BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tantangan. Restu dan Yusri (2013) mengungkapkan bahwa mitos yang sering

BAB lv HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sejumlah 30 siswa agar layak dan cukup memenuhi kriteria sampel skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB II LANDASAN TEORI

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Data Sampel Penelitian. 1. Teknik Komputer Jaringan siswa. 2. Multimedia siswa

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BULLYING. I. Pendahuluan

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB II LANDASAN TEORITIS

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB ll KAJIAN TEORI. bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan yang efektif dan efisien pada perkembangan pendidikan dipengaruhi

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga mengajarkan kepada peserta didiknya pembelajaran secara psikomotorik dan afektif (perilaku). Sudah semestinya seluruh civitas akademika sekolah mulai dari Kepala Sekolah, Guru, Staff Sekolah maupun siswa menanamkan sikap dan sifat yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita jumpai peristiwa-peristiwa yang justru menunjukkan perbuatan negatif dan tercela yng dilakukan banyak siswa di lingkungan sekolah, seperti perkelahian antar siswa, maraknya geng antar siswa yang menyudutkan salah satu siswa lain, olokolokan antar siswa dan masih banyak peristiwa negatif lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, sekolah yang seharusnya digunakan sebagai tempat menuntut ilmu justru digunakan sebagai tempat untuk meluapkan dan mengekspresikan perilaku negatif. Yusri (dalam Sutanto, 2014) menyebutkan bahwa ciri remaja yang sedang berkembang adalah sebagai permunculan tingkah laku yang negatif, seperti suka melawan, gelisah, periode badai, tidak stabil, dan berbagai label buruk lainnya. Remaja melakukan tindakan negatif karena lingkungan tidak memperlakukan mereka sesuai dengan tuntutan dan tahap perkembangan mereka. Hal tersebut terbukti dengan maraknya perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. 1

Banyak sekali kasus bullying dijumpai di Sekolah dari mulai kasus bullying ringan sampai pada kasus berat. Salah satu berita yang diberitakan oleh viva.co.id, bahwa di SMAN 70 Bulungan Jakarta Selatan telah terjadi kasus bullying dimana 13 siswa kelas XI melakukan tindakan bullying kepada 10 siswa kelas X sampai para korban mengalami trauma. Ketiga belas siswa kelas XI akhirnya di keluarkan dari sekolah karena tindakannya tersebut. Sedangkan dalam republika.co.id, kasus bullying juga menimpa siswi kelas V SD di Bukit Tinggi Sumatera Barat, siswi tersebut mendapatkan perlakuan bullying dari ketiga temannya di kelas, dia dipukuli dihajar oleh ketiga temannya di dalam kelas, lantaran menghina ibu dari salah seorang pelaku bullying. Hal tersebut membuktikan bahwa perilaku bullying di sekolah yang terjadi di Indonesia masuk dalam kategori yang tinggi. Catatan KPAI menunjukkan 78,3% dari 9 provinsi di Indonesia mengakui pernah melakukan tindakan bullying di sekolah (kpai.co.id) Menurut Coloroso (2007) bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah. Tindakan penindasan ini diartikan sebagai penggunaan kekerasan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Bentuknya bisa berupa fisik seperti memukul, menampar, dan memalak. Bersikap verbal seperti memaki, menggosip, dan mengejek serta psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan mendiskriminasi. 2

Sedangkan menurut Olweus (2007) menyatakan bullying adalah ketika seseorang berulang kali dan mempunyai tujuan atau melakukan tindakan jahat dan menyakiti orang lain, ketika ia memiliki waktu yang sulit untuk bergantung pada dirinya sendiri. Tingkah laku negatif merupakan penyimpangan perilaku sosial. Penyimpangan perilaku sosial merupakan bagian dari proses interaksi sosial seorang individu di dalam kelompoknya. Setiap individu termasuk remaja memiliki kemampuan untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Menurut Buzan (dalam Sutanto, 2014) ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya merupakan pemahaman mengenai kecerdasan sosial. Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mengurangi hambatan untuk berperilaku agresif, seperti bullying adalah rendahnya kesadaran diri. Rendahnya kesadaran diri itu menghasilkan seseorang mempunyai kesempatan untuk berperilaku agresif seperti tindakan bullying. Kesadaran diri itu juga terdapat dalam kecerdasan sosial yang berupa kesadaran sosial,yang mengarah kepada perasaan mampu memahami orang lain (Golemen, 2006). Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. 3

Orang dengan kecerdasan sosial rendah akan menemui kesulitan saat memulai suatu interaksi dangan seseorang atau sebuah kelompok baik kelompok kecil maupun besar. Orang tersebut tidak dapat memanfaatkan dan menggunakan kemampuan otak dan bahasa tubuhnya untuk membaca teman bicaranya, sehingga hal ini sangat mempengaruhi kesadaran diri orang tersebut untuk bertindak diluar toleransi dilingkungannya, sehingga orang tersebut rentang melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku bullying saat berhadapan dengan teman di sekitarnya. Wulandari (2010) melakukan penelitian dengan judul Hubungan kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta dengan hasil yang menunjukkan nilai rxy 0,421 dengan p= 0,001(p<0,01) dengan angka tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta. Sedangkan dari hasil pra penelitian mengenai hubungan kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa kelas Xl PM SMK T & I kristen Salatiga yang di lakukan oleh Susanto (2014) menunjukkan nilai rxy 0,632 dengan p=0, 000. Dengan hasil tersebut membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan sosial dan perilaku agresif pada siswa SMK T& I Kristen Salatiga. Dari hasil penelitian Wulandari (2010) dan penelitian Sutanto (2014) yang memiliki hasil berbeda maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara kecerdasan sosial dengan perilaku bullying pada siswa kelas X Negeri 1 Pringsurat karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara 4

dengan guru pembimbing menyatakan bahwa sering terjadi tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa kelas X Negeri 1 Pringsurat seperti mengejek, olokolokan, bertengkar, pengkucilan dalam pergaulan. Kedua penelitian tersebut memiliki variabel bebas yang sama dengan penelitian ini, yaitu kecerdasan sosial. Untuk variabel terikatnya, keduanya menggunakan perilaku agresif. Sedangkan dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah perilaku bullying. Perilaku agresif sendiri memiliki kaitan dengan perilaku bullying. Bullying merupakan salah satu dari manifestasi perilaku agresif (Krahe dalam Suharto, 2014). Sedangkan Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung perilaku agresif, termasuk bullying adalah rendahnya kasadaran diri. Rendahnya kesadaran diri itu menyebabkan seseorang memiliki kesempatan untuk berperilaku agresif, yaitu tindakan bullying. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan peneliti sebagai berikut. Adakah hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan perilaku bullying pada siswa kelas X di SMK Negeri 1 Pringsurat 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kecerdasan sosial dengan perilaku bullying pada siswa kelas X di SMK Negeri 1 Pringsurat. 5

1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis Hasil penelitian ini di harapkan mampu memberikan sumbangan bagi teori kecerdasan sosial dan keterkaitanya dengan perilaku bullying. 2) Manfaat praktis Hasil penelitian ini di peruntukan untuk guru pembimbing di SMK Negeri 1 Pringsurat sebagai bahan acuan penyusunan layanan BK untuk mengurangi perilaku bullying siswa di SMK Negeri 1 Pringsurat. 6