BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

P E N D A H U L U A N

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penganutnya. Indonesia merupakan negara penganut budaya Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

ABSTRAK PERANAN PUNGUAN PARSAHUTAON DALAM PELESTARIAN SISTEM KEKERABATAN PADA MASYARAKAT BATAK PERANTAU

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah konflik sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batakyang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB IV ANALISIS LAHATOL SEBAGAI NILAI PEREKAT SOLIDARITAS MASYARAKAT HARIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

ANGGARAN DASAR (AD) PUNGUAN NAPOSOBULUNG SAGALA RAJA BORU DOHOT BERE SE - JAKARTA BOGOR DEPOK TANGERANG DAN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB I PENDAHULUAN. hanya akan mendapat hak waris bergerak seperti emas, perhiasan atau

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini adalah penelitian mengenai eksistensi buruh Batak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari pulau. Indonesia juga merupakan negara yang beragam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

Transkripsi:

BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU Mengacu pada temuan hasil penelitian maka dalam bab ini akan membahas secara khusus dalihan na tolu dalam perspektif konseling multikultural. 4.1.1 DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL A. Asal Usul Setiap individu atau kelompok selalu ingin bermakna dalam kehidupannya. Dalam kehidupan yang bermakna seseorang akan merasa dibutuhkan dan membutuhkan orang lain sehingga keberadaanya berharga. Bagi masyarakat suku Batak Toba sikap keterkaitan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya tergambar dalam pemahaman masyarakat suku Batak Toba mengenai muljadi na bolon. Mulajadi na bolon merupakan kepercayaan masyarakat suku Batak Toba pada zaman dulu. Dimana mulajadi na bolon dipercayakan sebagai sesuatu kekuatan yang kuat yang berasal dari alam semesta dan turun sebagai pengontrol kehidupan masyarakat suku Batak Toba. Eksistensi ini menjadikan totalitas keterkaitan antara hubungan masyarakat suku Batak Toba dengan kepercayaan kepada mulajadi na bolon dianggap dapat dan bisa memperbaikin kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu dengan melihat kondisi semacam ini maka kebudayaan mulajadi na bolon inilah yang dapat menyelesaikan problema dalam masyarakat suku Batak Toba baik di kampung halaman maupaun di perantauan. Pemikiran ini sejalan dengan konsep multikultural dimana menurut robinson bahwa multikultural hadir dalam bingkai perbedaan budaya antara masyarakat yang dilatarbelakangi dengan adanya suatu masalah yang ada dalam masyarakat mengenai budaya dan juga orangorang yang berkuasa saat itu. karena pemahaman mengenai multikultural ini dilatarbelakangi dengan adanya paham-paham yang dapat menimbulkan pergesekan-pergesekan dalam kehidupan sosial yaitu salah satunya pemahaman akan pikiran, ucapan, dan tingkah laku setiap individu dan kelompok masyarakat 1 Hal inilah yang menjadikan mulajadi na bolon sebagai kebudayaan yang turun dalam kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba sebagai adat kebudayaan yang dapat mengatur dan mengontrol kehidupan sosial masyarakat suku 1 Robinson, F. P. (1953). Guidance for all: In principle and in practice. 500-504. 66

Batak Toba atau masyarakat menyebutnya sebagai adat kebudayaan dalihan na tolu. Jika dilihat dari perspektif konseling multikultural dimana konsep realitas dipahami sebagai cara individu atau kelompok masyarakat memahami budaya dengan cara yang berbeda-beda baik itu dalam ide, konsep, dan pikiran menyertai langkah pemahaman akan konsep realitas dalam kehidupan manusia. 2 Mengapa demikian hal ini ingin menunjukkan bahwa mulajadi na bolon dipahami masyarakat Batak Toba sebagai bentuk dan tindakan dari keyakinan dalam diri seseorang yang diekspresikan ke dalam kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba seperti hulahula, dongan tubu, dan boru. Ketiga nilai budaya sosial dalam masyarakat ini menunjukkan hubungan keterkaitan antara manusia dengan sang pencipta melalui kebudayaan dalihan na tolu yang begitu ada dan melekat dalam kehidupan manusia. Dari hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal cukup memahami mulajadi na bolon sebagai bentuk penghormatan masyarakat suku Batak Toba kepada sang pencipta melalui pemahaman akan dalihan na tolu. Dimana dalihan na tolu dipercayakan dulu hingga saat ini sebagai tatanan kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Dengan demikian menurut penulis bahwa kebudayaan adat dalihan na tolu dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal tidak hanya dianggap sebagai kebudayaan yang diciptakan oleh manusia semata, melainkan kebudayaan dalihan na tolu ini dipahami masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal sebagai perwujudan dari sang pencipta yaitu mulajadi na bolon turun dalam kehidupan masyarakat sosial sebagai hulahula, dongan tubu, dan boru. Hal ini sejalan dengan konsep memahami diri sebagai aspek kultur dasar dimana konsep ini menekankan pada pemahaman individu atau kelompok masyarakat mengenai arti dan makna dari kebudayaan tersebut. Pemahaman tersebut dipahami berdasarkan kebutuhan, nilai, dan hubungan sosial dalam individu, keluarga, dan masyarakat. 3 Dapat dipahami bersama bahwa pemahaman akan setiap individu, keluarga, dan kelompok masyarakat bersama-sama mengetahui dan memahami nilai-nilai dari kebudayaan yang ada. Dengan adanya kesadaran akan memahami kebudayaan maka konsep dan nilainilai kebudayaan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Demikian halnya dengan kebudayaan adat Dalihan na tolu ini juga menekan pada aspek hubungan antara individu, keluarga, maupun kelompok masyarakat suku Batak Toba, agar hubungan 2 McLeod, Jhon. Pengantar Konseling, Teori dan Study Kasus. Kencana Cet.3.2010. 277 3 Landrine dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, 277,278. 67

tersebut dapat saling menjaga dan mempertahankan keutuhan suatu hubungan kekeluargaan yang di dasari kepercayaan masyarakat kepada mulajadi na bolon. Karena jika seseorang tidak memaknai mulajadi na bolon sebagai Tuhan yang disembah masyarakat suku Batak Toba, maka setiap manusia pun tidak dapat memaknai hubungan antar sesamanya. Dengan tidak memaknai hubungan terhadap sesama manusia itu maka yang terjadi adalah benturanbenturan yang kuat dalam konteks kehidupan sosial dimana benturan-benturan dapat terjadi di setiap segi kehidupan baik dalam setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Menurut penulis ketika seseorang tidak memahami dalihan na tolu sebagai identitas budaya nya maka, setiap individu, keluarga atau kelompok akan menghadapi permasalahan tersebut dengan cara mengekspresikan diri dalam tingkah laku manusia sebagai suatu ancaman dalam menjaga keutuhan hubungan dalam masyarakat. Untuk itu dalam menjaga keutuhan hubungan individu, keluarga, dan kelompok masyarakat, maka hal yang sangat dibutuhkan memahami akan nilai-nilai budaya. Dimana nilai-nilai budaya dalam dalihan na tolu mengingatkan kembali pentingnya kebersamaan dan solidaritas antara satu sama lain demi mewujudkan perdamian dan keindahan dalam bingkai kebudayaan dalihan na tolu. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan filosofi dari dalihan na tolu adalah mulajadi na bolon karena pemahaman dalihan na tolu muncul ketika masyarakat memahami mulajadi na bolon menjadi kepercayaan yang tertinggi dalam kehidupan manusia, maka hal yang perlu dilakukan setiap manusia dalam kehidupannya yaitu mengasihi, melindungi, dan mengayomi setiap masyarakat yang ada. Dengan demikian wujud tersebut dapat dilihat dalam tindakan dan fungsi struktur dalihan na tolu sebagai tatanan kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba berlandaskan pada hulahula, dongan tubu, dan boru. B. Pemaknaan Dalihan Na Tolu Dalihan na tolu merupakan cara orang Batak Toba untuk berelasi dan bersikap kepada setiap lapisan elemen masyarakat suku Batak Toba baik itu di desa maupun dikota. Dengan seiring laju perkembangan zaman penilaian akan adat seketika berubah. Dulu adat dipandang sebagai hal yang penting untuk mengatur kehidupan masyarakat suku Batak Toba. Melalui adat, nilai-nilai kemanusiaan menjadi suatu keterikatan dalam budaya sehingga adat menjadi penting dalam masyarakat. Pada saat ini terjadi pergeseran akan nilai karena harta, status sosial, dan kepintaran, sudah menjadi tolak ukur baik hidup dan sukses seseorang. Dari aspek konseling multikultural hal ini dapat dilihat dalam segi kontruksi moral dimana ini mengenai prinsip moral yang ada dalam pemahaman manusia yang menjunjung 68

tinggi pada nilai moral seperti pencapaian, otonomi, independen, dan rasionalitas. 4 Yang dimaksud disini adalah ketika setiap manusia mempunyai moral dalam hidupnya maka yang terbentuk dalam pemikiran setiap individu, keluarga, dan kelompok masyarakat adalah berlomba-lomba untuk mencapai kesuksesan tersebut dengan bekerja keras dan berokus pada kesejahteraan kehidupan masyarakat sebagai landasan pencapaian individu, keluarga, dan kelompok terhadap apa yang mereka kerjakan dan hal itu dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian ketika masyarakat Batak Toba memahami dalihan na tolu sebagai kebudayaan maka, pembentukan moral seseorang pun dapat dilihat dari kepatuhan, kehormatan, dan sikap masyarakat suku Batak Toba terhadap kebudayaan dalihan na tolu. Dalam adat Dalihan na tolu adapun nilai-nilai adat yang dipercayakan mempunyai keterkaitan erat dengan hubungan adat kebudayaan dalihan na tolu dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal yaitu: Kekerabatan (hubungan kasih, kerukunan antar sesama masyarakat), Religi (hubungan kepercayaan agama tradisional maupun agama Kristen), Hagabeon (keturunan), Hasangapon (kemuliaan), Hamuraon (kekayaan), Hamajuon (kemajuan dan perkembangan), Hukum patik dohot uhum (aturan dan hukum), Pengayoman (pengayom atau perlindungan), Konflik. kesembilan nilai adat budaya Batak ini sangat memiliki keterkaitan dengan kebudayaan dalihan na tolu. kesembilan nilai adat budaya ini juga merupakan ketentuan yang dipatuhi oleh masyarakat suku Batak Toba baik itu di kampung halaman maupun diperantauan sebagai pengenalan identitas budaya masyarakat suku Batak Toba. Jika dilihat kesembilan nilai budaya ini dalam perspektif konseling multikultural Sue dan sue ingin mengatakan bahwaa norma, aturan dan nilai yang ditentukan budaya sebagaimana mestinya dapat dipatuhi oleh masyarakat. Dengan cara mematuhi nilai, norma, yang berlaku dalam budaya maka proses pengenalan dan pemahaman akan identitas budaya dalam diri individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dapat terpenuhi dalam konteks sosial. 5 Untuk itu sikap atau keyakinan dan juga pemahaman masyarakat suku Batak Toba terhadap kebudayaan dalihan na tolu diartikan sebagai penyejuk sosial. penyejuk sosial disini merupakan pemeriksaan diri dari sikap dan perasaan yang terkait dengan perbedaan budaya 4 McLeod, Jhon. Pengantar Konseling, Teori dan Study Kasus. Kencana Cet.3.2010. 279. 5 Sue, D. W., & Sue, D. (2008). Counseling the culturally diverse: Theory and practice (5th ed.). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons Inc. 69

yang ada dalam lingkup sosial masyarakat suku Batak Toba. Jadi masyarakat suku Batak Toba dalam memahami kesembilan nilai adat budaya yang berkaitan dengan kebudayaan dalihan na tolu ini sebagai wujud akan kesadaran diri masyarakat suku Batak Toba terhadap nilai-nilai adat budaya yang ada. Dengan memahami kesadaran budaya maka nilai-nilai budaya yang ada dalam dalihan na tolu dan terdapat pada kesembilan nilai adat tersebut menjadikan bentuk sikap dan keyakinan dari individu dan kelompok memahami dalihan na tolu tidak hanya kebudayaan semata melainkan sebagai tatanan kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba. Menurut penulis, dari hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa adat merupakan sesuatu pola keseharian manusia dimana bentuk pola tingkah laku keseharian tersebut yang didapatkan melalui aturan-aturan, norma-norma, nilai-nilai adat budaya yang ada dan dibentuk dan dilaksanakan di setiap komponen masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Maka dari itu adat dibentuk dan melahirkan nilai-nilai budaya yang dapat menjadikan pedoman kehidupan masyarakat seperti halnya dari sembilan nilai adat budaya yang berkaitan erat dengan dalihan na tolu memungkinkan tiga nilai seperti hamuraon, hagabeon, hasangapon merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal maupun di perantauan yang dijadikan sebagai nilai-nilai inti dari budaya Batak Toba sebagai acuan kesadaran diri terhadap identitas budaya dalihan na tolu itu sendiri. C. Pelaksanaan Dalihan Na Tolu Dalihan na tolu dalam masyarakat suku Batak Toba dapat dilihat dalam tradisi adat perkawinan. Dimana tradisi ini biasanya dilakukan dalam situasi sukacita maupun dukacita. Tradisi adat perkawinan merupakan bentuk sikap solidaritas masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam mewujudkan sikap berkerjasama, tolong-menolong serta memberikan sumbangan dalam bentuk material maupun sumbangan bagi berlangsungnya kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam bingkai adat kebudayaan dalihan na tolu. Pemahaman satu rasa atau memiliki rasa yang sama dapat dimengerti dalam tindakan saling tolong-menolong dan saling berkerjasama. Dimana tindakan ini dilakukan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal sesuai dengan tugas dan tanggungjawab nya dalam adat. Bentuk saling tolong menolong tersebut dapat dilihat dari konseling multikultural sebagai tindakan empati. Dimana menurut Engel empati adalah perasaan yang mendalam untuk memahami dunia orang lain. Dan juga empati memungkinkan orang bukan hanya dapat mengenal, 70

memahami, dan merasakan orang lain dalam masalahnya, serta seperasaan dengan mereka. 6 Konteks masyarakat suku Batak Toba dalam memahami tradisi adat perkawinan dan kelahiran begitu penting tidak hanya menyangkut hubungan pasangan laki-laki dan perempuan saja melainkan empati yang dimaksud disini adalah keinginan bersama dalam tujuan yang sama yaitu menyatukan komponen keluarga untuk bergabung dan menjalin ikatan hubungan kekeluargaan. Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam pelaksanaan adat perkawinan sudah terlihat baik dimana hulahula, dongan sabutuha, dan boru bekerjasama dan saling tolong menolong hal ini dikarenakan hulahula mempunyai hubungan keterkitan kepada boru. Hubungan keterkaitan tersebut menunjukkan kekuatan hubungan yang tak terpisahkan dimana hula-hula dan boru ini bersama-sama, sehati dan seperasaan menjalankan tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan adat perkawinan. Begitu juga dengan dongan tubu bersama-sama dengan hulahula dan boru mensukseskan adat perkawinan yang dilandaskan sebagaimana fungsinya adat dalihan na tolu dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Adapun wujud kebersamaan tersebut dalam adat perkawinan dimana hulahula sebagai pemberi berkat dimana, ketika melangsungkan acara adat perkawinan hendaknya hulahula memberikan makna yaitu dengan menumpahkan beras dengan menggunakan tangan ke atas kepala kedua mempelai yang menikah dengan tujuan agar pernikahan yang baru ini selalu diberkati dan hidup dalam kedamaian. Makna menumpahkan beras diatas kepala ini juga dipahami sebagai bentuk harapan hulahula, dongan tubu dan boru agar kiranya pernikahan tersebut tidak hanya menyatukan laki-laki dan perempuan saja melainkan mengikat seluruh keluarga dalam balutan kebahagiaan yang ada. Selanjutnya dalihan na tolu dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dapat dilihat didalam adat kelahiran. Dimana tradisi ini menyambut kelahiran seorang anak. Dalam masyarakat suku Batak Toba adat kelahiran merupakan yang di idam-idam kan bagi setiap masyarakat suku Batak Toba. Dengan adanya kelahiran maka sewajibnya setiap orangtua mengundang pihak hulahula untuk hadir bersama-sama menyabutkan kehadiran seorang anak tersebut. Empati yang ada dalam hulahula, dongan tubu, dan boru ini menujukkan bahwa rasa kepedulian, kasih sayang, dan kewajiban menjalankan kebudayaan dalihan na tolu sebagaimana hulahula, dongan tubu,dan boru bersama-sama mensukseskan adat kelahiran. Hal ini selaras dengan apa yang dikemukan oleh Ibrahim menyatakan empati sebagai suatu 6 J.D.Engel.2007. Konseling Suatu Fungsi Pastoral. Tisara Grafika: Salatiga. 64. 71

hal yang sensitif dalam lingkar kebudayaan, dimana konselor menunjukkan rasa empati melalui pendekatan secara kebudayaan. 7 Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat suku Batak dikota Tegal sudah cukup baik dalam menjalankan adat kebudayaan dalihan na tolu. hal ini terlihat di dalam adat kelahiran. Dimana hulahula, dongan sabutuha, dan boru menjalakan perannya. Peranan tersebut terlihat sebagaimana hulahula memberikan kepada keluarga yang memiliki anak tersebut dengan membawa ikan emas sebagai bentuk penyambutan seorang anak yang lahir kedunia. Dan juga simbol ikan emas ini sebagai ungkapan rasa kebersamaan dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal baik itu hulahula, dongan tubu dan boru sama-sama menyambut kelahiran seorang anak tersebut dengan penuh kasih sayang dan harapan kelak anak tersebut menjadi anak yang dapat membanggakan kedua orangtuanya. Dengan demikian menurut penulis bahwa pelaksanaan adat dalihan na tolu dalam pelaksanaan perkawinan dan kelahiran sama-sama memiliki rasa empati yang tinggi dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal, dimana rasa tersebut terdapat dalam nilai kebersamaan yang terdapat dalam peranan hulahula, dongan tubu, dan boru bersamasama memiliki rasa dan tujuan yang sama yaitu sama-sama menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal maupun yang ada ditempat lainnya. Jadi menurut penulis bahwa pelaksanaan dalihan na tolu ini tidak hanya dalam upacara-upacara adat saja tetapi dalihan na tolu ini hidup dan berakar dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dimana pun mereka berada. D. Dalihan Na Tolu Sebagai Hubungan Persaudaraan Pada hakekatnya setiap manusia memiliki hubungan sosial antar sesama manusia dengan baik. Hubungan tersebut terlihat sebagaimana manusia mempunyai rasa sikap menghargai antar sesama manusia dimulai sejak kanak-kanak hingga dewasa, maka ditanamkan hubungan kekerabatan yang terus menerus dilakukan dalam membangun relasi terhadap sesama. hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh harahap mengatakan bahwa suatu hubungan dapat terbentuk didasarkan pada sistem kekerabatan yang telah di sosialisasikan kepada anak sejak seorang anak mulai mengenal lingkungannya yang paling 7 Ibrahim, F. A. (1991). Contribution of worldview to generic counseling and development. Journal of Counseling and development, 70,13-19. 72

dekat seperti ibu, ayah, saudara-saudaranya. 8 Mengapa demikian karena suatu hubungan dapat terbentuk dari lingkungan keluarga yang memperkenalkan nilai dan sikap yang nantinya dapat berhubungan langsung dengan sesama melalui sistem kekerabatan yang sudah terbentuk atau yang disebut dengan ikatan hubungan darah. Masyarakat suku Batak Toba mengenal dengan istilah marga sebagai cara masyarakat dapat berhubungan baik dengan lingkungannya sejak kecil hingga dewasa. Upaya tersebut ditanamkan agar setiap individu dapat mengenal keluarganya dengan baik. Tidak hanya keluarga yang ada di lingkungan itu saja, melainkan membangun hubungan kekeluargaan dengan memahami silsilah marga yang mempunyai kaitan hubungan keluarga. Menurut penulis dari hasil penelitian dilapangan, masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal cukup baik dalam hal memahami dan membangun hubungan sosial yang didasari pada silsilah marga sebagai bagian cara masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal berelasi dengan sesama masyarakat suku Batak Toba maupun dengan masyarakat setempat. Masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal saat ini telah mengalami tantangan yang besar dimana tantangan tersebut mengakibatkan pergeseran nilai terhadap sistem kekerabatan masyarakat suku Batak Toba. Dengan seiring majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dan dengan semakin merebaknya arus globalisasi di bidang ekonomi, dan sosial, maka masyarakat suku Batak Toba saat ini telah dan harus menghadapi tantangan yang lebih serius, bahwa saat ini komunitas suku Batak Toba mengalami pergeseran nilai-nilai budaya dalihan na tolu. Dalihan na tolu pada hakekatnya merujuk pada tatanan kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Dalihan na tolu sebagain tatanan kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba tersebut yang menjadikan dasar kehidupan bagi setiap masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Dalihan na tolu juga berfungsi untuk memperdamaikan setiap masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal yang sedang mengalami konflik. Bagi masyarakat suku Batak Toba diperantauan khususnya di kota Tegal hal itu mulai terlihat. Hal ini terlihat dari beberapa keluarga suku Batak Toba dikota Tegal mengalami konflik antar sesama keluarga suku Batak Toba di kota Tegal yang dimulai dengan kesuksesan dari keluarga A dengan segudang kekayaan, kesuksesan, kehormatan yang didapatkan mengakibatkan keluarga B iri hati, cemburu, dan dengki atas kesuksesan yang telah dicapai. Dari hal inilah yang menjadikan konflik keluarga terus menerus terjadi dan mengakibatkan perpecahan dalam keluarga. 8 Harahap. 1987. Orientasi nilai-nilai budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar, 143. 73

Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Simanjuntak yang menyatakan bahwa kecemburuan adalah nilai tradisional Batak Toba yang dikenal dengan beberapa nama: Late (cemburu) dan elat (dengki). Kecemburuan dan kedengkian dilakukan dengan toal dan teal. Artinya persaingan dengan cara perlombaan pamer kekayaan, kepintaran atau keahlian, kepongahan, merupakan usaha untuk bersaing tanpa kemampuan wajar. Kecemburuan sebagai peringkat pertama penyebab konflik serta sikap tersebut memperlihatkan bahwa rasa cemburu masih menguasai pikiran dan sikap orang Batak. 9 yang dimaksud yaitu konflik semacam ini justru banyak terjadi dalam kalangan masyarakat suku Batak Toba baik di kampung halaman maupun perantauan. Adapaun permasalahan yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba terdapat 4 permasalahan diantaranya yaitu: a. Elat yang berarti memendam perasaan. Permasalahan yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal terdapat dalam elat dimana keluarga A memendam perasaan dan iri hati iri hati kepada keluarga B karena kesuksesan yang di dapatkan selama ini. Dengan memendam perasaan dan iri hati maka tindakan yang dilakukan keluarga A adalah mengusik kebahagiaan keluarga B dengan cara menceritakan kepada seluruh komponen masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal apa yang dilakukan semua tidak dengan cara yang baik. b. Late yang berarti iri, dengki, dan cemburu yang disertai dengan niat dan perbuatan negatif. Permasalahan yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal yang dimulai dengan memandam perasaan dikarenakan kesuksesan yang di dapatkan kepada keluarga B maka tindakan keluarga A disini melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat memecah belah hubungan antar sesama keluarga. perbuatan tersebut dipicu dengan kehilangan barang berharga seperti kalung mas. Dengan tidak adanya pembuktian yang kuat dari keluarga A sebagai keluarga yang kehilangan barang berharga tersebut maka sasaran tindakan tersebut di tuju kepada keluarga B sebagai pengambil kalung emas tersebut. c. Teal yang berarti suatu perilaku munafik (tidak sesuai keadaan, berbeda antara ucapan dan perilaku). Permasalahan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal disini membuktikan bahwa keluarga B sebagai pihak yang dirugikan oleh keluarga A yang dituduh pengambilan barang berharga tersebut. Maka hal yang dilakukan pihak keluarga A merekayasa konflik keluarga Batak Toba dikota Tegal dengan mengatakan bahwa 9 Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2011. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 98. 74

pihak keluarga B tidak mau mengakui bahwa pencurian atau kehilangan barang tersebut keluarga B yang mengambilnya. Dalam kenyataanya juga hingga sampai saat ini kalung tersebut tidak dapat ditemukan. Dan keluarga A sebagai kehilangan kalung emas tidak bisa membuktikan kepada keluarga B bahwa kelurga mereka yang mengambil barangnnya. d. Hosom yang berarti masih menyimpan rasa dendam, dan kebencian. Peristiwa konflik keluarga yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal hingga saat ini masih menyimpan dendam dan sakit hati. Dimana kedua keluarga yang berkonflik masih belum menerima atas konflik yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Empat konflik diatas sesuai dengan pemikiran Simmel 10 tentang konflik ternyata konflik yang terjadi dalam masyarakat dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan individu atau keluarga. Kepentingan tersebut menjadi dasar penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Kepentingan dimaksud disini adalah masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal masih mempertahankan ego yang artinya masih bersifat individu. Ego yang dimaksud disini yaitu Watak. Masyarakat suku Batak Toba dikota tegal dalam hal watak yang keras. Hal ini terlihat sebagaimana masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam mempertahankan pendapat yang ada maka timbulnya ego untuk tidak ingin berdamai dan sama-sama mempertahankan dan menjaga harga diri maka konflik keluarga yang terjadi tidak dapat diselesaikan dengan baik Selain pengaruh individu ternyata tempat juga menentukan pengaruh perbedaannya. Dimana ketika masyarakat suku Batak Toba tiba diperantauan maka yang terjadi adalah timbulnya pergeseran nilai-nilai adat yang ada, dan juga tidak semua masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dapat memahami dalihan na tolu sebagai adat aturan dalam masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai yang ada dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal, dan juga masyarakat tidak memproritaskan dalihan na tolu sebagai yang utama. Karena itu ketika adat budaya dalihan na tolu ditempatkan pada individu maka yang terjadi adalah ego yang dimana masyarakat suku Batak Toba saling mempertahankan harga dirinya sebagai bentuk perlawanan terhadap permasalahan yang terjadi didalam kehidupan masyararakat suku Batak Toba dikota Tegal. Jadi kesimpulannya adalah konflik dalam hal ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor dari kepentingan setiap individu atau kelompok masyarakat yang menginginkan suatu power atau kekuatan yang dapat mengatur kehidupan 10 Simmel, G. 1964. Conflict and The Web of Group Affilia, The Free Press, New York. 75

seseorang atau orang banyak dengan menentang segala peraturan atau keputusan yang telah disepakatin bersama dalam lingkup sosial masyarakat terlebih khusus masyarakat Batak Toba di Tegal. E. Dalihan na tolu Sebagai Bentuk Penyelesaian Konflik Internal Masyarakat Suku Batak Toba di Kota Tegal Masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal memahami konflik sosial yang terjadi dimasyarakat dikarenakan adanya kecemburuan sosial yang terjadi dalam kalangan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal seperti tidak adanya kesenangan antara sesama keluarga Batak Toba dengan usaha dan kerja keras yang dilakukan selama ini hal ini menimbulkan kecemberuan yang terjadi di lingkupa keluarga Batak Toba di kota Tegal. Dan selanjutnya pemicu besar terjadinya konflik sosial dilingkup keluarga Batak Toba di kota Tegal yaitu dimana satu keluarga merasa kehilangan harta berharga miliknya seperti kalung emas yang dikenakan oleh cucu nya pada saat ibadah hari minggu dan hal itu membuat satu keluarga ini menuduh dengan sepihak kepada keluarga yang lain bahwa keluarga tersebut yang telah mengambil barang berharga yang dimiliki. Hal itu yang mengakibatkan sampai saat ini belum adanya bukti yang kuat bahwa keluarga tersebut benar-benar telah mengambilnya. Dalam hal ini berbeda pula dengan apa yang dikatakan oleh masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal yang lainnya, dimana mengatakan bahwa konflik sosial yang terjadi dikarenakan adanya ucapan yang tidak baik untuk di dengar dengan apa yang disampaikan kepada keluarga yang lainnya terhadap keluarga mereka. Dan juga pemicu terbesar terjadinya konflik sosial tersebut yaitu keluarga merasa kehilangan barang berharga yang dimiliki berupa kalung emas yang di pakai oleh cucu nya tersebut, yang dimana mereka meyakini bahwa keluarga yang lainnya telah mengambil barang tersebut dan tidak ingin mengembalikan barang tersebut. Pada kedua konflik yang terjadi diantara kedua keluarga tersebut dipicu oleh dengan adanya kehilangan barang berharga dimana keluarga yang satu menuduh bahwa keluarga yang lain telah mengambil barang berharga tersebut. Untuk itu permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari sorotan banyak orang termaksud masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal. 76

konflik yang terjadi di tegal tidak hanya berpengaruh pada kehidupan sebagai individu saja tapi berpengaruh pada hubungan kekerabatan yang sudah terjalin sejak dahulu. Maka untuk mengatasi permasalahan konflik internal seperti yang sudah diungkapkan di atas, maka Dalihan na tolu sebagai adat yang digunakan untuk pencegahan dan peredaman konflik memiliki beberapa fungsi yang dapat digunakan sebagai instrumen penyelesaian konflik internal dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Fungsi-fungsi dalihan na tolu tersebut sebagai pencegahan dan peredaman konflik dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul pada saat terjadi konflik internal keluarga yaitu: a. Mempererat kekerabatan Dalihan na tolu merupakan salah satu fungsi pencegah dan peredam konflik yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Salah satu faktor permasalahan yang terjadi dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal yaitu Elat. Elat disini merupakan ungkapan perasaan iri hati dan cemburu kepada masyarakat suku Batak Toba yang mengalami konflik keluarga. Untuk itu cara mengatasi konflik tersebut dengan cara menghadirkan hulahula, dongan sabutuha/tubu, dan boru dari setiap masing-masing keluarga yang berkonflik. Pemahaman duduk bersama disini menyimbolkan bagian dari kesatuan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Selanjutnya ketika sesudah dikumpulkan dan duduk bersama maka hal yang dilakukan adalah Hula-hula menggunakan perannya sebagai seorang penengah dalam suatu permasalahan yang ada di keluarga masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal, dan juga pada konflik keluarga Batak Toba dikota Tegal Hula-hula memposisikan dirinya untuk tidak memihak kepada keluarga A atau Keluarga B. Dalam hal ini menunjukkan bahwa Hula-hula Netral dalam melihat suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. b. Memperbaiki hubungan Ketika permasalahan yang terjadi dalam keluarga suku Batak Toba dikota Tegal sedang berjalan maka cara memperbaikin hubungan tersebut dengan menghadirkan Dongan Tubu/ Sabutuha sebagai fungsi perannya yaitu melihat dan mencoba menyelesaikan akar dari suatu permasalahan yang ada dalam keluarga Batak Toba dikota Tegal bersama-sama membicarakan permasalahan tersebut kepada sesama teman semarga dan mempertanyakan kembali kenapa permasalahan itu sampai terjadi. Guna mempertanyakan permasalahan yang terjadi dalam keluarga Batak Toba dikota Tegal yaitu untuk mengetahui seberapa besar permasalahan yang terjadi dalam keluarga Batak 77

Toba dikota Tegal. Ketika hubungan tersebut dapat membaik maka hal yang dilakukan keluarga suku Batak Toba yang mengalami konflik sosial tersebut dengan cara saling berjabat tangan, saling memaafkan, dan juga saling mengasihi, hal tersebut merupakan bentuk yang sangat mulia dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal mengingat bahwa hukum KASIH merupakan ajaran terpenting dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dengan melandaskan mengampuni, mengasihi, maka terciptanya perdamaian dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. c. Kontrol sosial Dalihan na tolu merupakan bentuk kontrol sosial masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam menyikapi dan memahami permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. bentuk kontrol sosial tersebut dengan memberikan poda (nasehat) kepada keluarga yang berkonflik. Dimana nasehat-nasehat tersebut disampaikan oleh ketiga pilar dalihan na tolu yaitu hulahula, dongan tubu, dan boru. Guna nasehat ini diberikan agar masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dapat saling mengingatkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian Poda atau disebut dengan nasehat ini sangat bernilai harganya dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota tegal dalam menata kehidupan dan hubungan kekerabatan yang lebih baik dari sebelumnya tanpa harus menimbulkan konflik yang dapat memecah belah hubungan kekeluargaan yang ada. Berdasarkan hasil analisis diatas, menurut penulis bahwa konflik keluarga Batak Toba di Tegal yang terjadi pada saat itu menunjukkan bahwa fungsi kebudayaan dalihan na tolu sangatlah berperan penting dimana dengan adanya hulahula, dongan tubu, dan boru disini dapat dianggap sebagai peredam konflik dan sebagai kontrol sosial dalam masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal. Untuk itu ketiga budaya pilar dalihan na tolu ini sama-sama mempunyai peranan yang dapat mengikat satu sama yang lainnya tanpa harus adanya kadar nilai-nilai yang terdapat dalam dalihan na tolu itu sendiri. 78

4.2.1 Rangkuman a) Landasan filosofi dalihan na tolu sebagai konseling multikultural adalah mulajadi na bolon. Nilai-nilai spiritual dalihan na tolu yaitu somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu. b) Dalihan na tolu dalam pemaknaanya sebagai kontruksi moral. Kontruksi moral yang dimaksud adalah pemahaman akan nilai-nilai kebudayaan dalihan na tolu itu sendiri. c) Dalihan na tolu dalam pelaksanannya yakni dalam tradisi kelahiran dan perkawinan. d) Dalihan na tolu Sebagai Bentuk Penyelesaian Konflik Internal Masyarakat Suku Batak Toba di Kota Tegal yang meliputi kekerabatan, memperbaiki hubungan, kontrol sosial. 79