KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DI KPHP DAMPELAS TINOMBO PROVINSI SULAWESI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPHL Rinjani Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN,

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial Di KPHP Mandailing Natal (Unit XXIX) Wilayah IX Panyabungan Provinsi Sumatera Utara

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

Risalah Konsep. 31 Juli 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

PERMOHONAN PROPOSAL PELUANG HIBAH. Kemitraan Bentang Alam Berkelanjutan (SLP) Indonesia

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pembangunan Kehutanan

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Bab 1: Konteks Menganalisis Lingkungan Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

Infografis Kemakmuran Hijau v5.2 PRINT.pdf PROYEK KEMAKMURAN HIJAU

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RESTORASI EKOSISTEM

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

Transkripsi:

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DIREKTORAT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DI KPHP DAMPELAS TINOMBO PROVINSI SULAWESI TENGAH PROJECT II FOREST INVESTMENT PROGRAM PROMOTING SUSTAINABLE COMMUNITY BASED NATURAL RESOURCE MANAGEMENT AND INSTITUTION DEVELOMENT DIPA SATKER DIREKTORAT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TAHUN ANGGARAN 2018 KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 0

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Proyek Program Investasi Hutan (FIP) yang berjudul Mempromosikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat yang Berkelanjutan dan Pengembangan Kelembagaan (disebut Proyek II FIP) dirancang untuk mendukung dan memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam mendesentralisasikan pengelolaan hutan di tingkat sub-nasional melalui operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengelola lansekap hutan. Tujuan Pengembangan Proyek adalah untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dan kapasitas lokal untuk mengelola hutan dan sumber daya alam serta meningkatkan penghidupan masyarakat berbasis hutan yang berkelanjutan di wilayah sasaran. Desentralisasi pengelolaan hutan melalui KPH adalah suatu pergeseran signifikan dalam tata kelola hutan. KPH yang beroperasi penuh diharapkan dapat terafiliasikan pada pemerintah daerah, dan mampu membawa dan menyelaraskan prioritas lokal dengan prioritas sektoral. Untuk mencapai tujuan ini, proyek ini dirancang untuk memperkuat pendekatan saat ini untuk membangun dan mengoperasikan KPH melalui dua cara: 1) dengan membuat jalur untuk mengoperasionalkan KPH lebih jelas dan menyediakan bantuan teknis dan dukungan lainnya yang diperlukan bagi pelibatan masyarakat, dan (2) dengan pembinaan perubahan kelembagaan dan perilaku yang dibutuhkan di tingkat pemerintahan (pusat dan subnasional) dan pemangku kepentingan lainnya. Yang terakhir ini diharapkan dapat berkontribusi untuk memperbaiki pendekatan pengelolaan hutan lestari di Indonesia saat ini. Proyek ini berfokus pada tiga elemen yatu: (i) menangani hambatan hukum, kebijakan dan kelembagaan nasional dan sub nasional; (ii) membangun kapasitas untuk semua pemangku kepentingan terkait (termasuk melalui akses terhadap informasi yang lebih baik); dan (iii) mengoperasionalkan hingga 10 KPH sebagai pembelajaran dari kegiatan pelaksanaan serta menginformasikan upaya dimasa yang akan datang terkait peningkatan kapasitas dan peraturan. Melalui kegiatan tersebut, Proyek akan fokus pada pengembangan kebijakan dan kelembagaan lingkungan pemungkin bagi operasionalisasi KPH; mengembangkan pengetahuan, pembelajaran dan informasi yang relevan yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan; meningkatkan kapasitas para pihak untuk mendukung KPH, dan membantu operasionalisasi hingga 10 KPH yang ditujukan bagi pengembangan wawasan wawasan dan pelajaran yang dapat dibagi dan menginformasikan upaya-upaya percepatan operasionalisasi KPH. Proyek dirancang dengan menginternalisasikan kondisi yang beragam dan dinamis di tingkat sub nasional dan memfasilitasi pengelolaan adaptif dan pembelajaran dengan learning by doing. Tujuan jangka panjang Proyek menyeluruh adalah mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan hutan lestari dan perbaikan penghidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Untuk memenuhi Tujuan Proyek berdasarkan fokus proyek dan untuk melaksanakan pengelolaan proyek secara tepat, Proyek II FIP terbagi menjadi 4 komponen, yaitu: KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 1

Komponen 1 : Memperkuat kapasitas legislasi, kebijakan, dan kelembagaan untuk manajemen desentralisasi. Komponen 2 : Pengembangan Knowledge Platform. Komponen 3 : Perbaiki Praktik Pengelolaan Hutan sampai dengan 10 KPH. Komponen 4 : Manajemen Proyek, Monitoring dan Pelaporan dan Koordinasi Program. Sejalan dengan Kebijakan Pemerintah Indonesia, Proyek II FIP menempatkan Komponen 3 Meningkatkan Praktek Pengelolaan Hutan hingga 10 KPH sebagai komponen utama yang akan dilaksanakan secara langsung dalam 10 KPH terpilih. Komponen 3 terdiri dari 3 subkomponen, yaitu: (1) Subkomponen 3.1: Operasionalisasi KPH yang lebih maju pada 10 KPH, dimana Proyek FIP II memberikan dukungan dalam bentuk kegiatan: Dukungan Hukum/Legal (Legal Support) bagi pembangunan KPH dalam hal penyiapan persyaratan-persyaratan hukum; Tata Batas Parsitipatif; Penyusunan / penyempurnaan Rencana Pengelolaan 10 tahunan (rencana pengelolaan jangka panjang atau RPHJP) dan rencana pengelolaan hutan tahunan secara lebih partisipatif; Resolusi dan mediasi konflik; Pengembangan rencana bisnis yang melibatkan masyarakat setempat; Pengembangan kemitraan antara KPH, masyarakat, dan sektor swasta; Operasionalisasi pendekatan pencegahan kebakaran berbasis masyarakat; Pelibatan masyarakat dan penjangkauan (outreach) dengan berbagai pemangku kepentingan dan klarifikasi peran dan fungsi para pihak; dan Meningkatkan akses terhadap pembiayaan baik dari BLU (Badan Layanan Umum) maupun layanan kredit pedesaan. Pada setiap KPH akan dilaksanakan kegiatan Penilaian Kebutuhan (Need Assessment) untuk menentukan jenis bantuan teknis yang dibutuhkan di berbagai wilayah pendukung. (2) Subkomponen 3.2: Kegiatan pemberdayaan masyarakat pada 10 KPH. Subkomponen ini memberikan dukungan pelaksanakan kegiatan di tingkat masyarakat untuk memperoleh manfaat finansial dan non-finansial bagi masyarakat lokal. Kegiatan dimana kelompok masyarakat dapat menerima fasilitasi ini akan diidentifikasi selama proses perencanaan pengelolaan hutan dan perencanaan bisnis yang bersifat partisipatif. Fasilitasi diberikan kepada masyarakat yang tinggal di dalam atau berdekatan dengan areal KPH yang dipilih pada Subkomponen 3.1. (3) Subkomponen 3.3: Pusat Pertukaran Pengetahuan (Knowledge Exchange Center) Berbasis KPH. Sebagian dari KPH yang difasilitasi pada komponen 3 akan dikembangkan menjadi Pusat Sumber Pengetahuan Hidup (Center of Living Knowledge Resouces) untuk KPH-KPH lain di wilayahnya. Saat ini beberapa KPH yang berkinerja baik, sebagai bagian dari implementasi model bisnis KPH-nya, sudah mampu memberikan pelatihan untuk KPH lainnya. Model ini akan disempurnakan dan direplikasikan melalui kegiatan di subkomponen 3.3. Pemilihan KPH akan didasarkan pada isu-isu kunci yang diidentifikasi dan dinilai penting untuk diinformasikan secara luas melalui jaringan pelatihan KPH dan sesuai tingkat kinerja tertentu dari KPH dalam menangani isu-isu tersebut. Uraian rinci tentang Proyek II FIP, komponen proyek, keterkaitan antar komponen proyek dan khususnya penjelasan rinci untuk Subkomponen 3.1 dan Subkomponen 3.2 disajikan pada Lampiran 1. Berkenaan dengan dukungan KPH, Proyek II FIP mengakui pentingnya untuk menangani dan meningkatkan outcomes positif yang berkesinambungan dari operasionalisasi KPH. Untuk itu, pemahaman lebih lanjut tentang kondisi lingkungan dan sosial saat ini di wilayah KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 2

KPH sangatlah diperlukan, terutama dalam hal : komposisi dan karakteristik demografis; adanya masyarakat rentan dan miskin yang berpotensi terkena dampak oleh kegiatan KPH; konflik lahan; klaim tanah yang muncul dan risiko lainnya yang relevan; keanekaragaman hayati dan habitat alami yang penting; dan aspek lain yang relevan dan perlu dipahami dengan lebih baik untuk mendukung operasionalisasi KPH. Oleh karena itu, operasionalisasi KPH harus direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan praktik pengelolaan hutan lestari melalui proses partisipatif dan dengan mengutamakan pertimbangan aspek perlindungan lingkungan dan sosial (environment and social safeguards). Untuk memfasilitasi proses analisis yang lebih mendalam terhadap aspek lingkungan dan sosial dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan hutan, serta perencanaan dan pelaksanaan pengembangan masyarakat, Proyek FIP II, di bawah Komponen 3 "Meningkatkan Praktik Pengelolaan Hutan hingga 10 KPH", akan melaksanakan kajian lingkungan dan sosial untuk menganalisis kondisi lingkungan dan sosial awal (base line) serta mengembangkan strategi yang tepat untuk meningkatkan hasil dan dampak mitigasi positif dari pengelolaan lingkungan dan sosial secara berkelanjutan. Kajian ini direncanakan berupa jasa konsultansi dan akan dilaksanakan oleh perusahaan konsultan terpilih yang memiliki pengalaman dan keahlian yang relevan serta memadai di bidang perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam (khususnya lingkungan hidup dan kehutanan), pengembangan masyarakat, serta pengamanan sosial dan lingkungan (social and environment safeguards). B. Dasar hukum Proyek II FIP 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN; 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017; 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017; dan Standar Biaya Keluaran yang akan ditetapkan pada Tahun 2018. 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-I/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 10. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2016 Nomor SP Nomor SP DIPA-029.03.1.400186/2017 tanggal 7 Desember 2016 tentang Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Tahun Anggaran 2017; 11. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 34/MenLHK- Setjen/Rokeu/2016 tanggal 6 Januari 2016 tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Bendahara Pengeluaran, Pada Satuan Kerja Lingkup Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari DIPA Bagian Anggaran 029; 12. Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.85/Setjen/ROUM/KSA.1/6/2017 tanggal 12 Juni 2017 tentang Perubahan Atas KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 3

Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.126/SETJEN/ROUM/KSA/9/2016 Tentang Pembentukan Project Management Unit (PMU) Proyek II Forest Investment Program (FIP) Indonesia. 13. Keputusan Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Nomor : SK.55/KPHP/TU/HPL.0/1/2017 Tentang Perubahan Keputusan Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Nomor : Sk.2/KPHP/TU/HPL.0/1/2017 Tentang Struktur Organisasi, Penetapan Pengelola/Pelaksana dan Penetapan Honorarium Pengelola/Pelaksana DIPA Satuan Kerja Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Tahun Anggaran 2017. 14. Grant Agreement Forest Investment Program (FIP) Promoting Sustainable Community Based Natural Resources Management and Institutional Development Grant Number TF 0A2104 dan Grant Agreement Co-Financing Promoting Sustainable Community Based Natural Resources Management and Institutional Development FIP Grant Number TF0A2858. C. Maksud dan tujuan Proyek FIP II bertujuan untuk mengembangkan perencanaan pengelolaan hutan yang mempertimbangkan sepenuhnya praktik lingkungan hidup yang baik dan menghormati hak-hak masyarakat yang tinggal di dalam dan berdekatan dengan areal KPH melalui proses pelibatan dan partisipatif yang berkelanjutan. Proyek ini dirancang untuk mendukung KPH dalam upaya mengelola kawasan hutan dan sumber daya alam yang menjadi kewenangannya serta meningkatkan pelibatan masyarakat lokal. Kegiatan Kajian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan menginformasikan bentuk pengembangan strategi yang lebih tepat untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan lestari seperti yang direncanakan dalam RPHJP KPH dan memperkuat langkah-langkah mitigasi pengamanan (safeguards) yang ada. Oleh karena itu, Kajian Lingkungan dan Sosial KPH ini bertujuan untuk: 1) Mengumpulkan data dan informasi yang lebih terperinci dan mengembangkan analisis yang lebih baik terhadap aspek lingkungan dan sosial yang ada di KPH (misalnya: kondisi hutan, tekanan pada sumber daya alam, penyebab degradasi hutan dan deforestasi hutan, karakteristik demografi, keberadaan dan penyebab tekanan konflik, termasuk perselisihan batas, dll). 2) Mengumpulkan berbagai potensi mata pencaharian dan alternatif pilihan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari, termasuk analisis terhadap berbagai kendala, risiko perlindungan, dan kondisi lingkungan pendukung yang penting dan blok bangunan lingkungan yang diperlukan. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan inventarisasi potensi dan pilihan pengembangan ekonomi bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan di dalam KPH dan lebih lanjut menginformasikan pengembangan rencana bisnis KPH. 3) Melakukan kajian kapasitas kelembagaan KPH dan mitra KPH dalam mengelola risiko lingkungan dan sosial. D. Sasaran dan Lokasi Kegiatan Kegiatan Kajian akan dilakukan di KPHP Dampelas Tinombo merupakan KPH Unit IV di wilayah institusi KPH Dampelas di Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan wilayah administratif provinsi, KPHP Dampelas Tinombo (Unit IV) berada di Wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 4

KPHP Dampelas dipilih sebagai Model KPHP yang mengelola + 112.634 hektar kawasan hutan dan berdasarkan fungsi hutan terdiri dari Hutan Produksi (Hutan Produksi Tetap - HP dan Hutan Produksi Terbatas - HPT) seluas + 91,245,29 hektar, Hutan Lindung (HL) + 21,108,15 hektar, dan Kawasan Lindung dengan Kawasan Lainnya (Kawasan Bukan Hutan /APL) + 280,56 hektar. Pasca diluncurkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2104 tentang Pemerintahan Daerah, Institusi KPH Model Dampelas Tinombo (Unit IV) telah diubah secara resmi menjadi KPH Dampelas dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 45 tahun 2016. E. Ruang Lingkup Kegiatan yang akan dirancang dan dilaksanakan oleh konsultan, melingkupi pada: (1) Analisis Hutan: Pengumpulan dan analisis data mengenai distribusi dan kondisi fungsi hutan, tutupan hutan, potensi hutan (ketersediaan pohon dan keanekaragaman hayati), pemanfaatan hutan yang ada melalui lisensi legal, pendudukan hutan ilegal, daerah konflik dan konflik yang ada dan yang potensial dan konflik perencanaan pemanfaatan kawasan hutan yang tidak berlisensi, dll. Peta yang relevan juga harus disertakan sebagai dasar analisis. Jika ada lahan gambut / hutan gambut yang signifikan di KPH yang bersangkutan, penilaiannya juga mencakup analisis berbagai faktor yang berkontribusi pada deforestasi dan degradasi lahan gambut dan kebakaran lahan gambut. Informasi ini diharapkan bisa menginformasikan garis dasar stok karbon dan emisi. (2) Aspek lingkungan: Pengumpulan data dan analisis karakteristik lingkungan di yurisdiksi KPH (baik hutan maupun non-hutan) dan tekanan alam dan antropogenik di dalam dan di samping wilayah KPH (misalnya pembakaran hutan, pembalakan liar, perubahan iklim dan sebab-sebab lain dari deforestasi dan degradasi) dan penyebab alami. Penilaian ini juga mencakup identifikasi habitat dan hutan kritis yang perlu dilindungi dan dilestarikan di dalam KPH, berbagai ancaman dan tantangan penegakan hukum, dan potensi untuk memanfaatkan hasil lingkungan dari proyek tersebut. Peta yang relevan juga harus disertakan sebagai dasar analisis. Identifikasi flora dan fauna endemik di lokasi kegiatan dan mampu melakukan HVC (High Value Conservation) bila ditemukan flora dan/atau fauna yang memiliki nilai konservasi tinggi. (3) Aspek sosial: Pengumpulan data dan analisis karakteristik demografi dan sosioekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar wilayah KPH, termasuk keberadaan Adat dan masyarakat rentan, konflik yang ada dan yang potensial (termasuk peta dimana konflik berada dan penyebabnya), tingkat ketergantungan pada sumber daya hutan, persepsi masyarakat tentang KPH dan entitas pengelolaan hutan lainnya dan konsesi dan kemitraan yang ada dan potensial jika ada, potensi bisnis berbasis hutan masyarakat, peluang mata pencaharian potensial lainnya. Peta yang relevan, termasuk identifikasi konflik dan sengketa terkait lahan juga harus disertakan sebagai dasar analisis. (4) Analisis pemangku kepentingan: analisis yang menguraikan pemangku kepentingan utama yang mungkin terpengaruh, baik secara positif maupun negatif, secara langsung atau tidak langsung, melalui pelaksanaan proyek. Untuk setiap kelompok KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 5

pemangku kepentingan yang diidentifikasikan, analisis harus: 1) menjelaskan secara spesifik bagaimana proyek tersebut dapat mempengaruhi secara positif atau negatif; 2) merekomendasikan cara untuk meningkatkan manfaat positif, atau mengurangi dampak negatif; dan 3) merekomendasikan langkah-langkah untuk mendorong partisipasi mereka dalam konsultasi dan pelaksanaan proyek, jika sesuai. Mengidentifikasi potensi konflik tenurial, konflik sosial dan aspek lain pada lokasi studi. (5) Penilaian kapasitas pengamanan (safeguards): analisis KPH dalam hal kapasitas pengelolaan hutan, pengembangan masyarakat dan pengelolaan risiko lingkungan dan sosial. Ini juga harus mencakup penilaian terhadap KPH dan kapasitas mitra mereka untuk menerapkan peraturan perundang-undangan di berbagai wilayah hukum yang melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk aktor swasta dan non-swasta yang secara kolektif berkontribusi terhadap pengurangan emisi. KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 6

II. METODOLOGI A. Pelaksana Kegiatan Kegiatan Kajian akan dilakukan pada KPH prioritas sebagaimana tersebut di atas, yang menjadi lokasi Proyek FIP II, dan dilaksanakan oleh Firma/ Perusahaan Konsultan Nasional (Konsultan) yang dipilih berdasarkan mekanisme pengadaan yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Perusahaan Konsultan setidaknya harus memiliki pengalaman 7 tahun dalam jasa konsultasi di bidang perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya alam (khususnya lingkungan hidup dan kehutanan), perencanaan pengelolaan hutan lestari, dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan (perusahaan swasta, Negara, KPH dan lainnya); Pengembangan dan evaluasi KPH RPJP; penilaian lingkungan, perencanaan dan evaluasi lingkungan (seperti AMDAL dan yang lainnya terkait dengan kegiatan pemanfaatan hutan dan kawasan hutan); dan penilaian sosial (kondisi sosial, sosio-ekonomi, analisis konflik, resolusi konflik, isu gender, hak masyarakat adat, pengembangan usaha masyarakat, dll); serta keterlibatan dalam kegiatan REDD + dan kegiatan lainnya terkait REDD+. Konsultan harus memiliki tenaga ahli tetap yang memadai serta tenaga ahli tidak tetap bidang kehutanan, lingkungan dan sosial, dan ahli serupa atau pendukung lainnya. B. Personil / Tenaga Ahli yang dibutuhkan dalam pekerjaan ini adalah: (1) Tenaga Ahli (Expert) Pengelolaan Hutan, berjumlah 1 (satu) orang yang akan bertindak sebagai pimpinan tim, dengan kriteria antara lain sebagai berikut: a. Minimal memiliki gelar Magister/Master (S2) di bidang kehutanan dan atau pengelolaan sumber daya alam, telah lulus 6 tahun dan memiliki pengalaman bekerja sebagai konsultan minimal 10 tahun mengenai pengelolaan hutan, aspek lingkungan dan sosial yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam (khususnya hutan), hukum dan kebijakan kehutanan dan lingkungan, pengembangan kelembagaan kehutanan, pengelolaan sosial ekonomi kehutanan, REDD + dan kegiatan lainnya yang sesuai; b. Memiliki pengalaman manajemen proyek selama 5 tahun dan memiliki pengalaman lapangan yang cukup; c. Memiliki minimal 5 kali sebagai Pemimpin Tim Konsultan dalam bidang jasa konsultasi di bidang kehutanan, lingkungan, sosial ekonomi dan bidang sejenis; d. Memiliki pengetahuan tentang kebijakan operasional World Bank dan pengalaman terkait pengamanan (safeguards) dan pengalaman pernah bekerja dengan Bank Dunia akan lebih diutamakan; e. Mampu berpikir strategis dan melakukan koordinasi dan dialog dengan multipihak di setiap tingkat; f. Bersedia bekerja keras dan dapat bekerja dalam tim; g. Orientasi klien yang kuat dengan komitmen terhadap hasil di lapangan; h. Keterampilan komunikasi yang kuat, baik tertulis maupun lisan; KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 7

i. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris, baik lisan maupun tulisan akan menjadi nilai tambah. (2) Tenaga Ahli (Expert) Lingkungan, berjumlah 2 (dua) orang: 1 (satu) orang akan fokus pada aspek Lingkungan Fisik-Kimia dan yang lainnya akan fokus pada aspek Lingkungan Biologi. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain sebagai berikut: a. Memiliki gelar Magister/Master dan telah lulus 5 tahun dari bidang yang relevan seperti ilmu lingkungan dan / atau biologi, teknik lingkungan, studi lingkungan, pengelola hutan / konservasi atau yang sesuai; b. Minimal 8 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang terbukti mengenai masalah lingkungan dan pengamanan (safeguard). Pengalaman kerja sebelumnya di proyek kehutanan, lingkungan dan kebijakan serta upaya perlindungan akan menjadi nilai tambah; c. Memiliki pengetahuan tentang kebijakan operasional World Bank dan pengalaman terkait pengamanan (safeguards) dan pengalaman pernah bekerja dengan Bank Dunia akan lebih diutamakan; d. Mampu berpikir strategis dan melakukan koordinasi dan dialog dengan multipihak di setiap tingkat; e. Bersedia bekerja keras dan dapat bekerja dalam tim; f. Orientasi klien yang kuat dengan komitmen terhadap hasil di lapangan; g. Memiliki keterampilan komunikasi yang kuat, baik tertulis maupun lisan; h. Memiliki kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris, baik lisan maupun tulisan akan menjadi nilai tambah. (3) Tenaga Ahli (Expert) sosial, berjumlah 2 (dua) orang: 1 (satu) orang akan fokus pada aspek Sosial-Ekonomi dan yang lainnya akan fokus pada aspek Sosial-Budaya. Bertindak sebagai anggota tim, dengan kriteria antara lain sebagai berikut: a. Memiliki gelar Magister/Master dan telah lulus 5 tahun dari bidang yang relevan seperti sosiologi, antropologi, (sosial) kehutanan, sosio ekonomi, kebijakan publik, perencanaan kota dan ilmu sosial lainnya; b. Minimal 8 tahun pengalaman operasional yang relevan dan rekam jejak yang terbukti tentang perlindungan sosial. Pengalaman kerja sebelumnya di bidang kehutanan dan kebijakan pengamanan (safeguard) akan menjadi nilai tambah; c. Memiliki pengetahuan tentang kebijakan operasional World Bank dan pengalaman terkait pengamanan (safeguards) dan pengalaman pernah bekerja dengan Bank Dunia akan lebih diutamakan; d. Mampu berpikir strategis dan melakukan koordinasi dan dialog dengan level multipihak; e. Bersedia bekerja keras dan dapat bekerja dalam tim; f. Orientasi klien yang kuat dengan komitmen terhadap hasil di lapangan; KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 8

g. Keterampilan komunikasi yang kuat, baik tertulis maupun lisan; h. Memiliki kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris, baik lisan maupun tulisan akan menjadi nilai tambah. Jika dibutuhkan, Kantor Konsultan dapat mempekerjakan satu editor laporan / penerjemah yang membantu para ahli dalam menyelesaikan laporan, khususnya untuk versi Bahasa Inggris. Remunerasi ahli didasarkan pada Tingkat Remunerasi / Penagihan Tenaga Ahli Nasional (S1 / S2 / S3) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. F. Tahapan Kegiatan/Metodologi Secara garis besar tahapan pelaksanaan/metodologi kegiatan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH, sebagai berikut: (1) Pengumpulan data: data dapat diperoleh melalui data sekunder, termasuk peta yang relevan (RPHJP KPH, Rencana Operasional KPH, data KPH lainnya dan data institusi terkait) dan data primer. Pengambilan data primer akan dilakukan melalui survei (biofisik, potensi hutan termasuk karbon, dan survei komunitas sosial ekonomi), Focus Group Discussion (FGD), pengamatan lapangan, pertemuan/wawancara dan metode lain yang relevan. Personel KPH akan dilibatkan dalam kegiatan kajian sebagai langkah transfer pengetahuan tim konsultan untuk proses pembelajaran bagaimana menyiapkan dan menerapkan sebuah kajian. (2) Aktivitas lain yang diperlukan berdasarkan pengalaman dan analisis konsultan. (3) Konsultan akan mengembangkan, menyajikan dan mengajukan: Dokumen Perencanaan Kegiatan; Laporan Interim; Lokakarya di Propinsi; dan Laporan Akhir. G. Keluaran Konsultan diharapkan menghasilkan Laporan dari: (1) Laporan Administratif: a. Dokumen Perencanaan Kegiatan; b. Laporan Interim; c. Laporan Akhir. (2) Laporan Teknis, yang disajikan sebagai Lampiran Laporan Akhir terdiri dari: a. Dokumen Data Kondisi Hutan, Lingkungan dan Sosial; b. Laporan FGD dan Workshop. c. Laporan kajian lingkungan dan sosial KPH. d. Laporan Rekomendasi rekomendasi pengelolaan hutan lestari KPH dan resolusi konflik serta potensi konflik. e. Ringkasan eksekutif: merupakan ringkasan laporan akhir yang memuat intisari laporan akhir yang dituangkan dan menjadi satu kesatuan di dalam dokumen laporan akhir. Laporan Pendahuluan dan Laporan Akhir harus dilengkapi dengan peta yang relevan dengan kegiatan yang dilaksanakan. KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 9

III. WAKTU DAN BIAYA A. Waktu Pelaksanaan kegiatan penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial dilaksanakan selama 105 (seratus lima) hari kalender, dengan tata waktu sebagai berikut : No 1 Persiapan Kegiatan a. Penyampaian Rencana Kerja (Laporan Pendahuluan) b. Pembahasan Laporan Pendahuluan c. Penyelesaian dan Penyerahan Laporan Pendahuluan 2 Kegiatan di Provinsi dan Lapangan a. Entry Meeting b. Survey c. FGD di lapangan d. Closing Meeting 3 Penulisan Laporan a. Pengolahan data dan penyusunan Draft Laporan Interim (Interim Report) b. Presentasi Laporan Tengah (Interim Report) c. Finalisasi Laporan Akhir e. Penyampaian laporan akhir Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Bulan 4 Keterangan KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 10

B. Biaya Kegiatan Kajian Lingkungan dan Sosial akan didanai oleh hibah Bank Dunia (WB) yang dialokasikan di DIPA Direktorat KPHP, Direktorat Jenderal PHPL, sebesar Rp 685.087.500, -. KAK Penyusunan Kajian Lingkungan dan Sosial di Wilayah KPH 11