BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

Kanker Kulit. Skin Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KULIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KULIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. kulit rentan mengalami penyakit, salah satu penyakit yang paling berbahaya adalah kanker kulit.

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Does Dimenhydrinate Suppress Skin Prick Test (SPT) Response? A. Preliminary Study of Histamine Skin Test

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia insiden karsinoma tiroid mengalami peningkatan setiap tahun (Sudoyo,

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

drg. Muhammad Hamka Maha Putra

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. tiroid ditemukan pada 4-8% dari populasi umum dengan pemeriksaan palpasi, 10-

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Stroke adalah sindroma yang ditandai oleh onset. akut defisit neurologis/ gangguan fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG. American Thyroid Association (2014) mendefinisikan. nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena

LAPORAN PENDAHULUAN KANKER KULIT

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

TUMOR KULIT GANAS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF.DR. R.D. KANDOU MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KRIM I M P EMU M TI T H I Bleaching Cream Dra. a N. az a liln i i n w i at a y t,m,. M S. i S. i,. A, p A t p

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. biaya. 1 Kanker payudara merupakan kanker yang sering dialami perempuan saat

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ;

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS), dan karsinoma adneksa kulit. KSB adalah neoplasma ganas yang timbul dari sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Tumor ini berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastasis. KSB ini merupakan kanker kulit yang paling sering dijumpai pada manusia. 1,2,3 Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker kulit. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika Selatan dan Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi ultraviolet (UV) yang tinggi. KSB lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan tumor ini terutama timbul di daerah yang terpapar sinar matahari yang lama. Lebih sering dijumpai pada pria, perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah dua kali lipat. Insidennya lebih tinggi pada laki-laki mungkin disebabkan oleh ada faktor perbedaan pada paparan sinar matahari dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40 tahun. KSB juga dapat terjadi pada anak remaja. Meskipun insiden KSB di dunia setiap tahun meningkat, namun di Asia insiden KSB masih rendah, seperti terlihat insiden di Jepang (0,13%), Korea (0,048%) dan di Taiwan (0,015%). Penelitian 15

16 retrospektif di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP M. Hoesin Palembang, didapatkan adanya peningkatan insiden KSB primer. Penelitian Toruan dkk. mendapatkan 20 kasus (0,042%), sedangkan Yahya dkk. mendapatkan 47 pasien (0,11%). 1-4 Etiologi KSB yaitu paparan sinar UV, terutama spektrum ultraviolet B (UVB) (290-320 nm) yang dapat menginduksi gen tumor p53. Selain itu faktor lain seperti umur, ras, genetik, jenis kelamin, radiasi ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, trauma mekanis kulit juga berperan. 1-6 KSB terdiri dari beberapa tipe : KSB nodular, KSB berpigmen, KSB superfisial, dan KSB morfeaform. KSB di Indonesia yang paling sering dijumpai adalah tipe KSB nodular. Sepertiga kasus KSB bermanifestasi dalam bentuk nodul yang mengalami ulserasi pada kepala dan leher. 1 Dalam menegakkan diagnosis KSB dapat melalui beberapa cara yang meliputi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis dan dermatoskopi. Dari anamnesis dijumpai kelainan kulit yang sudah berlangsung lama berupa benjolan kecil, tahi lalat, luka mudah berdarah dan luka menyembuh kemudian kambuh kembali. Pada pemeriksaan fisik terlihat nodul atau ulkus yang berwarna seperti kulit atau bisa hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Pada pemeriksaan histopatologi sifat sel KSB bervariasi, umumnya mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma. Sedangkan pada dermatoskopi dapat dijumpai kumpulan yang bentuknya seperti telur berwarna biru ke abuan, titik 16

17 yang banyak berwarna biru keabuan dan seperti daun. Metode yang paling sering digunakan di indonesia adalah dengan menggunakan metode pemeriksaan histopatologi. 1,2,5,6 Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat diandalkan dan semakin populer di kalangan ahli kulit, terutama dapat di gunakan untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen. Dermatoskopi dapat membantu memberikan informasi yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk diagnosis dini dari melanoma dan untuk membedakan pigmen melanositik dan non melanositik. 7-8 Metode ini memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis, termasuk seleksi lesi untuk biopsi, penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi keberhasilan pengobatan, dan pengambilan margin bedah. Dermatoskopi lebih spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang membuat diagnosis menjadi lebih mudah. Dermatoskopi meningkatkan akurasi diagnostik sampai 90%. 7 Penelitian yang dilakukan oleh Braun RP dkk menemukan bahwa dermatoskopi sangat baik untuk menegakkan diagnosis awal dari melanoma maligna dan diagnosis banding dari lesi berpigmen di kulit. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Chan GJ dan Ho HHF menemukan bahwa uji diagnostik pada karsinoma sel basal berpigmen memberikan sensitifitas 97% dan spesifisitas 93,4%. Hal ini menunjukkan adanya akurasi alat dermatoskopi yang baik untuk mendiagnosis karsinoma sel basal. 10 17

18 Penelitian uji diagnostik dermatoskopi pada lesi kulit berpigmen yang dilakukan oleh I Made Wardhana menemukan bahwa gambaran dermatoskopi berkorelasi dengan gambaran histopatologi, sehingga pemeriksaan dengan dermatoskopi sangat membantu untuk mendeteksi dini lesi kulit berpigmen. 10 Di Indonesia khususnya di Kota Medan belum ada dilakukan uji diagnostik pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan dermatoskopi terhadap pasien KSB. Untuk itu penulis berniat untuk melakukan penelitian tersebut agar dapat membuktikan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan histopatologi dengan dermatoskopi. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana nilai uji diagnostik dermatoskopi dapat digunakan dalam 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui nilai uji diagnostik dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 1.3.2 Tujuan Khusus 18

19 1. Mengetahui nilai sensitifitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 2. Mengetahui nilai spesifisitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 3. Mengetahui nilai positive predictive value dermatoskopi dalam 4. Mengetahui nilai negative predictive value dermatoskopi dalam 5. Mengetahui nilai Positive likelihood ratio dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 6. Mengetahui nilai Negative likelihood ratio dermatoskopi dalam 7. Mengetahui nilai akurasi dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 8. Mengetahui hasil histopatologi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang Akademik atau Ilmiah Membuka wawasan yang lebih mendalam tentang menegakkan diagnosis karsinoma sel basal dengan menggunakan dermatoskopi. 19

20 1.4.2 Pengembangan Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal lebih dini (early diagnosis). 20