimental. Itik yang digunakan sebanyak 80 ekor, dibagi menjadi empat kelompok masing masing diberi ransum berbentuk crumble,pellet,mash dan pasta.hasil penelitian diperoleh bahwa pada ransum pasta dan mash pertambahan bobot badan itik paling tinggi.model kurva pertumbuhan untuk setiap ransum adalah: Crumbel Y = 122,17 + 35,36 X + 2,80 X 2 0,023 X 3 Pelet Y = 113,58 + 20,40 X + 5,23 X 2 0,110 X 3 Mash Y = 129,01 +1,69 X + 21,06 X 2 1,40 X 3 Pasta Y = 51,71 + 102,87 X - 9,50 X 2 + 1,11 X 3 Abstract The aim of this research was to predict growth response of male duck resulting from different shape of ration. The research used experimental design with 80 male ducks and four blocks fed with different shape of ration comprasing crumble, mash, pellet and paste. The result showed that paste and mash resulted in the best gain. The curve models were : Crumble Y = 122.17 + 35.36 X + 2.80 X 2 0.023 X 3 Pelet Y = 113.58 + 20.40 X + 5.23 X 2 0.110 X 3 Mash Y = 129.01 +1.69 X + 21.06 X 2 1.40 X 3 Paste Y = 51.71 + 102.87 X 9.50 X 2 + 1.11 X 3 Key word : growth response, shape of ration Pendahuluan Di Indonesia itik umumnya dipelaihara sebagai penghasil telur, usaha yang mengarah ke ternak potong dewasa ini masih jarang, meskipun minat masyarakat akan daging itik mulai banyak. Sebagai produk sampingan dari penetasan itik untuk menghasilkan anak-anak itik betina sebagai bibit penghasil telur, anak-anak itik jantan merupakan suatu potensi penghasil daging unggas lokal, dimana jumlah proporsi alami dari anak itik jantan ini sama dengan jumlah anak itik betina yang dihasilkan. Salah satu upaya untuk membuat itik local jantan menjadi ternak penghasil daging, maka system pemeliharaannya harus berorientasi kearah sitem
pemeliharaan intensif. Sebagai konsekwensinya peternak harus menyediakan ransum yang memadai karena itik tidak dapat mencari makan sendiri seperti pada pemeliharan ekstensif. Pada keadaan demikian peternak menghadapi masalah mengenai pola penyusunandan cara pemberian ransum ransum yang tepat, guna menekan biaya produksi. Ternak itik mempunyai bentuk paruh, cara mengambil makanan dan kebiasaan makan yang berbeda dengan ternak ayam. yang dikonsumsi oleh ternak itik akan masuk langsung kedalam proventiculus,oleh sebab itu pola kebiasaan makan pada itik adalah itik akan selalu mengkonsumsi ransum yang disertai dengan air minum, cara makan yang demikian akan banyak makanan yang belum sempat ditelan tercecer ke dalam air minum. Untuk menghindari banyaknya makanan yang tercecer perlu dicari bentuk fisik ransum itik yang cocok sehingga pemberian ransum menjadi efisien dengan menghasilkan pertumbuhan yang maksimal. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental,menggunakan 120 ekor itik jantan umur 2 minggu yang mempunya bobot badan seragam (koefisien variasi 7,14%). Secara acak itik tersebut ditempatkan dalam petak 20 petak kandang, sehingga setiap kandang berisi 4 ekor untuk memudahkan pengontrolan dan pengumpulan data setiap itik diberi nomor. yang digunakan terdiri atas empat macam bentuk ransum, yaitu ransum bentuk Pelet (Rpl), ransum bentuk mash (Rm), ransum bentuk crumble (Rc) dan ransum bentuk pasta (Rpt). Keempat ransum tersebut memiliki kandungan protein dan energy yang sama sebesar 19% protein dengan energy metabolis 3800 Kkal/kg. Untuk mengetahui pengaruh bentuk fisik ransum terhadap pertambahan bobot badan dianalisis dengan Analisis Ragam, kemudian diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Gaspersz, 1992). Model kurva pertumbuhan dianalisis menggunakan program SPSS 10.0 dengan tahapan sebagai berikut : 1. Dibuat tebaran data, kemudian dicari model fungsi penduga yang paling mendekati tebaran data tersebut. 2. Memilih model terbaik dengan melihat koefisien determinasi (R 2 ) dan dugaan kuadrat tengah sisa (s 2 ) dari masing-masing model.
Hasil dan Pembahasan Pertambahan bobot badan Untuk mengetahui pertumbuhan itik, dilakukan penimbangan bobot badan setiap minggu. Rata-rata pertambahan bobot badan itik selama delapan minggu penelitian atau sampai itik 10 minggu dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan Itik selama Penelitian Ulangan Crumbel Pelet Mash Pasta.................... gram.................... 1 514.50 447.20 647.96 730.55 2 426.95 503.75 510.56 672.50 3 513.90 478.40 585.63 662.00 4 542.40 461.40 489.17 563.95 5 489.50 522.50 761.00 802.65 Total 2487.25 2413.25 2994.32 3431.65 Rata-rata 497.45 482.65 598.86 686.33 Untuk mengetahui pengaruh bentuk fisik ransum terhadap pertumbuhan bobot badan itik, dilakukan analisa keragaman, hasil uji jarak berganda Duncan dapat dilihat pada table 2. Tabel 2. Uji jarak berganda Duncan Pengaruh BentukFisik terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik. Bentuk Fisik Rata-rata Significancy (0.05) Crumbel 497.45 a Pelet 482.65 a Mash 598.86 b Pasta 686.33 b Dari table 2, tampak bahwa bentuk ransum mash dan pasta menghasilkan pertambahan berat badan lebih tinggi dari pada bentuk ransum pellet atau crumble. Antara bentuk mash dan pasta tidak berbeda nyata, demikian pula antara pellet dan crumble. Pada bentuk pasta ransum lebih mudah dimakan sehingga jumlah ransum yang dikunsumsi menjadi lebih banyak. Hasil ini sejalan dengan pendapat Reddy et al. (1980), bahwa pada bentuk pasta jumlah ransum yang dikonsumsi akan lebih banyak. Jika konsumsi ransum banyak maka kebutuhan akan zat-zat makanan terpenuhi sehingga pertumbuhannya akan lebih baik.
Model kurva pertumbuhan Dalam mempelajari pertumbuhan ternak, pemakaian model matematika sangat membantu untuk memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan (Natasasmita, 1978). Pada pendugaan model pertumbuhan bobot badan tersebut, bobot badan merupakan peubah tidak bebas dan waktu pengmatan (umur dalam minggu) merupakan peubah bebas. Pemilihan spesifikasi model yang baik untuk kurva pertumbuhan bobot badan itik yang diamati digunakan program SPSS 10.. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan model regresi yang terbaik adalah nilai koefisien determinan (R 2 ) dan dugaan ragam atau kuadrat tengah sisa (S 2 ). Makin dekat nilai R 2 kesatu dan makin kecil S 2 maka model makin baik (Ostle and Mensing, 1974; Weisberg, 1980). Berdasarkan hasil analisis tersebut model regresi yang cocok adalah fungsi kubik dengan model matematika sebagai berikut : Tabel 3. Persamaan Regresi Model Kurva Pertumbuhan Itik Pada Berbagai Bentuk Fisik. Persamaan Regresi R 2 Crumbel Y = 122.17 + 35.36 X + 2.80 X 2 0.023 X 3 0,998 Pelet Y = 113.58 + 20.40 X + 5.23 X 2 0.110 X 3 0,997 Mash Y = 120.01 + 1.69 X + 21.06 X 2 1.40 X 3 0,978 Pasta Y = 51.71 + 102.87 X - 9.50 X 2 + 1.11 X 3 0,999 Dari table 3, tampak bahwa koefisien determinasi persamaan regresi seluruhnya mendekati 1. Draper dan Smith (1996) menyatakan bahawa apabila R 2 sama dengan 1 peubah bebas dalam regresi dapat menerangkan sepenuhnya keragaman peubah tidak bebasnya. Dengan demikian regresi diatas dapat dipergunakan sebagai model kurva pertumbuhan itik jantan sampai umur 10 minggu pada berbagai bentuk fisik ransum. Kurva regresi pada masing-masing bentuk fisik ransum dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Itik pada Berbagai Bentuk Fisik Laju Pertumbuhan. Untuk mencari laju pertumbuhan bobot badan setiap periode umur didapatkan dengan jalan mencari turunan pertama atau mendiferensialkan model pertumbuhan. Model pertumbuhan yang didapatkan adalah : Y = b 0 + b 1 X + b 2 X 2 + b 3 X 3 dengan demikian laju pertumbuhannya adalah : Dy/dx = b 1 + 2b 2 X + 3b 3 X 2 Hasil perhitungan dugaan laju pertumbuhan pada setiap periode umur untuk keempat macam bentuk fisik ransum tertera pada table 4. Dari table 4, dapat ditunjukan bahwa pertumbuhan itik sampai umur 10 minggu pada setiap bentuk fisik ransum mempunyai pola yang sama yaitu laju pertumbuhan masih mempunyai kecenderungan menaik.
Tabel 4. Dugaan Laju Pertumbuhan Hasil Diperensian Model Pertumbuhan Itik pada Bentuk Crumbel, Pelet, Mash dan Pasta. Umur (minggu) Crumbel Pelet Mash Pasta.................... gram.................... 2 40.88 30.42 38.21 88.31 3 43.58 35.10 52.27 84.36 4 46.24 39.56 63.53 82.63 5 48.86 43.80 71.99 83.12 6 51.44 47.82 77.65 85.83 7 53.98 51.62 80.51 90.76 8 56.48 55.20 80.57 97.91 9 58.94 58.56 77.83 107.28 10 61.36 61.70 72.29 118.87 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Respon Pertumbuhan Anak Itik Jantan terhadap Berbagai Bentuk Fisik, dapat diambil kesimpulan : 1. Pertumbuhan bobot badan itik yang diberi ransum pasta dan mash nyata lebih baik dari pertambahan bobot badan itik yang diberi ransum crumble dan pellet. 2. Model kurva pertumbuhan terbaik untuk bobot badan pada itik yang diberi ransum : Crumbel Y = 122.17 + 35.36 X + 2.80 X 2 0.023 X 3 Pelet Y = 113.58 + 20.40 X + 5.23 X 2 0.110 X 3 Mash Y = 120.01 + 1.69 X + 21.06 X 2 1.40 X 3 Pasta Y = 51.71 + 102.87 X - 9.50 X 2 + 1.11 X 3 3. Laju pertumbuhan itik jantan sampai umur sepuluh minggu masih mempumyai kecenderungan menaik. Daftar Pustaka Draper, NR and H Smith. 1969. Applied Regression Analysis. Jhon Willey & Son. New York Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung. Natasasmita, A. 1978. Body Composition of Swam Buffalo (Bubalus bubalis) A Study of Developmental Growth and of Sex Differences. PhD Thesis. University of Melbourne. Melbourne Australia. Ostle, B and R.W. Mensing. 1974. Statistic in Research. The Iowa State University Press.
Reddy, M.S., V.R. Reddy and P.M. Reddy. 1980. Studies on Protein and Energy Requirements in Khaki Campbell Duclings. Indian.J.of Poultry Sci. 15:233 Weisberg, S. 1980. Apllied Linear Regression. Jhon Willey & Sons. New York.