HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

Zat makanan yang ada dalam susu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

disusun oleh: Willyan Djaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI SUSU SEGAR

MATERI DAN METODE. Metode

Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB I PENDAHULUAN. lengkap dan telah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Susu dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

MATERI DAN METODE. Materi

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing perah yang umumnya dipelihara di Indonesia adalah kambing Peranakan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

MEDIA INFORMASI TENTANG MANFAAT SUSU SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

R E A K S I U J I P R O T E I N

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Susu Kambing Peranakan Etawah dan Jawa Randu Susu kambing merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh binatang ruminansia dari bangsa kambing-kambingan atau disebut Capriane (Moeljanto dan Wiryanta, 2002). Bila dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing mempunyai kelebihan dalam komposisi yakni mendekati komposisi kimiawi air susu ibu (ASI). Menurut Devendra dan Burns (1994), kandungan protein susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak, dan masing-masing 25% dari laktosa serta protein sedangkan proporsi dalam susu manusia adalah 55% dari lemak, 38% laktosa dan hanya 7% dari protein. Komposisi susu kambing secara umum dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Komposisi dan Keadaan Susu Kambing Peranakan Etawah pada Hari Pemerahan Berbeda Komposisi Hari Pemerahan Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Rataan±SB Referensi Bahan Kering (%) 17,76±1,84 16,79±4,02 15,56±2,81 16,70±2,89 14,24 c BKTL (%) 10,01±0,73 9,62±1,14 9,60±1,12 9,74±0,99 10,86 b Lemak (%) 7,75±2,05 7,17±2,92 5,96±1,76 6,96±2,24 3,5 a ; 4,6 c Protein (%) 4,29±0,33 4,15±0,59 4,32±0,49 4,25±0,47 4,01 c Berat Jenis (Kg/m 3 ) 1,031±0,004 1,030±0,002 1,031±0,003 1,031±0,003 1,032 a ;1,037 b ph 6,67±0,12 6,67±0,15 6,69±0,13 6,68±0,13 6,6 a ; 6,3-6,7 d Tabel 6. Komposisi dan Keadaan Susu Kambing Jawarandu pada Hari Pemerahan Berbeda Komposisi Hari Pemerahan Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Rataan±SB Referensi Bahan Kering (%) 27,49±2,27 17,14±0,85 16,86±1,36 20,49±1,49 14,24 c BKTL (%) 12,59±0,26 10,37±0,69 10,26±0,45 11,07±0,47 10,86 b Lemak (%) 14,83±2,56 6,76±0,96 6,6±1,08 9,40±1,53 3,5 a ; 4,6 c Protein (%) 5,00±0,83 4,75±0,63 4,68±0,85 4,81±0,07 4,01 c Berat Jenis (Kg/m 3 ) 1,035±0,003 1,034±0,003 1,033±0,001 1,034±0,002 1,032 a ;1,037 b ph 6,65±0,07 6,64±0,07 6,65±0,13 6,65±0,09 6,6 a ; 6,3-6,7 d Sumber: a Pulina dan Nudda (2004) b Katipana (1986); Atabany (2002) c Devendra dan Burn (1970) d French (1970)

Tabel 7. Rataan dan Simpangan Baku Bahan Kering Susu Kambing PE dan Jawarandu dengan Hari Pemerahan Berbeda Bangsa Bahan Kering (%) pada Hari Pemerahan Kambing (n) Hari ke 5 Hari Ke 6 Hari ke 7 PE (3) 17,76±1,84 Cc 16,79±4,02 Cc 15,56±2,81 Cc Jawarandu (3) 27,49±2,27 Aa 17,14±0,85 Cc 16,86±1,36 Cc Keterangan: Superskrip yang berbeda (huruf kecil) pada baris yang sama atau (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,01). Bahan kering mempengaruhi kandungan nutrisi susu kambing. Kebutuhan bahan kering dari hewan merupakan patokan dalam pemberian pakan dan perhitungan kandungan protein serta energinya, sehingga dengan demikian kebutuhan hewan untuk tumbuh dapat dipenuhi (Herman, 1982). Konsumsi bahan kering untuk kambing tergantung pada bobot badan. Devendra dan Burns (1970) menyatakan bahwa bahan kering yang dikonsumsi kambing berkisar antara 2,5-3% dari bobot badan, sedangkan untuk kambing yang sedang menyusui membutuhkan bahan kering sekitar 8,0% dari bobot badan. Kandungan bahan kering susu kambing PE maupun Jawarandu mulai menurun pada pemerahan hari ke 5 setelah beranak. Hasil penelitian diperoleh kandungan bahan kering (%) susu PE dan Jawarandu yaitu 15,56±2,81-17,76±1,84 dan 16,86±1,36-27,49±2,27 yang menunjukkan bahwa kandungan bahan kering pada kambing Jawarandu lebih tinggi daripada kambing PE. Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa bahan kering pada bangsa kambing Jawarandu sangat berpengaruh (P<0,01), yaitu memiliki kandungan bahan kering yang lebih tinggi daripada PE. Waktu pemerahan hari ke 5 memiliki kandunagn bahan kering yang sangat berpengaruh (P<0,01), dengan kata lain kandungan bahan kering yang paling tinggi yaitu pada waktu pemerahan hari ke 5 sehingga kandungan bahan kering susu kambing Jawarandu pada hari pemerahan ke 5 sangat berbeda dengan hari pemerahan ke 6, ke7, Peranakan Etawah hari pemerahan ke 5, ke 6 dan ke 7. Bath et al. (1985) menyebutkan bahwa, kandungan bahan kering susu tergantung pada zatzat makanan yang dikonsumsi oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai prekursor dalam pembentukan bahan kering atau padatan di dalam susu. Konsumsi bahan kering pada kambing merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena kapasitas mengkonsumsi pakan secara aktif merupakan faktor pembatas yang mendasar dalam pemanfaatan pakan. 22

Tabel 8. Rataan dan Simpangan Baku BKTL Susu Kambing PE dan Jawarandu dengan Hari Pemerahan Berbeda Bangsa BKTL (%) pada Hari Pemerahan Kambing (n) Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke7 PE (3) 10,01±0,73 Cc 9,62±1,14 Cc 9,59±1,12 Cc Jawarandu (3) 12,59±0,26 Aa 10,38±0,69 Cc 10,26±0,45 Cc Keterangan: Superskrip yang berbeda (huruf kecil) pada baris yang sama atau (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,01). Kandungan bahan kering tanpa lemak (BKTL) ditentukan oleh komponenkomponen protein, laktosa, mineral, vitamin dan enzim-enzim (Ressang dan Nasution, 1982). Menurut hasil penelitian Katipana (1986) kandungan bahan kering tanpa lemak air susu kambing adalah 10,86%, sedangkan kambing PE di Nigeria dan Afrika Selatan memiliki air susu dengan kandungan bahan kering tanpa lemak sebesar 5,5% (Devendra, 1980). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh BKTL (SNF) dari bangsa kambing Jawarandu lebih tinggi, yaitu 9,59±1,12-10,01±0,73 dan 10,26±0,45-12,59±0,26. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan kering dan kadar lemak dari bangsa kambing Jawarandu juga tinggi. Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa bahan kering tanpa lemak (BKTL) pada bangsa kambing Jawarandu sangat berpengaruh (P<0,01) yaitu kandungan BKTL susu kambing Jawarandu lebih tinggi daripada PE. Waktu pemerahan hari ke 5 sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap bahan kering tanpa lemak (BKTL) susu kambing, dengan kata lain kandungan BKTL jauh lebih tinggi pada bangsa kambing Jawarandu waktu pemerahan ke 5. Perbedaan yang menonjol pada kandungan BKTL ini disebabkan oleh perbedaan genetik, manajemen pakan (konsumsi pakan, kualitas pakan dan jenis pakan yang diberikan). Atabany (2002) menambahkan bahwa kambing merupakan jenis ruminansia yang lebih efisien daripada domba dan sapi. Kambing dapat menkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya yaitu 5,7%. Kambing juga lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan dengan sapi dan domba. Kambing mampu mengkonsumsi pakan yang tidak biasa dikonsumsi oleh hewan lain dan kambing sangat efisien dalam mengubah pakan berkualitas rendah menjadi produk yang bernilai tinggi. 23

Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Kadar Lemak Susu Kambing PE dan Jawarandu dengan Hari Pemerahan Berbeda Bangsa Kadar Lemak (%) pada Hari Pemerahan Kambing (n) Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 PE (3) 7,75±2,05 Bb 7,12±2,92 Bb 5,97±1,76 Bb Jawarandu (3) 14,83±2,56 Aa 6,77±0,96 Bb 6,60±1,08 Bb Keterangan: Superskrip yang berbeda (huruf kecil) pada baris yang sama atau (huruf besar) pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,05). Kandungan lemak susu kambing PE maupun Jawarandu mulai menurun pada pemerahan hari ke 5 setelah melahirkan. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya perubahan kolostrum menjadi susu normal sehingga semakin lama waktu pemerahan maka semakin menurun kadar lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brandano et al. (2004), bahwa kolostrum tidak diproduksi lagi setelah 4-5 hari setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya. Menurut Johnson (1972) susu memiliki kandungan lemak dan bahan kering lebih sedikit daripada kolostrum. Kandungan lemak pada susu kambing PE dan Jawarandu hasil pemerahan hari ke 5 lebih tinggi, yaitu 7,75±2,05 dan 14,83±2,56. Hasil penelitian diperoleh kadar lemak susu yang lebih tinggi dari literatur, salah satu faktor penyebabnya adalah kadar lemak susu yang dianalisis berasal dari pemerahan pagi hari yang memiliki kadar lemak yang tinggi. Kandungan lemak susu mungkin berbeda jika dilakukan pada pagi hari dan kemudian pada sore hari. Susu yang diperah pada pagi hari mengandung 0,5-2% lebih banyak lemak daripada susu yang diperah pada waktu sore hari. Semakin teratur jarak antara pemerahan, semakin teratur pula kandungan lemak pada susu tersebut (Buckle et al., 1987). Berdasarkan sidik ragam, bangsa Jawarandu berpengaruh nyata (P<0,05), artinya bangsa kambing Jawarandu memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan bangsa PE. Waktu pemerahan hari ke 5 berpengaruh nyata (P<0,05), artinya kadar lemak pada hari pemerahan ke 5 berbeda dengan hari pemarahan ke 6 dan ke 7, selain itu waktu pemerahan hari ke 5 setelah melahirkan menghasilkan kadar lemak susu yang paling tinggi. Kadar lemak susu kambing dipengaruhi oleh perbedaan bangsa dan hari pemerahan. Hal ini didukung oleh pernyataan Larson (1974) bahwa, kadar lemak susu dipengaruhi oleh bangsa, produksi susu, tingkat laktasi (hari pemerahan), kualitas serta kuantitas makanan. Kandungan lemak menggambarkan kebutuhan energi setiap ternak. Lemak merupakan salah satu 24

komponen utama pada susu dan merupakan komponen yang paling banyak macamnya. Sekitar 97-98% dari lemak susu adalah trigliserida (dikenal juga sebagai triasilgliserol atau triasilgliserida) dan sekitar 1% adalah phospolipid (McDonald et al., 1995). Pakan konsentrat yang diberikan berupa ampas tahu (PE) dan ampas kecap (Jawarandu) mengandung kadar lemak yang cukup tinggi yaitu 12,83% dan 10,41%. Kadar lemak yang cukup tinggi pada pakan akan berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Menurut McDonald et al. (1995) sebesar 50% lemak susu berasal dari asam lemak rantai pendek yang disintesis dikelenjar ambing dari asam asetat dan beta hidroksi butirat, dan 50% lagi adalah asam lemak rantai panjang yang berasal dari lemak pakan dan lemak cadangan tubuh. Tabel 10. Rataan dan Simpangan Baku Kadar Protein Susu Kambing PE dan Jawarandu pada Hari Pemerahan Berbeda Bangsa Kadar Protein (%) pada Hari Pemerahan Kambing (n) Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Rataan±SB PE (3) 4,29±0,33 4,15±0,59 4,32±0,49 4,25±0,43 a Jawa Randu (3) 5,0±0,83 4,75±0,62 4,68±0,85 4,81±0,69 a Rataan±SB 4,60±0,69 a 4,45±0,64 a 4,50±0,65 a Keterangan: Superskrip yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) Kandungan protein susu kambing PE maupun Jawarandu mempunyai jumlah yang hampir sama yaitu 4,15±0,59-4,32±0,49 dan 4,75±0,63-5,0±0,12, sehingga diperoleh rataan kadar protein (%) dari bangsa kambing PE dan Jawarandu yaitu 4,53±0,63. Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan tidak berpengaruh terhadap kadar protein susu (P>0,05) dengan ditunjukkan oleh jumlah kadar protein yang hampir sama. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Johnson (1972) yang menyatakan kadar protein pada hari pemerahan awal lebih tinggi dibanding susu normal sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh kadar protein hijauan yang cukup rendah. Protein susu dibentuk dari tiga sumber utama yang berasal dari darah yaitu peptida, plasma protein dan asam amino bebas. Peningkatan kadar protein susu disebabkan terjadinya penurunan rasio hijauan dalam pakan yang menyebabkan rasio konsentrat meningkat (Sanh et al., 2002), begitu juga sebaliknya penurunan kadar protein susu disebabkan terjadinya peningkatan rasio hijauan dalam pakan yang menyebabkan rasio konsentrat menurun. Walaupun demikian, kadar protein hasil penelitian sesuai dengan literatur yaitu berada pada kisaran 4,0%. Kadar protein didalam air susu rata-rata 3,20% yang terdiri dari: 25

2,70% casein (bahan keju), dan 0,50% albumen. Berarti 26,50% dari bahan kering air susu adalah protein. Protein didalam air susu juga merupakan penentu kualitas air susu sebagai bahan konsumsi (Sudono, 1999). Sintesis protein susu berasal dari asam amino yang beredar dalam darah sebagai hasil penyerapan zat makanan dari saluran pencernaan maupun hasil perombakan protein tubuh dan asam amino yang disintesis oleh sel epitel kelenjar susu (Etgen et al., 1987). Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Berat Jenis Susu Kambing PE dan Jawarandu pada Hari Pemerahan Berbeda Bangsa Berat Jenis (Kg/m 3 ) pada Hari Pemerahan Kambing (n) Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Rataan±SB PE (3) 1,031±0,004 1,030±0,002 1,031±0,003 1,031±0,003 a Jawa Randu (3) 1,035±0,003 1,034±0,003 1,033±0,001 1,034±0,003 a Rataan±SB 1,033±0,004 a 1,032±0,003 a 1,032±0,002 a Keterangan: Superskrip yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) Berat jenis susu kambing PE dan Jawarandu hasil penelitian berangsur-angsur menurun dan tinggi pada hari pemerahan ke 5. Meningkatnya berat jenis ini disebabkan karena terbebaskannya gas-gas seperti CO dan N 2 yang terdapat di dalam susu yang baru saja diperoleh dari perahan (Buckle et al., 1987). Berat jenis susu kambing PE dan Jawarandu hasil penelitian tidak jauh berbeda, yaitu 1,030±1,815(10-3 )-1,031±3,821(10-3 ) dan 1,033±1,556(10-3 )-1,035±3,554(10-3 ) sehingga diperoleh rataan berat jenis (kg/m 3 ) susu kambing adalah 1,032±3,053 (10-3 ). Berat jenis hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Pulina dan Nudda (2004) dan Katipana (1986). Berat jenis pada kambing Jawarandu semakin lama hari pemerahan maka semakin rendah berat jenisnya. Sodiq dan Abidin (2002) menyatakan bahwa antara susu kambing yang satu dengan yang lainnya terdapat komposisi kimia yang berbeda. Perbedaan komposisi kimia tersebut disebabkan oleh beberapa faktor pengontrol produksi susu baik secara kualitas maupun kuantitas seperti: 1) variasi antarbangsa kambing, 2) variasi interbangsa kambing, 3) faktor genetik, 4) musim, 5) umur, 6) lama masa laktasi, 7) faktor perawatan dan perlakuan, 8) pengaruh masa birahi dan kebuntingan, 9) frekuensi pemerahan, 10) jumlah anak dalam sekali beranak, 11) pergantian pemerah, 12) lama masa kering, 13) faktor hormonal, 14) faktor pakan, dan 15) pengaruh penyakit. Berdasarkan sidik ragam dioeroleh bahwa perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap berat jenis susu. Hal ini disebabkan 26

oleh nilai berat jenis susu dari kedua bangsa kambing dan hari pemerahan yang berbeda hampir sama. Menurut pernyataan Walstra dan Jennes (1984), berat jenis susu ditentukan oleh kandungan bahan kering dan zat-zat padatan yang terkandung di dalam susu seperti lemak, protein, laktosa dan mineral. Semakin tinggi partikel padatan tersebut, maka semakin tinggi juga berat jenis susunya. Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Nilai ph Susu Kambing PE dan Jawarandu pada Hari Pemerahan Berbeda Bangsa Nilai ph pada Hari Pemerahan Kambing Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Rataan±SB PE 6,67±0,12 6,67±0,14 6,69±0,13 6,68±0,11 a Jawa Randu 6,65±0,07 6,64±0,08 6,65±0,13 6,65±0,08 a Rataan±SB 6,66±0,09 a 6,65±0,10 a 6,67±0,12 a Keterangan : Superskrip yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) Kandungan nutrisi susu kambing juga meliputi ph susu kambing. Hasil penelitian diperoleh ph susu kambing PE dan Jawarandu yaitu 6,67±0,12-6,69±0,13 dan 6,64±0,08-6,65±0,13 dan rataan nilai ph dari kedua bangsa kambing adalah 6,66±0,09 yang menunjukkan bahwa ph susu normal. Hal sesuai dengan pernyataan Sodiq dan Abidin ( 2002), bahwa nilai ph susu kambing bervariasi antara 6,3-6,7 dengan rata-rata 6,53. Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap nilai ph susu kambing. Pemisahan Krim dan Skim Susu Kambing Peranakan Etawah dan Jawarandu Tujuan dari pemisahan lemak dan skim adalah untuk mengkonsentrasikan laktoferin dalam whey, sehingga akan lebih mudah mendeteksi keberadaan laktoferin. Menurut pernyataan Bos et al. (2000), bahwa laktoferin merupakan komponen utama pada whey manusia, walaupun hanya sedikit pada whey sapi. Hasil penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menunjukkan pemisahan protein-protein whey susu secara elektroforesis, yang dominan adalah laktoferin dan serum albumin dengan pita lebih tebal dan gelap. Sentrifugasi susu dilakukan dengan kecepatan 2.000xg selama 30 menit pada suhu 4 C yang dapat memisahkan lemak dengan skim susu. Lemak susu akan membentuk lapisan tipis pada bagian atas. Lemak susu memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan susu skim, sehingga setelah disentrifugasi terbentuk 27

lapisan dibagian atas. Butiran-butiran lemak pada susu timbul ke permukaan bagian atas membentuk suatu lapisan krim yang jelas. Waktu yang diperlukan bagi naiknya krim dan tebalnya lapisan krim tergantung pada 3 faktor yaitu banyaknya lemak, besar-kecilnya butiran lemak, dan sampai seberapaa jauh perlakuan dengan pemanasan dilakukan terhadap susu. Susu mentah segar (susu kambing) yang telah didinginkan sampai 4 C akan mempunyai lapisan krim yang tebal dan maksimum (Buckle et al., 1987). Hasil sentrifugasi susu dapat dilihat pada Gambar 5. Lemak susu kambing memiliki warna putih, berbeda dengan lemak susu sapi yang berwarna kekuning-kuningan. Hal ini disebabkan semua beta karoten yang berwarna kuning telah dikonversi semuanya menjadi vitamin A murni yang tidak berwarna (Fehr dan Sauvant, 1980). Lapisan Lemak Lapisan Skim Gambar 5. Pemisahan Krim dan Skim Susu Kambing PE dan Jawa Randu dengan Sentrifugasi Pemisahan Kasein dan Whey Susu Kambing PE dan Jawarandu Koagulasi atau penggumpalan susu adalah perubahan bentuk dari susuu cair menjadi padatan berbentuk gel. Menurut Daulay (1991), metode untuk mendapatkan whey dari su su adalah dengan penambahan asam. Penelitian ini menggunakan asam hidrokhlorida (HCl) sehingga diperoleh gumpalan whey yang terpisah dengan kasein. Pengasaman susu sapi pada ph 4,6 secara umum dapat menyebabkan penggumpalan kasein dan terbentuknya whey. Sewaktu kasein telah dipisahkan dalam larutan sisanya yang disebut whey masih tertinggal protein susuu lainnya, yaitu laktalbumin dan laktoglobulin. Protein laktalbumin dan laktoglobulin terlarut dalam whey 28

(Daulay, 1991). Menurut Singh dan Bennet (2002), susu sapi dapat digumpalkan pada ph 4,6 yang merupakan ph isoelektrik susu sapi. Perubahan keasaman dapat menyebabkan perubahan pada senyawa Ca-phosphat. Penambahan ion H + dari HCl dapat memecahkan senyawa Ca-phosphat sebagai berikut: Ca 3 (PO 4 ) 2 + 3H + 3Ca ++ + HPO - 4 + H 2 PO - 4. Reaksi tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya ion H + dapat memisahkan Ca-phosphat sehingga senyawa Ca-kaseinat menjadi tidak stabil. Terbentuknya ion akan membantu proses pengendapan senyawa kompleks tersebut. Kasein merupakan senyawa amphoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa karena molekulnya mempunyai muatan baik positif maupun negatif. Pada titik isoelektrik, muatan positif (+) dan negatif ( ) adalah seimbang. Kasein tidak mengalami hidrasi sehingga mudah sekali diendapkan. Hasil penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menyatakan bahwa penurunan ph susu dapat menghasilkan whey yang lebih bersih dan fraksi kasein pada whey menjadi lebih sedikit. Selain itu, dalam kimia koloid penggumpalan susu terjadi pada titik isoelektrik, yaitu suatu kondisi dimana muatan listrik pada permukaan protein adalah nol. Pada keadaan normal, protein susu yang tidak menggumpalkan bermuatan negatif dan muatan ini mempertahankan protein dalam suspensi. Molekul asam laktat yang dihasilkan selama pengasaman bermuatan positif. Hal ini merupakan suatu oksionia bahwa partikel-partikel yang bermuatan sama akan saling tolak menolak dan menjauhi satu sama lainnya, dan partikelpartikel yang bermuatan tidak sama akan saling tarik menarik untuk menetralkan muatan permukaan partikel masing-masing. Dengan demikian, apabila jumlah asam laktat yang diproduksi selama pengasaman cukup banyak dalam susu, maka protein yang bermuatan negatif akan ditarik sehingga terjadi proses netralisasi (Daulay,1991). Skim hasil pemisahan krim melalui sentrifugasi ditambah dengan HCl 2 N hingga ph 4,6. Pemisahan antara kasein dan whey secara nyata dapat dilihat, setelah dilakukan sentrifugasi pada campuran. Muatan protein susu dinetralkan oleh ion H + dari HCl - pada awal reaksi, adanya sentrifugasi dengan kecepatan 10.000xg selama 30 menit membantu pemisahan antara kasein dan whey dari susu dengan lebih baik. Sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 C untuk menghindari kerusakan pada laktoferin yang akan diidentifikasi selanjutnya (Oria et al., 1993; Paulsson et al., 1993). 29

Koagulasi ini juga terjadi karena adanya penggumpalan dari kasein yang terdapat di dalam susu. Gumpalan kasein yang terbentuk juga mengandung lemak, koloid kalsium-fosfat dan partikel-partikel lainnya yang disebut whey. Disamping itu, dadih yang terbentuk juga mengandung air dan bahan-bahan yang terlarut dalam air. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu. Kasein tersusun dari fosfoprotein dan dalam keadaan normal berikatan dengan ion kalsium membentuk kompleks kalsium-fosfo-kaseinat yang terdispersi sebagai partikel-partikel koloid dalam susu. Partikel-partikel koloid ini disebut misel kasein mempunyai ukuran yang bervariasi yang mana partikel yang lebih besar terbentuk dari partikel-partikel yang lebih kecil ukurannya. Hasil pemisahan antara kasein dan whey dengan sentrifugasi dapat dilihat pada Gambar 6. Whey Endapan Kasein Gambar 6. Pemisahan Kasein dan Whey Susu Kambing dengan Sentrifugasi Identifikasi Kadar Laktoferin dalam Protein Whey Susu Kambing Whey protein diisolasi dengan Hi Trap Q SP anion exchange chromatography dengan gradien NaCl linier. Buffer yang digunakan untuk kromatografi adalah Buffer A (ethanolanime 20 mmol/l ph 9,5) dan Buffer B (ethanolanime 20 mmol/l ph 9,5 + NaCl 1 M). Setiap fraksi protein whey yang dihasilkan dari kromatografi rata-rata berjumlah 37-40 tabung dan selanjutnya diperiksa dengan spektrofotometer (280 nm) untuk diperoleh nilai absorbansi. Penggunaan spektrofotometer pada 280 nm dimaksudkan untuk pengukuran konsentrasi dari fraksi protein yang berasal dari gradient linier. Protein dalam larutan dapat menyerap sinar ultraviolet dengan absorbansi maksimum 280 nm dan 200 nm. Adanya asam amino pada protein dengan cincin aromatik adalah alasan utama pada penggunaan absorbansi 280 nm. Faktor ph, kekuatan ionik, dan sebagainya dapat 30

mengubah spektrum absorbansi (Layne, 1957). Protein yang telah dimurnikan akan ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan spektrofotometer pada absorbansi 280 nm. Penyerapan radiasi ultraviolet dalam waktu dekat oleh protein tergantung pada triptofan dan tirosin (dapat diukur apabila dalam bentuk fraksi dengan penambahan buffer). Sebuah protein dalam larutan yang dianalisis menggunakan spektrofotometer ultraviolet akan tampak pada saat absorbansi 280 nm bisa terlihat (Lebendiker, 2008). Hasil identifikasi protein whey susu kambing dari bangsa kambing PE dan Jawarandu dengan menggunakan anion exchange chromatography dapat dilihat pada Gambar 7. Fraksi-fraksi protein whey ditentukan berdasarkan penentuan nilai absorbance pada panjang gelombang 280 nm. Protein whey terpisah menjadi beberapa peak protein. Peak protein pada sampel susu dari bangsa kambing PE dan Jawarandu memiliki pola yang sebagian besar sama. Adanya perbedaan dari setiap peak protein whey disebabkan oleh perbedaan besarnya volume effluent, perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan. Hasil identifikasi protein dengan menggunakan anion exchange chromatography lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 7. Substansi BM rendah Absorbansi (280 nm) 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Laktoferin 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Volume efluen (ml) Gambar 7. Kromatograf Whey Susu Kambing PE dan Jawarandu dengan anion exchange chromatography Peak protein pertama memiliki nilai absorbance paling tinggi berdasarkan hasil spektrofotometer, sehingga dapat diestimasi kandungan laktoferin dari kedua bangsa kambing tersebut. Menurut Kawano (2002), peak protein pertama diperkirakan beberapa protein yaitu immunoglobulin yang memiliki bobot molekul 31

antara 150.000-900.000 Dalton, sedangkan pada peak kedua merupakan laktoferin. Fraksi protein whey yang diidentifikasi yaitu laktoferin dan kemungkinan adanya substansi lain seperti (immunoglobulin) atau substansi lain yang memiliki bobot molekul rendah. Kandungan Laktoferin Susu Kambing Konsentrasi laktoferin pada fraksi protein hasil kromatografi diperoleh dari nilai absorbance pada 280 nm dikali faktor yang diestimasi dari laktoferin sapi standar dari Sigma Aldrich Co. Kandungan laktoferin susu kambing PE dan Jawarandu dapat dilihat pada Tabel 12. Estimasi konsentrasi laktoferin berdasarkan nilai absorbance diperoleh kandungan laktoferin pada susu kambing PE dan Jawarandu bervariasi yaitu 32,66-48,98 mg/l dan 25,57-112,53 mg/l. Kandungan laktoferin tertinggi dan terendah yaitu pada susu kambing Jawarandu hari pemerahan ke 6 dengan konsentrasi 112,53 mg/l dan hari pemerahan ke 7 dengan konsentrasi 25,57 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan kandungan laktoferin pada susu kambing bervariasi antar waktu pemerahan dan bangsa kambing. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yoshida et al. (2000) yang menunjukkan kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu berbeda antar individu sapi dan juga selama periode laktasi. Menurut Tsuji et al. (1990), kandungan laktoferin pada susu beragam antar spesies dan individu di dalam spesies. Maheswari (2007) memperoleh kandungan laktoferin kambing Kacang sebesar 11,7 mg/l lebih tinggi dari kandungan laktoferin sapi sebesar 17,1-129 mg/l (Yoshida et al., 2000) Tabel 13. Rataan dan Simpangan Baku Konsentrasi Laktoferin dalam Susu Kambing PE dan Jawarandu pada Hari Pemerahan yang Berbeda Bangsa Konsentrasi Laktoferin (mg/l) Rataan±SB Kambing (n) Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 PE (3) 43,24±10,06 46,10±2,86 42,66±5,48 44,0±6,12 a Jawa Randu (3) 48,45±12,60 63,16±43,30 30,51±5,86 47,38±26,79 a Rataan±SB 45,85±10,59 a 54,63±28,99 a 36,59±8,37 a Keterangan : Superskrip yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) Berdasarkan sidik ragam diperoleh rataan dan simpangan baku konsentrasi laktoferin pada susu dari bangsa kambing yang berbeda (PE dan Jawarandu) terhadap 32

hari pemerahan yang berbeda yaitu 45,58±18,94 mg/l. Perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kandungan laktoferin, sehingga diperoleh kandungan laktoferin pada kedua bangsa kambing tersebut memiliki nilai yang sama. Hal ini disebabkan oleh jeda waktu pemerahan yang terlalu dekat sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kandungan laktoferin dari kedua bangsa kambing tersebut. Menurut Brandano et al. (2004), telah terjadi perubahan dari kolostrum menjadi susu sepenuhnya sehingga kandungan laktoferin susu tidak dipengaruhi oleh bangsa dan hari pemerahan yang berbeda. Selain itu, pakan yang diberikan pada kedua bangsa kambing tidak sama dalam hal kandungan protein sehingga diperoleh rataan kandungan laktoferin yang sama pula dan sampel yang digunakan merupakan sampel susu dengan jeda waktu pemerahan yang dekat. Hal ini juga bisa disebabkan sampel (susu) yang digunakan bukan merupakan sekresi ambing pertama (24 jam post partum), yaitu sampel susu kambing PE dan Jawarandu yang merupakan sekresi ambing hari pemerahan ke 5, ke 6 dan ke 7 setelah melahirkan, sehingga semakin lama hari pemerahan semakin rendah kandungan laktoferinnya. Pernyataan ini didukung oleh Sanchez et al. (1992) bahwa laktoferin disintesis oleh kelenjar ambing dan kapasitas kelenjar ambing untuk mensintesis laktoferin menurun dengan nyata pada 24 jam pertama laktasi. Renner et al. (1989) menambahkan, pada susu sapi keberadaan laktoferin yang signifikan hanya pada kolostrum dan menurun sampai enam bulan laktasi dengan peningkatan kembali setelah itu. Hasil penelitian diperoleh rataan kandungan laktoferin susu kambing PE dan Jawarandu adalah 45,58±18,94 mg/l. Hasil penelitian Yoshida et al. (2000) juga mendapatkan kandungan laktoferin kolostrum sapi lebih tinggi dibandingkan pada susu sapi. Kandungan laktoferin kolostrum sapi mencapai 336-230 mg/l sedangkan pada susu sapi berkisar antara 17,1-129 mg/l selama periode laktasi normal. 33