30 BAB II PERANAN AKTA PERALIHAN HAK DENGAN GANTI RUGI OLEH NOTARIS DALAM PROSES PENDAFTARAN HAKNYA A. Fungsi Akta PHGR Oleh Notaris 1. Kewenangan Notaris dalam membuat Akta PHGR Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan UUJN No. 2 Tahun 2014 dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Pasal 15 ayat (1) UUJN No. 2 Tahun 2014. 34 Dalam hal ini Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai pertanahan. Akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana Akta itu dibuatnya. 35 Keistimewaan suatu akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna (vovolleding bewijs-full evident) tentang apa yang dimuat didalamnya. Artinya apabila seseorang mengajukan akta resmi kepada Hakim sebagai bukti, Hakim harus 34 Andiani R. Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Medan, 2011, hal. 15 35 Pasal 1 angka 7 UUJN No.2 Tahun 2014 30
31 menerima dan menganggap apa yang tertulis dalam akta, merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh telah terjadi dan Hakim tdak boleh memerintahkan penambahan pembuktian. Untuk pengalihan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan notaris atau PPAT. Untuk akta-akta tanah yang dilekati hak, sebenarnya kewenangan khusus dari PPAT karena memuat akta otentik untuk : a. Memindahkan hak atas tanah b. Memberikan sesuatu hak baru atas tanah c. Menggadaikan tanah d. Meminjamkan dengan hak atas tanah sebagai tanggungan. 36 Tetapi yang terjadi peralihan yang dimiliki di atas dapat dilaksanakan di hadapan notaris terhadap tanah-tanah belum/tidak dilekati hak dibuat dalam bentuk Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR) sedang pengalihan hak atas tanah berikut segala sesuatu yang berada di atas tanah tersebut harus dilaksanakan di hadapan PPAT. Tetapi ada kalanya kewenangan PPAT ini atas permintaan para pihak / penghadap dibuat dengan akta notaris. Apa yang diperjanjikan, dinyatakan di dalam akta itu adalah benar seperti apa yang diperjanjikan, dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat atau didengar oleh Notaris, terutama benar mengenai tanggal akta, tanda tangan di dalam akta, identitas yang hadir, dan tempat akta itu dibuat. 1993, hal. 34 36 Effendi Perangin-angin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Jakarta,
32 Dalam hal kewenangan utama Notaris adalah untuk membuat akta otentik, maka otensitas dari Akta Notaris tersebut bersumber dari pasal 1 undang-undang Jabatan Notaris, dimana notaris dijadikan sebagai pejabat umum (openbaar Ambtenaar) sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata. 2. Fungsi Akta PHGR Notaris Peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat yang berwenang adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak yang membuatnya. 37 Umumnya masyarakat akan membuat akta pelepasan hak dengan ganti rugi di kantor notaris bukan hanya untuk pendaftaran haknya (membuat sertipikat), tetapi juga dengan kepentingan tertentu, antara lain untuk meminjam di bank sebagai agunan. Untuk memperoleh kekuatan hukum dalam mengalihkan hak atas tanah, maka sebaiknya semua perbuatan hukum tersebut dilakukan di hadapan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dibuatkan akta otentiknya. Namun apabila peralihan hak atas tanah tidak dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang akan tetapi hanya dibuat dengan cara ditulis di atas kertas segel atau kertas yang bermaterai, maka hal itu merupakan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dalam bentuk surat dibawah tangan, yaitu hanya berupa catatan dari suatu perbuatan hukum. Sebagai contoh dapat dilihat terhadap tanah-tanah yang tidak 2016 37 Hasil wawancara dengan Feby, Adli Yanti, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 21 Juni
33 mempunyai sertipikat, jika hendak melakukan perjanjian jual beli dengan akta otentik, maka hal itu merupakan kewenangan Notaris unuk membuat akta otentiknya dan akan dibuatkan dengan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi. Akta ini lazimnya untuk tanah yang tidak bersertipikat karena tanah tersebut belum dilekati dengan hak tertentu oleh seseorang dan status kepemilikan tanah tersebut merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Terhadap tanah yang tidak bersertipikat atau tanah yang dikuasai oleh Negara, maka seseorang hanya boleh menguasainya untuk diusahakan sehingga mendapatkan manfaat dari tanah tersebut. Apabila dilakukan jual beli terhadap tanah tersebut berarti terjadi peralihan hak penguasaan dari penjual kepada pembeli yang diikuti dengan pembayaran sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian atas peralihan hak atas tanah tersebut. Perlu ditegaskan dalam hal ini bahwa peralihan hak yang dimaksud dalam jual beli ini adalah peralihan hak dalam arti hak menguasai dan mengusahakan tanah tersebut. 38 Peranan seorang Notaris adalah sangat penting dalam pembuatan sebuah akta pelepasan hak atas tanah yang belum bersertipikat, yaitu memberikan kepastian hukum dan alat bukti yang sah dan Notaris tentunya akan dihadapkan kepada fungsinya agar memberikan pelayanan kepada semua pihak yang menghadapnya sehingga para pihak bisa saling percaya dan dapat bekerja sama dalam mncegah terjadinya suatu persoalan di kemudian hari. 38 GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hal. 39
34 B. Syarat-Syarat Penerbitan Akta PHGR Oleh Notaris Mengalihkan hak atas tanah haruslah dilakukan di hadapan seorang Notaris atau PPAT. Untuk akta-akta tanah yang dilekati hak sebenarnya kewenangan khusus dari PPAT karena untuk membuat akta otentik dalam perjanjian peralihan hak atas tanah ini dimaksudkan untuk : 1. Memindahkan hak atas tanah 2. Memberikan sesuatu hak baru atas tanah 3. Menggadaikan tanah 4. Meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan Dari keempat macam perjanjian tersebut yang penting berhubungan dengan perjanjian peralihan hak atas tanah yang menurut ketentuan berupa : 1. Jual beli 2. Hibah 3. Tukar menukar 4. Pemisahan dan pembagian biasa 5. Pemisahan dan pembagian harta warisan 6. Penyerahan dan pembagian harta warisan 39 Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997, peralihan hak atas tanah yang harus dilaksanakan di hadapan PPAT adalah melalui jual beli, tukar menukar, hibah, perbuatan hukum, pemindahan hak (pembagian hak hal. 56 39 Winarno Surahman, Hukum Perjanjian Dalam Teori dan Praktek, Tarsito, Bandung, 2009,
35 bersama, penggabungan atau peleburan yang didahului likuidasi. Namun dalam kenyaaan yang terjadi di kota-kota besar, untuk perjanjian peralihan hak-hak atas tanah seperti yang disebutkan di atas dilaksanakan dihadapan Notaris atau PPAT. Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan penetapan hak atas tanah terlebih dahulu harus dibuktikan dengan adanya dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal untuk pengajuan hak kepemilikannya. Apabila seseorang hendak mengalihkan haknya dan membuat akta PHGR dihadapan notaris hendaknya terdapat beberapa syarat yaitu : 1. KTP penjual suami dan istri penjual 2. Kartu keluarga penjual 3. Akta atau surat nikah penjual 4. KTP pembeli 5. Kartu keluarga pembeli 6. PBB terbaru dan STTSnya 7. Surat keterangan Camat 8. Surat keterangan tidak silang sengketa dari keluarga 40 Juni 2016 40 Hasil wawancara dengan Naomi Febri Estomisi, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 21
36 C. Peranan Akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi Dalam Proses Pendaftaran Haknya Peralihan hak atas tanah adalah perubahan status kepemilikan, penguasaaan, peruntukan atas dasar jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan kedalam perseroan, pemisahan dan pembagian atau karena warisan. Seseorang yang telah menjadi pemegang hak atas tanah yang sudah bersertipikat tidak dapat memberikan haknya tersebut kepada orang lain dengan begitu saja karena hak itu merupakan kewenangannya namun yang dapat dilakukannya adalah mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya dengan Akta Pelepasan Hak Ganti Rugi yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris ataupun Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dilegalisasi oleh Notaris ataupun Surat Pernyataan Pelepasan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh yang bersangkutan di hadapan Kepala Desa dan Camat, dan juga melalui Surat Pelepasan hak yang dibuat oleh dan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan sesuai ketentuan Pasal 131 ayat (3) PMMA BBN No. 3 Tahun 1997 Dengan melepaskan haknya itu, tanah yang terlibat menjadi tanah Negara, yaitu dikuasai langsung oleh Negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain selain Negara yang berhak atas tanah tersebut. 41 Pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. 41 A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1997, hal. 135
37 Bagi sebagian masyarakat yang telah mengetahui teknis dan tata cara peralihan dan pelepasan hak atas tanah tentu tidak mau melakukan transaksi dengan mudah, apalagi jika tidak sesuai prosedur karena dapat menimbulkan konflik di kemudian hari. Untuk dapat melaksanakan suatu perbuatan hukum peralihan atau pelepasan hak atas tanah maka harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan peralihan atau pelepasan hak atas tanah tersebut guna menjamin kepastian hukum tentang peralihan atau pelepasan hak atas tanah tersebut. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan adaya surat-surat tanah yang dibuat oleh Camat maupun Lurah. Surat-surat yang dibuat camat ataupun Lurah adalah untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang mereka kuasai, tanah-tanah tersebut merupakan tanah-tanah yang belum dikonversi atau tanah-taah yang dikuasai oleh Negara yang diduduki oleh rakyat, sehingga tanah tersebut merupakan hak seseorang. Pada umumnya Camat sering mengeluarkan SK Camat (Surat Keterangan Camat) yang dibuat dengan berbagai judul seperti Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi dan lain sebagainya, surat ini dibuat oleh Camat sebagai alas hak ataupun bukti peralihan hak atas tanah sehubungan dengan adanya jual beli tanah. Sedangkan tanah yang tidak mempunyai surat sama sekali karena hilang, musnah ataupun karena tidak punya sama sekali Camat membuatkan Surat Keterangan Tanah. Surat-surat kepemilikan ini dapat dijadikan alas hak untuk didaftarkan pada Kantor Pertanahan untuk diterbitkan sertipikatnya. Akan tetapi saat ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah telah ditegaskan bahwa kecamatan adalah
38 wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota. Camat dalam kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan adalah merupakan pemerintah kecamatan merangkap sebagai administrator kecamatan. 42 Hal ini sebagai pelaksanaan dan UU otonomi daerah(uu no.22/1999 dan 32/2004) kedudukan camat hanya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bukan kepala wilayah pemerintahan atas dasar dekonsentrasi. Secara umum dahulu suatu wilayah kecamatan mempunyai 4 (empat) pengertian, yaitu : a. Wilayah pemerintahan dan administrasi umum; b. Wilayah jabatan (daerah administratif); c. Aparatur atau perangkat pemerintahan/administrasi; Oleh karena itu camat selain kepala pemerintahan kecamatan ditunjuk juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS). Segala tugas dan kewenangan yang dimiliki Camat sebagai perangkat daerah dan kepala wilayah kecamatan tertentu yang menerima pelimpahan sebahagian tugas dan kewenangan tertentu yang menerima pelimpahan sebahagian tugas dan kewenanga dari Bupati atau Walikota merupakan tugas-tugas dalam bidang hukum administrasi Negara. Camat dalam hal ini berperan sebagai pejabat pemerintah berdasarkan jabatannya dapat mengetahui tentang kepemilikan tanah dalam wilayah pemerintahannya maka Camat dapat menjadi saksi atas dasar jabatannya untuk menguatkan kebenaran isi surat tersebut apabila dikemudian hari terjadi perselisihan sampai ke Pengadilan 42 S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Admistrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal. 17
39 karena dalam surat itu sendiri Camat mengetahui tentang keberadaan tanah yang diperjual belikan tersebut. 43 Keadaan yang demikian ini bagi masyarakat menambahkan keyakinan bahwa dengan diketahui oleh Camat maka jual beli yang mereka lakukan lebih sah lagi dalam arti bahwa Camat telah mengetahui bahwa kepemilikan tanah di wilayah kerjanya telah berganti antara penjual sebagai pemilik lama dengan pembeli sebagai pemilik yang baru. Di lain pihak Akta yang dibuat oleh Notaris, yang memberikan kepasian hukum bagi para pihak yang membuatnya, karena Undang-undang yang memberikan wewenang kepada Notaris untuk membuat akta otentik yang fungsinya sebagai alat bukti di Pengadilan jika dikemudian hari terjadi sengketa diantara para pihak yang membuat akta itu. Akta yang dibuat oleh Notaris atau di hadapan Notaris merupakan suatu alat bukti, sehingga dalam membuat suatu akta seseorang Notaris harus memperhatikan norma-norma selain kode etik dan ketentuan perundang-undangan lainnya. 44 Berdasarkan ketentuan Pasal 1867 KUH Perdata, maka akta dibuat sebagai tanda bukti yang berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan menghindari sengketa. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkan untuk dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat. 43 Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Untuk Tanah, Penerbit Republika, Jakarta, 2008 44 M.U Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Spesialis Notaris, Fakultas Hukum, 1997, Hal. 3
40 Dalam kewenangan utama Notaris adalah untuk membuat akta otentik, maka otensitas dari akta Notaris tersebut bersumber dari Pasal 1 UUJN. Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum untuk membuat akta otentik, seorang Notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan jabatannya didalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya didalam daerah hukum itu ia berwenang. Untuk itu, wewenang Notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu : 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu; Seperti yang telah dikemukakan, tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat aktaakta tertentu yaitu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; Bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannnya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. 45 Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta. 45 Chairunnisa Said, Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012, hal. 39
41 Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya (sebelum diambil sumpahnya). 46 Apabila salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya menjadi tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta ini ditandatangani oleh para penghadap. Demikian juga halnya, apabila oleh undang-undang disebutkan untuk suatu perbuatan atau perjanjian atau ketetapan diharuskan dengan adanya akta otentik, dan jika salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta untuk perbuatan atau perjanjian atau ketetapan itu menjadi tidak sah. Tindakan Notaris tersebut bukanlah bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam peraturan tersebut namun hal ini harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi Notaris saat itu, tentunya dengan segala bukti-bukti yang ada di hadapannya. Menurut Pasal 7 UUJN, Notaris tidak dibolehkan untuk menolak untuk memberikan bantuannya, bila hal tersebut diminta kepadanya kecuali terdapat alasan yang mendasar. 47 Bila Notaris berpendapat bahwa terdapat alasan yang mendasar untuk menolak maka hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada yang meminta bantuannya itu atau pihak penghadap. Namun apabila sipenghadap tetap 46 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal. 46 47 Bustami Chairani, Tesis Aspek-aspek Hukum Yang terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Medan, 2002, hal.90
42 menghendaki bantuan dari Notaris tersebut, pihak penghadap dapat mengajukan tuntutannya kepada Hakim Perdata, dengan menyampaikan surat dari Notaris tersebut yang telah diserahkan kepada yang bersangkutan. Ada kalanya Notaris dapat menolak pembuatan akta dalam hal: 48 1. Apabila diminta kepada Notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluan atau maksud reklame. 2. Apabila Notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang sebenarnya. Begitu juga dengan tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi, dimana akta tersebut dapat dijadikan sebagai bukti untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan untuk menghindarkan suatu sengketa di kemudian hari, maka pembuatan akta harus dibuat sedemikian rupa sehingga apa-apa yang ingin dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat. Sedangkan terhadap akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh Camat ataupun kedua belah pihak berdasarkan akta di bawah tangan, secara hukum Notaris tidak bertanggung jawab terhadap akta tersebut karena yang membuat perjanjian adalah para pihak itu sendiri atau di hadapan Camat dan tidak dihadapan Notaris namun secara moral ada tanggung jawab Notaris terhadap akta tersebut, apabila akta di bawah tangan tersebut hendak dilegalisasi atau di warmerking. 48 Ibid, hal.91
43 Sebelum membuat akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi seseorang Notaris haruslah memeriksa keabsahan dan kelengkapan alas hak maupun surat-surat yang berhubungan dengan pembukitian kepemilikan tanah tersebut sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai syarat unuk membuat suatu akta. 49 Mengenai kebenaran isi dari surat-surat yang diperiksa Notaris tidak dapat mengujinya secara materiil dengan eksistensi keberadaaan tanah yang bersangkutan, dengan kata lain Notaris tidak pergi ke tempat dimana letak tanah itu berada ataupun untuk melihat batas-batas tanah sebagaimana yang dimaksudkan dalam surat-surat tersebut. Notaris cukup melihat bukti-bukti yang diberikan kepadanya berdasarkan surat-surat tersebut. 50 Untuk menghindari bahwa atas tanah yang belum bersertipikat tersebut memang benar kepunyaan penjual dan tidak dalam keadaan sengketa maka sebelum akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi dibuat untuk ditandatangani para pihak maka Notaris selalu meminta dibuatkan Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa (biasa juga disebut SS) yang diterbitkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat bersangkutan di mana tanah itu berada, surat ini isinya menerangkan bahwa di atas tanah yang akan dijual tersebut tidak bersengketa dengan pihak manapun juga. 51 Mengenai berlakunya Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa dapat dijelaskan bahwa pengeluaran atau penerbitan Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa atas tanah tidak ada dasar hukumnya, surat tersebut bersifat keterangan Juni 2016 49 Hasil wawancara dengan Naomi Febri Estomisi, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 21 50 ibid 51 ibid
44 mengenai keadaan fisik tanah di lapangan yang diketahui oleh Lurah maupun Camat, namun demikian surat ini juga sering menjadi buki kepemilikan tambahan oleh pemilik Tanah. Kegunaan dari Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa antara lain : a. Untuk menunjukkan itikad baik bahwa benar objek hak atas tanah yang hendak djual tidak dalam keadaan sengketa b. Itikad baik dari pembeli terhadap penjual bahwa pembeli percaya atau membenarkan Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa tesebut diterbitkan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat merupakan suatu kebenaran terhadap keadaan tanah yang hendak dijual c. Melindungi Notaris dalam menjalankan tugasnya menjaga kebenaran akan bukti-bukti yang diperlukan dalam perjanjian peralihan hak atas tanah tersebut. 52 Pada saat para pihak datang menghadap kepada Notaris hendaklah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan antara lain: a. Tanda Pengenal (KTP) suami/isteri atau identitas para pihak b. Surat Kuasa (bagi mereka yang dikuasakan penjual dengan akta Notaris ataupun yang dilegalisasi dan bagi pembeli diperbolekan dengan kuasa lisan) c. Asli Tanda bukti hak atas tanah (alas hak atas tanah) d. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) Tahun berjalan. 53 52 ibid
45 Pada umumnya masyarakat (pembeli) yang membuat akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi di Kantor Notaris tidak melanjutkan untuk melakukan pendaftaran hak (membuat sertifikat), kecuali bagi mereka yang mempunyai kepentingan tertentu diantaranya untuk meminjam uang pada bank untuk dijadikan agunan yang melajutkan pendataran haknya setelah melakukan pelepasan hak tersebut dengan bantuan Notaris. 54 Peranan Akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi dalam proses pendaftaran haknya adalah sebagai alas hak dan bukti permulaan pemilikan tanah atau bukti perolehan tanah sebagai kelengkapan mengajukan permohonan untuk pendaftaran (pensertipikatan) tanahnya. Hanya saja, Akta Peralihan Ganti Rugi selain sebagai alas hak, juga berperan sebagai alat bukti yang membuktikan pemilikan seseorang atas tanah yang berasal dari peralihan hak. Akta PGHR merupakan Akta Otentik yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang untuk itu berdasarkan undang-undang dengan memastikan tanda tanga para pihak, tempat dan waktu pembuktian. Jika dibandingkan dengan Surat Keterangan Camat umumnya dibuat atas dasar Surat Pernyataan yang bersangkutan yang diketahui Kepala Desa/Lurah, dan atas pernyataan tersebutlah dibuat Surat Keterangan Camat, dalam arti pembuatannya tidak ditanda tangani para pihak di hadapan Camat, sehingga dapat dikatakan Akta PHGR lebih kuat dari sudut pembuktian dari Surat Keterangan Camat. 53 ibid 54 ibid