Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Mansur Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo no. 101 Lanrang, Sidrap, Sulsel E-mail : mansurtungro09@yahoo.co.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat status ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit tungro di Sulawesi Selatan. Menggunakan penularan buatan dengan metode test tube. 10 bibit dari masing-masing varietas berumur 2 MSS dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diberi air setinggi 2 cm. Masing-masing varietas (TN1, IR46, IR64, IR66 dan Ciliwung) dibuat 6 ulangan sehingga terdapat 300 tabung beisi bibit tanaman. Infeksi buatan dilakukan dengan melepaskan wereng hijau pada sumber inokulum selama 24 jam untuk memperoleh virus (acquisition feeding), kemudian diinfestasikan pada tabung masing-masing 2 ekor wereng hijau selama 24 jam untuk menularkan virus (inoculation feeding). Setelah itu masing-masing bibit di tanam pada baki dalam bentuk baris per varietas. Pengamatan dilakukan pada 2-3 minggu setelah inokulasi terhadap intensitas serangan dan tingkat keparahan gejala. Hasil Uji Penularan buatan terhadap lima varietas pada rumah kaca menunjukkan bahwa intensitas serangan tungro berkisar antara 70% sampai 93,3% dengan tingkat keparahan penyakit tungro pada kategori 3,4 hingga 6,9. Kesimpulan bahwa Ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit tungro pada uji rumah kaca memperlihatkan varietas IR46 dan Ciliwung moderat, IR64 peka sedangkan IR66 tahan. Kata kunci : ketahanan, tungro, wereng hijau. Pendahuluan Tungro di Indonesia merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi yang masih mendapat perhatian terkait dengan upaya peningkatan produksi padi Nasional utamanya di beberapa daerah endemis. Serangan tungro dari musim ke musim mengalami fluktuasi, dilaporkan luas serangan tungro musim tanam 2011 mencapai 16.027 ha dengan luas puso 392 ha namun musim tanam 2012 menurun menjadi 7.747 ha dan puso 163 ha yang tersebar di 33 propinsi, sedangkan musim tanam 2013 kembali meningkat menjadi 8.280 ha dengan luas puso 131 ha (Anonim, 2014). Kehilangan hasil akibat penyakit tungro dapat mencapai 90% bahkan dapat terjadi gagal panen apabila tanaman telah terinfeksi pada saat awal fase vegetatif. Menurut Wasiati (2007), kehilangan hasil dapat mencapai 11.000 ton gabah per tahun atau setara dengan 20 milyar. Epidemi penyakit tungro dipengaruhi oleh stadia tanaman, stadia sumber inokulum, dan populasi wereng hijau infektif (Praptana dan Yasin, 2008). Epidemi tungro di lapangan dari musim ke musim cukup bervariasi, oleh karenanya usaha pengendalian tungro perlu dilakukan inovasi secara terus menerus dengan teknologi yang ramah lingkungan sebagai bagian dari upaya mendukung pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Menurut Hasanuddin (2009), bahwa salahsatu pengendalian ramah lingkungan adalah penggunaan varietas tahan wereng hijau yang mampu mencegah atau menghambat penularan virus tungro. Jika satu varietas ditanam secara terus menerus maka akan mempercepat terjadinya tekanan seleksi wereng hijau, sehingga kemungkinan akan mempercepat terbentuknya biotipe baru dengan tingkat virulensi yang lebih tinggi. Keragaan virulensi tungro dan tekanan seleksi wereng hijau merupakan kompleksitas terjadinya epidemi penyakit tungro. Oleh sebab itu penggunaan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 789
varietas tahan dengan pola pergiliran merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit tungro. Berdasar pada sumber gen tahan tetuanya, varietas tahan wereng hijau digolongkan menjadi golongan T0-T4 (sama et al., 1991). Varietas-varietas yang tergolong TO tidak memiliki gen tahan yaitu varietas IR5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, Lusi dan Thaicung Natif One (TN1). Varietas yang tergolong T1 memiliki gen tahan Glh 1 antara lain IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum dan Serayu. Varietas tergolong T2 memiliki gen tahan Glh 6 adalah IR32, IR36, IR38, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh dan Bengawan Solo. Varietas tergolong T3 memiliki gen tahan Glh 5 yaitu IR48, IR50, IR52,IR54 dan IR64. Sedangkan varietas yang termasuk dalam golongan T4 memiliki gen tahan Glh 4 adalah IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun dan Klara. Kenyataan menunjukkan bahwa pergiliran varietas saat ini sulit diterapkan lagi secara berkesinambungan, terlebih dengan adanya kebebasan petani dalam menentukan jenis varietas padi yang hendak dibudidayakan, tentunya sistem budidaya tersebut akan memberikan pengaruh terhadap keberadaan tungro di lapang. Informasi luas serangan tungro dan puso di Indonesia beberapa tahun terakhir juga terlihat cukup fluktuatif, oleh sebab itu dipandang perlu dilakukan penelitian skala rumah kaca untuk melihat status ketahanan lima varieatas terhadap penyakit tungro khususnya di sulawesi selatan. Tujuan Penelitian dan Keluaran Penelitian ini bertujuan untuk melihat status ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit tungro di Sulawesi Selatan. Keluaran penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan referensi dalam pengelolaan tungro di indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Metodologi Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Loka Penelitian Penyakit Tungro Lanrang Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, berlangsung Januari sampai Juni 2015. Uji penularan buatan terhadap varietas dengan metode test tube. Menggunakan wereng hijau hasil tangkapan di persemaian dan pertanaman yang sebelumnya telah diperbanyak di rumah kaca. Selanjutnya 10 bibit dari masing-masing varietas berumur 2 MSS dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diberi air setinggi 2 cm. Masing-masing varietas (TN1, IR46, IR64, IR66 dan Ciliwung) dibuat 6 ulangan sehingga terdapat 300 tabung beisi bibit tanaman. Infeksi buatan dilakukan dengan melepaskan wereng hijau pada sumber inokulum selama 24 jam untuk memperoleh virus ( acquisition feeding), kemudian diinfestasikan pada tabung masing-masing 2 ekor wereng hijau selama 24 jam untuk menularkan virus (inoculation feeding). Setelah itu masing-masing bibit di tanam pada baki dalam bentuk baris per varietas sehingga terdapat 6 baki masing-masing berisi 5 baris (50 bibit tanaman). Selanjutnya baki tersebut dimasukkan ke dalam kurungan agar terbebas dari serangga hama, infeksi patogen lain dan kontaminasi insektisida. Pengamatan dilakukan pada 2-3 minggu setelah inokulasi terhadap intensitas serangan dan tingkat keparahan gejala. Tingkat keparahan (severty) penyakit tungro dievaluasi berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 1996) : Skor 1 = 0 % Tidak ada gejala serangan Skor 3 = 1 10 % terserang, kerdil dan belum menguning Skor 5 = 11 30 % terserang, kerdil dan agak menguning 790 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Skor 7 = 31 50 %, kerdil dan menguning Skor 9 = > 50 % terserang, kerdil dan oranye Berdasarkan skor tersebut kemudiaan dihitung indeks penyakit dengan rumus sebagai berikut : n (1) +n (3)+ n (5) + n (7) + n (9) DI = ------------------------------------------ tn Dimana, DI = Indeks penyakit tungro n = Jumlah tanaman terserang dengan skor tertentu tn = Total rumpun tanaman Kriteria ketahanan terhadap tungro digolongkan berdasarkan rentang indeks penyakit tungro dengan kategori : tahan (R : resisten = 1-3), moderat/agak tahan (M = 4-6), dan Rentan (S = 7-9) menurut Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 1996). Hasil dan Pembahasan Uji Penularan buatan terhadap beberapa varietas pada rumah kaca menunjukkan bahwa intensitas serangan tungro berkisar antara 70% sampai 93,3% dengan tingkat keparahan penyakit tungro pada kategori 3,4 hingga 6,9 seperti tersaji dalam tabel 1. Tabel 1. Intensitas serangan dan tingkat keparahan tungro pada uji penularan buatan di rumah kaca. Golongan Intensitas Tingkat Kriteria Varietas Serangan (%) Keparahan (skala) Ketahanan TN1 93,3 b 6,9 c Peka IR46 78,8 a 4,6 ab Moderat Ciliwung 83,3 b 4,9 bc Moderat IR64 88,3 b 6,8 bc Peka IR66 70,0 a 3,4 a Tahan Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%. Tabel 1 menunjukkan bahwa intensitas serangan tungro terhadap varietas uji terlihat dari yang tertinggi ke rendah berturut-turut adalah 93,3 %, 88,3%, 83,3%, 77,8% dan 70% masingmasing varietas tersebut adalah TN1, IR64, Ciliwung, IR46, dan IR66. Hasil ini menunjukkan bahwa semua varietas uji tidak tahan lagi terhadap wereng hijau yang terbukti telah mampu beradaptasi sehingga dapat menularkan virus tungro dengan baik. Menurut Ng dan Falk (2006) bahwa interakasi virus-vektor merupakan hal penting dalam proses penularan virus, kejadian yang sangat spesifik dalam siklus virus untuk replikasi atau multiplikasi. Virus memiliki gen khusus atau protein tertentu yang berfungsi sebagai pengkode untuk bertinteraksi dengan vektornya sehingga virus dapat ditularkan oleh vektor dan menyebarkannya ke tanaman lain. Hasil percobaan yang sama dilakukan Hasanuddin (2002), bahwa va rietas ciliwung dengan gen tahan Glh 6 dan IR64 (gen tahan Glh 2) menunjukkan perbedaan persentase tungronya yaitu masing-masing 16,66% dan 100%. Lebih lanjut dalam penelitian Praptana et al (2007), intensitas serangan tungro pada beberapa varietas tahan dengan menggunakan pembanding TN1 (tidak memiliki gen ketahanan) intensitas serangan tungronya mencapai 100%. Dengan demikian Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 791
percobaan tersebut cenderung sama untuk perlakuan T0 dan T3 dari hasil uji yang diperoleh, dan memperlhatkan bahwa kedua golongan varietas ini terbukti tidak tahan lagi. Praptana et al (2013), menyatakan bahwa insidensi tungro dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas, stadia tanaman, ketersediaan sumber inokulum dan kepadatan populasi vektor, dan keberadaan vektor yang mengandung virus (viruliferous vector) merupakan faktor yang paling penting karena berperan dalam penularan dan penyebaran virus tungro. Hasil uji BNT menunjukan bahwa intensitas serangan tungro dan tingkat keparahannya berbeda sangat nyata antara perlakuan ( IR66 dan IR46) dengan perlakuan ( TN1, Ciliwung, dan IR64). Perlakuan IR66 dan IR46 cenderung memiliki kesamaan dalam persentase serangan dan tingkat keparahan tungronya yaitu masing-masing 70% (3,4) dan 77,8% (4,6). Perlakuan tersebut menunjukkan bahwa Ciliwung dan IR64 yang memiliki riwayat ketahanan terhadap wereng hijau berdasarkan uji penularan buatan terbukti telah terpatahkan oleh karena rata-rata intensitas serangan tungronya cenderung sama dengan TN1 yang tidak memiliki riwayat katahanan terhadap wereng hijau. Kemungkinan kedua varietas dari golongan Ciliwung dan IR64 masih memiliki preferensi yang baik ditingkat petani dan masih ditanam sepanjang musim tanpa memperhatikan pola pergiliran sehingga menjadikan varietas ini tidak tahan lagi terhadap tungro. Hal ini sejalan dengan Widiarta et al (2004), bahwa penanaman varietas yang sama secara terus menerus memungkinkan berkembangnya wereng hijau biotipe baru. Wereng hijau sangat mudah beradaptasi dengan varietas tahan apabila berhasil terbentuk hingga generasi keenam, bahkan dapat terjadi pada generasi kedua atau ketiga. Sehingga jika ketahanan terpatahkan maka memungkinkan ditularkannya virus tungro pada varietas dengan mudah. Sedangkan tingkat keparahan tungro pada uji penularan buatan di rumah kaca berdasarkan kriteria ketahanan TN1 (6,9), IR46 (4,6), Ciliwung (4,9), IR64 (5,8) dan IR66 (3,4), varietas-varietas tersebut berdasarkan kriteria ketahanannya digolongkan menjadi TN1 dan IR64 (rentan), IR46 dan Ciliwung (moderat) sedangkan IR66 (tahan), sehingga diantara varietas tahan wereng hijau yang masih memiliki ketahanan baik adalah IR66 sedangkan IR46 dan ciliwung telah bergeser menjadi moderat serta IR64 cenderung menjadi peka. Oleh karena itu salahsatu varietas tahan wereng hijau (ciliwung) yang dianjurkan di tanam di sulawesi selatan berdasarkan hasil penelitian ini telah mengalami pergeseran ketahanan menjadi lebih moderat, Kondisi tersebut berbeda dengan laporan Widiarta (2011), bahwa golongan varietas tahan wereng hijau yang dianjurkan di tanam di sulawesi selatan adalah Ciliwung dan IR66. Dengan patahnya ketahanan yang dimiliki oleh varietas ciliwung maka sebaiknya tidak direkomendasikan lagi untuk ditanam di daerah endemis untuk menghindari terjadinya ledakan tungro. Kesimpulan Ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit tungro pada uji rumah kaca memperlihatkan varietas IR46 dan Ciliwung moderat, IR64 peka sedangkan IR66 tahan. 792 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Daftar Pustaka Anonim, 2014. Data Organisme Pengganggu Tanaman Padi. (http://tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/statis-17-dataoptpadi.html diakses 30 November 2014). Hasanuddin A. 2002. Pengendalian penyakit tungro terpadu: Strategi dan implementasi. Orasi pengukuhan ahli peneliti utama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hasanuddin A. 2009. Status Tungro di Indonesia Penelitian dan Strategi Pengelolaan ke Depan. Makalah dalam Orasi Purnabakti Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. p. 1-25. Bogor 31 Maret 2009. IRRI. 1996. Standard Evalution System for Rice. Manila: IRRI. 52p. Ng J.C.K. and B.W. Falk. 2006. Virus-vector interaction mediating nonpersistent and semipersistent transmission of plant viruses. Ann. Rev. Phytopathol. Zool. 74:109-114. Praptana H.R. dan M. Yasin. 2008. Epidomologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro. Iptek Tanaman Pangan 3(2):184-204. Praptana H.R., E. Komalasari, dan W. Senoaji. 2013. Perkembangan Populasi Wereng Hijau dan Insidensi Tungro pada Galur Harapan Padi Tahan Tungro. Prosiding Seminar Nasional. Inovasi Teknologi Padi Adatif Perubahan Iklim Global Mendukung Surplus 10 Juta Ton Beras Tahun 2014. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. P1037-1048. Sama S., A. Hasanuddin., I. Manwan, R.C. Cabunangan, and H. Hibino, 1991. Integrated rice tungro disease management in South Sulawesi, Indonesia. Crop Protection 10:34-40. Widiarta I.N., A. Burhanuddin, A. Daradjat, dan A. Hasanuddin. 2004. Status dan program penelitian pengendalian terpadu penyakit tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September 2004. Widiarta I.N., 2011. Pengelolaan Penyakit Tungro Terpadu Berbasis Dinamika Populasi Vektor dan Epidemiologi Virus. Prosiding Seminar Nasional Penyakit Tungro. Inovasi Teknologi Pengendalian Penyakit Tungro dan Hama Utama Padi Menuju Swasembada Berkelanjutan. Makassar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. P69-91. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 793