Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea *E-mail: farids.unhas@gmail.com ABSTRAK Parameter oseanografi merupakan salah satu variabel penting dalam mendukung keberhasilan pengelolaan daerah kawasan konservasi perairan laut. Parameter oseanografi mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme dalam kawasan seperti lamun, terumbu karang dan organism yang berasosiasi. Parameter yang diukur adalah arus, suhu, salinitas, ph, total padatan tersuspensi, oksigen terlarut, nitrat, dan phospat. Pada perairan Luwu Utara parameter salinitas, padatan tersuspensi, nitrat dan phosphat mempunyai variasi yang besar secara spasial. Salinitas berkisar antara 4-27 ppt, padatan tersuspensi berkisar antara 13,1-144,5 mg/l. Nitrat berkisar antara 0,004-0,672 mg/l dan Phospat berkisar antara 0,03-0,922 mg/l. Nilai paremeter oseanografi yang bervariasi dipengaruhi oleh aliran Sungai Lampuawa Kata kunci: oseanografi, kawasan konservasi perairan laut, Luwu Utara Pendahuluan Salah satu tujuan pendirian kawasan konservasi adalah untuk perlindungan keanekaragaman sumberdaya hayati dan serta ekosistem pesisir dan laut. Berdasarkan SK Dirjen KP3K No. 44 tahun 2014 mengenai pedoman penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil aspek biofisik menjadi bagian penting dalam proses pengelolaan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Luwu Utara telah menetapkan kawasan yang berada di Desa Poreang, Kecamatan Tana Lili untuk dicadangkan sebagai kawasan konservasi. Penetapan lokasi ini didasarkan pada informasi dari masyarakat tentang keberadaan biota yang dilindungi yaitu kelompok penyu dan sapi laut (dugong) di daerah padang lamun. Penetapan kawasan konservasi disamping informasi keberadaan biota laut langka diperlukan pula informasi mengenai kondisi lingkungan, seperti parameter oseanografi. Parameter oseanografi sangat terkait dengan keberlanjutan keanekaragaman jenis dan kelangsungan hidup biota laut. Berdasarkan panduan monitoring aspek biofisik, parameter fisik dan kimia oseanografi sebagai data pendukung kondisi suatu perairan di suatu ekosistem dan habitat sumberdaya ikan serta memberikan informasi ada jenis atau sumber polutan disuatu lokasi. Tujuan penelitian ini mengetahui kondisi oseanografi di lokasi calon kawasan konservasi Kab. Luwu Utara. Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi data dasar tentang kondisi parameter oseanografi sebagai salah satiu parameter utama dalam suatu penilaian calon kawasan konservasi dalam rangka mendukung juta hektar pada tahun 2020 (Mulyana dan Dermawan, 2008) serta membantu pemerintah daerah dalam proses pencadangan KKPD berdasarkan kajian ilmiah yang tepat. Bahan dan Metode Lokasi penelitian berada di pesisir Kab. Luwu Utara, tepatnya di Desa Poreang, Kecamatan Tana Lili, Kabupaten Luwu Utara sebagai lokasi calon kawasan konservasi yang diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Luwu Utara. Lokasi penelitian dan titik sampling diperlihatkan seperti pada 72 Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II
Gambar 1. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Mei sampai dengan September 2014. Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan titik sampling di lokasi Calon Kawasan Konservasi Perairan Daerah, Desa Poreang, Kec. Tana Lili, Kabupaten Luwu Utara Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Air. Pengambilan sampel air dilakukan berdasarkan petunjuk APHA (1999), yaitu menggunakan botol poliethielen dengan cara memasukan ke dalam kolom air, setelah penuh ditutup dan disimpan ke dalam coolbox yang berisi lat dan metode yang digunakan untuk mengukur parameter oseanografi yaitu: es, selanjutnya diangkut ke laboratorium untuk dianalisis. Pengambilan sampel air dilakukan pada lokasi perairan dimana terdapat biota laut seperti mangrove, lamun dan karang. Pengukuran Parameter Insitu. Pengukuran parameter insitu meliputi arus, suhu, salinitas, ph dan oksigen terlarut. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel air. APengukuran parameter arus meliputi kecepatan dan arah menggunakan modifikasi metode layang arus dengan petunjuk arah menggunakan GPS; Pengukuran suhu menggunakan thermometer digital; Salinitas diukur menggunakan salinity handrefractometer merek Atago; ph diukur menggunakan alat ph meter merek Horiba; Oksigen terlarut diukur menggunakan metode titrasi Winkler; Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI 06-6989.3-2004); Pengukuran Nitrat (NO3) menggunakan metode brucine (APHA, 1979) diukur menggunakan spektrofotometer DR 2800 pada panjang gelombang 420 nm; Pengukuran Phosphat (PO4) menggunakan metode molibdate (APHA, 1979) diukur mengunakan spektrofotometer DR 2800 pada panjang gelombang 660 nm. Analisis data. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut (Kepmen LH No. 51 tahun 2004). Hasil dan Pembahasan Kondisi Parameter Fisik. Kondisi parameter oseanografi fisik di daerah calon kawasan konservasi perairan Kabupaten Luwu Utara dapat dijelaskan sebagai berikut: Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II 73
Arus. Arus merupakan parameter fisik oseanografi yang berperan dalam mendistribusikan nutrien dan oksigen terlarut dari suatu perairan ke perairan lainnya. Arus berperan pula dalam membersihkan permukaan karang dari sedimentasi. Arus di laut ditimbulkan oleh tiupan angin atau oleh pengaruh pasang Surut. Pada perairan pantai umum didominasi oleh arus pasang surut dan yang dibangkitkan oleh tiupan angin. Secara umum, arus adalah gerakan massa air secara horizontal dalam skala besar. Arus yang terjadi di wilayah pesisir dan dekat pantai dapat berasal dari arus laut global, akibat angin, pasang surut, gelombang, dan perbedaan densitas air. Arus di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh arus global dan tiupan angin musim terjadi karena perubahan tekanan udara. Dengan demikian peran arus dalam kawasan konservasi perairan dapat mendukung pertumbuhan biota laut. Pada penelitian ini kecepatan arus berkisar antara 0,6 4 m/det dengan ratarata sebesar 1,54 m/det. Kecepatan arus berdasarkan pendapat Mason (1991) masuk kategori lambat hingga cepat. Pada Gambar 2 memperlihatkan pola sebaran arah dan kecepatan arus. Gambar 2. Pola sebaran arah dan kecepatan arus Suhu. Salah satu parameter penting dalam penentuan kawasan konservasi adalah suhu. Suhu berpengaruh terhadap proses fisiologi biota laut, terutama proses metabolisme. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan proses metabolisme, sehingga penggunaan oksigen terlarut meningkat dan akumulasi pencemar juga mengalami peningkatan. Metabolism yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada biota laut. Suhu perairan pada lokasi calon kawasan konservasi perairan Kabupaten Luwu Utara berkisar antara 26,5 30 o C dengan rata-rata sebesar 29,1 o C. Berdasarkan baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut suhu yang sesuai untuk karang sebesar 28-30 o C, untuk mangrove sebesar 28-32 o C dan lamun sebesar 28-30 o C. suhu perairan masih dapat mendukung kehidupan biota laut, suhu yang rendah ditemukan di sekitar muara sungai. Gambar 3 memperlihatkan pola sebaran suhu di lokasi calon kawasan konservasi laut. 74 Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II
Gambar 3. Pola sebaran suhu Padatan Tersuspensi. Padatan tersuspensi merupakan parameter yang mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi biota laut. Semakin tinggi jumlah padatan tersuspensi menurunkan kemampuan biota laut untuk melakukan fotosintesis dan respirasi, sehingga lambat laun dapat mematikan. Jumlah padatan tersuspensi pada lokasi calon kawasan konservasi perairan Kabupaten Luwu Utara berkisar antara 13,1 144,5 mg/l dengan rata-rata sebesar 50,29 mg/l. Berdasarkan baku mutu air laut nilai padatan tersuspensi telah melebihi baku mutu untuk karang dan lamun yaitu berkisar antara <20 mg/l, namun masih mendukung untuk kehidupan mangrove yaitu sebesar <80 mg/l. Gambar 4 mempelihatkan pola sebaran padatan tersuspensi (TSS). Gambar 4. Pola sebaran padatan tersuspensi Kondisi Parameter Kimia Salinitas. Salinitas berperan besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hayati di perairan laut. Parameter ini berpengaruh langsung terhadap proses osmoregulasi, yangmana pada salinitas yang rendah biota laut akan mengalami hipo-osmoregulasi. Hal ini dapat menyebabkan kematian, sehingga mempengaruhi biota laut pada kawasan konservasi perairan. Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II 75
Biota laut karang dan lamun hidup optimal pada salinitas tinggi (hipersalin) berkisar antara 33-34 ppt, sementara mangrove dapat hidup pada salinitas berkisar 0-34 ppt. Hasil pengukuran salinitas pada lokasi calon kawasan konservasi perairan diperoleh nilai berkisar 4-27 ppt dengan rata-rata 22,1 ppt. Hasil ini menunjukkan bahwa salinitas perairan bersifat payau, hal ini disebabkan pengaruh suplai air tawar dari Sungai Lampuawa. Salinitas memenuhi baku mutu untuk mangrove, namun tidak mendukung untuk kehidupan karang dan lamun. Gambar 5. Pola sebaran salinitas ph. ph atau derajat keasaman berpengaruh terhadap pembentukan senyawa kimia di dalam perairan. Senyawa beracun akan bersifat toksik pada ph rendah, sementara pembentukan rangka karang melalui proses kalsifikasi membutuhkan ph tinggi. Biota laut membutuhkan ph antara 7-8,5 untuk kelangsungan hidupnya. Hasil pengukuran ph perairan nilai berkisar antara 6,2-8,1 dengan nilai ratarata 6,98. Nilai rata-rata ph lebih rendah dari yang persyaratkan, namun pada lokasi tertentu memiliki ph berada pada kisaran yang sesuai. ph rendah ditemukan pada perairan dekat muara sungai. Gambar 6. Pola sebaran ph Oksigen Terlarut. Kadar oksigen terlarut di dalam lingkungan perairan merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas air. Oksigen terlarut dalam air bersumber dari difusi oksigen atmosfir dan hasil fotosintesis tumbuhan dalam air. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut disebabkan karena digunakan untuk respirasi hewan dan tumbuhan, digunakan untuk perombakan bahan-bahan 76 Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II
organik secara biologis oleh mikroorganisme, digunakan untuk reaksi kimia anorganik, serta hilang atau terlepaskan ke atmosfir. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan calon kawasan konservasi perairan berkisar antara 5,0-5,9 mg/l dengan rata-rata 5,51 mg/l. Konsentrasi ini berada di atas baku mutu untuk biota laut yaitu >5 mg/l. Konsentrasi yang relatif tinggi ini disebabkan adanya suplai dari sungai dan difusi dari udara. Dengan demikian konsentrasi oksigen terlarut perairan mendukung untuk kelangsungan hidup biota laut. Gambar 5 memperlihatkan pola sebaran oksigen terlarut. Gambar 7. Pola sebaran Oksigen Terlarut (DO) Nitrat. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang bersifat stabil di dalam perairan laut. Nitrat digunakan oleh fitoplankton dan tanaman air sebagai sumber nutrien. Tingginya kadar nitrat di perairan dipengaruhi oleh masuknya limbah organik dan pupuk ke laut. Nitrat yang berlebih dapat memicu meningkatnya pertumbuhan fitoplankton dan makroalga, yang dapat mengganggu kehidupan karang. Konsentrasi nitrat di perairan calon kawasan konservasi perairan berkisar antara 0,004-0,672 mg/l dengan rata-rata 0,066 mg/l. Konsentrasi ini berada di atas baku mutu untuk biota laut yaitu 0,008 mg/l. Konsentrasi yang relatif tinggi ini disebabkan adanya suplai dari sungai. Dengan demikian konsentrasi nitrat perairan mendukung untuk kelangsungan hidup biota laut. Gambar 8. Pola sebaran Nitrat Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II 77
Phospat. Phospat merupakan bentuk Phospor yang utamanya bersumber dari penggunaan detergen oleh rumah tangga. Phosphat dapat pula dihasilkan dari proses penguraian bahan organik. Bentuk phosphat yang dapat secara langsung digunakan adalah orto-phosphat. Parameter phospat juga merupakan indikator dalam menilai tingkat kesuburan suatu perairan. Liaw (1969) mengemukakan bahwa klasifikasi tingkat kesuburan suatu perairan dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan nilai kandungan phospat dalam suatu perairan dimana perairan kurang subur memiliki kandungan phospat sekitar 0 0,06 mg/l, perairan cukup subur sekitar 0,07 1,61 mg/l, perairan subur sekitar 1,62 3,23 mg/l dan perairan yang sangat subur memiliki kandungan phospat diatas 3,23 mg/l. Gambar 9. Pola sebaran Phospat Konsentrasi phospat di perairan calon kawasan konservasi perairan berkisar antara 0,029-0,922 mg/l dengan rata-rata 0,25 mg/l. Konsentrasi ini berada di atas baku mutu untuk biota laut yaitu 0,015 mg/l. Perairan lokasi penelitian dikategorikan perairan subur. Konsentrasi yang relatif tinggi ini disebabkan adanya suplai dari sungai. Dengan demikian konsentrasi phosphat perairan mendukung untuk kelangsungan hidup biota laut. Gambar 9 memperlihatkan pola konsentrasi tinggi ditemukan pada perairan dekat dengan muara sungai. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan menunjukkan bahwa parameter oseanografi di calon lokasi kawasan konservasi perairan Kabupaten Luwu Utara mendukung untuk kehidupan biota laut. Parameter yang menjadi factor pembatas untuk lamun dan karang di perairan ini adalah padatan tersuspensi. Daftar Referensi Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta Kementerian lingkungan Hidup, 2004. Baku Mutu Air Laut. Lampiran 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014. Panduan Monitoring Biofisik (Sumberdaya Kawasan) Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Liaw, W.K. 1969. Chemical and biological studies of fishpond and reservoirs in Taiwan. Chinese- American joint communication rural recontruction on fisheries. Mulyana, Y., dan A. Dermawan, 2008. Profil Konservasi Sumberdaya Ikan Kini dan Mendatang: Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan Dunia. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 78 Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II
Mason, C.F., 1981. Biologi of Freshwater Polution. Langmash. London Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. PT Djambatan. Jakarta. Rohkmin, D., J. Rais, S.P.Ginting, M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. SNI, 2004. Metode Analisis Air Permukaan, Air Limbah, Air Laut dan Limbah B3. PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II 79