HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

dokumen-dokumen yang mirip
METODE. Materi. Rancangan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

STANDARDISASI PROSES PRODUKSI KERUPUK TULANG RAWAN AYAM

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

METODE. Waktu dan Tempat

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Produksi dan Nilai Ikan Jangilus per Bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Tahun 2012

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING (CUCURBITA MOSCHATA) SEBAGAI SUMBER KAROTEN DALAM PEMBUATAN MIE BASAH

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

Resep Kastengel Bawang Merah

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

BAB III METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

METODOLOGI PENELITIAN

: Laila Wahyu R NIM :

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada setiap tahapan produksi, sampai dengan proses pengeringan kerupuk yang menghasilkan kerupuk mentah kering. Pembuatan Adonan Kerupuk Pembuatan adonan kerupuk diawali dengan proses pengayakan bahan-bahan utama yang digunakan seperti tepung tapioka dan tepung terigu serta tepung tulang rawan. Proses ini cukup penting dilakukan untuk menghindarkan kontaminan tercampur dalam bahan-bahan pembuat adonan kerupuk, juga untuk mencegah adanya granula tepung yang berbentuk butiran-butiran besar. Artinya proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan butian-butiran tepung dalam butiran halus, agar proses pengadonan dapat dilakukan lebih sempurna. Butiran tepung yang halus dapat meningkatkan homogenitas adonan, karena menurut Binawan (1993) homogenitas adonan adalah faktor penting dalam proses pembuatan adonan karena sifat ini akan mempengaruhi keragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Selama proses pengayakan terhadap tepung tapioka dan tepung terigu, tidak ditemukan kontaminan berbahaya kecuali beberapa butir batuan halus dan beberapa lembar rambut. Gumpalan-gumpalan besar juga tidak banyak terjadi pada kedua jenis tepung, karena kedua jenis tepung masih dalam kualitas yang baik saat dibeli. Pengayakan tepung tulang rawan menghasilkan dua macam tepung yaitu tepung tulang rawan halus dan tepung tulang rawan kasar dengan perbandingan sekitar 3:1. Tepung tulang rawan yang digunakan dalam membuat adonan kerupuk adalah tepung tulang rawan halus, untuk menghindarkan tekstur yang kasar pada kerupuk mentah kering dan kerupuk goreng. Pembuatan adonan kerupuk tulang rawan menggunakan proses panas, yaitu menggunakan air yang telah dipanaskan dalam mencampur semua bahan adonannya. Suhu air yang digunakan adalah 65-85 o C. Air dicampurkan sedikit demi sedikit pada bahan adonan dengan terus diaduk agar adonan menjadi homogen. Air terus dicampurkan sampai adonan menjadi liat (kalis) dan homogen yang ditandai dengan tidak adanya adonan yang menempel di baskom tempat pembuatan adonan, serta adonan telah menjadi satu kesatuan. Menurut Anonim (2008), tanda yang lain dari 17

adonan yang telah kalis adalah saat diaduk dengan tangan, adonan sudah tidak lengket di tangan maupun di wadah atau alasnya. Proses pengadonan sekitar 2500 gram adonan kerupuk tulang rawan ayam membutuhkan waktu sekitar 20-25 menit, sampai adonan menjadi kalis, dan air yang digunakan untuk membuat adonan belum terlalu dingin. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah pencetakan adonan pada loyang yang sebelumnya telah diolesi dengan minyak goreng untuk mencegah adonan menempel pada loyang. Selanjutnya adonan siap untuk dikukus. Pengukusan, Pendinginan dan Pengirisan Pengukusan adonan merupakan tahapan penting dalam pembuatan kerupuk karena pada tahapan ini terjadi proses gelatinisasi pati. Lamanya proses pengukusan sangat tergantung dengan volume adonan yang dicetak. Pengukusan yang dilakukan pada adonan kerupuk tulang rawan dalam dua loyang sedang ukuran 25x9x5 cm dengan berat adonan sekitar 1200-1300 gram, dan satu loyang besar ukuran 29x10,5x5 cm dengan berat adonan sekitar 1600-1700 gram membutuhkan waktu sekitar 120 menit pada suhu 100-110 o C. Waktu pengukusan dihitung setelah adonan dimasukkan pada panci yang airnya telah mendidih. Lamanya waktu ini berbeda dengan lamanya waktu pada penelitian-penelitian sebelumnya, karena perbedaan bahan utama, jumlah adonan yang dikukus, serta besarnya cetakan yang digunakan. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang terjadi pada pengukusan adonan pada waktu pembuatan kerupuk yang mempengaruhi daya kembang kerupuk. Pembengkakan ini jelas terlihat setelah adonan diangkat dari panci pengukus, yang ditandai dengan adanya penambahan volume adonan terutama pada bagian permukaannya, serta adanya penambahan berat adonan setelah dikukus. Perbedaan adonan sebelum dan setelah dikukus dapat dilihat pada Gambar 2. (a) (b) Gambar 2. Perbedaan Adonan Kerupuk. (a). Adonan Kerupuk Sebelum Dikukus. (b). Adonan Kerupuk Setelah Dikukus 18

Selain ditunjukkan oleh perubahan volume adonan, indikasi adanya pembengkakan adonan selama pengukusan dapat dilihat dari bertambahnya berat adonan setelah dikukus. Penambahan berat ini disebabkan oleh adanya penyerapan air ke dalam adonan. Penambahan berat bervariasi antara 2,58-3,64%, namun berat ini akan kembali menurun setelah proses pendinginan, karena air yang terserap ke dalam adonan tidak diikat oleh adonan. Air yang terikat dalam adonan sudah berada pada titik optimal saat proses pengadonan, sehingga air yang masuk saat pengukusan akan kembali menguap seiring dengan menurunnya suhu adonan. Hal ini menyebabkan berat adonan akan kembali keberat semula, yaitu berat adonan sebelum dikukus. Penambahan berat adonan kerupuk setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penambahan Berat Adonan Setelah Proses Pengukusan Berat Adonan Penambahan Perlakuan Mentah Kukus Berat ----------g---------- -----%----- Suhu refrigerator 3480 3960 13,8 Suhu ruang 3786,67 3910 3,25 Adonan yang telah dikukus kemudian didinginkan dan didiamkan agar menjadi kaku. Proses ini dilakukan pada dua suhu yang berbeda, yaitu suhu refrigerator (15 o C) dan suhu ruang (29 o C) selama 15 jam. Peristiwa yang terjadi pada saat proses pendiaman dan pendinginan adalah retrogradasi atau pengkristalan amilosa dalam adonan (Winarno, 1997). Proses tersebut akan mempermudah proses pengirisan adonan menjadi lembaran-lembaran tipis, karena sifat adonan yang padat dan keras namun elastis. Wianecki dan Kołakowski (2007) menjelaskan bahwa molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan membentuk gel yang bersifat sangat elastis. Setelah proses pendiaman selama 15 jam yang dilakukan pada suhu yang berbeda tersebut, adonan yang disimpan pada suhu refrigerator (15 o C) menunjukkan sifat lebih baik dibandingkan dengan adonan yang disimpan pada suhu ruang. Adonan lebih mudah untuk diiris sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi karena irisan utuh yang didapatkan lebih banyak. Hal ini diduga karena proses kristalisasi amilosa lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih rendah, 19

yaitu suhu refrigerator. Proses pengirisan dilakukan dengan menggunakan alat potong manual yang bekerja dengan memutar tuas yang pada salah satu sisinya terdapat pisau pengiris. Salah satu kelemahan yang terdapat dalam alat yang tersedia adalah adanya jarak yang terlalu lebar antara landasan tempat meletakkan bahan dengan pisau pengiris. Jarak ini menyebabkan pengirisan tidak berjalan dengan sempurna, karena bagian bawah adonan tidak tertahan oleh landasan secara keseluruhan. Data berat adonan setelah pengirisan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Berat Adonan Kerupuk Setelah Proses Pengirisan Berat Adonan Kerupuk Iris Kerupuk kering Perlakuan dingin utuh sisa jumlah Utuh* sisa jumlah --------------------g-------------------- Refrigerator 3863,33 2400 1410 3810 1440 893,33 2333,33 Ruang 3810 2346,67 1406,67 3753,33 1410 923,33 2333,33 *Utuh = bentuk potongan sesuai dengan bentuk persegi yang diinginkan Akibat tidak teriris secara sempurna, proses pengirisan bagian bawah adonan akan menghasilkan remah-remah halus sisa pengirisan. Selain itu, inefisiensi alat juga disebabkan landasan tempat menaruh bahan yang akan diiris dibuat permanen dan tidak bisa menyesuaikan bentuk adonan yang akan diiris. Bentuk ini mengharuskan adanya penyesuaian bahan yang akan diiris terhadap bentuk landasan, sehingga banyak bagian adonan yang harus dikurangi. Proses pengirisan adonan kerupuk, alat pengiris, serta adanya remah halus saat pengirisan dapat dilihat pada Gambar 3. Proses selanjutnya dari produksi kerupuk adalah pengeringan lembaran kerupuk. Gambar 3. Proses Pengirisan Adonan Kerupuk Tulang Rawan Ayam 20

Pengeringan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suau bahan dengan cara menguapkan sebagian air melalui penggunaan energi panas (Winarno, 1993). Kerupuk tulang rawan yang dibuat, dikeringkan dengan menggunakan pengering buatan (oven), agar konsistensi suhu pengeringan serta kebersihan bahan selama proses pengeringan tersebut dapat terjaga. Konsistensi suhu akan menyeragamkan hasil pengeringan yang didapatkan. Suhu yang digunakan selama proses pengeringan adalah 55 o C selama 18 jam. Setelah mengalami proses pengeringan, hasil lembaran kerupuk kering akan mempunyai kadar air sekitar 6-7%. Kerupuk saat pertama kali dikeluarkan dari oven, cenderung mempunyai sifat yang keras lebih sulit untuk dipatahkan, karena kadar airnya yang sangat rendah, yang mengakibatkan ikatan antar bahan kerupuk tersebut lebih kuat. Setelah beberapa waktu dikeluarkan dari oven dan ditempatkan pada tempat terbuka, kadar air kerupuk akan meningkat, karena kerupuk mentah menyerap uap air dari lingkungannya. Perbedaan tekanan antara oven dan ruangan terbuka saat kerupuk dikeluarkan yang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan retakan halus pada kerupuk mentah. Peningkatan kadar air kerupuk mentah kering selama disimpan di ruang terbuka dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisa Kadar Air Kerupuk yang Mendapatkan Perlakuan Penyimpanan pada Hari yang Berbeda Kadar Air Selama Penyimpanan Perlakuan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari -----------%---------- Suhu Refrigerator 7,64 10,16 7,66 10,83 Suhu Ruang 8,05 9,51 7,21 10,24 Indikasi adanya penyerapan uap air dari lingkungan oleh kerupuk kering pada saat penyimpanan pada suhu ruang bisa terlihat dengan semakin bertambahnya berat kerupuk tersebut saat semakin lama disimpan. Dari sampel yang ditimbang untuk mengetahui kemungkinan pertambahan berat ini menunjukkan bahwa semakin hari berat sampel mengalami penambahan berat. Persentase kenaikan berat ini menurun dari hari ke hari, karena kadar air kerupuk sudah hampir menuju titik kesetimbangan, 21

sehingga kadar airnya menjadi konstan. Penambahan berat sampel kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Berat Kerupuk Mentah Selama Penyimpanan Perlakuan Berat Kerupuk 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari ---------------g--------------- Suhu refrigerator 51,59 52,21 52,49 52,79 Suhu ruang 51,56 51,87 52,19 52,43 Berdasarkan hasil uji proksimat terhadap kerupuk tulang rawan ayam mentah setelah pendiaman hari ketiga, diketahui bahwa kadar air kerupuk kering mentah adalah sekitar 10,24-10,83%, dimana persentase lebih tinggi ditunjukkan oleh kerupuk yang didiamkan pada suhu refrigerator. Hasil lengkap uji proksimat kerupuk tulang rawan mentah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengujian Proksimat Kerupuk Tulang Rawan Ayam Setelah Pendiaman Hari ke-3 Analisa Suhu Refrigerator Suhu Ruang SNI ---------- % ---------- Kadar Air 10,83 10,24 Maksimal 11 Kadar Abu 1,45 1,67 Maksimal 1* Protein 3,39 3,00 Minimal 6 Lemak 0,75 0,68 Maksimal 0,5 Karbohidrat 85,36 84,40 - *Kadar abu yang diukur adalah kadar abu tanpa garam Rata-rata nilai persentase peubah yang diuji mempunyai nilai yang lebih rendah daripada syarat mutu kerupuk berbahan dasar ikan, kecuali kadar abu dan kadar lemak. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan dasar yang digunakan. Kadar abu yang diukur pada kerupuk tulang rawan ayam menunjukkan nilai yang lebih tinggi (1,45-1,67%) karena dalam SNI 01-2713-1999 yang diukur adalah kadar abu tanpa garam. Nilai kadar lemak yang lebih tinggi disebabkan oleh masih tingginya kadar lemak tulang rawan yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk tulang rawan ayam ini. 22

Rendemen Rendemen adalah persentase berat produk yang dihasilkan terhadap berat awal produk. Rendemen pada penelitian ini dihitung di setiap tahapan produksi (sampai dihasilkan kerupuk mentah kering). Rekapitulasi rendemen dari tiap tahapan produksi dengan perlakuan suhu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Umumnya rendemen tiap tahapan mulai dari tahapan adonan sampai dengan tahapan pemotongan, bahan kerupuk tidak mengalami perubahan berat yang signifikan. Potensi pengurangan berat dapat terjadi pada saat pembuatan adonan, karena proses yang dilakukan menggunakan tenaga yang cukup besar disertai dengan pembolakbalikan adonan yang memungkinkan ada bagian adonan yang tercecer keluar. Tahapan lain yang berpotensi terjadi pengurangan adalah tahapan pemotongan. Sebelum tahapan pemotongan dilakukan, adonan yang telah tercetak dalam loyangloyang tersebut harus disesuaikan ukurannya dengan ukuran pemotong. Disini titik inefisiensi bisa terjadi, sehingga kerupuk utuh yang dihasilkan akan sangat jauh berkurang. Disamping itu, alat pemotong yang digunakan memiliki kelemahan, selain karena masih digerakkan secara manual (tenaga manusia), juga terdapatnya celah yang terlalu lebar antara pisau dan tempat meletakkan bahan yang akan dipotong. Celah ini menyebabkan bahan tidak teriris secara sempurna, dan ada beberapa bagian terutama bagian bawah adonan- yang tidak terpotong, sehingga menghasilkan sisa potongan dan remah-remah halus yang akan mengurangi rendemen kerupuk utuh yang dihasilkan. Rendemen kerupuk utuh yang dihasilkan dibandingkan dengan bahan awal berkisar antara 35-37%. Jumlah ini bukan jumlah sebenarnya dari rendemen yang dihasilkan, karena masih didapatkan hasil yang lain, yaitu kerupuk dalam bentuk yang lebih kecil, sisa potongan, dan remah-remah, yang secara komersial tidak dapat disamakan dengan hasil kerupuk utuh. Jumlah ini sesungguhnya dapat ditingkatkan, jika efisiensi alat dapat dioptimalkan sehingga pengurangan adonan saat dipotong dapat diminimalkan. Bila upaya ini dapat dilakukan, rendemen kerupuk utuh dapat ditingkatkan menjadi sekitar 60%. 23

Perlakuan Suhu Refrigerator Suhu ruang Tabel 8. Rendemen Tiap Tahapan Produksi (sampai kerupuk mentah kering) Proses Rendemen terhadap proses Adonan Kukus Dingin Potong Kering Utuh* --------------------%-------------------- Mentah** 97,59 100,64 98,18 96,82 59,30 36,59 Adonan 103,13 100,61 99,22 60,77 37,51 Kukus 97,56 96,21 58,93 36,37 Dingin 98,62 60,40 37,28 Potong 61,25 37,80 Kering 61,71 Mentah** 96,57 99,36 96,82 95,38 59,30 35,83 Adonan 102,90 100,26 98,77 61,40 37,10 Kukus 97,44 96,00 59,68 36,06 Dingin 98,52 61,24 37,01 Potong 62,17 37,57 Kering 60,43 *Utuh = bentuk potongan sesuai dengan bentuk persegi yang diinginkan **Mentah = campuran semua bahan mentah untuk pembuatan kerupuk Penggorengan Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Metode penggorengan yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode deep frying yaitu metode penggorengan dimana bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak (Ketaren, 1986). Metode yang dipilih dalam proses penggorengan akan berperan penting, karena menurut Robertson (1967), proses penggorengan dipengaruhi oleh sistem dan bahan wajan penggoreng, jenis minyak goreng, dan stabilitas serta struktur bahan yang digoreng. Kerupuk digoreng sebanyak 7-10 keping setiap penggorengan, dalam 500-700 ml minyak goreng yang telah panas bersuhu antara 180-190 o C. Kerupuk yang dimasukkan dalam minyak panas akan menimbulkan suara berdesis karena adanya penguapan air yang terikat dalam gel pati kerupuk mentah akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng. 24

Penguapan air dan timbulnya suara berdesis tidak otomatis membuat kerupuk menjadi mengembang. Kerupuk akan tetap berada pada ukuran semula selama beberapa saat sampai kemudian kerupuk mulai mengembang, saat ini kerupuk masih berada dalam daerah plastisasi. Kerupuk akan terus mengembang sampai penguapan air dan tekanan uap yang menyebabkan pengembangan berjalan optimal, dan akhirnya kerupuk berhenti untuk mengembang (daerah statis). Lamanya waktu pengembangan kerupuk saat digoreng dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Waktu Pengembangan Kerupuk Saat Digoreng Lamanya kerupuk pada daerah plastisasi rata-rata sekitar empat detik, sebelum kemudian kerupuk mengembang. Kerupuk yang digoreng mengembang selama sekitar delapan detik sampai akhirnya pengembangan kerupuk berhenti. Beberapa saat setelah proses pengembangan berhenti, kerupuk siap untuk diangkat, karena walaupun waktu penggorengannya ditambah, kerupuk tidak akan lagi bertambah volumenya, bahkan dapat menyebabkan kerupuk menjadi hangus. Kerupuk yang telah digoreng diamati volume pengembangannya, warna, kerenyahan serta kadar kalsium dan fosfornya. Rendemen diukur pada setiap tahapan proses produksi, sedangkan kadar air diukur pada kerupuk mentah kering. 25

Volume Pengembangan Kerupuk Pengembangan kerupuk dan produk ekstrusi lainnya merupakan proses ekspansi secara tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang mengembang dan porous. Menurut Tahir (1985), pengembangan kerupuk ini sangat dipengaruhi oleh kadar amilopektinnya. Semakin tinggi kadar amilopektin di dalamnya, semakin mengembang kerupuk saat digoreng. Kerupuk tulang rawan yang berbahan utama tepung tapioka berpotensi untuk mengembang sangat tinggi, karena kadar amilopektin tepung sagu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amilopektin tepung yang lain. Menurut Tahir (1985), kadar amilopektin tepung tapioka sekitar 76,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sagu (70,35%), dan tepung terigu (51,43%). Akan tetapi, faktor ini bukan satusatunya faktor yang dapat mempengaruhi proses pengembangan kerupuk. Berbagai faktor lain seperti suhu penggorengan, dan penyimpanan bahan sebelum digoreng juga memegang peranan penting dalam proses ini. Lamanya kerupuk disimpan sebelum digoreng dapat mempengaruhi proses pengembangan dikarenakan kadar air kerupuk mentah kering yang belum stabil. Kadar air ini sangat mempengaruhi proses pengembangan, karena pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang mendesak gel pati. Volume pengembangan kerupuk yang disimpan pada hari yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. Data volume pengembangan memperlihatkan bahwa volume pengembangan akan cenderung tetap dan belum mengembang dengan baik pada penyimpanan 0-2 hari, dan mulai mengembang pesat pada umur simpan tiga hari. Peristiwa ini disebabkan oleh kadar air yang terdapat dalam kerupuk kering yang baru dikeluarkan dari oven masih sangat rendah yaitu berkisar antara 6-7%, dimana jumlah ini masih dekat dengan batas kadar air primer (5,77%), sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguapkan kadar airnya. Penguapan yang terhambat ini juga menyebabkan kerupuk cenderung lebih cepat berwarna gelap (hangus). Penyimpanan 1-2 hari pada kerupuk kering, menimbulkan warna yang lebih cerah (putih) pada kerupuk saat digoreng, walaupun dari sisi pengembangan, kerupuk belum dapat mengembang dengan baik. Setelah kerupuk disimpan selama tiga hari, warna dan pengembangan sudah baik meskipun bentuk kerupuk cenderung kurang baik, karena retakan-retakan halus yang timbul saat penyimpanan kerupuk mentah kering hasil 26

pengeringan oven menjadi pecah pada saat kerupuk digoreng dan menimbulkan ketidakteraturan bentuk pada kerupuk goreng. Adanya retakan ini juga mengharuskan untuk berhati-hati dalam menggoreng, karena kerupuk bisa pecah saat digoreng, sehingga bentuknya menjadi tidak utuh. Kadar air kerupuk setelah disimpan selama tiga hari sekitar 10%, dimana jumlah ini merupakan jumlah optimal kadar air kerupuk mentah. Kadar air ini berada pada wilayah kadar air sekunder, yang merupakan wilayah terbaik dari pengembangan kerupuk. Perbedaan warna dan volume pengembangan akibat penggorengan karena disimpan pada hari yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. Terlihat bahwa semakin lama disimpan, retakan pada kerupuk setelah digoreng semakin mudah terbentuk. Tabel 9. Volume Pengembangan Kerupuk Setelah Penyimpanan Perlakuan Volume Pengembangan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari ---------------%-------------- Rataan Suhu Refrigerator 446,94 450,93 598,15 757,41 563,36 a Suhu Ruang 522,22 533,33 688,89 916,67 665,28 b Rataan 484,58 A 492,13 A 643,52 A 837,04 B Keterangan: - superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) - superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Pengujian sidik ragam terhadap volume pengembangan kerupuk menunjukkan bahwa perlakuan suhu pendiaman memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) dan perlakuan penyimpanan selama hari yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Lamanya penyimpanan tiga hari menghasilkan volume pengembangan paling baik dibandingkan dengan lama penyimpanan yang lain. Namun, interaksi antara kedua faktor menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa volume dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor saja, baik suhu maupun penyimpanan. 27

Kadar Air Gambar 5. Perbedaan Warna dan Volume Pengembangan Kerupuk Setelah Disimpan pada Lama Hari yang Berbeda Kadar air kerupuk mentah akan sangat berpengaruh terhadap volume pengembangan kerupuk saat digoreng. Kadar air yang baik untuk proses ini adalah sekitar 9-10%, dimana saat itu kerupuk berada pada wilayah kadar air sekunder (5,77-15,4%) (Tahir, 1985). Wilayah air sekunder ini adalah wilayah terbaik, dimana air dalam bahan pangan lebih mudah diuapkan saat digoreng sehingga memberikan volume pengembangan yang lebih baik, dibandingkan bahan pangan yang kadar airnya masih berada di wilayah air primer. Kerupuk tulang rawan yang dihasilkan, setelah penyimpanan tiga hari pada ruang terbuka (29 o C) mengalami peningkatan kadar air. Kadar air awal kerupuk mentah kering hasil pengeringan oven adalah sekitar 7,6-8%, sedangkan setelah disimpan selama tiga hari kadar airnya menjadi sekitar 10%. Data kadar air kerupuk mentah selama penyimpanan dapat dlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kadar Air Kerupuk Hasil Perlakuan Suhu dan Penyimpanan Perlakuan 0 hari 1 hari 3 hari Kadar Air Selama Penyimpanan 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari -----------%---------- Suhu Refrigerator 7,64 b 10,16 e 7,66 b 10,83 f Suhu Ruang 8,05 c 9,51 d 7,21 a 10,24 e Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 28

Analisis ragam terhadap kadar air kerupuk mentah menunjukkan bahwa faktor suhu pendiaman dan penyimpanan kerupuk kering selama hari yang berbeda serta interaksi kedua faktor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air kerupuk. Kombinasi perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerator dan penyimpanan kerupuk kering selama tiga hari memberikan pengaruh terbaik terhadap kadar air kerupuk mentah kering. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kadar air akan meningkat seiring dengan lama penyimpanannya serta perlakuan suhu yang diberikan dapat menghasilkan tingkat kadar air yang berbeda terhadap kerupuk mentah kering yang dihasilkan. Kadar Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Salah satu kelebihan yang ditawarkan oleh kerupuk yang dibuat dengan menambahkan tepung tulang rawan adalah kandungan kalsium dan fosfornya. Kandungan kalsium dan fosfor kerupuk tulang rawan mentah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kandungan Kalsium dan Fosfor Kerupuk Mentah Kering Perlakuan Rasio Ca/P Kalsium Fosfor ----------%---------- Suhu Refrigerator 1,45:1 0,37 0.26 Suhu Ruang 1,84:1 0,48 0,26 Kandungan kalsium dan fosfor ini sangat penting sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan akan kalsium dan mineral, karena tidak dapat dipungkiri tubuh kita membutuhkan kedua mineral ini untuk menjaga kestabilan metabolisme, dan secara alami tubuh tidak dapat mensintesisnya sehingga membutuhkan asupan dari luar tubuh. Misalnya fosfor, dimana kebutuhan tubuh adalah 0,8-1,2 gram perhari, dengan mengkonsumsi 100 gram kerupuk tulang rawan ini sudah dapat memenuhi 25% kebutuhan tubuh akan fosfor. Rasio antara Ca/P nya pun tergolong baik, karena perbandingannya tidak lebih dari 2:1, dimana ini adalah perbandingan Ca/P yang direkomendasikan dan sesuai dengan rasio Ca/P dalam tubuh. Rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme. 29

Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap mutu warna, kerenyahan, tekstur, rasa, aroma, dan penampakan umum kerupuk tulang rawan yang sudah di goreng. Uji yang digunakan adalah uji skoring. Penilaian menggunakan skala numerik antara 1 sampai 6. Angka 1 (sangat baik), 2 (baik), 3 (agak baik), 4 (agak tidak baik), 5 (tidak baik) dan angka 6 (sangat tidak baik). Hasil penilaian panelis terhadap parameter kerenyahan dan aroma menunjukkan perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan karena formula kerupuk tidak berbeda, sehingga aroma yang didapat sama. Rataan penilaian panelis adalah 2,75 yang berarti bahwa panelis menyatakan aroma kerupuk yang dihasilkan agak baik. Kerenyahan oleh panelis dinyatakan tidak berbeda, karena kerupuk yang disimpan nol hari dan tiga hari mempunyai mutu kerenyahan yang sama. Kerenyahan yang dihasilkan cukup baik, karena volume pengembangannya lebih dari 77% (Yu, 1991). Data hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12. Peubah Tabel 12. Data Hasil Penilaian Organoleptik Kerupuk Tulang Rawan Ayam Suhu Refrigerator Suhu Ruang 0 1 2 3 0 1 2 3 Rataan Warna 2,68 a 3,44 bc 2,92 ab 2,8 a 3,12 abc 3,6 c 2,68 a 2,84 ab - Kerenyahan tn 2,56 2,56 2,64 2,68 2,48 3 2.,48 2,44 2,61 Rasa 2,84 abc 3,2 c 2,4 a 3 bc 3 bc 3,32 c 2,6 ab 2,92 abc - Tekstur 2,48 a 3,32 d 2,8 abc 3,12 bcd 2,68 ab 3,48 cd 2,96 abcd 2,88 abcd - Aroma tn 2,76 2,84 2,6 2,92 2,68 3 2,48 2,72 2,75 Penampakan Umum 2,52 a 3,92 d 3,04 ab 3,2 bc 2,84 ab 3,8 cd 3,28 bc 2,8 ab - Keterangan: - superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) - tn = tidak nyata Hasil penilaian panelis terhadap warna, tekstur, rasa dan penampakan umum kerupuk menunjukkan bahwa perlakuan memberikan perbedaan sangat nyata. Peubah warna yang dinilai berbeda sangat nyata oleh panelis, disebabkan kerupuk yang berkadar air rendah digoreng akan lebih cepat menimbulkan warna gelap, dan akan berkurang seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Panelis menilai untuk 30

kerupuk baik yang disimpan dalam suhu ruang maupun suhu refrigerator yang mempunyai umur simpan satu hari dari sisi warna dinilai berbeda dengan yang lain. Panelis memberikan penilaian paling rendah terhadap kerupuk ini, karena memiliki warna yang pucat. Panelis cenderung menilai tidak ada perbedaan antara kerupuk yang disimpan pada suhu ruang dan suhu refrigerator terhadap kriteria warna. Penilaian panelis terhadap tekstur kerupuk menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar sampel. Rata-rata panelis memberi penilaian lebih baik terhadap tekstur kerupuk yang berumur nol hari, baik yang disimpan pada suhu refrigerator maupun suhu ruang. Kerupuk jenis ini cenderung mempunyai tekstur lebih halus pada permukaannya, karena belum terbentuk retakan-retakan halus yang akan menimbulkan celah saat digoreng. Panelis cenderung memberikan penilaian kurang baik terhadap kerupuk yang berumur satu hari karena dari sisi tekstur kerupuk ini lebih kasar, namun pengembangannya masih kurang (bantat). Penilaian panelis terhadap rasa menunjukkan bahwa perbedaan respon bukan dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan dalam suhu yang berbeda ataupun perlakuan penyimpanan. Perbedaan rasa yang ditunjukkan oleh panelis disebabkan oleh perbedaan homogenitas adonan, sehingga pencampuran bumbu-bumbu yang digunakan tidak sempurna. Penilaian penampakan umum oleh para panelis menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Panelis menilai bahwa kerupuk yang disimpan selama satu hari menunjukkan penampakan yang kurang menarik dan ini berlaku untuk kerupuk yang mendapat perlakuan suhu ruang maupun suhu refrigerator. Secara umum kerupuk yang berumur simpan satu hari mempunyai bentuk dan tekstur dengan skor 3,32 dan 3,48 yang berarti agak kurang baik. Tabel 13. Perbandingan Hasil Terbaik Antar Peubah Peubah Suhu Refrigerator Suhu Ruang Rendemen V Volume Pengembangan V Kadar Air V Kalsium dan Fosfor V 31

Berdasarkan Tabel 13, perlakuan yang pendiaman pada suhu yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda. Kerupuk yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan pengaruh lebih baik dari sisi rendemen yang dihasilkan, sedangkan pendiaman pada suhu ruang menunjukan hasil yang lebih baik dari nilai kalsium dan fosfor, serta persentase pengembangan yag lebih baik. 32