BAB II LANDASAN TEORITIS A. KOMITMEN ORGANISASI 1. Pengertian Komitmen Organisasi Pengertian komitmen organisasi menurut Robbins (2001) yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuantujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Selain itu, Porter (dalam Miner, 1992) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu : 1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. 2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. 3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Sedangkan Richard M. Steers (1985) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang
tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi Meyer dan Allen (1993) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Penelitian dari Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, di mana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa beberapa definisi komitmen organisasi dari para ahli diatas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam mengidentifikasikan dirinya terhadap nilai dan tujuan organisasi. Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi
memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi Menurut Steers, Porter, dan Mowday (dalam Okorita, dkk, 2001), factorfaktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: a. Karakteristik Personal Mencakup usia, masa kerja, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, factor kepribadian, serta ingkat pendidikan. Kurniasari (2005) menyatakan bahwa usia dan masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen organisasi. Dari jenis kelamin, wanita umumnya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pencapaian karirnya, sehingga komitmennya lebih tinggi. Berdasarkan tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya semakin rendah. b. Karakteristik Pekerjaan Meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan. Hasil studi Morris dan Sherman (dalam Kurniasari, 2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negative antara peran yang tidak jelas dan komitmen terhadap organisasi. c. Karakteristik Struktural
Meliputi derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam perusahaan. d. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan. Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya bahwa bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan krjanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi menurut Allen & Meyer (1997) meliputi karakteristik pribadi individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi. Yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen berorganisasi, namun ada pula beberapa penelitian yang menyatakan bahwa hubungan tersebut tidak terlalu kuat (Aven Parker, & McEvoy; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997).
Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi. Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos kerja yang baik (Buchanan dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri juga tercakup ke dalam variabel ini. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi meliputi faktor personal atau individu sendiri, faktor organisasi yang didalamnya meliputi struktur organisasi, tingkat partisipasi dalam mengambil keputusan, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi disosialisasikan, faktor pekerjaan, dan faktor pengalaman selama berorganisasi. 3. Aspek-aspek Komitmen Organisasi Menurut Steers (1985) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya. 1. Rasa identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan
organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula. 2. Keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam aktivitas-aktivitas keorganisasian juga penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Oleh Steers (1985) dikatakan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah. 3. Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. 4. Ciri-ciri individu yang berkomitmen
Karakteristik karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi kepada organisasi menurut Mowday, Porter, dan Steers (dalam Miner, 1992) antara lain memiliki keyakinan yang kuat terhadap organisasi serta menerima tujuan dan nilai organisasi, memiliki keinginan untuk bekerja serta memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja, serta memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Penelitian membuktikan bahwa individu dan tim yang berkomitmen terhadap tujuan dan nilai yang dimiliki organisasi, akan memiliki moral yang tinggi, tingkat turnover yang rendah, absensi yang rendah, meningkatkan kepuasan kerja, dan meningkatkan produktivitas (Meyer & Allen, 1997; Mowday, Porter, & Steers dalam Miner 1992). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan memiliki keyakinan dan keinginan yang kuat untuk bekerja dalam organisasi, serta memiliki keinginan yang kuat terhadap organisasi. Individu tersebut akan memiliki moral tinggi, turnover yang rendah, absensi yang rendah, kepuasan kerja yang meningkat, dan produktivitas yang meningkat pula. B. PERAWAT 1. Defenisi Perawat Perawat berasal dari nbahasa latin nutrix yang berarti merawat dan memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan
proses penuaan (Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999). Menurut Undang Undang Kesehatan no 23 tahun 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki, diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Ditambahkan lagi menurut RUU Keperawatan, Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dapat disimpulkan bahwa defenisi perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, memiliki kemampuan dan wewenang serta berperan merawat, memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera. 2. Peran Perawat Doheny (1997) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi: 1. Care giver, sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan. Perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya. 2. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. 3. Counseller, sebagai pemberi bimbingan-konseling klien. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. 4. Educator, sebagai pendidik klien. Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. 5. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien. 6. Coordinator, sebagai koordinator, agar dapat memanfaatkan sumber-sumber dan potensi klien. Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang
ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. 7. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan-perubahan. Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. 8. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah klien. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan (caregiver), advokat atau pembela klien, konselor, edukator, kolaborator, koordinator, agen perubahan, dan sebagai konsultan klien. C. RUMAH SAKIT 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut perawat legendaris FLORENCE NIGHTINGALE mengatakan bahwa Hospital Should Not Harm The Patient. Rumah sakit adalah suatu organisasi melalui tenaga medis profesional yang berorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang berkemampuan diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association,1974).
Menurut WHO ( 1957 ), Definisi atau pengertian Rumah sakit adalah suatu bahagian menyeluruh, ( Integrasi ) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. 2. Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit sebagai lembaga padat karya, modal teknologi mempunyai fungsi dan tugas yang komplek. Rumah sakit umum daerah mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peran serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan. Ada beberapa fungsi Rumah Sakit ( Depkes R.I. 1989 ) selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah skit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna. 3. Tipe Rumah Sakit Di Indonesia
Jika di tinjau dari kemapuan yang dimiliki rumah sakit di Indonesia dibedakan atas lima macam, yaitu : 1. Rumah Sakit Tipe A Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. 2. Rumah Sakit Tipe B Adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.rumah sakit ini didirikan disetiap Ibukota propinsi yang menampung pelayanan rujukan di rumah sakit kabupaten. 2. Rumah Sakit Tipe C Adalah rumah sakit yang mapu memberikan pelayanan kedokeran spesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan disetiap ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. 3. Rumah Sakit Tipe D Adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi.rumah sakit ini menampung rujukan yang berasal dari puskesmas. 4. Rumah Sakit Tipe E Adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja. Saat ini banyak rumah
sakit kelas ini ditemukan misal, rumah sakit kusta, paru, jantung, kanker, ibu dan anak. D. PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI DITINJAU DARI JENIS RUMAH SAKIT (NEGERI DAN SWASTA) Menurut Porter (dalam Miner, 1992), komitmen organisasi merupakan suatu kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Steers (1985) berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Komitmen organisasi memiliki aspek identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas (Steers, 1985). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan memiliki keyakinan dan keinginan yang kuat untuk bekerja dalam organisasi, serta memiliki keinginan yang kuat terhadap organisasi. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa komitmen organisasi erat kaitannya dengan moral yang tinggi, turnover yang rendah, absensi yang rendah,
kepuasan kerja yang meningkat, dan produktivitas yang meningkat pula (Meyer & Allen, 1997; Mowday, Porter, & Steers dalam Miner 1992). Steers dan Porter (1985) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah karakteristik personal (individu itu sendiri), karakteristik kerja, karakteristik organisasi, dan sifat pekerjaan. Karakteristik pekerjaan meliputi struktur organisasi, tingkat partisipasi dalam mengambil keputusan, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi disosialisasikan. Rumah sakit swasta dan negeri merupakan dua jenis organisasi yang berbeda. Dari segi karakteristik organisasinya, kedua jenis rumah sakit ini jelas berbeda. rumah sakit negeri terjadi inappropriate supervisory control system, tidak adanya sistem evaluasi dan penghargaan dalam instansi pemerintah, kemudian juga tidak ada pengawasan yang jelas dan pemberian sanksi yang nyata terhadap adanya pelanggaran. Sedangkan pada rumah sakit swasta, perawat menerima sanksi nyata atas pelanggaran aturan disiplin yang telah ditetapkan bersama oleh pemilik rumah sakit dan para perwakilan pegawai melalui adanya pengawasan terhadap jalannya peraturan tersebut. Dikatakan juga bahwa pada rumah sakit negeri terjadi poor employee job fit, yaitu ketidak sesuaian antara kemampuan yang dimiliki pegawai dengan pekerjaan yang harus dilakukan; kemudian terdapat pula poor technology job fit, yaitu terlalu minim peralatan serta teknologi yang dipergunakan akan berakibat pelayanan yang diberikan tidak dapat sesuai dengan diharapkan, dibandingkan dengan rumah sakit swasta. Dikatakan pula adanya perbedaan mengenai tingkat partisipasi pegawai, hal ini tercantum
dalam pemberitaan media, seperti Jawa Pos (Mei 2002) tentang merosotnya partisipasi kerja pegawai negeri dibandingkan pegawai lainnya. Dengan melihat adanya perbedaan karakter dalam kedua jenis rumah sakit tersebut, maka kemudian ingin dilihat adanya perbedaan komitmen organisasi perawat sebagai salah satu pegawai yang bekerja di dalamnya. E. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah: Ada perbedaan komitmen organisasi perawat ditinjau dari jenis rumah sakit (negeri dan swasta) di kota Pematangsiantar