ARTIKEL ILMIAH. STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Metode Kerja

RINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUNGAI SERAPUH KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bioekologi Kepiting Bakau (Scylla Serrata dan Scylla Oceanica) Di Kawasan Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Morphometric and Meristic Character of Mangrove Crab (Scylla serrata) in Mangrove Ecosystem at West Sentosa Village, Medan Belawan Subdistrict

TUNGKAL I TANJUNG JABUNG BARAT

HUBUNGAN LEBAR KARAPAS DAN BERAT KEPITING BAKAU (Scylla spp) HASIL TANGKAPAN DI DESA KAHYAPU PULAU ENGGANO PROVINSI BENGKULU

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

EKOLOGI KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KELIMPAHAN KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI KAWASAN MANGROVE DUKUH SENIK, DESA BEDONO, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (ISBN: ), Juni 2018

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Menurut Kanna (2002) kepiting bakau (S. serrata) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

HUBUNGAN KERAPATAN MANGROVE TERHADAP KEPADATAN KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KABUPATEN BINTAN

STUDI BIOLOGI KEPITING DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak

RANCANG BANGUN BUBU LIPAT UNTUK MENANGKAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DIDIN KOMARUDIN

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

SEBARAN DAERAH PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla sp.) DI PERAIRAN KARANGANTU SERANG BANTEN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI KEPITING BAKAU Scylla spp. SERTA HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR FISIK KIMIA DI EKOSISTEM MANGROVE BELAWAN SUMATERA UTARA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA ANALISA VEGETASI MANGROVE DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA, JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

Preferensi Substrat dan Kepadatan Populasi Faunus Ater Di Perairan Ekosistem Mangrove Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif (Muhamad Ali, 1992). Jenis penelitian ini memberikan

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

JENIS KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN LABUHAN BAHARI BELAWAN MEDAN. Putri March F. Hia, Boedi Hendrarto, Haeruddin*)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB 2 BAHAN DAN METODA

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

UJI VARIABEL POTENSI DAN PERTUMBUHAN DARI KOMUNITAS KEPITING WARNA WARNI GENUS FIDDLER (Uca Spp) DI KKMB KOTA TARAKAN

TINJAUAN PUSTAKA. perdagangan internasional dikenal sebagai Mud Crab dan bahasa latinnya Scylla

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

DISTRIBUSI DAN PERFORMA REPRODUKSI KEPITING BAKAU Scylla oceanica DI EKOSISTEM MANGROVE BELAWAN SUMATERA UTARA TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

Transkripsi:

ARTIKEL ILMIAH STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR OLEH ASMARIYA NIM A1C412039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESEMBER 2017 ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 1

Studi Populasi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Pada Kawasan Hutan Mangrove Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur Asmariya 1), Bambang Hariyadi 2), Winda Dwi Kartika 3) 1) Mahasiswa Pendidikan Biologi jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi 2) Dosen Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi Dosen Email: 1) Asmariya00@gmail.com Oleh: Asmariya Abstrak. Kepiting bakau (Scylla spp.) sebagai spesies kunci (keystone species) pada ekosistem mangrove mempunyai pengaruh terhadap proses di dalam ekosistem mangrove. Kawasan mangrove yang ada di Provinsi Jambi, salah satunya berada di Desa Sungai Itik. Permasalahanpermasalahan ekologi pada kawasan mangrove secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap populasi kepiting bakau. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengetahui data mengenai kepadatan populasi, variasi ukuran dan berat kepiting bakau (Scylla spp.). Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat dua stasiun penelitian secara purposive sampling, menggunakan alat tangkap berupa jaring dan bubu. Pemasangan alat tangkap pada pagi hari pukul 08:00 WIB dan pengangkatan alat tangkap pukul 14:00 WIB. Hasil penelitian menunjukkan jumlah individu total tertangkap adalah 28 individu, yaitu Scylla serrata 25 individu, Scylla tranquebarica 2 individu, dan Scylla oceanica 1 individu. Frekuensi kehadiran kepiting bakau berdasarkan jenis yang ditemukan yaitu Scylla serrata dengan persentase kehadiran 83% (sering). Scylla tranquebarica memiliki persentase kehadiran 33% (jarang), dan Scylla oceanica memiliki persentase kehadiran paling rendah yaitu 16% (sangat jarang). Kata kunci: populasi, kepiting bakau. Pembimbing I Jambi, Desember 2017 Mengetahui dan menyetujui, Pembimbing II Ir. Bambang Hariyadi, M.Si., Ph. D Winda Dwi Kartika, S.Si.,M.Si NIP. 196601042000031001 NIP. 197909152005012002 ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 2

Study of the Mangrove Crab Population (Scylla Spp.) In the Mangrove Forest Area Sungai Itik Sadu District Tanjung Jabung Timur Regency Asmariya 1), Bambang Hariyadi 2), Winda Dwi Kartika 3) 1) Students of the Department of Biology Education PMIPA FKIP Jambi University 2) Department of Mathematics Education Lecturers PMIPA FKIP Jambi University Lecturer Email: 1) Asmariya00@gmail.com By: Asmariya Abstrak. Mangrove crabs (Scylla spp.) a key species (keystone species) in mangrove ecosystems have an effect on the processes within the mangrove ecosystem. The existing mangrove area in Jambi Province, one of which is in the Sungai Itik. Ecological problems in the mangrove area directly or indirectly affect the mangrove crab population. The type of this research is descriptive explorative which aims to know data about population density, size variation and weight of mangrove crab (Scylla spp.). Sampling was done by making two research stations by purposive sampling, using fishing gear in the form of nets and bubu. Installation of fishing gear in the morning at 08:00 pm and the appointment of fishing gear at 14:00 pm. The results showed the total number of individuals caught were 28 individuals, namely Scylla serrata 25 individuals, Scylla tranquebarica 2 individuals, and Scylla oceanica 1 individual. Frequency of presence of mangrove crab based on the type found is Scylla serrata with percentage of attendance 83% (often). Scylla tranquebarica has a 33% attendance percentage (rare), and Scylla oceanica has the lowest percentage of attendance at 16% (very rare). Keywords: population, mangrove crab. ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 3

PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir yang biasanya tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Nontji, 2005:106). Kegiatan manusia pada kawasan seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan pemukiman serta intensifikasi pertanian, laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk di daerah pesisir secara tidak langsung menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian hutan mangrove (Wardhani, 2011:60). Kepiting bakau menjadi salah satu spesies kunci (keystone species) pada ekosistem pesisir karena pada setiap aktivitas kepiting mempunyai pengaruh utama pada berbagai proses di dalam ekosistem. Peran kepiting bakau di dalam ekosistem diantaranya membantu daur karbon, menyediakan makanan alami pada jenis biota perairan, mengkonversi nutrien, meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah, serta mempertinggi mineralisasi (Anonim, 2013:2). Tingkat kepadatan populasi kepiting bakau di kawasan hutan mangrove sangat bergantung terhadap kerapatan hutan mangrove. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian Chairunnisa (2004:65) yang menyimpulkan bahwa di stasiun-stasiun penelitian dengan keadaan hutan mangrove yang belum rusak memiliki kepadatan kepiting bakau lebih besar dari pada stasiun dengan keadaan mangrove yang telah terganggu. Populasi kepiting bakau dan kawasan mangrove di Desa Sungai Itik dikhawatirkan telah mengalami gangguan ekologi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di Desa Sungai Itik, kepiting bakau menjadi salah satu jenis tangkapan yang paling sering dicari karena memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Tetapi, pada tahun 2010 sebagian besar penduduk Desa Sungai Itik yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan mulai mengeluhkan terjadinya penurunan tangkapan serta ukuran dan berat kepiting bakau. Beberapa permasalahan di kawasan hutan mangrove juga dapat ditemukan diantaranya adanya alih fungsi kawasan hutan mangrove menjadi areal pemukiman, dan juga pemanfaatan potensi pariwisata pantai yang secara tidak langsung juga akan memberikan pengaruh terhadap populasi kepiting bakau. METODE PENELITIAN Penelitian mengenai populasi kepiting bakau (Scylla spp.) pada kawasan hutan mangrove Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan penelitian deskriptif eksploratif. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengobservasi keberadaan kepiting bakau pada kawasan Hutan Mangrove di Desa Sungai Itik. Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap yaitu melakukan observasi lapangan, mencari literatur penelitian populasi kepiting bakau, pengambilan sampel, dan analisis data. Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat dua stasiun. Penentuan stasiun dilakukan secara purposive sampling berdasarkan pemanfaatan lahan di sekitar kawasan mangrove Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan alat tangkap jaring dan bubu. Panjang jarring yang digunakan dalam penelitian adalah 100 meter. Untuk waktu pemasangan (setting) jaring dan bubu dilakukan pada pagi hari pukul 08:00 WIB (menyesuaikan kondisi pasang surut air laut) dan pengangkatan (hauling) jaring dan bubu pukul 14:00 WIB. Pengambilan sampel kepiting bakau dilakukan satu kali per stasiun dalam satu hari selama dua hari dalam seminggu dengan selang waktu satu minggu. Kemudian sampel dihitung, ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 4

didokumentasikan, diawetkan dan diidentifikasi. Faktor fisik perairan yang diukur meliputi tipe substrat dasar, suhu air, salinitas dan ph. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai populasi kepiting bakau telah dilakukan di Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga April 2017. Lokasi penelitian dibagi menjadi dua Stasiun berdasarkan kondisi mangrove dan jaraknya dengan pemukiman masyarakat. Stasiun satu terletak di kawasan pesisir mangrove dekat dengan pemukiman masyarakat (Gambar 4.1) dan Stasiun dua terletak di kawasan mangrove yang masih alami dan jauh dari pemukiman masyarakat (Gambar 4.2). kepiting bakau hasil tangkapan di setiap Stasiun dapat di lihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel. 4.1 Jumlah dan Jenis Kepiting Bakau yang Tertangkap Pada Stasiun 1 dan Stasiun II Stasiu No Jumla Jenis Famili n. h I II 1 Scylla serrata 8 17 25 2 Scylla Portunida tranquebaric e a - 2 2 3 Scylla oceanica - 1 1 Jumlah 28 Berdasarkan Tabel 4.1 jumlah individu total yang tertangkap adalah dua puluh delapan individu. Jumlah individu yang tertangkap masing-masing jenis yaitu Scylla serrata dua puluh lima individu, Scylla tranquebarica dua individu, dan Scylla oceanica satu individu. Dari hasil penelitian diperoleh tiga jenis kepiting bakau (Scylla spp.) dengan urutan taksonomi dan ciri morologi sebagai berikut : Gambar 4.1 Stasiun I Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Crustacea : Decapoda : Portunidae : Scylla : Scylla serrata Scylla trauquebarica Scylla Oceanica Gambar 4.2 Stasiun II Kepiting bakau yang ditangkap adalah semua kepiting (jantan dan betina) hasil tangkapan di lapangan dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring dan bubu. Jaring dan bubu adalah alat tangkap tradisional yang digunakan oleh masyarakat Desa Sungai Itik. Jumlah Scylla serrata memiliki ciri-ciri warna dasar merah-kecoklatan. Bentuk alur H pada karapas tidak dalam, memiliki gerigi depan (frontal margin) yang tumpul. Dapat dilihat pada gambar 4.3 sebagai berikut: ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 5

Gambar 4.3 Scylla serrata Menurut Kenaan dkk, (1998:228) pola poligon dan warna : chela dan kakikakinya memiliki pola poligon yang sempurna untuk kedua jenis kelamin dan pada abdomen betina. Warna abdomen hijau. Gerigi pada dahi : tinggi, tipis, dan agak tumpul dengan tepian yang cenderung cekung dan membulat. Terdapat sepasang gerigi tajam pada siku (Carpus) serta berpoligon. Kedua capit (Cheliped) memiliki bentuk dan ukuran yang sama besar serta berpoligon. Memiliki warna hijau kecoklatan. Pola poligon juga terdapat pada kaki renang (Pleopod) dan kaki jalan (Periopod). Scylla tranquebarica memiliki ciriciri warna karapas bervariasi dari ungu sampai coklat kehitaman, bentuk alur H pada karapas relatif tidak begitu dalam. Dapat dilihat pada gambar 4.4 sebagai berikut: Gambar 4.4 Scylla tranquebarica Menurut Keenan dkk, (1998:230) pola poligon dan warna : chela dan dua pasang kaki jalan pertama berpola poligon. Pola poligon juga terdapat pada abdomen betina dan tidak pada abdomen jantan. Memiliki gerigi depan (frontal margin ) yang tajam. Kedua capit (Cheliped) memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda, satunya terlihat lebih besar dan satunya lagi lebih kecil dan runcing. Terdapat gerigi pada bagian luar cheliped, dan sepasang gerigi tajam pada siku (Carpus). Gerigi diantara mata tumpul, celah diantara geriginya membulat. Pola poligonal jelas di dua pasang kaki renang (Pleopod). Scylla oceanica memiliki ciri- ciri warna dasar orange kehijauan. Memiliki gerigi depan (frontal margin) yang tajam. Bentuk alur H pada karapas jelas (dalam). Dapat dilihat pada gambar 4.5 sebagai berikut : Gambar 4.5 Scylla oceanica Menurut Keenan dkk,(1998:233) pola poligon dan warna : kaki jalan (Periopod) dan kaki renang (Pleopod) tanpa pola poligon yang jelas. Abdomennya berwarna orange kemerahan. Gerigi pada dahi tumpul dan dikelilingi ruang-ruang yang sempit. Kedua capitnya memiliki ukuran dan bentuk yang sama, memiliki warna yang halus (tidak ada poligon). Pada bagian siku (Carpus) umumnya tidak ada gerigi, terlihat halus (tidak ada poligon). Berdasarkan Tabel 4.1 Jenis yang ditemukan di Stasiun satu hanya Scylla serrata. Sedikitnya jumlah jenis dari kepiting bakau yang ditemukan di Stasiun satu diduga karena Stasiun satu berada di sekitar muara sungai (dekat pemukiman). Keadaan mangrove di sekitar lokasi ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 6

penelitian telah mengalami pengurangan karena adanya aktivitas warga seperti alih fungsi kawasan hutan mangrove menjadi areal pemukiman. Lebih lanjut ditambahkan oleh Fachrul (2012:139) ekosistem mangrove juga dapat berfungsi sebagai daerah pembesaran (nursey ground), pemijahan (spawning ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi kepiting bakau terutama kepiting muda, karena ketersediaan makanan alam yang melimpah pada ekosistem tersebut. Oleh karena itu, adanya pengurangan mangrove di sekitar muara sungai (dekat pemukiman) tentu sangat mempengaruhi jumlah individu dari kepiting bakau. Stasiun dua memiliki jumlah jenis lebih banyak dari Stasiun satu. Jenis yang ditemukan pada Stasiun dua yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica. Banyaknya jenis kepiting bakau yang ditemukan pada Stasiun dua disebabkan oleh masih bagusnya kondisi dari hutan mangrove di lokasi penelitian karena jauh dari pemukiman. Pernyataan ini di perkuat oleh Rachmawati (2009:21) kawasan mangrove yang baik mendukung perkembangbiakan dari kepiting bakau. Akar-akar mangrove dimanfaatkan kepiting bakau muda untuk menempel sebagai tempat berlindung. Sedangkan, kepiting dewasa merupakan penghuni tetap hutan mangrove dan sering dijumpai membenamkan diri dalam substrat lumpur atau menggali lubang pada substrat lunak sebagai tempat persembunyian. Dari hasil penelitian ditemukan tiga jenis dari empat jenis kepiting bakau yang ada di Indonesia yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica dan Scylla oceanica. Meskipun sama-sama di kawasan mangrove, namun dari hasil jumlah jenis yang tertangkap terdapat perbedaan. Penelitian lain pernah dilakukan oleh Gita (2016) menemukan dua jenis kepiting bakau yaitu Scylla tranquebarica dan Scylla oceanica di Taman Nasional Alas Purwo. Putra dkk (2016) menemukan empat jenis kepiting bakau yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla paramamosain dan Scylla oceanica di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pulo Sarok Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Adha (2015) menemukan dua jenis kepiting bakau yaitu Scylla serrata dan Scylla tranquebarica di Kawasan Hutan Mangrove Dukuh Senik Desa Bedono Kecamatan Saying Kabupaten Demak. Adanya perbedaan jumlah jenis kepiting bakau menunjukkan kondisi kawasan mangrove yang menjadi lokasi penelitian. Lebih lanjut diperkuat oleh pernyataan Rachmawati (2009:24) semakin banyak jumlah jenis kepiting bakau pada kawasan mangrove menunjukkan kondisi mangrove yang semakin baik. KESIMPULAN Jumlah individu total tertangkap adalah dua puluh delapan individu, yaitu Scylla serrata dua puluh lima individu, Scylla tranquebarica dua individu, dan Scylla oceanica satu individu. Frekuensi kehadiran kepiting bakau berdasarkan jenis yang ditemukan yaitu Scylla serrata dengan persentase kehadiran 83% (sering). Scylla tranquebarica memiliki persentase kehadiran 33% (jarang), dan Scylla oceanica memiliki persentase kehadiran paling rendah yaitu 16% (sangat jarang). UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dan telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik secara moril maupun materil. Seluruh civitas akademika FKIP Universitas Jambi khususnya dosen-dosen Pogram Studi Pendidikan Biologi yang telah banyak memberi masukan dan saran yang membangun dalam pelaksanaan penelitian. Seluruh sahabat dan rekan, penulis ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 7

mengucapkan terima kasih atas izin dan bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adha, M., 2015. Analisis Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) Di Kawasan Hutan Mangrove Dukuh Senik Desa Bedono Kecamatan Saying Kabupaten Demak. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang Anonim, 2013. Tingkat Kepadatan Kepiting Bakau. http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/08021043 1003.pdf. Diakses tanggal 15 agustus 2017 Putra, D., Sarong, M.A., Purnawan, S. 2016. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pulo Sarok Kecamatatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Unsyiah. Vol 1(2):229-235. Rachmawati, P, F., 2009. Analisa Variasi Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting Bakau (Scylla spp.) Di Perairan Indonesia, Skripsi, IPB, Bogor. Wardhani, M.K., 2011. Kawasan Konservasi Mangrove : Suatu Potensi Ekowisata. Jurnal Kelautan. Vol 4(1):60-76 Chairunnisa, R., 2004. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) Di Kawasan Hutan Mangrove KPH Batu Ampar Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat. Skripsi. IPB. Bogor. Gita, R.S.D., 2016. Keanekaragaman Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi. Vol 1(2):148-161. Kenaan, Clive P., dkk., 1998. The Raffles Bulletin Of Zoology: A Revision Of The Genus Scylla De Haan, 1833 (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Portunidae). National University of Singapore. Singapore Nontji, A. N., 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. ASMARIYA (A1C412039) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 8