ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN KONTAK SERUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Tiara Purba*, Sekplin A. S. Sekeon*, Nova H. Kapantow* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK TB Paru masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara -negara berkembang termasuk Indonesia. Kejadian TB Paru di Puskesmas Ranotana Weru pada bulan Januari September 2016 sebanyak 110 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dan kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang dilakukan pada tahun 2016. Populasi adalah semua pasien TB Paru yang tercatat di buku register TB Paru Puskesmas Ranotana Weru bulan Februari Juni 2016 di wilayah kerjanya berusia 25 tahun sebagai kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah penduduk yang belum pernah didiagnosis TB Paru. Sampel penelitian pada kelompok kasus adalah total populasi kasus. Sampel adalah 35 kasus dan 35 kontrol (perbandingan 1:1) yang dimatching umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara menggun akan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square untuk tingkat pendidikan dan uji Fisher s Exact untuk kontak serumah (CI 95%, α = 0,05). Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan (p-value = 0,135, OR = 3,100; CI 95% = 0,87 11,01) dan kontak serumah (p-value = 0,259, OR = 3,414; CI 95% = 0,64 18,25) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan kon tak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Saran agar puskesmas dapat meningkatkan penyuluhan mengenai penularan dan faktor risiko TB Paru di wilayah kerjanya. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru ABSTRACT Pulmonary Tuberculosis is still a major public health problem in developing countries, including Indonesia. The incidence of Pulmonary Tuberculosis at Ranotana Weru Public Health Center on January to September 2016 as many as 110 cases. This study aimed to analyze the relationship between education level and household contacts with the incidence of Pulmonary Tuberculosis in the working areas of Ranotana Weru Public Health Center in Manado City. Using case-control design, this study was conducted in 2016. Population cases were all Pulmonary Tuberculosis patients 25 years old in the working areas of Ranotana Weru Public Health Center which recorded in registration book from February to June 2016 and population control were non Pulmonary Tuberculosis patients. Research samples for population cases were total population cases. Samples were 35 cases and 35 controls (ratio 1:1) with matching by age, sex, and living place. Samples were obtained by using the purposive sampling method. Data collected by running the interviews with questionnaires. Data were analyzed using Chi Square test for education level and Fisher s Exact test for household contacts (CI 95%, α = 0,05). The results of this study revealed that there was no relationship between education level (p-value = 0,135, OR = 3,100; CI 95% = 0,87 11,01) and household contacts (p-value = 0,259, OR = 3,414; CI 95% = 0,64 18,25) with the incidence of Pulmonary Tuberculosis in the working areas of Ranotana Weru Public Health Center in Manado City. There was no relationship between education level and household contacts with the incidence of Pulmonary Tuberculosis in the working areas of Ranotana Weru Public Health Center in Manado City. Advice given to Public Health Center to improve health education about transmission and risk factors of Pulmonary Tuberculosis in their working areas. Keywords: Education Level, Household Contacts, Incidence of Pulmonary Tuberculosis 1
PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang/basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit TB melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. (Sinaga, 2014) Global Tuberculosis Report 2015 oleh WHO menyatakan bahwa pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta kasus TB di dunia, dimana 1,2 juta kasus merupakan pasien TB dengan HIV. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara negara berkembang, termasuk Indonesia. Belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan, lingkungan yang tidak sehat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemik dari infeksi HIV berkaitan erat dengan perkembangan penyakit TB di Indonesia. Hal ini tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi, dan jumlah kuman yang meningkat. (Amiruddin, 2012). Menurut Sinaga (2014), kejadian TB Paru paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Peningkatan kasus penyakit ini dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh faktor ketahanan tubuh pada tingkat pertahanan lemah, seperti status gizi, kebersihan diri individu, dan kapadatan hunian lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi TB Paru di Sulawesi Utara (Sulut) berada pada peringkat ke 9 dari 10 provinsi dengan prevalensi TB Paru tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 0,3%. Data Dinas Kesehatan Kota Manado 2015, jumlah pasien TB Paru terbanyak di Kota Manado berada di Puskesmas Tuminting dengan jumlah 189 pasien, diikuti oleh Puskesmas Ranotana Weru sebanyak 150 pasien dan jumlah terkecil berada di Puskesmas Bengkol sebanyak 22 pasien. Adapula kejadian TB Paru di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado pada bulan Januari hingga September 2016 berjumlah 110 kasus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi tingkat pendidikan maupun kontak serumah pada penderita TB Paru dan bukan penderita TB Paru, serta menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan maupun kontak serumah dengan kejadian TB di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian observasional analitik dengan desain penelitian kasus kontrol. Penelitian ini dilakukan di Wilayah 2
Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado pada bulan Mei hingga Oktober 2016. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah semua pasien TB Paru yang tercatat di register TB Paru Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado dari bulan Februari hingga Juni 2016 di wilayah kerjanya yang berusia 25 tahun. Sedangkan populasi kontrol adalah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado yang belum pernah didiagnosis menderita TB Paru oleh tenaga kesehatan. Sampel penelitian pada kelompok kasus adalah total populasi kasus yang memenuhi kriteria yaitu 35 responden. Adapun yang menjadi sampel untuk kelompok kontrol berjumlah 35 responden dengan perbandingan kasus: kontrol = 1 : 1, sehingga didapatkan total responden berjumlah 70 orang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2012a). Proses matching yang digunakan adalah individual matching yaitu umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan, kontak serumah, dan kejadian TB Paru. Analisis data dalam penelitian ini mencakup analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian TB Paru menggunakan uji Chi Square, sedangkan untuk analisis hubungan antara kontak serumah dengan kejadian TB Paru menggunakan uji Fisher s Exact. Nilai Confidence Interval (CI) = 95% dengan tingkat kesalahan 5% (α = 5%) sehingga jika nilai probabilitas (pvalue) hasil uji statistik lebih besar dari nilai α maka variabel yang diteliti dinyatakan tidak berhubungan, sebaliknya jika nilai probabilitas (pvalue) hasil uji statistik lebih kecil dari nilai α maka variabel yang diteliti dinyatakan berhubungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado yang memiliki 5 wilayah kerja yaitu Kelurahan Ranoatana Weru, Karombasan Selatan, Karombasan Utara, Pakowa, dan Bumi Nyiur. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 38 responden atau 54,3% dan jenis kelamin perempuan sebanyak 32 responden atau 45,7% dari total 70 responden. Dilihat dari karakteristik berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa paling banyak 3
responden berada pada kelompok umur 25 34 tahun sebanyak 24 responden atau 34,3% dan paling sedikit berada pada kelompok umur 75 tahun sebanyak 2 responden atau 2,9%. Distribusi responden berdasarkan wilayah kerja/kelurahan paling banyak terdapat di Kelurahan Ranotana Weru sebanyak 20 responden atau 28,6% dan paling sedikit terdapat di Kelurahan Bumi Nyiur sebanyak 2 responden atau 2,9% Berdasarkan tingkat pendidikan mununjukkan bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMA/MA dengan jumlah 34 responden dan paling sedikit adalah tidak sekolah dengan jumlah 1 responden dari total 70 responden. Diketahui pula dalam penelitian ini responden dengan kategori tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah sampai tamat SMA/MA) lebih banyak daripada responden yang berpendidikan tinggi (tamat D1-D3/PT). Sebagian besar responden pada penelitian ini paling banyak adalah tidak bekerja dengan jumlah 30 responden dan paling sedikit adalah petani/nelayan/buruh sebanyak 3 responden dari total 70 responden. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa 8 responden mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru sedangkan 62 responden tidak mempunyai riwayat kontak serumah dari total 70 responden. Tabel 1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Tingkat Pendidikan Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016 Kasus Kontrol Total Nilai n % n % N % p-value OR CI (95%) Rendah 31 55,4 25 44,6 56 100 Tinggi 4 28,6 10 71,4 14 100 Total 35 50 35 50 70 100 p = 0, 135 3,100 0,87-11,01 Tabel 2 Hubungan antara Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Kontak Serumah Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016 Kasus Kontrol Total Nilai n % n % N % p-value OR CI (95%) Ada 6 75,0 2 25,0 8 100 Tidak 29 46,8 33 53,2 62 100 Total 35 50 35 50 70 100 p = 0,259 3,414 0,64-18,25 4
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada penelitian ini, responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak dengan jumlah 56 responden daripada yang berpendidikan tinggi sebanyak 14 responden dari total 70 responden. Hasil analisis pada tabel tabulasi silang terlihat bahwa pada kelompok kasus sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan rendah sebanyak 31 responden sedangkan responden berpendidikan tinggi hanya 4 responden. Hal yang sama pula terlihat pada kelompok kontrol, sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan rendah sebanyak 25 responden sedangkan berpendidikan tinggi hanya 10 responden. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi Square menghasilkan nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,135 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado (nilai p- value > 0,05) karena dimungkinkan ada faktor lain yang mempengaruhi kejadian TB Paru seperti status gizi maupun kebiasaan merokok individu. Data hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 3,100 dengan CI 95% = 0,87 11,01 yang melewati angka 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan faktor risiko kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Deni Sri Wahyuni (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian TB Paru BTA (+) pada responden di Puskesmas Ciputat. Selanjutnya, Rikha Nurul Pertiwi (2012) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan responden tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian TB Paru. Menurut teori Lawrence Green, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi (faktor pemudah) untuk mempermudah terwujudnya perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2012b). Uyoh Sadulloh (2015) menyatakan bahwa pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak lahir dan akan terus sampai manusia meninggal dunia. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hubungan antara Kontak Serumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 8 responden mempunyai riwayat 5
kontak serumah sedangkan 62 responden tidak mempunyai riwayat kontak serumah dari total 70 responden. Dapat disimpulkan bahwa paling banyak responden tidak mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru. Hasil analisis pada tabel tabulasi silang terlihat bahwa pada kelompok kasus sebagian besar responden tidak mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru yaitu sebanyak 29 responden sedangkan responden yang mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru berjumlah 6 responden. Hal yang sama pula terlihat pada kelompok kontrol, sebagian besar responden tidak mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru yaitu sebanyak 33 responden sedangkan yang memiliki riwayat kontak serumah berjumlah 2 responden. Hasil pengolahan data menggunakan uji Fisher s Exact menghasilkan nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,259 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado (nilai p- value > 0,05) karena dimungkinkan ada faktor lain yang mempengaruhi kejadian TB Paru yaitu adanya kontak dengan penderita TB Paru di luar rumah maupun lingkungan pekerjaan individu. Data hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 3,414 dengan CI 95% = 0,64 18,25 yang melewati angka 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kontak serumah bukan merupakan faktor risiko kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini seperti yang telah dilakukan oleh Ryana Ayu Setia Kurniasari (2012) di Wonogiri, yang menunjukkan hasil uji statistik dengan nilai p-value = 0,238, OR = 2,1, dan CI 95% = 1,6-2,7. Menurut Kemenkes (2014), peluang peningkatan paparan terkait dengan peluang kontak dengan kasus menular, kedekatan kontak dan lamanya waktu kontak dengan sumber penularan. Adanya riwayat kontak erat dengan pasien TB menular merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya sumber penularan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Distribusi tingkat pendidikan pada penderita TB Paru paling banyak adalah tamat SMA/MA dan tingkat pendidikan pada bukan penderita 6
TB Paru paling banyak juga tamat SMA/MA. 2. Distribusi riwayat kontak serumah pada penderita TB Paru diketahui paling banyak tidak memiliki riwayat kontak serumah, begitu pula pada bukan penderita TB Paru paling banyak tidak memiliki riwayat kontak serumah. 3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. 4. Tidak terdapat hubungan antara kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. SARAN 1. Bagi Puskesmas Ranotana Weru Program-program Puskesmas agar lebih ditingkatkan, seperti penyuluhan kesehatan mengenai penyakit TB Paru kepada masyarakat (individu maupun kelompok), pemeriksaan kasus kontak, dan kerjasama lintas sektor seperti Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan maupun pemerintah setempat dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan tempat tinggal 2. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan untuk melakukan upaya pencegahan penyakit TB Paru untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan upaya sadar akan pentingnya aspek sanitasi rumah sehat, berperan aktif dalam pelaporan kasus jika mengetahui adanya anggota keluarga atau kerabat yang mengalami gejala dan tanda TB Paru, serta kesediaan masyarakat dalam membantu program pemerintah terkait peningkatan kesehatan dengan menghadiri penyuluhan kesehatan khususnya TB Paru ataupun kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan. 3. Bagi Institusi Sebagai pembanding untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan melihat hubungan berbagai faktor risiko TB Paru yang belum diteliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Amirrudin, R. 2012. Kebijakan dan Respons Epidemik Penyakit Menular. Cetakan Ke-1. Bogor: PT. Penerbit IPB Press Dinas Kesehatan Kota Manado. 2016. Rekapitulasi Laporan Tuberkulosis Tahun 2015 7
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengedalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kurniasari, Ryana Ayu Setia. 2012. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 11(2): 198 204 Notoatmodjo, S. 2012a. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ke- 2. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA Notoatmodjo, S. 2012b. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Ke-1. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA Pertiwi, R.N. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2): 435 445 Puskesmas Ranotana Weru. 2015, Profil Puskesmas Ranotana Weru Tahun 2015. Manado: Puskesmas Ranotana Weru Sinaga, S.S. 2014. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Ke-5. Jogjakarta: DIVA Press Uyoh, S. 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cetakan Ke-10. Bandung: ALFABETA Wahyuni, D.S. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(1): 1-8 World Health Organization. 2015. Global Tuberculosis Report 2015. 8