ANALISIS PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT IDA INDRAYANI

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

(The analysis of profitability, comparative advantage, competitive advantage and import policy impact on beef cattle fattening in west java)

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

IV METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS DAYA SAING BUAH STROBERI DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Studi Kasus di Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga)

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

TESIS. Oleh MUHAMMAD SAMIN /MAG

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

I PENDAHULUAN Latar Belakang

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DAN USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU SILVIA HAYANDANI

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

STRATEGI PENDEKATAN KETERSEDIAAN DAGING NASIONAL DI INDONESIA. Oleh: Rochadi Tawaf dan Hasni Arief ABSTRACT

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Transkripsi:

ANALISIS PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT IDA INDRAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : ANALISIS PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah menyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Februari 2011 Ida Indrayani NRP. H353080041

ABSTRACT IDA INDRAYANI. Analysis of Production and Competitiveness of Beef Cattle Fattening in Agam District West Sumatera Province (RITA NURMALINA as a Chairman and ANNA FARIYANTI as a Member of the Advisory Committee). The domestic beef cattle producers have supplied only 70 percent of the national need. Demand of the beef cattle has not been accompanied by an increased supply response. One of the major problems in beef cattle fattening is its low productivity that might be caused by its low efficiency of input use. On the other side low productivity also caused an increase in the number of imported beef cattle. Therefore, this study aims to analyze : (1) factors that influence the production of beef cattle fattening, (2) the level of technical efficiency of beef cattle fattening, (3) beef cattle fattening competitiveness, and (4) the impact of government s input-output policy on the competitiveness of beef cattle fattening in Agam district. The stochastic production frontier is used to estimate production function, while Policy Analysis Matrix was employed in this study to measure level of competitive and comparative advantage and effect of government interventions on beef cattle fattening. The results showed that quantity of forage, concentrate, cattle s age, and livestock ownership significantly influence production. The average value of the farm technical efficiency is 0.764 ranging from a minimum of 0.478 to a maximum of 0.996. Beef cattle fattening is profitable and has competitive and comparative advantage. Fattening produces profits that create positive incentives for producers and reflect an efficient use of domestic resources. Key words : Beef Cattle Fattening, Technical Efficiency, Competitiveness, Stochastic Frontier, Policy Analysis Matrix

RINGKASAN IDA INDRAYANI. Analisis Produksi dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat (RITA NURMALINA sebagai Ketua, dan ANNA FARIYANTI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Swasembada daging sapi 2014 merupakan salah satu program utama pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan asal ternak berbasis sumberdaya domestik. Target yang ingin dicapai adalah pemenuhan 90 persen dari kebutuhan daging sapi nasional. Pengembangan pengusahaan penggemukan sapi potong dapat dijadikan alternatif dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Secara nasional, konsumsi daging sapi di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Pertumbuhan produksi daging sapi tahun 2005-2008 mengalami penurunan rata-rata sebesar 0.08 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan konsumsi daging sapi rata-rata 5.47 persen per tahun. Hal ini menyebabkan impor daging dan sapi bakalan tiap tahun selalu meningkat, yaitu tahun 2003-2007 ratarata 41.36 persen per tahun dan 20.3 persen per tahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Kabupaten Agam yang merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Sumatera Barat memiliki potensi dalam pengembangan sapi potong. Namun masih terdapat beberapa kendala, yaitu produktivitas usaha penggemukan sapi potong masih rendah yang ditandai dengan pertambahan bobot badan sapi yang belum optimal. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersediaan bibit unggul terbatas, usaha ternak masih berskala kecil, manajemen pakan yang kurang baik dan akses teknologi yang masih terbatas. Permasalahan lainnya adalah posisi peternak di Kabupaten Agam yang mulai terdesak dengan masuknya sapi potong impor yang menawarkan harga yang lebih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan peran kebijakan pemerintah yang dapat mendukung produksi dan daya saing usaha penggemukan sapi potong dalam negeri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) Variabel-variabel yang mempengaruhi produksi usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam, (2) tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam, (3) daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam, dan (4) dampak kebijakan pemerintah (input dan ouput) terhadap daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungai Puar dan Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah basis usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Agam dan masih potensial untuk dikembangkan. Analisis fungsi produksi menggunakan model Stochastic frontier dengan metode pendugaan Maximum Likelihood (MLE). Daya saing usaha penggemukan sapi potong dianalisis dan diukur melalui keuntungan finansial, keuntungan ekonomi, analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Berdasarkan analisis terhadap fungsi produksi stochastic frontier, hasil estimasi menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan sapi adalah jumlah hijauan, konsentrat, umur bakalan, dan penguasaan ternak. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan variabel-variabel tersebut dapat ditingkatkan untuk mencapai pertambahan bobot badan sapi yang maksimal. Sedangkan untuk variabel jumlah tenaga kerja dan pengeluaran obat-

obatan tidak berpengaruh nyata. Secara umum tingkat efisiensi teknis usaha ternak relatif merata, dimana dari seluruh peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong yang diteliti, sebagian besar (63.33 persen) berada pada selang tingkat efisiensi teknis 0.61-0.80, dengan rata-rata efisiensi teknis 0.764. Hasil pendugaan terhadap faktor-faktor inefisiensi teknis menunjukkan bahwa faktor yang menjadi sumber inefisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong adalah umur dan status usaha. Sedangkan variabel lainnya yaitu pendidikan dan pengalaman peternak tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan analisis PAM secara keseluruhan, peternak di kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan kompetitif (PCR < 1) dan komparatif (DRC < 1). Nilai PCR untuk Kecamatan Sungai Puar adalah 0.856 dan Kecamatan Tilatang Kamang 0.725, yang menunjukkan bahwa masing-masing peternak hanya mengeluarkan tambahan biaya kurang dari satu untuk dapat bersaing dengan produk sejenis. Nilai indikator keunggulan komparatif yang dilihat dari nilai DRC, diperoleh 0.947 untuk Kecamatan Sungai Puar dan 0.812 untuk Kecamatan Tilatang Kamang. Hal ini berarti di Kabupaten Agam akan lebih menguntungkan jika kebutuhan sapi potong dipenuhi dari pengusahaan sendiri dari pada mengimpornya. Dari nilai DRC yang diperoleh dikedua kecamatan menunjukkan Kecamatan Tilatang Kamang lebih unggul secara kompetitif dan komparatif dibandingkan Kecamatan Sungai Puar. Analisis dampak kebijakan kebijakan dalam tabel PAM dari sisi output ditunjukkan oleh nilai OT yang lebih besar dari nol (OT > 0) yaitu Rp. 1 565 921 untuk Kecamatan Sungai Puar dan Rp.1 581 544 untuk Kecamatan Tilatang kamang, artinya harga output di pasar domestik lebih tinggi dibandingkan harga internasionalnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kebijakan pemerintah yang bersifat protektif terhadap peternak sehingga menguntungkan peternak. Nilai Input Transfer (IT) yang diperoleh menunjukkan divergensi positif pada input tradable untuk kedua wilayah yaitu Rp. 278 148 per ekor untuk Kecamatan Sungai Puar dan Rp. 347 083 per ekor untuk Kecamatan Tilatang Kamang. Nilai divergensi yang positif menunjukkan adanya retribusi atau pajak yang dipungut terhadap input tradable. Hasil analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output menunjukkan bahwa berdasarkan nilai EPC yang lebih dari satu menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap output dan input dapat memberikan insentif kepada peternak sapi potong untuk berproduksi. Hasil analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing menunjukkan bahwa yang paling besar dampaknya terhadap daya saing penggemukan sapi potong adalah harga output. Penurunan harga output 15 persen sudah menyebabkan usaha penggemukan sapi potong di kedua lokasi tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini berarti bahwa komoditas sapi potong tidak lagi efisien untuk diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah harus benarbenar memperhatikan kestabilan harga komoditas sapi potong dengan menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan terutama pengendalian impor komoditas sapi potong. Disamping itu pengembangan usaha penggemukan sapi potong dalam rangka mencapai swasembada daging sapi 2014 serta menyikapi iklim globalisasi ekonomi, sebaiknya diarahkan kepada daerah-daerah potensial yang memiliki keunggulan komparatif lebih baik, guna dapat mengurangi ketergantungan impor daging dan sapi potong Indonesia. Kata Kunci : Penggemukan Sapi Potong, Efisiensi Teknis, Daya Saing, Stochastic Frontier, Policy Analysis Matrix

Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ANALISIS PRODUKSI DAN DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT IDA INDRAYANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang : Prof. Dr. Ir. Kuntjoro (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Mayor : Analisis Produksi dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat : Ida Indrayani : H353080041 : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Rita Nurmalina, M.S. Ketua Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si. Anggota Mengetahui, Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, Tanggal Ujian : 16 Desember 2010 Tanggal Lulus :

PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul : Analisis Produksi dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penulisan tesis untuk memperoleh gelar Magister pada Mayor Ekonomi Pertanian, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Komisi Pembimbing Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing utama, Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan serta saran yang sangat bermanfaat dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. selaku Ketua Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama perkuliahan pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Dr. Ir Yusman Syaukat, M.Ec selaku Penguji Luar Komisi dan Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku Penguji Wakil Mayor, yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Rektor Universitas Andalas dan Dekan Fakultas Peternakan beserta staf yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk mengikuti Program Magister di Institut Pertanian Bogor.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa selama penyelesaian studi. 5. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Agam (Ir. Andri, MM) beserta staf (Ir. Aguska DF) dan staf lainnya yang telah memberikan informasi selama penulisan tesis ini. 6. Kepala UPT Kesehatan Hewan Sungai Puar (Bapak Darlis) dan Koto Ilalang (Ibu Sri) beserta staf (Bapak Men, Bapak Sam, Ibu Desi dan Deded) yang telah membantu selama penelitian dan memberikan informasi dalam penulisan tesis ini. 7. Tenaga Penyuluh (Ibu Pik dan Bapak Tasenu) dan pihak-pihak lain terutama responden yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu namun telah banyak memberikan sumbang saran dan informasi selama penulisan tesis ini. 8. Teman-teman EPN angkatan 2008 (Trees, Mbak Nurul, Mbak Retno, Mbak Corry, Kani, Listone dan Mas Gonang), terimaksih atas kebersamaannya selama kuliah dan dukungannya dalam penyelesaian studi ini. 9. Teman-teman EPN S3 (Bu Hapsah, Bu Wiwik, Bu Dewi, Mbak Lala, Ni Zed, Pak Adang, Pak Ahmad, dan Pak Khalil), terimakasih atas bimbingannya selama ini. 10. Seluruh staf pada Mayor EPN (Mbak Rubi, Mbak Yani, Mbak Angga, Mbak Aam, Ibu Kokom, Bapak Husein) yang selalu meluangkan waktu dan membantu penulis selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan studi di Mayor Ekonomi Pertanian. 11. Teman-teman kost (Bu Hesti, Bu Tri, Wina, Ayu, Mba Niken, dan Ane) serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, terimakasih atas kebersamaannya baik dalam senang maupun susah.

12. Teman-teman satu almamater ( Da Andi, Kak Imel, Kak Santi dan Ibu Nur), yang senantiasa bersama-sama dalam melewati masa-masa sulit ataupun senang. Selanjutnya kepada teman-teman Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Asal Sumatera Barat (IMPACS), terimakasih atas kebersamaannya. Secara khusus dengan penuh rasa cinta kasih dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tak tak terhingga kepada Ayahanda Dasril dan Ibunda Ramnis yang telah berkorban dan senantiasa memberikan dukungan dan do a untuk kelancaran penyelesaian studi penulis. Terimakasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Kakanda Wenny Sayori, A.Md dan Elsuriandi, A.Md, yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga selesainya studi ini. Dan untuk ponakanku tersayang Najla Azizah yang memberikan hiburan dikala susah sehingga mendatangkan semangat untuk penulis. Selanjutnya Keluarga Ante dan Om di Padang, Keluarga di Kampung, dan Keluarga di Bangkinang, terimakasih atas dukungan dan do anya. Besar harapan saya bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sektor pertanian, khususnya peternakan sapi potong di Indonesia. Semoga Allah SWT menerima karya ini sebagai amal kebaikan dan tanda syukur penulis. Amin. Bogor, Februari 2011 Ida Indrayani

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Talawi Kota Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 20 Oktober 1981, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Dasril dan Ibu Ramnis. Tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Sijunjung, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Andalas melalui tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada Tahun 2004. Pada Tahun 2005 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Tahun 2008 penulis melanjutkan Pendidikan ke jenjang master pada Program Magister Sains Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Departemen Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xvii xix xx I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 6 1.3. Tujuan Penelitian... 11 1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 11 II. TINJAUAN PUSTAKA... 13 2.1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong... 13 2.2. Sumber-sumber dan Tingkat Daya Saing Usaha Peternakan Sapi Potong... 19 2.3. Kebijakan Pemerintah Terhadap Input dan Output Komoditas Daging Sapi... 25 2.2.1. Kebijakan Output Daging Sapi... 25 2.2.2. Kebijakan Input Pakan Ternak... 29 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 32 3.1. Teori Produksi... 32 3.2. Teori Daya Saing... 50 3.3. Analisis Kebijakan Pemerintah... 54 3.3.1. Kebijakan Harga Output... 54 3.3.2. Kebijakan Harga Input... 57 3.4. Konsep Sensitivitas... 59 3.5. Kerangka Konseptual... 60 3.5. Hipotesis Penelitian... 63

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 64 4.2. Jenis dan Sumber Data... 64 4.3. Metode Penentuan Sampel... 65 4.4. Metode Analisis Data... 66 4.4.1. Analisis Produksi Usaha Ternak Sapi Potong... 67 4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis... 68 4.4.3. Analisis Daya Saing... 70 4.4.4. Metode Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing... 75 4.4.5. Penentuan Harga Bayangan... 76 4.5. Analisis Sensitifitas... 82 4.6. Definisi Operasional Variabel... 84 V. TINJAUAN UMUM USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA... 87 VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN... 93 6.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 93 6.2. Keadaan Usaha Ternak Sapi Potong... 96 6.2.1. Status Usaha Penggemukan Sapi Potong... 96 6.2.2. Pemilikan Ternak Sapi Potong... 97 6.2.3. Pola Penguasaan Ternak... 98 6.2.4. Pemeliharaan Ternak Sapi Potong... 99 6.2.5. Pertambahan Bobot Badan Sapi... 103 6.2.6. Pakan Ternak Sapi Potong... 104 6.2.7. Tenaga Kerja... 106 6.2.8. Obat-obatan Ternak Sapi Potong... 108 6.2.9. Penjualan Ternak Sapi Potong... 108 6.3. Karakteristik Responden Penelitian... 110 6.3.1. Umur Peternak Responden... 111 6.3.2. Tingkat Pendidikan Peternak Responden... 112 64

6.3.3. Pengalaman Peternak Responden... 113 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN... 114 7.1. Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong di kabupaten Agam... 115 7.1.1. Deskripsi Variabel Usaha Penggemukan Sapi Potong... 115 7.1.2. Pengujian Fungsi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong... 116 7.1.3. Pendugaan Fungsi produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong... 118 7.1.4. Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong... 125 7.1.5. Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong... 127 7.2. Analisis Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong... 132 7.2.1. Justifikasi Harga Bayangan... 134 7.2.2. Identifikasi Kebijakan Pemerintah terkait dengan Usaha Peggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 137 7.2.3. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 140 7.2.4. Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 144 7.2.5. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 149 7.2.6. Analisis Sensitivitas terhadap Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 159 7.2.7. Analisis Tingkat Produktifitas dan Harga pada Kondisi DRC = 1... 163 7.2.8. Kebijakan Alternatif terhadap Peningkatan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong... 165 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN... 169 8.1. Kesimpulan... 169 8.2. Implikasi Kebijakan... 170 DAFTAR PUSTAKA... 172 LAMPIRAN... 182

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Neraca Komoditas Daging Sapi Nasional... 3 2. Produksi dan Tingkat Swasembada Daging Sapi di Indonesia... 4 3. Perkembangan Perdagangan Ternak dan Daging Sapi di Indonesia.. 4 4. Policy Analysis Matrix (PAM)... 70 5. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Tradable dan Komponen Biaya Domestik... 81 6. Harga Privat dan Sosial Usaha Ternak Sapi Potong di Kabupaten Agam... 82 7. Populasi Sapi Potong Indonesia Tahun 2005 2009... 90 8. Populasi Sapi Potong per Bangsa Tahun 2009 dan Proyeksi Sampai Tahun 2014... 90 9. Penyediaan Daging Sapi Lokal, Ex-Bakalan dan Impor Tahun 2005-2009... 91 10. Populasi Ternak Sapi di Kabupaten Agam Tahun 2005-2009... 96 11. Status Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 96 12. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi oleh Rumahtangga Peternak di Kabupaten Agam... 98 13. Pola Penguasaan Ternak Sapi Potong oleh Peternak Responden di Kabupaten Agam... 99 14. Sebaran Periode Pemeliharaan Sapi Potong oleh Peternak Responden di Kabupaten Agam... 100 15. Umur Sapi Bakalan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 102 16. Sebaran Pertambahan Bobot Badan Sapi pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 103

17. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usaha Penggemukan Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 107 18. Sebaran Umur Peternak Responden di Kabupaten Agam... 111 19. Sebaran Tingkat Pendidikan Peternak Responden di Kabupaten Agam... 112 20. Pengalaman Peternak Responden di Kabupaten Agam... 113 21. Statistik Deskriptif Masing-masing Variabel Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 115 22. Pendugaan Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode MLE... 118 23. Sebaran Efisiensi Teknis Peternak Responden... 125 24. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier... 128 25. Varians dan Parameter γ (gamma) dari Model Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier... 132 26. Penerimaan dan Komponen Biaya Rata-rata Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten agam... 141 27. Matriks Analisis Kebijakan Usaha Penggemukan Sapi potong di Kabupaten Agam... 143 28. Privat Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resources (DRCR) Usaha Pengemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 145 29. Output Transfer dan Nominal Protection Coefficient on Output Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 151 30. Input Transfer, Nominal Protection Coefficient on Input dan Factor Transfer Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 152 31. Effective Protection Coefficient, Net Transfer, Profitability Coefficient, dan Subsidy Ratio to Producers Usaha Penggemukan sapi Potong di Kabupaten Agam... 156 32. Nilai Keuntungan berdasarkan Analisis Sensitivitas Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 160 33. Indikator Daya Saing Berdasarkan Analisis Sensitivitas Pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 162

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Fungsi Produksi... 35 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier... 43 3. Ukuran Efisiensi... 46 4. Dampak Subsidi Positif terhadap Konsumen dan Produsen pada Barang Impor... 55 5. Restriksi Perdagangan pada Komoditi Impor... 56 6. Subsidi dan Pajak pada Input... 58 7. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input tradable... 59 8. Kerangka Konseptual... 62 9. Saluran Pemasaran Sapi Potong di Kabupaten Agam... 110

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Output, Penggunaan Input dan Faktor-faktor Inefisiensi Pada Usaha Penggemukan Sapi Potong Di Kabupaten Agam... 182 2. Uji Kenormalan pada Model Fungsi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 185 3. Uji Heterokedastisitas pada Model Fungsi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 186 4. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 187 5. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 188 6. Rincian Biaya Usaha Penggemukan Sapi Potong dalam Komponen Domestik dan asing di Kabupaten Agam... 191 7. Tabel PAM (Policy Analisis Matrix) dan Indikator Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam... 192 8. Rincian Biaya Usaha Penggemukan Sapi Potong dalam Komponen Domestik dan Asing di Kecamatan Sungai Puar... 193 9. Tabel PAM (Policy Analisis Matrix) dan Indikator Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kecamatan Sungai Puar... 194 10. Rincian Biaya Usaha Penggemukan Sapi Potong dalam Komponen Domestik dan Asing di Kecamtan Tilatang Kamang... 195 11. Tabel PAM (Policy Analisis Matrix) dan Indikator Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kecamatan Tilatang Kamang... 196

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa, tetapi juga dapat dilihat secara lebih komprehensif, antara lain sebagai penyediaan pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) dan dapat menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk substitusi impor (Daryanto, 2009) Tujuan pembangunan pertanian diantaranya adalah : (1) meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas, efisiensi usaha dan perbaikan sistem pemasaran, (2) meningkatkan produksi pangan sumber protein guna mendorong peningkatan gizi masyarakat, (3) mendorong terciptanya kesempatan kerja di pedesaan dengan pendapatan yang layak melalui pengembangan sistem agribisnis, dan (4) menyediakan bahan baku industri dan meningkatkan ekspor komoditi pertanian dengan mengembangkan komoditi unggulan terutama pada kawasan-kawasan sentra produksi pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Salah satu agenda penting pembangunan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 yang terkait dengan pembangunan pertanian adalah revitalisasi pertanian yang antara lain

2 diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan pangan asal ternak, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, serta meningkatkan produksi dan ekspor komoditi pertanian (Departemen Pertanian, 2006). Perkembangan hingga saat ini menunjukkan pencapaian yang cukup memuaskan, diantaranya : (1) dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tinggi terutama didorong oleh sektor pertanian, dimana pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian selama 2005-2009 rata-rata 3.30 persen, (2) produksi pangan selama RPJMN 2005-2009 meningkat tajam, disertai ketahanan pangan yang memperlihatkan kecenderungan membaik, yaitu ketersediaan energi selama 2005-2008 meningkat 2,60 persen per tahun dan ketersediaan protein meningkat 2.70 persen per tahun, (3) jumlah penduduk miskin berkurang, dimana tahun 2005 sebesar 15.79 persen dan tahun 2009 menjadi 14.15 persen (Kementerian Pertanian, 2009). Pembangunan pertanian perlu terus dikembangkan agar mengarah pada terciptanya pertanian yang efisien, memiliki daya saing, serta mampu meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para petani pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Subsektor peternakan berpotensi dijadikan sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian. Beberapa peluang dalam pengembangan sektor peternakan adalah jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, kondisi geografis dan sumberdaya alam yang mendukung usaha dan industri peternakan, serta pemanfaatan diversifikasi produk peternakan. Hal ini ditandai selama periode 2000-2006 subsektor peternakan tumbuh rata-rata 3.63

3 persen per tahun lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian yaitu sebesar 2.66 persen per tahun (Ilham, 2007). Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia terutama berasal dari daging unggas, daging sapi, daging kerbau serta daging kambing dan domba. Secara nasional, konsumsi daging sapi di Indonesia setiap tahun selalu meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Peningkatan konsumsi daging sapi belum dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya, sehingga terjadi kesenjangan yang semakin besar antara permintaan dan penawaran daging sapi. Hal ini memaksa pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan impor daging sapi. Tabel 1. Neraca Komoditas Daging Nasional Tahun 2007-2008 No Komoditi 2007 (ribu ton) 2008 (ribu ton) Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi 1. Daging Sapi 339.5 453.8 352.4 395.0 2. Daging kambing 34.5 35.1 37.6 38.2 3. Daging Ayam 683.3 687.8 716.3 720.7 4. Daging Babi 138.6 140.2 144.5 146.2 Total 1 195.9 1 316.9 1 250.8 1 300.6 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009a Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi daging pada periode 2007-2008 tidak diimbangi oleh produksi dalam negeri, terutama untuk daging sapi. Produksi daging sapi periode 2005-2008 cenderung mengalami penurunan, sedangkan konsumsi daging sapi mengalami peningkatan. Pertumbuhan produksi daging sapi tahun 2005-2008 mengalami penurunan rata-rata sebesar 0.08 persen per tahun,

4 sedangkan pertumbuhan kebutuhan daging sapi rata-rata naik 5.47 persen per tahun, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi dan Tingkat Swasembada Daging Sapi di Indonesia Tahun 2005 2008 Tahun Produksi (ton) Kebutuhan (ton) Tingkat Swasembada (%) 2005 358 704 378 930 94.66 2006 395 843 399 660 99.04 2007 339 480 421 520 80.54 2008 352 413 444 580 79.27 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009a Jika kesenjangan antara produksi dan konsumsi daging sapi tidak diantisipasi dengan upaya terobosan dalam peningkatan produksi di dalam negeri akan menyebabkan Indonesia akan selalu bergantung pada pasokan impor dan menjadi target potensial pemasaran ternak sapi dan produk-produk turunannya bagi negara produsen utama (FAO, 1999). Tabel 3 menunjukkan perkembangan perdagangan ternak dan daging sapi Indonesia tahun 2003-2007. Tabel 3. Perkembangan Perdagangan Daging dan Ternak Sapi di Indonesia Tahun 2003-2007. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 Laju (%) Volume Daging sapi (ton) Impor Ekspor Neraca Nilai Daging Sapi (USD 1000) Impor Ekspor Neraca Impor Ternak Sapi (ekor) Sapi Bibit Sapi Bakalan Jumlah Nilai Impor Ternak Sapi (USD 1000) Sapi Bibit Sapi Bakalan Jumlah 10 671 111 (10 560) 18 566 450 (18 116) 5 800 208 800 214 600 2 843 66 544 69 387 11 772 19 (11 753) 27 113 126 (26 987) 4 200 235 800 240 000 2 292 88 989 91 281 21 485 98 (21 387) 43 646 113 (43 533) 4 600 256 200 260 800 1 922 107 731 109 653 25 949 14 (25 935) 49 077 24 49 101 6 200 265 700 271 900 2 545 108 597 111 142 39 400 52 (39 348) 92 847 36 (92 811) 100 414 200 414 300 15 217 720 217 735 41.36 68.59 41.56 52.16-27.77 53.02-81.68 20.30 19.28-25.62 39.02 37.24

5 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009 Tabel 3 menunjukkan bahwa impor daging sapi dan sapi bakalan mengalami peningkatan tiap tahunnya, yaitu rata-rata 20.30 persen per tahun dan 41.36 persen per tahun. Hal ini merupakan ancaman bagi produsen daging sapi nasional, apalagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) dan kesepakatan di bidang Pertanian (Agreement on Agriculture, AoA), yang merupakan bagian dari Kesepakatan Umum di bidang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade, GATT). Produk-produk peternakan Indonesia akan bersaing dengan produk-produk sejenis asal luar negeri, terutama untuk komoditi daging. Harga sapi impor yang jauh lebih murah, akan membuat para peternak rakyat harus mengkondisikan harga jualnya menjadi lebih mengimbangi murahnya harga jual sapi impor. Hal ini akan menempatkan peternak sapi potong yang umumnya peternak kecil pada posisi yang semakin sulit, sehingga mengancam kelangsungan usaha peternakan sapi potong dalam negeri. Intensitas perdagangan internasional (ekspor maupun impor) yang semakin meningkat, menjadikan produktivitas, efisiensi dan daya saing semakin penting untuk diperhatikan. Indonesia tidak akan mampu menang dalam persaingan global, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik tanpa membangun ketiga hal tersebut. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri. Program swasembada daging sapi sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 59/ Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) adalah bagian tak terpisahkan dari program

6 Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005. Targetnya, memenuhi kebutuhan minimal protein hewani asal daging 10.10 kilogram per kapita per tahun, yang saat ini baru dicapai sekitar 8.00 kg per kapita per tahun. Kontribusi daging sapi tahun 2007 baru mencapai 1.84 kg per kapita per tahun. Dari program tersebut diharapkan kontribusi daging sapi akan mencapai sekitar 2.00 kg per kapita per tahun pada 2010 (Busyairi, 2009). Sasaran yang akan dicapai adalah mengurangi ketergantungan impor daging maupun sapi potong, yang dalam lima tahun dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan daging domestik. Solusi jangka pendek terhadap masalah daging sapi kita saat ini adalah meningkatkan kemampuan dalam negeri untuk memasok daging sapi secara lebih kompetitif. Suplai daging sapi dalam negeri bisa lebih kompetitif jika daya saingnya dapat ditingkatkan. Daya saing sangat terkait dengan ketersediaan dan penggunaan input produksi yaitu ketersediaan pakan, penggunaan bibit unggul, manajemen dan kesehatan hewan, serta inovasi teknologi dan faktor-faktor eksternal lainnya. Tersedianya sumberdaya lokal dan teknologi serta adanya dukungan pemerintah diharapkan dapat dijadikan peluang untuk pengembangan usaha ternak sapi dalam negeri. Populasi sapi sebagian besar disumbangkan oleh daerah sentra produksi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Aceh. Namun dalam rangka peningkatan populasi yang lebih besar, perlu diperhatikan daerah-daerah lain, yang juga merupakan daerah potensial pengembangan sapi potong seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.

7 1.2. Perumusan Masalah Pemberlakuan pasar bebas (Free Trade Area/FTA) terutama Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area (AANZ-FTA) menuntut setiap daerah untuk dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk impor serta menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing. Kondisi ini terutama akan berpengaruh pada usaha peternakan sapi, dimana selama ini impor daging sapi terutama berasal dari Australia dan New Zealand. Dengan adanya kerjasama AANZ-FTA ini akan ada penurunan sejumlah tarif, dimana untuk daging sapi yang saat ini sebesar 5 persen akan diturunkan secara bertahap hingga tahun 2020 akan menjadi nol persen. Akibatnya produk sapi impor akan sepenuhnya bebas masuk ke pasar dalam negeri dengan harga yang lebih rendah. Sejalan dengan hal tersebut, maka percepatan pembangunan usaha peternakan sapi potong harus dikembangkan pada daerah-daerah yang memiliki basis usaha komoditi unggulannya adalah sapi potong. Sumatera Barat menjadikan sapi potong sebagai salah satu komoditas unggulan. Perkembangan populasi sapi potong di Sumatera Barat menunjukkan penurunan, dimana rata-rata pertumbuhan ternak sapi dalam lima tahun terakhir menurun sebesar 4.55 persen per tahun, sementara rata-rata jumlah ternak yang dipotong meningkat sebesar 7.85 persen per tahun. Rendahnya tingkat produksi dan produktivitas ternak sapi potong disebabkan masih rendahnya tingkat kelahiran (angka kelahiran dibawah 50 persen), jarak beranak yang terlalu panjang (> 18 bulan), tingginya angka kematian (> 2 persen), kurang terkendalinya

8 pemotongan hewan betina produktif serta tingginya inseminasi berulang di daerah kawasan ternak pembibitan (Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2008). Berdasarkan tingkat konsumsi masyarakat Sumatera Barat dalam mengkonsumsi protein hewani khususnya daging, konsumsi masyarakat terhadap daging belum mencapai standar pola pangan harapan. Dari data yang ada ternyata konsumsi masyarakat Sumatera Barat terhadap daging sebesar 5.33 kg per kapita per tahun dari target 10.00 kg per kapita per tahun. Dengan demikian permintaan terhadap daging masih akan terus meningkat (Natra, 2004). Dilihat dari kondisi tersebut, maka usaha peningkatan produksi sapi potong perlu dilakukan. Produksi daging sapi di Sumatera Barat berdasarkan data tahun 2006 adalah 15 561 671 kg dan diperkirakan sampai tahun 2010 produksi daging dapat mencapai 16 375 342 kg. Dengan kondisi Sumberdaya alam yang mendukung dan ketersediaan lahan, pakan hijauan ternak serta tenaga kerja, produksi daging sapi masih dapat ditingkatkan (Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2007) Kabupaten Agam sebagai salah satu sentra produksi sapi potong di Sumatera Barat memiliki potensi pengembangan di masa datang. Populasi sapi potong terus meningkat yaitu tahun 2005 berjumlah 27 843 ekor dan tahun 2008 mencapai 32 017 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Agam, 2008). Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu alternatif usaha yang banyak dipilih peternak. Hal ini karena disamping sistem pemeliharaan yang relatif mudah, periode pengusahaan juga relatif singkat. Saat ini sebagian besar peternak mengusahakan penggemukan sapi jenis peranakan Simental. Hal ini karena sapi jenis peranakan umumnya memiliki performa produksi yang lebih baik. Mata pencaharian utama masyarakat pada bidang pertanian yang mendukung

9 penyediaan pakan baik berupa hijauan maupun limbah pertanian juga dapat dijadikan sebagai salah satu potensi pengembangan sapi potong. Selain berbagai faktor pendukung di atas, usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam juga menghadapi beberapa kendala yaitu (1) skala usaha ternak yang diusahakan masih kecil yaitu dengan kepemilikan 1-3 ekor, (2) ketersediaan bibit unggul terbatas, (3) terbatasnya akses teknologi, (4) pertambahan bobot badan sapi yang belum optimal, yaitu baru mencapai 400-500 g per hari, sedangkan pertambahan bobot badan sapi berpotensi di atas 800 g per hari, serta (5) manajemen pemeliharaan ternak relatif masih rendah. Selain kendala diatas peternak juga masih dihadapkan pada masalah keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga sebagian peternak masih melakukan usaha dengan sistem bagi hasil. Keterbatasan modal juga menjadi penyebab peternak harus membeli bakalan yang berumur lebih muda, sehingga peternak harus melakukan pemeliharaan sapi dalam waktu yang lebih lama hingga sapi tersebut dapat dijual. Semua permasalahan tersebut dapat menjadi hambatan bagi peternak dalam rangka peningkatan produksi usaha penggemukan sapi potong. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, permasalahan lainnya adalah posisi peternak di Kabupaten Agam yang mulai terdesak dengan masuknya sapi potong impor yang berasal dari perusahaan penggemukan sapi yang berada di Lampung. Harga sapi impor di lokasi penelitian berkisar antara Rp. 20 000 hingga Rp. 22 000 per kilogram bobot hidup, sedangkan harga yang ditawarkan peternak rata-rata Rp. 23 500 per kilogram bobot hidup. Kondisi ini menuntut peternak untuk dapat menawarkan sapi potong dengan kualitas dan harga bersaing.

10 Berdasarkan kondisi usaha yang ada dengan berbagai permasalahan di atas, baik dari segi produksi maupun kondisi pasar yang dihadapi, maka akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. Oleh karena itu menuntut perlu dikembangkannya kebijakan yang diharapkan mampu melindungi usaha peternakan sapi domestik. Kebijakan tersebut dapat berupa tarif, kuota, subsidi dan pajak. Pada tahun 1990 tarif impor daging sapi sebesar 30 persen, tahun 1995 turun menjadi 25 persen, dan tahun 1997 turun menjadi 20 persen, sedangkan untuk tahun 2003 menjadi 5 persen (Dirgantoro, 2004). Selanjutnya tarif tahun 2005 sampai sekarang masih ditetapkan sebesar 5 persen (Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2004). Kebijakan Pemerintah yang ada akan berpengaruh terhadap input dan output dalam usaha peternakan sapi potong. Kebijakan yang mengakibatkan biaya input menurun dan menambah nilai guna output akan meningkatkan daya saing usaha peternakan sapi potong, sedangkan kebijakan yang mengakibatkan biaya input menjadi naik dan nilai guna output menurun akan menurunkan daya saing. Esensi dari daya saing suatu komoditas adalah efisiensi dan produktivitas, dimana salah satu sumber pertumbuhan produktivitas tersebut adalah efisiensi teknis (tehnical efficiency), (Coelli et al. 1998). Berdasarkan kondisi di atas maka perlu untuk memberikan perhatian serius terhadap upaya-upaya peningkatan daya saing usaha penggemukan sapi potong antara lain melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas yang didukung oleh kebijakan pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian terhadap produksi dan daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam

11 Provinsi Sumatera Barat. Melalui penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Variabel apa saja yang mempengaruhi produksi usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam? 2. Apakah usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam secara teknis sudah efisien? 3. Bagaimana tingkat daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam? 4. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah (input dan ouput) terhadap daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi, dan daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) pengusahaan penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. Secara rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi produksi usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. 2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. 3. Menganalisis tingkat daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. 4. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah (input dan ouput) terhadap daya saing usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam.

12 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Agam yang merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Sumatera Barat. Lokasi unit penelitian adalah tingkat Kecamatan yang merupakan basis pengembangan usaha penggemukan sapi potong. Penelitian ini dilaksanakan pada rumahtangga peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong yang tersebar di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan : Tilatang Kamang dan Sungai Puar. Kedua Kecamatan ini merupakan daerah dengan populasi sapi jantan terbesar di Kabupaten Agam. Analisis produksi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha penggemukan sapi potong, tingkat efisiensi teknis yang dicapai, serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam. Untuk mengetahui daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usaha penggemukan sapi potong dilakukan pendekatan terhadap penggunaan sumberdaya domestik dan input tradable. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Analisis ini akan memberikan informasi keunggulan kompetitif dan komparatif sekaligus efisiensi ekonomi serta dampak kebijakan terhadap usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat.

13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan pada peningkatan bobot badan tinggi melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan (feedlot fattening) dan di padang rumput (pasture fattening). Menurut Basuki (2000) tujuan pemeliharaan sapi sistem feedlot adalah untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sapi dikurangi biaya produksi yang terdiri dari biaya bibit (bakalan), pemeliharaan bakalan, biaya pakan, upah tenaga, dan lain-lain). Dalam biaya variabel, biaya pakan dapat mencapai 70-80 persen, sehingga efisiensi penggunaan pakan penting diperhatikan dan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas karkas dan daging yang dihasilkan. Parameter yang penting diperhatikan dalam operasional usaha feedlot adalah laju pertumbuhan, efisiensi pertambahan bobot badan, nilai konversi pakan yang efisien, produksi karkas dan daging, dan rasio feed cost gain yang ekonomis (Dyer dan O Mary, 1977). Menurut Bowker et al. (1978) efisiensi usaha feedlot sangat ditentukan oleh imbangan antara pakan yang dikonsumsi dengan produk yang dihasilkan. Pakan dengan kualitas yang baik umumnya dapat meningkatkan efisiensi produksi, namun demikian biaya pakan harus diperhitungkan dengan nilai produk yang dihasilkan. Pertambahan bobot badan sapi terkait dengan pertumbuhan ternak. Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran

14 seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Aberle et al. (2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar, dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum, dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh (Lawrie, 2003). Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai, bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan (Tulloh, 1978; Edey, 1983). Dalam suatu usaha ternak sapi potong, faktor produksi juga mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan usaha ternak sapi potong tersebut seperti dalam melaksanakan usahatani lainnya. Untuk menghasilkan suatu hasil produksi yang baik diperlukan kerjasama beberapa faktor produksi yang meliputi lahan, modal, tenaga kerja, dan keahlian peternak, tentunya kombinasi faktor - faktor produksi tersebut perlu digunakan secara efisien sehingga dapat

15 memberikan keuntungan yang baik bagi para peternak. Keberhasilan pemeliharaan sapi ini sangat ditentukan oleh kualitas sapi bakalan atau bibit yang dipilih serta sistem usaha dan pemeliharaan ternak sapi potong yang dikelola oleh peternak tersebut yang meliputi seleksi jenis bibit, sistem perkandangan, pemberian pakan hijau, pemberian air minum, kebersihan ternak sapi potong dan kandang, serta pemberian obat-obatan (Santoso, 2008). Bagi para peternak, pengetahuan dan keahlian yang baik akan pemeliharaan sapi potong juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi yang dihasilkan, tentunya apabila hasil produksi usaha yang diperoleh sangat baik, maka akan baik pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh, sehingga diperkirakan bahwa usaha ternak sapi potong tersebut dapat memberikan kontibusi atau pemasukan yang cukup terhadap pendapatan keluarga. Studi terdahulu telah banyak yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani dengan berbagai model fungsi produksi yang digunakan. Namun untuk usaha ternak khususnya penggemukan sapi potong masih jarang dan umumnya menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Arfa i (1992) dan Lutfiadi (1999) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha ternak sapi potong. Kedua penelitian tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam analisisnya. Hermawan et al. (2006) dan Trestini (2006) melakukan penelitian tingkat efisiensi teknis sapi potong menggunakan fungsi produksi frontier. Penelitian Arfa i (1992) menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan selama pemeliharaan adalah jumlah pemberian konsentrat (P < 0.05), jumlah pemberian hijauan (P < 0.01) dan bangsa

16 sapi yang dipelihara (P < 0.01). Disamping itu penggunaan faktor produksi pada perusahaan yang diamati sudah mencapai tingkat penggunaan yang rasional sedangkan secara ekonomis penggunaan faktor produksi belum efisien. Penelitian Lutfiadi (1999) menghasilkan bahwa telah tercapai efisiensi teknis untuk pemanfaatan konsentrat dan hijauan, sedangkan penggunaan biaya overhead dan tenaga kerja tidak efisien. Trestini (2006) menghasilkan bahwa rata-rata nilai efisiensi teknis usaha ternak adalah 78.6 persen, yaitu berada antara 30.6 sampai 97.6 persen. Efisiensi teknis berhubungan positif dengan jumlah Livestock Unit (LSU), nilai produksi daging per ekor (LSU), dan pembelian pakan. Sebaliknya efisiensi teknis berkorelasi negatif dengan intensifikasi penggunaan bangunan (kandang) dan tenaga kerja per LSU. Penelitian Hermawan et al. (2006) menggunakan metode yang berbeda dalam mengukur efisiensi teknis usaha ternak yaitu mengacu pada pendekatan Timmer yang mengukur efisiensi teknis suatu usaha ke-i sebagai rasio dari keluaran aktual terhadap keluaran potensial pada tingkat penggunaan masukan dalam usahatani i, atau mengukur seberapa banyak kelebihan masukan yang digunakan jika usahatani-i berada dalam frontier. Penelitian tersebut menghasilkan, untuk peternak di Blora, pada usaha ternak sapi, luas lahan berkorelasi positif dengan jumlah sapi, pendapatan, serta efisiensi teknis. Selanjutnya diperoleh bahwa di Temanggung dan di Blora, jumlah ternak (sapi dan kambing atau domba) dan efisiensi teknis juga berkorelasi positif dengan pendapatan petani. Disimpulkan bahwa efisiensi teknis usaha ternak di dua kabupaten masih rendah (0.23-0.51) dan peranannya sebagai sumber pendapatan