BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI 2013 SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INFEKSI SALURAN KEMIH

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH RAWAT INAP DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 merupakan infeksi nosokomial dengan angka kejadian paling tinggi lalu diikuti infeksi DEKU (dekubitis), IADP (Infeksi Aliran Darah Perifer), VAP (Ventilatory Acquired Pneumonia), ILO (Infeksi Luka Operasi) (Wahyuningtyas, 2015). Menurut Nofriaty (2010) infeksi saluran kemih menduduki peringkat 7 di RSUD Dr. Moewardi tercatat pada tahun 2009. Perempuan lebih mudah terserang ISK dibanding laki-laki yaitu mencapai angka 5-15%. Pada wanita muda yang produktif, kejadian ISK melebihi 0,5 kejadian per tahun dan sekitar 30% dari perempuan yang mengalami infeksi berulang di RS Bishop Shanahan, Nsukka (Dibua et al, 2014). Menurut Wijaya et al., (2013) perempuan lebih tinggi terkena ISK sebesar 70,2% dibanding laki-laki (29,8%) di RSUD Undata Palu. Imaniah (2015) juga menyatakan bahwa perempuan lebih tinggi terkena ISK sebesar 57,41% daripada laki-laki (42,59%) di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Pasien ISK paling banyak terjadi pada usia lebih dari 60 tahun sebesar 38,89% (Imaniah, 2015) disebabkan karena pada wanita usia 18-40 tahun ditemukan bakteri asimtomatik (adanya bakteri tanpa gejala) sebesar 5-6% dan meningkat pada usia lanjut 20% (Purnomo, 2011). Bakteri penyebab ISK adalah bakteri yang berada di usus yang kemudian turun ke saluran kemih, seperti Klebsiella pneumoniae (8,3%), Escherichia coli (72,7%), Proteus mirabilis (6,3%), Pseudomonas aeruginosa (4,2%), Enterococcus faecalis (3,5%), Enterobacter aerogenes (1,4%), Klebsiella oxytoca (0,7%), Entercoccus spp. (0,7%), dan Staphylococcus aureus (0,7%) (Echeverri et al., 2014). Menurut Imaniah (2015) penyebab ISK dari bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli (48,44%), Klebsiella pneumonia (17,19%), Acinetobacter baumanni (14,07%), Proteus mirabilis (6,25%), Strenotrophomonas maltophilia 1

2 (3,13%), dan Pseudomonas aeruginosa (3,13%) sedangkan bakteri Gram positif yaitu Enterococcus faecalis (4,69%) dan Staphylococcus haemolyticus (3,13%). Menurut Samirah et al. (2006) bakteri penyebab ISK tertinggi yaitu Escherichia coli sebesar (39,4%). Chitraningtyas (2014) dalam Christyaningsih (2014) juga menyatakan bahwa bakteri tertinggi penyebab ISK adalah Escherichia coli. Pengobatan pada pasien infeksi biasanya dengan antibiotik. Pengobatan dengan antibiotik harus secara rasional karena ketidakrasionalan penggunaan antibiotik akan menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan dan meningkatkan resistensi bakteri (Sutrisna, 2012). Lebih dari 50% bakteri Escherichia coli resisten terhadap antibiotik sefepim, seftazidim, seftriakson, siprofloksasin, gentamisin dan trimetoprim/sulfametoksazol. Bakteri Klebsiella pneumonia resisten terhadap antibiotik seftazidim, seftriakson dan trimetoprim/sulfametoksazol masing-masing sebesar 100%. Bakteri Proteus mirabilis resistensi terhadap antibiotik seftazidim, seftriakson, siprofloksasin, gentamisin dan trimetoprim/sulfametoksazol masing-masing sebesar 100% di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 (Imaniah, 2015). Bakteri Escherichia coli resisten terhadap amoksisilin (96%), seftriakson (70,8%), siprofloksasin (52%) dan terhadap ampisilin (16%) sedangkan bakteri Klebsiella pneumoniae resisten terhadap amoksisilin dan ampisilin (100%), seftriakson (12,5%) dan siprofloksasin (27,3%) di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari sampai Desember 2004 (Samirah et al., 2006). Pada pasien infeksi yang belum diketahui bakteri penyebab maka pengobatan dimulai berdasarkan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur dan hasil sensitivitas bakteri (Hadinegoro, 2004). Kuswandi (2011) menyatakan bahwa penggunaan antibiotik tidak lagi dapat mengatasi beberapa bakteri patogen karena adanya resistensi bakteri sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap antibiotik. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan antibiotik pada pasien harus sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensivitas bakteri serta melihat kondisi klinis pasien (Hadinegoro, 2004). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bakteri terbanyak penyebab ISK, pola reistensi bakteri terhadap antibiotik, dan kesesuaiaan penggunaan

3 antibiotik berdasarkan spektrum aktivitas antibiotik pada penderita ISK di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015. Rumah sakit ini dipilih sebagai tempat penelitian karena angka kejadian infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 termasuk infeksi nosokomial paling tinggi (Wahyuningtyas, 2015) sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih baru. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja bakteri penyebab pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015? 2. Bagaimana pola resistensi bakteri terhadap antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015? 3. Apakah antibiotik yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015 sudah sesuai dengan hasil uji sensitivitas bakteri dan spektrum aktivitas antibiotik? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui bakteri penyebab infeksi pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015. 2. Mengetahui pola resistensi bakteri terhadap antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015. 3. Mengetahui persentase kesesuaian antibiotik yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode

4 Januari 2013 September 2015 dengan hasil uji sensitivitas dan spektrum aktivitas antibiotik. D. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Saluran Kemih Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih akut yang terjadi pada organ padat (epididimis, testis, prostat, dan ginjal) lebih berat daripada organ berongga (ureter atau uretra) dilihat dari keluhan rasa nyeri bahkan keadaan klinis yang berat (Purnomo, 2011). a) Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih terjadi apabila ditemukan mikroorganisme yang hidup dan berkembang di saluran kemih. Bakteri masuk dalam saluran kemih melalui beberapa tahapan, yaitu ascending, descending (hematogen), dan jalur limfatik. Infeksi saluran kemih biasanya terjadi melalui tahap ascending dan descending. Wanita sering terkena ISK melalui bakteri yang berasal dari flora feses dan faktor penggunaan kontrasepsi (Dipiro et al., 2008). Bakteri masuk ke saluran kemih melalui uretra prostat vas deferens testis (pada pria) bulibuli ureter sampai ke ginjal (Purnomo, 2011). b) Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan anatomi ISK dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1) Infeksi Saluran Kemih Bawah (Sistitis) Sistitis adalah keadaan inflamasi pada mukosa buli-buli yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Purnomo, 2011). Pasien ISK tanpa komplikasi terjadi pada perempuan yang sehat dan tidak ada perubahan fungsi traktus urinarius. Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK bawah, antara lain nyeri di daerah suprapubis bersifat sering berkemih, disuria, kadang terjadi hematuria (Imam, 2013). Bakteri penyebab infeksi saluran kemih bawah (sistitis) terutama bakteri Escherichia coli, Enterococcus, Proteus, dan Staphylococcus aureus yang masuk ke buli-buli melalui uretra (Purnomo, 2011). Jumlah koloni bakteri yang

5 ditemukan pada pasien ISK bawah sebesar >10 3 cfu (colony forming unit)/ml (Grabe et al., 2013). 2) Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis) Pielonefritis adalah keadaan inflamasi yang terjadi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjal (Purnomo, 2011). Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK atas, antara lain demam tinggi, nyeri di daerah pinggang dan perut, mual serta muntah, sakit kepala, disuria, sering berkemih (Imam, 2013). Bakteri penyebab infeksi saluran kemih atas (pielonefritis) adalah Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus, dan Enterococcus faecalis (Purnomo, 2011). Jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada pasien ISK atas sebesar >10 4 cfu (colony forming unit)/ml (Grabe et al., 2013). 3) Infeksi Saluran Kemih Komplikasi Infeksi saluran kemih komplikasi adalah infeksi yang berkaitan dengan kondisi, seperti kelainan struktural dan fungsional pada saluran genitourinaria atau adanya penyakit yang mendasari meningkatkan resiko ISK pada individu tanpa faktor resiko yang diketahui atau gagal terapi (Grabe et al., 2015). Infeksi saluran kemih komplikasi perlu terapi yang lebih panjang yang disebabkan karena kelainan urologi, penggunaan kateter, obstruksi aliran urin, diabetes melitus, dan penyakit lainnya (Imam, 2013). Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK komplikasi dapat berupa gejala kombinasi antara sistitis dan pielonefritis (Williams and Wilkins, 1995). Infeksi saluran kemih komplikasi dapat disebabkan karena batu ginjal dan penggunaan kateter (Grabe et al., 2015). Bakteri yang berperan sebagai penginfeksi pada pasien ISK komplikasi, antara lain Escherichia coli (bakteri dominan), Pseudomonas aeruginosa, staphylococci dan enterococci. Jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada pasien ISK komplikasi jumlah koloni sebesar >10 5 cfu (colony forming unit)/ml (Grabe et al., 2015). 2. Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih Uji mikroskopis dan kultur bakteri dilakukan untuk memastikan adanya bakteri penginfeksi saluran kemih. Uji mikroskopis dilakukan dengan pengambilan urin segar kemudian dilakukan pewarnaan Gram. Hasil uji bakteri Gram positif akan terlihat warna ungu tua sedangkan bakteri Gram negatif akan

6 terlihat warna merah muda (Gould and Brooker, 2003). Spesimen urin pada pasien ISK mengandung bakteri >10 5 cfu (colony forming unit)/ml. Apabila urin mengandung bakteri sebanyak <10 5 cfu (colony forming unit)/ml maka terjadi kontaminasi (Gillespie and Bamford, 2009). Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan uropatogen yang paling sering diisolasi untuk pasien ISK (Echeverri et al., 2014). Pada individu yang sehat bakteri Klebsiella pneumoniae berada di tinja dan sistem pernapasan sebesar 5% (Brooks et al., 2005). 3. Antibiotik untuk Terapi Infeksi Saluran Kemih Antibiotik adalah substansi kimia berasal dari mikroorganisme yang mampu menghancurkan, membunuh, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Antibiotik berkembang terus-menerus dengan berjalannya waktu (Kuswandi, 2011). Antibiotik untuk pengobatan infeksi jika digunakan secara tepat akan memberikan efek yang baik, aman, dan efektif. Antibiotik yang memiliki indeks terapi lebar tidak efektif untuk menghambat bakteri dan menimbulkan efek samping yang lebih besar (Gillespie and Bamford, 2009). Menurut Nicolle (2005) pemilihan antibiotik pada pasien ISK perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Jika spesimen urin pada penderita piuria yang tidak memiliki gejala ISK, pengobatan tidak memerlukan antibiotik. b. Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur urin. c. Pengobatan yang berdasarkan terapi empirik digunakan pada pasien dengan gejala penyakit ISK. Pemilihan antibiotik yang spesifik berdasarkan sesuai kondisi pasien, lama paparan antibiotik, hasil kultur, dan hasil sensitivitas bakteri terhadap antibiotik. d. Terapi antibiotik secara oral diberikan pada pasien yang mengalami gejala penyakit ISK. e. Terapi antibiotik secara parenteral diberikan jika pasien tidak mampu menerima terapi antibiotik secara oral atau ditemukannya bakteri yang resisten terhadap obat oral.

7 f. Pasien ISK dengan gejala yang ringan diobati dengan antibiotik selama tujuh hari sedangkan pada pasien dengan gejala ISK bagian atas maka diobati dengan terapi antibiotik selama 10 sampai 14 hari. g. Pasien ISK dengan gejala asimtomatik diobati dengan antibiotik dan tidak perlu dilakukan kultur bakteri pada spesimen urin. Menurut Kemenkes RI (2014) pengobatan pasien ISK dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan penatalaksanaannya sebagai berikut: a. Pasien minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal. b. Pasien menjaga higienitas genital eksterna. c. Pemberian antibiotik golongan fluorokuinolon untuk perempuan selama 7-10 hari dan laki-laki selama 10-14 hari. Pengobatan empiris pada pasien infeksi saluran kemih bawah (sistitis) dan infeksi saluran kemih atas (pielonefritis) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dapat diobati dengan antibiotik yang direkomendasikan untuk terapi pasien sistitis, pasien pielonefritis dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Rekomendasi pengobatan empiris untuk pasien ISK bawah (sistitis) (RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro (2007) dalam Woelandary, 2014) Obat Dosis sehari Durasi Trimetoprim-sulfametoksazol 2 x 160/800 mg 3 hari Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari Nitrofurantoin monohidrat makrokristal 2 x 100 mg 7 hari Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari Tabel 2. Rekomendasi pengobatan empiris untuk pasien ISK atas (pielonefritis) (RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro (2007) dalam Woelandary, 2014) Obat Dosis sehari Durasi Sefepim 1 g 12 jam Siprofloksasin 400 mg 12 jam Levofloksasin 500 mg 24 jam Ofloksasin 400 mg 12 jam Gentamisin (+ampisilin) 3-5 mg/kgbb 24 jam 1 mg/kgbb 8 jam Ampisilin (+gentamisin) 1-2 gram 6 jam Tikarsilin-klavulanat 3,2 g 8 jam Piperasilin-tazobaktam 3,375 g 2-8 jam Imipenem-silaslatin 250-500 mg 6-8 jam

8 4. Resistensi Resistensi adalah kegagalan antibiotik membunuh bakteri sehingga bakteri masih berkembang di dalam tubuh dan bakteri tidak mampu berubah menjadi inaktif (Kuswandi, 2011). Penggunaan antibiotik yang sering akan mempengaruhi perkembangan bakteri. Bakteri pada pasien ISK akan menghasilkan beta laktamase yang berakibat pada resistensi bakteri. Faktor virulensi berperan pada interaksi antara Escherichia coli dan inangnya, faktor virulensi sebagai kolonisasi, proliferasi, dan masa transisi untuk infeksi yang berat (Pobiega et al., 2013). Resistensi dapat terjadi selama pengobatan dengan antibiotik karena bakteri memilki gen resisten. Bakteri memiliki gen resisten yang berasal dari: a. Mutasi spontan merupakan proses internal, yaitu perubahan gen normal bakteri itu sendiri (mengalami mutasi). b. Bakteri yang mampu memproduksi antibiotik sendiri. c. Gen resisten dari hewan. d. Gen resisten dari lingkungan. e. Gen resisten manusia pindah dari satu tempat ke tempat lain (Kuswandi, 2011). Penyebab resistensi bakteri dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Ekspresi gen yang meningkat akan menghasilkan protein yang sangat banyak. Misalnya, bakteri yang telah resisten terhadap penisilin dan turunannya mengandung beta laktamase yang tinggi, tetapi jumlah yang diproduksi oleh mutan-mutan tidak sama antara mutan satu dengan mutan lainnya. b. Ekspresi gen yang ditekan menyebabkan produk protein yang dikode oleh gen tersebut akan menjadi sedikit. Sebaliknya sel akan memproduksi protein baru lebih banyak dilihat dari profil protein penyusun dinding sel (Kuswandi, 2011). Menurut Brooks et al. (2001) mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik sebagai berikut: a. Bakteri mampu memproduksi enzim dan merusak obat yang aktif. b. Bakteri merubah permeabilitas dinding sel terhadap obat. c. Bakteri mengubah struktur target obat.

9 d. Bakteri mulai mengembangkan jalur baru untuk menghindarkan diri dari jalur yang biasa dihambat oleh obat. e. Bakteri mulai memproduksi enzim baru dan melakukan fungsi metabolitnya tetapi sedikit dipengaruhi oleh obat. E. Keterangan Empiris Angka kejadian infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 merupakan infeksi nosokomial paling tinggi lalu diikuti infeksi DEKU (dekubitis), IADP (Infeksi Aliran Darah Perifer), VAP (Ventilatory Acquired Pneumonia), ILO (Infeksi Luka Operasi) (Wahyuningtyas, 2015). Dalam penelitian ini diharapkan mampu memperoleh data ilmiah sebagai berikut : 1. Bakteri apa saja penyebab infeksi pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015. 2. Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015. 3. Kesesuaian antibiotik yang digunakan pada pasien infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Januari 2013 September 2015 dengan hasil uji sensitivitas bakteri dan spektrum aktivitas antibiotik.