BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan. mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH.

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY

Membahas Kitab Tafsir

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam.

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

SEKOLAH AGAMA Oleh Nurcholish Madjid

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i)

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

I. PENDAHULUAN. 1 Pendidikan sosial yang dimaksud adalah pendidikan bagi berbagai komponen dalam pesantren

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkemampuan dan berketerampilan, mampu diandalkan dan. mampu menghadapi tantangan persaingan era pasar bebas.

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita luhur yang harus

BAB V PENUTUP. ekonomi yang falsafat dan nilai-nilainya baik nilai-nilai dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

BAB VII PENUTUP. Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Pendidikan Islam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

LRC. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang dikatakan selalu berbenturan dengan aspek sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

b. Kompetensi 1) Mampu mennyelidiki teori dan metode ilmu Bahasa dan Sastra Arab Page 1

yang sama bahwa Allah mempunyai sifat-siafat. Allah mempunyai sifat melihat (al-sami ), tetapi Allah melihat bukan dengan dhat-nya, tapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan

PANCASILA AKTUALISASI PANCASILA DALAM PENGEMBANGAN IPTEK DAN KEHIDUPAN AKADEMIK. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM

Vialinda Siswati Mahasiswa Doktor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan bukan jatuh dari langit, ia harus tumbuh dalam pribadi

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, t.th.), h Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anwar Hafid Dkk, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

PERLUKAH PERGURUAN TINGGI PASCA PESANTREN. Disusun oleh : Azwan Lutfi Pembina Ponpes As ad Jambi

Reinventing Prophetic Ways of Life for Human Advancement

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-undang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISA PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDUL MALIK FADJAR. A. Analisis Pendidikan Islam Menurut Abdul Malik Fadjar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses Islamisasi kehidupan masyarakat. Pada proses perjalanan

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksistensi pondok pesantren Mamba us Sholihin dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PANCASILA PANCASILA DAN AGAMA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

Transkripsi:

195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus Dur) Pesantren sebagai bagian intrinsik dari mayoritas muslim Indonesia dapat ditelusuri dari aspek historis bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan, keagamaan, kemasyarakatan yang sudah lama terkenal sebagai wahana pengembangan masyarakat (community development). Disamping itu juga sebagai agent perubahan sosial (agent of chage), dan pembebasan (liberation) pada masyarakat dari ketertindasan, kebutukan moral, politik, kemiskinan. Historis ini menunjukkan bahwa pesantren tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam struktur kehidupan masyarakat Indonesia yang pada awalnya sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan di Indonesia. Membaca pemikiran KH. Abdurrahaman wahid (Gus Dur) berarti membaca samudra keilmuan yang luas cakupannya. Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid tentang pendidikan secara jelas terlihat pada gagasannya tentang pembaharuan pesantren. Menurutnya, semua aspek pendidikan pesantren, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya harus diperbaiki dan disesuaikan dengan perkembangan zaman era globalisasi. Menurut Gus Dur pesantren juga harus mempertahankan identitas dirinya sebagai penjaga 195

196 tradisi keilmuan klasik, dalam arti tidak larut sepenuhnya dengan modernisasi, tapi mengambil sesuatu yang dipandang manfaat-positif untuk perkembangan. pesantren seharusnya menyelenggarakan pendidikan umum. Hal ini dimaksudkan supaya pesantren mencetak ahli ilmu agama Islam, pesantren juga mampu mencetak orang yang memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yangending berguna untuk perkembangan masyarakat itu sendiri. Gus Dur menginginkan ada perubahan pada kurikulum pesantren. menurutnya, kurikulum pesantren selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual-kritis anak didik. bentuk kurikulum tersebut tetap harus dalam asas yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga tidak sampai menghilangkan identitas diri pesantren sebagai lembaga pendidikan agama. yakni mengajarkan agama saja, tetapi keduanya harus dalam porsi yang seimbang. 2. Epistimologi Pendidikan Kaum Santri Perspektif KH. Abdurrahan Wahid (Gus Dur) Epistemologi pendidikan pesantren dalam sudut pandang pemikiran Gus Dur. Pada saat yang sama penelitian ini bermaksud mengurai epistemologinya yang berkontribusi besar bagi eksistensi pesantren tersebut. a. Sistem Epistemologi Pendidikan Pesantren Sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub sistem-sub sistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan, dan sebagainya. Keberadan satu unsur

197 membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan salah satu di antara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Untuk mendukung renovasi sistem pendidikan Islam pesantren, sistem pendidikan kita harus mengandung sebuah misi penyampaian wawasan (vision) Islam. Agaknya penting disadari, bahwa kita tidak mampu mengubah sistem pendidikan secara mendadak tanpa mengubah struktur kekuasaan dalam masyarakat kita. Selama masyarakat kita masih bercorak paternalistik, rasanya tidak mudah mewujudkan sistem pendidikan yang benar-benar berkemampuan melahirkan kreatifitas. Pada masyarakat paternalistik itu, ketergantungan seseorang pada figur-figur tokoh sangat tinggi. b. Pembaharuan Epistemologi Pendidikan Pesantren Sebagai kegiatan yang menekankan pada proses sebenarnya memberikan sinyal bahwa persoalan-persoalan pendidikan pesantren adalah sebagai persoalan ijtihadiah, yang banyak memberi peran kepada umat Islam untuk mencermati, mengkritisi, dan mengkontruk formula-formula baru yang makin sempurna. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, bahkan paling penting dalam mengembangkan peradaban Islam dan mencapai kejayaan umat Islam. Dilihat dari obyek formalnya, pendidikan memang menjadikan sarana kemampuan manusia untuk dibahas dan dikembangkannya. Dengan demikian, ke arah masa depan yang lebih baik adalah pendidikan. Pada

198 dimensi pengembangan terdapat kesadaran bahwa cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal itu baru bisa dicapai bila ada upaya membangun epistemologinya. Dalam pembahasan epistemologi pendidikan pesantren bisa berfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu dan pengembang. Melalui epistemologi pendidikan pesantren ini, seseorang pemikir dapat melakukan: pertama, teori-teori atau konsep-konsep pendidikan pada umumnya maupun pendidikan yang diklaim sebagi Islam dapat dikritisi dengan salah satu pendekatan yang dimilikinya. Kedua, epistemologi tersebut bisa memberikan pemecahan terhadap problem-problem pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis, karena teori yang ditawarkan dari epistemologi itu untuk dipraktekkan. Ketiga, dengan menggunakan epistemologi, para pemikir dan penggali khazanah pendidikan Islam dapat menemukan teori-teori atau konsep-konsep baru tentang pendidikan Islam. Selanjutnya, yang keempat, dari hasil temuan-temuan baru itu kemudian dikembangkan secara optimal. c. Substansi Epistemologi Pendidikan Pesantren Secara substansial, salah satu diskursus pesantren tertuju pada kitab kuning. Kitab kuning difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi nilai universal dalam menyikapi segala tantangan kehidupan. Karena itu, kitab kuning harus tetap terjaga. Kitab kuning dipahami sebagai mata rantai keilmuan Islam yang dapat bersambung hingga pemahaman keilmuan Islam masa tabiin dan sahabat hingga sampai pada nabi

199 Muhammad. Makanya, memutuskan mata rantai kitab kuning, sama artinya membuang sebagian sejarah intelektual umat. Kitab kuning yang dikaji di pesantren tersebut hampir semuanya merupakan ilmu-ilmu yang berbasis pada epistemologi bayani dan irfani. Epistemologi kitab kuning di pesantren menganut bayani dan irfani dalam arti yang sempit; sistem bayani dibatasi pada ilmu-ilmu tekstual Sunni, sementara sistem irfani dibatasi pada tasawuf-amali sehingga pesantren menolak tasawuf-falsafi ala Ibn Arabi. Penulis bermaksud memformulasikan epistemologi pendidikan pesantren terhadap pemikiran Gus Dur yang termasuk kategori tarbawy, yang bukan berarti memulainya dari awal atau mengulang-ulang segudang teori yang membosankan, melainkan memanfaatkan teori-teori yang relevan dengan kajian epistemologinya, khususnya epistemology pendidikan pesantren. Setidakya itulah yang dapat dijelaskan dari upaya sementara pesantren untuk menyegarkan pandangan keagamaan melalui pembelajaran Islam-nya; sebuah proses pematangan yang dimaksudkan untuk memungkinkan fiqih (atau kemandirian institusional tadi) mengintegrasikan diri ke dalam kehidupan modern tanpa terlalu banyak mengorbankan identitas dirinya sendiri. Maka sudah sepatutnya pesantren merekonstruksi kurikulumnya yaitu mengorientasikan peningkatan kualitas para santrinya pada penguasaan ilmu agama. Gus Dur mengharapkan teologi yang diajarkan dalam pesantren tidak hanya teologi Asy ariyah atau Jabariah, tetapi teologi yang kondusif

200 bagi pembangunan, yakni teologi yang mendorong bagi tumbuhnya prakarsa, usaha atau etos kerja. Hal ini dilakukan bukannya pesantren tidak tanggap pada perkembangan, tetapi demi menjaga identitasnya. Jangan sampai perubahan tersebut mengorbankan esensi dan hal-hal dasariyah pesantren. B. Saran-Saran 1. Selama ini banyak pesantren menerima peraktik dan etika modernisme seperti membuka sekolah umum bahkan sekolah formal, belum membuka mata hati masyarakat secara keseluruhan, bahwa dalam dalam akar tradisi pesantren telah berkembang watak pemikirin yang terbuka baik terhadap pemikiran dan pendapat orang ataupun menerima dan mau menyerap teoriteori dari luar. Oleh karena itu meruapakan harapan besar hasil kajian ini dapat ditindak lanjuti dalam forum diskusi atau kajian lain yang lebih mendalam yang lebih baik. 2. Tradisi pendidikan pesantren harus dikembangkan dan dipelihara. Pesantren sebagai lembaga pendidikan selain pesantren hanya berorientasi pada materi, sehingga sikap ikhlas, tawadhu, taat tidak ada dalam pendidikan umum. Pesantren harus mengorientasikan pada ilmu-ilmu agama dan juga mengadopsi ilmu-ilmu umum. Jangan sampai pesantren disamakan dengan pendidikan umum. Independensi pesantren harus tetap dijaga. 3. Pesantren harus tetap memegang tradisinya. Ini tidak berarti pesantren tidak peduli dengan perubahan, tetapi bagaimana melakukan penyesuaian yang tidak mengorbankan esensi dari pesantren.