BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Golongan darah. Kuliah SP modul HOM 2009

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati

KASUS INCOMPATIBLE PADA PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING) PADA LEBIH DARI SATU DONOR DENGAN METODE GELL TEST

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

ALEL GANDA. Oleh ARNI AMIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

Ilmu Pengetahuan Alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

BAB I PENDAHULUAN. antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007).

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi cukup besar dan menimbulkan resiko lebih lanjut yang dapat. darah masih saja terjadi.( Soedarmono, S.M.Yuyun, 2008 ).

SISTEM PEREDARAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

GOLONGAN DARAH. Sejarah

BAB III METODE PENELITIAN. pemeriksaan di Unit Transfusi Darah Cabang Palang Merah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang kedokteran transfusi sudah. berkembang pesat dari sejak ditemukannya golongan darah

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % dari berat badan total.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

Etiology dan Faktor Resiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

PENYAKIT HEMOLITIK PADA NEONATUS MADE SUANDIKA SKEP,NS,MKEP CWCCA

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

Jurnal Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi Rubella

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

PEMERIKSAAN RUJUKAN KASUS IMUNOHEMATOLOGY UDD PMI PUSAT TAHUN No. Kasus Jumlah 1 AIHA tipe dingin 33 kasus 2 AIHA Tipe Hangat/dingin 9 kasus

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

b) Prinsip c) Teori PENGGOLONGAN ABO

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien).

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Ginjal berjumlah dua buah, ginjal berbentuk seperti kacang dan berwarna merah keunguan yang terletak disebelah kanan dan kiri ruas-ruas tulang belakang perut atau abdomen, masing-masing besarnya sekepal tangan. Ginjal bagian kiri letaknya lebih tinggi daripada ginjal sebelah kanan terdapat organ hati dan bagian atas ginjal terdapat kelenjar adrenal (Nursalam, 2008). Ginjal berfungsi sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan solute dan air secara selektif. Sistem eksresi yang terganggu menyebabkan menumpuknya zat-zat toksik di dalam tubuh yang kemudian menyebabkan sindrome uremi. Keadaan ini dapat menyebabkan terganggunya sistem kardiovaskular, sistem dermatologis, sistem endokrin, dan sistem lainnya (Brunner, Suddarth, 2002). 2.2 Gagal Ginjal 2.2.1 Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan BUN (Blood, Urea, Nitrogen) kadar kreatinin plasma. Saluran urine dapat berkurang dari 40 ml per jam (oliguria), tetapi mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat (Baradero, 2009).

2.2.2 Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolik mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. Kondisi ini mungkin disebabkan glomeruloneritis kronis, kelainan vaskular, penyakit sistemik, infeksi, obatobatan, atau preparat toksik. Pada akhirnya hemodialisa atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menyelamatkan pasien (Baughman & Diane C, 2000). 2.3 Hemodialisa Pasien gagal ginjal kronik mengalami penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible memerlukan terapi pengganti ginjal tetap berupa dialysis. Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang berfungsi untuk mengembalikan cairan intrasel dan ekstrasel ke keadaan yang normal dengan cara membuang limbah metabolik dan kelebihan cairan tubuh di dalam darah (K. Suwitra, 2009). Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat nitrogen yang toksin dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan ketubuh pasien. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien (Cahyaningsih, 2009).

2.4 Transfusi Darah Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari seseorang (donor) ke orang lain (resepien). Indikasi transfusi darah merupakan pedang bermata dua, yaitu jika diberikan dengan tepat akan dapat menyelamatkan penderita, tetapi jika salah diberikan dapat menimbulkan efek samping yang disebut reaksi transfusi bahkan dapat menimbulkan kematian (Bakta, 2006). 2.5 Reaksi Transfusi Darah Reaksi transfusi darah adalah proses dekstruksi yang mana sistem imun terhadap sel darah merah inkompatibel yang diterima dari transfusi darah. Reaksi transfusi terhadap donasi sel darah putih lebih sering terjadi, tetapi biasanya ringan. Reaksi transfusi juga dapat terjadi akibat reaksi imun terhadap bakteri yang dipindahkan dari produk darah yang terkontaminasi (Corwin, 2009). Reaksi transfusi yang biasa terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa antara lain : 1. Reaksi Demam Penyebab demam yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa disebabkan antibodi penerima bereaksi dengan antigen sel darah putih dalam produk darah. Demam bisa merupakan gejala awal reaksi transfusi, Pemeriksaan antibodi HLA pada pasien yang memiliki reaksi demam berulang perlu dilakukan.

2. Reaksi Anafilaktik (Alergi) Reaksi anafilaktik dapat terjadi pada sekitar 1% penerima disebakan oleh protein plasma asing. Pasien biasanya mengalami gatal-gatal di bagian tubuh tanpa sebab yang jelas. 3. Kejang berulang atau kram pada otot terutama pada otot kaki (Kiswari, Rukman, 2013). 2.6 Resiko Transfusi Darah Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa rsiko. Seperti lazimya tindakan medis lainnya, transfusi darah memiliki resiko tersendiri. Resiko tersebut antara lain seperti reaksi imunologis, reaksi non imunologis, dan penularan penyakit. Oleh karena itu prosedur baku untuk mendapatkan sampel yang tepat, crossmatch, skrinning infeksi menular lewat trasfusi darah, skrinning antibodi, dan pemberan transfusi harus dilakukan secara ketat untuk kasus emergency (Anonim, 2008). 2.7 Antibodi / Immunoglobulin Antibodi merupakan sekelompok protein terlarut yang dibentuk sebagai respon terhadap masuknya antigen, dapat mengenali dan mengikat secara spesifik. (Hartati, 2013). Berikut jenis immunoglobulin, yaitu : 1. IgG adalah antibodi yang paling banyak ditemukan dan mencakup sekitar 80% dari semua immunoglobulin dalam darah. IgG adalah antibodi utama yang melintasi plasenta dari ibu kepada janin selama kehamilan.

2. IgM adalah jenis pertama kali dibentuk dan yang paling tinggi konsentrasinya sewaktu pajanan primer kepada suatu antigen. IgM merupakan ukuran yang paling besar. 3. IgA adalah banyak terdapat dalam sekresi misalnya air liur, mucus vagina, air susu, sekresi saluran cerna dan paru. 4. IgE berperan dalam respon alergi. Immunoglobulin ini juga merupakan antibodi yang terstimulasi pada infeksi parasit. 5. IgD terdapat dalam konsentrasi rendah dalam darah. Perannya dalam respon imun tidak diketahui, meski diketahui membantu proses kematangan dan diferensiasi semua sel B (Corwin, 2009). 2.8 Pembentukkan Antiodi Baru Pembentukkan antibodi baru setelah transfusi berulang, antara lain : 1. Antibodi terhadap leukosit dan trombosit Pada penderita yang mendapatkan transfusi berulang kali mungkin dijumpai antibodi leukosit atau antibodi terhadap trombosit, dan tidak jarang disertai dengan anti-hla 2. Antibodi terhadap faktor koagulasi Akibat pemberian transfusi berulang kali terhadap faktor koagulasi, dalam plasma resipien mungkin timbul antibodi terhadap faktor koagulasi bersangkutan. Bila antibodi ini terdapat pada penderita dengan defisiensi faktor koagulasi herediter dapat di duga antibodi ini adalah suatu aloantibodi, sedangkan antibodi yang dijumpai pada orang normal kemungkinan besar

merupakan autoantibodi. Sebagian besar antibodi terhadap faktor koagulasi adalah IgG (Hofbrand & Petti, 1996). 2.9 Antibodi yang terbentuk setelah Hemodialisa Transplantasi ginjal dilakukan pada gagal ginjal tingkat akhir. Adanya sensitasi terhadap antigen donor yang sudah terjadi sebelum transplantasi juga penting diketahui oleh karena dapat merugikan. Hal tersebut terjadi akibat transplantasi terdahulu yang menimbulkan antibody anti-hla. Antibodi anti-hla biasanya IgG dan dapat menyebabkan aglutinasi maupun aktifasi komplemen atau aktifasi sistolik. Anti-HLA kelas IgM pernah dijumpai pada penderita dengan transfusi berulang kali. Antibodi Anti-HLA menyebaban menggigil, demam, dan pada kasus berat infiltrat paru (Hoffbrand, 2013). 2.10 Pemeriksaan Laboratorium Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada saat transfusi darah, yaitu : 1. Tes Reaksi Silang (Crossmatching) Uji silang serasi (crossmatching) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi donor atau pasien yang bersifat IgG dan IgM yang dapat bereaksi dengan antigen donor atau pasien sehingga dapat diketahui darah donor tersebut dapat hidup normal atau tidak dalam tubuh pasien secara in vivo. Dengan demikin pemeriksaan uji silang serasi mutlak harus dilakukan agar darah yang ditransfusikan kepada pasien bermanfaat dan berfungsi secara klinis dan tidak menyebabkan reaksi transfusi langsung.

Pemeriksaan uj silang serasi antara darah pasien dengan darah donor harus dilakukan 3 fase, yaitu : a. Uji silang serasi mayor adalah pemeriksaan ketidakcocokkan oleh karena adanya antibodi dalam serum pasien terhadap antigen sel darah merah donor. b. Uji silang serasi minor adalah pemeriksaan ketidakcocokkan oleh karena adanya antibodi dalam serum donor terhadap antigen sel darah merah pasien. c. Auto control adalah mereaksikan antara sel darah merah pasien dengan serumnya, tujuan untuk mengetahui apakah terdapat antibodi atau tidak. 2. Pemeriksaan Tes Antibodi Pemeriksaan tes antibodi atau uji globulin ini dilakukan dengan menggunakan serum antigobulin coombs yang mengandung anti-igg dan anti-komplemen. Pengujian ini untuk mendeteksi antibodi kelas IgG dan juga mendeteksi antibodi yang dapat mengikat komplemen tetapi kemampuannya untuk beraksi dengan antigen pada permukaan eritrosit tidak adekuat. Pemeriksaan tes antibodi dibagi 2, yaitu : a. Test coomb secara langsung (Direct Commbs Test) Test coomb secara langsung (Direct Commbs Test) ini digunakan untul mencari adanya antibodi tak lengkap yang telah menempel pada permukaan sel darah merah dimana sensitiasi telah terjadi secara in vivo. (kosasih, N & kosasih, S, 2008) Prinsipnya adalah eritrosit dipisahkan dari plasma sehingga antibodi yang terikat dari eritrost (keadaan normal). Antibodi yang tidak beraglutinasi

ditambahkan sehingga terjadi ikatan dengan antigen di permukaan eritrosit. Eritrosit dicuci untuk menghilangkan antibodi bebas kemudian antibodi kelinci terhadap immunoglobulin manusia ditambahkan. Antibodi kelinci ini akan berikatan dengan immunoglobulin manusia yang telah berikatan dengan antigen di permukaan eritrosit, jalinan ikatan ini menyebabkan eritrosit beraglutinasi. 1. Interpretasi hasil Bila terjadi aglutinasi sel darah merah dinyatakan sebagai hasil positif. Hasil DCT positif dapat mengakibatkan daya hidup sel darah merah memendek atau tidak. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan DCT positif : a. Adanya autoantibodi pada antigen sel darah merah b. Alloantibodi pada sirkulasi resipien yang bereaksi pada sel darah merah donor c. Alloantibodi pada plasma donor yang akan bereaksi dengan sel darah merah pasien d. Antibodi yang langsung melawan obat-obatan Bila tidak terjadi aglutinasi hasil negatif, diindikasikan tidak adanya human IgG. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan DCT Antibodi yang tersensitasi pada sel darah merah dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. RATIO serum terhadap sel. Kenaikan rasio serum terhadap sel akan menaikkan sensitivitas sistem pemeriksaan. Pada umumnya ratio dicapai dengan menambahkan 2 tetes serum pada 5% suspensi sel. b. MEDIA REAKSI Albumin: media ini akan menyebabkan sel yang tersensitasi dengan antibodi akan saling mendekat satu sama lain Low Ionic Strenght Solution (LISS) menaikkan penangkapan antibodi dan memperpendek waaktu inkubasi. Polyethylene glycol (PEG), digunakan untuk menaikkan kemampuan deteksi antibodi yang mempunyai arti klinis. c. SUHU. Suhu optimum IgG adalah 370c. d. MASA INKUBASI. Untuk sel yang disusenskan dengan salinewaktu inkubasi berkisar antara 30-120 menit. e. PENCUCIAN SEL. Baik DCT atau ICT diperlukan pencucian sel dengan larutan salin minimal 3 kali sebelum penambahan reagensia AHG. Pencucian ini bertujuan mengambil sisa-sisa serum globulin yang tidak terikat pada sel darah merah. f. SALIN. Untuk pencucian harus mempunyai ph 7,2 7,4 (Setyati, Julia, 2010).

Gambar : 2.1 Direct Coombs Test dan Indirect Coombs Test) (http://nursingcrib.com/medical-laboratory-diagnostic-test/antiglobulin-test/) b. Tes coomb tidak langsung (Indirect Coombs Test) Tes coomb tidak langsung ini digunakan untuk mendeteksi antibodi yang telah melapisi eritrosit secara in vitro. Aglutinasi menunjukkan bahwa serum asal mengandung antibodi yang telah melapisi eritrosit secara in vitro. Uji ini digunakan sebagai bagian dari penapisan antibodi rutin pada serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi golongan antibodi golongan darah pada wanita hamil. (Hoffrabrand, 2005). Pemeriksaan ICT hampir sama halnya dengan pemeriksaan DCT, tapi perbedaannya adalah ICT membutuhkan waktu inkubasi sedangkan DCT tidak memerlukan inkubasi. Pada sampel DCT menggunakan suspensi sel darah merah 5%, sedang ICT menggunakan sampel serum. Kegunaan ICT dalam laboratorium 1. Untuk pemeriksaan uji silang serasi

2. Skrining dan identifikasi antibodi 3. Mendeteksi fenotip sel darah merah dengan menggunakan antisera yang sudah diketahui. 2.11 Kerangka Teori Hemodialisa Reaksi Tranfusi IgG IgM 2.12 IgD IgE IgA Antibodi Gambar 2. Kerangka Teori Anti-HLA