BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry.

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. berproduksi. Tapi dalam kenyataannya daya beli masyarakat belum bisa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain dengan melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian tersebut diperlukan dana yang besar. Dana untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. barang dan jasa, serta fasilitas pendukung lainnya sebagai pelengkap yang dibutuhkan

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya masyarakat kota tapi juga masyarakat pedesaan, tetapi bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kepentingannya tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan untuk peduli akan hukumnya sangat rendah. Dalam hal ini,

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB II RUANG LINGKUP LARANGAN PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa memiliki mobil sebagai barang milik pribadi. Rental mobil (persewaan mobil) yang dapat membantu seseorang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, perekonomian dimasyarakat dituntut untuk tetap stabil, agar membantu

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. yang dilindungi oleh Pemerintah dan Undang-undang. Setiap warga. bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan makanan dengan memasaknya sendiri. Terlebih lagi

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

BAB I PENDAHULUAN. macam variasi barang maupun jasa. Banyaknya variasi barang maupun jasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk baru yang mengakomodir bentuk sewa-menyewa dengan jual beli. Perjanjian pembiayaan dewasa ini sering digunakan dalam rangka pembelian produk konsumsi seperti mobil, motor, bahkan barang-barang rumah tangga yang harganya tidak terlalu mahal. Latar belakang timbulnya perjanjian pembiayaan pertama kali adalah untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi banyak permintaan atau hasrat untuk membeli barangnya tetapi calon pembeli itu tidak mampu membayar harga barang-barang tersebut sekaligus. 1 Maka dari itu, diketemukan suatu macam perjanjian dimana selama harga belum dibayar lunas, si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya. Sedangkan penyerahan hak milik atas barang baru akan dilakukan pada waktu dibayarnya angsuran terakhir. Di samping itu, perjanjian pembiayaan ini memang diperbolehkan berlaku disebabkan hukum perjanjian di Indonesia yakni KUHPerdata menganut sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak. Perjanjian pembiayaan ini timbul dikarenakan adanya penawaran yang tinggi yang tidak diimbangi oleh kemampuan perekonomian masyarakat, sehingga penjual mengakomodir dengan perjanjian pembiayaan. Di samping itu timbulnya perjanjian pembiayaan juga karena pasaran 1 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 52

barang-barang hasil dari industri yang semakin meyempit. 2 Perjanjian pembiayaan ini berbeda dengan perjanjian jual beli biasa dimana perjanjian pembiayaan ini pemindahan hak kepemilikan atas barang beralih disaat pembayaran angsuran terakhir, berbeda dengan perjanjian jual beli biasa yang hak kepemilikan langsung beralih atas dasar pembayaran dan kesepakatan. Seiring dengan banyaknya perjanjian pembiayaan yang timbul sekarang ini, terdapat juga masalah yang muncul. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan isi kontrak yang telah disepakatinya, namun dalam kenyataanya banyak persoalan yang muncul dalam pelaksanaan kontrak pembiayaan. Permasalahan yang sering muncul adalah penarikan secara paksa objek pembiayaan dari tangan pembeli sewa oleh penjual sewa. Kontrak pembiayaan ini sangat merugikan pihak konsumen. Karena konsumen kurang mendapatkan perlindungan hukum. Konsumen lebih berada pada pihak atau posisi yang lemah. Hal ini menyebabkan fenomena yang menarik untuk diteliti mengenai perlindungan hukum yang cukup bagi para konsumen untuk menghadapi atau mengatasi permasalahan yang timbul dalam praktek. Di sisi lain, perusahaan pembiayaan harus melindungi hak atas barang yang akan dijual sehingga dalam satu sisi terlihat merugikan pihak konsumen. Dalam hal ini, saya tertarik untuk melakukan penelitian dalam perusahaan pembiayaan apakah dalam praktek terdapat banyak kendala dalam pelaksanaan. Dan bagaimanakah solusi untuk mengatasi permasalahan angsuran yang macet dari konsumen. Serta bagaimanakah solusi bagi konsumen yang objek sewanya ditarik, apakah memiliki upaya hukum atau perlindungan hukumnya. Walaupun perjanjian pembiayaan banyak sekali dipergunakan di Indonesia, namun hal itu tidak diatur baik dalam KUHPdt maupun dalam undang-undang tersendiri. Penjual tidak menyerahkan hak milik atas barang yang diijualnya kepada pembeli membayarnya secara 2 M.N. Ngani dan A. Quron, 1984, Pembiayaan Dalam Praktek dan Teori, Liberty, Yogyakarta, hlm.7

angsuran setiap bulan sekali atau setiap minggu sekali sesuai dengan penerimaan gaji bulanan. Kepemilikan barang kendaraan bermotor sudah beralih disaat pembiayaan secara angsuran dilaksanakan. Dalam hal ini kepemilikan sudah beralih, tetapi diperlukan jaminan bagi penjual untuk mengurangi resiko kerugian dalam perjanjian pembiayaan. Selama barang belum dibayar lunas, BPKB masih belum diberikan, hal mana merupakan jaminan bagi penjual bahwa pembeli tidak akan berniat menjual barang yang dibelinya tetapi belum lunas dibayarnya kepada pihak ketiga karena perbuatan membeli itu akan merupakan penggelapan yang menurut pasal 372 KUHP dapat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat (4) tahun. Namun demikian tentu saja ada konsumen yang nakal yang kabur dari tempatkediamannya semula dimana ia melakukan pembiayaan, itulah resiko yang perjanjian pembiayaan namun demikian penjual mengambil resiko itu karena keuntungan yang diperoleh secara pembiayaan bisa dikatakan sangat besar, sedangkan jumlah pembeli kredit yang nakal rupanya hanya merupakan presentasi kecil dari jumlah pembeli kredit yang jujur. Dalam implementasinya, perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor ini terkadang menimbulkan berbagai hambatan atau masalah yang dialami konsumen. Minimnya pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai hak-haknya sebagai konsumen seperti: hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur kondisi barang, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, hak untuk mendapatkan perlindungan serta upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disinyalir menjadi penyebab munculnya hambatan atau masalah ini. Selama ini, praktik pembiayaan itu diserahkan kepada asas kebebasan berkontrak yang merupakan asas yang penting dalam hukum perjanjian, namun mengenai ijin kegiatan

pembiayaan oleh perusahaan telah didasari oleh SK Memperdagkop No.34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Pembiayaan, namun surat keputusan itu sesungguhnya hanya mengatur masalah perijinan perusahaan yang bergerak pada usaha pembiayaan. Perjanjian pembiayaan yang diteliti dalam tesis ini adalah perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor, yang ternyata paling banyak dipakai dalam praktek dan sesuai dengan kemampuan keuangan untuk dapat memiliki barang yang diinginkan tersebut. Dalam praktek perjanjian pembiayaan, bukan merupakan perjanjian konsesual yang sekaligus diikuti dengan perjanjian riil (penyerahan uang muka dan penyerahan barang). Sepanjang uang muka belum ada dan barang belum diserahkan, maka pembeli belum merasa dirinya terikat oleh perjanjian itu. Dalam perjanjian dimana bentuk, syarat atau isi yang dituangkan dalam klausul-klausul telah dibuat secara baku (standard contract) maka kedudukan hukum pembeli tidak leluasa atau bebas dalam mengutarakan kehendaknya. Hal ini bisa terjadi karena pembeli tidak mempunyai kekuatan menawar. Penggunaan standard kontrak jelas merugikan konsumen dalam perjanjian pembiayaan. Menurut Hartono, perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil ataupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. 3 Dalam standard form of contract pembeli disodori perjanjian, dengan syarat-syarat yang ditetapkan sendiri oleh penjual, sedangkan pembeli hanya dapat mengajukan perubahan pada hal-hal tertentu, umpamanya tentang harga, tempat penyerahan barang dan cara pembayaran dala, hal ini pun apabila dimungkinkan oleh penjual. 3 Sunaryati Hartono, 2000, Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, BPHN, Jakarta, hlm.13

Format baku yang ditetapkan sepihak tersebut, menunjukkan bahwa, lembaga pembiayaan dalam praktek memilik ciri tersendiri, yaitu upaya memperkuat hak penjual dari berbagai kemungkinan terburuk, yang selama masa kontrak atau sebelum waktu pelunasan angsuran, untuk menjamin kepentingan penjual. Adanya banyak persoalan yang timbul dalam perjanjian pembiayaan, disebabkan klausula-klausula yang memberikan hak kepada penjual untuk menuntut dan penarikan barang menurut perjanjian yang dilakukannnya. Jika terjadi persoalan, umumnya yang ditarik adalah obyek dari perjanjian. Penarikan menurut Undang-Undang akan memerlukan waktu yang relatif lama, karena harus melalui perintah Hakim. Untuk menghindari resiko tersebut, sering pihak penjual menempuh jalan pintas dengan penarikan barang obyek pembiayaan secara langsung. Dalam perjanjian baku sering ditemukan pencantuman klausula-klausula yang antara lain mengatur cara, penyelesaian sengketa, dan klausula eksonerasi, yaitu klausula yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan pada pihak pelaku usaha. 4 Praktek penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku sebagai suatu kebutuhan dan tuntutan dalam masyarakat dunia usaha yang membutuhkan efisiensi di dalam aktivitasnya tidak dapat dibendung lagi, bahkan menunjukkan gejala-gejala peningkatan sebagai dampak globalisasi dunia. Hukum bertujuan untuk memberi keadilan dan mengayomi semua pihak, dalam adanya ketidakseimbagan dalam perjanjian tersebut memberi dampak pada perlindungan hak yang sepihak pada penjual dari pada pembeli. Hal ini menyebabkan lebih banyak resiko atau kerugian yang harus dipikul oleh pembeli. Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dalam melakukan perjanjian pembiayaan sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 4 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, hlm.120.

namun dalam praktik sangat merugikan konsumen karena tidak diberikan kebebasan untuk memilih dan kenyamanan dalam menikmati produk. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat pasal yang dapat membatasi kebebasan penerapan klausula baku, sehingga dapat tercipta suatu perjanjian baku yang didasari oleh asas kebebasan berkontrak yang tidak bertentangan dengan Pasal 18 UUPK. Pelaku usaha dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan lebih mengutamakan klausulaklausula yang mengikat satu pihak saja dikarenakan resiko yang ditanggung oleh pelaku usaha lebih besar, terlebih dengan banyak terjadinya pencurian kendaraan bermotor, kecelakaan. Sehingga terkadang hal tersebut dapat dikatakan memberatkan bagi pihak konsumen. B. Rumusan Masalah : Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang relevan dengan judul yang dipilih. Adapun rumusan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan di PT ADIRA FINANCE cabang KOTA SURAKARTA? 2. Bagaimanakah peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam perjanjian pembiayaan di kota Surakarta? C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi, kepustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Sepengetahuan penulis, dengan melakukan penulusuran di perpustakaan Fakultas FH UGM, penelitian dengan judul : Perlindungan terhadap

para pihak dalam perjanjian pembiayaan (kajian KOTA SURAKARTA), belum pernah dilakukan namun demikian berdasarkan penelusuran kepustakaan tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini antara lain : 1. PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN MOBIL PADA PT. ANDALAN FINANCE INDONESIA (AFI) CABANG YOGYAKARTA yang ditulis oleh Antariksa Agung Tri Cahyono. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana tanggung jawab konsumen dalam hal melakukan wanprestasi berupa rusak dan musnahnya obyek pembiayaan pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan mobil di PT. Andalan Finance Indonesia Cabang Yogyakarta? b. Bagaimana cara penyelesiaan ganti rugi oleh konsumen dalam hal melakukan wanprestasi tersebut pada perjanjian pembiayaan mobil di PT. Andalan Finance Indonesia Cabang Yogyakarta? 2. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN KONSUMEN DI KOTA BEKASI yang ditulis oleh M. Ananda S.A.B. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Apakah isi perjanjian pembiayaan konsumen itu sudah melindungi pihak debitur? b. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen?

Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan pada perlindungan hukum bagi konsumen terhadap klausula baku yang digunakan oleh kreditur. Selain itu, obyek penelitian dari penulis juga berbeda yaitu di PT. ADIRA FINANCE. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa penelitian ini asli. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis dan mengetahui perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian pembiayaan. 2. Untuk menganalisis dan mengetahui secara lebih menyeluruh terhadap perjanjian yang lebih tepat dan lebih objektif terhadap para pihak. 3. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, praktisi hukum serta masyarakat luas di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang perikatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

2. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmiah dan pertimbangan yang sangat berarti bagi para pihak sebagai perlindungan terhadap perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor.