BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo, Surabaya ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga sebagai tempat pemeliharaan dan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

Oleh : Wiwik Yulia Tristiningrum M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Uji Toksisitas Akut Polisakarida Krestin dari Ekstrak Coriolus versicolor dengan Parameter Kerusakan Hepatosit, Enzim SGPT dan SGOT pada Mencit

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

1 Universitas Kristen Maranatha

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014),

BAB 1 PENDAHULUAN. ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK POLISAKARIDA KRESTIN DARI EKSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak. Dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, yaitu

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber alami dan industri. Salah satu sumber utama fluorida ada pada air

BAB I PENDAHULUAN. berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk kesejahteraan manusia. Mikroba endofit merupakan mikrobia yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisme berupa suatu

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sasaran utama toksikasi (Diaz, 2006). Hati merupakan organ

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan makhluk hidup karbohidrat memegang peranan penting

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi, dan Liu, 1999). Salah satu jamur yang telah menarik perhatian banyak orang untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. Jamur Coriolus versicolor adalah jamur yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit. Komponen aktif yang dimiliki jamur ini adalah polysaccharide peptide (PSP) dan polysaccharide krestin (PSK). Menurut Zhou et al. (2007), PSP mampu menghambat proliferasi kanker hati dan payudara pada manusia. Sedangkan PSK terbukti mampu mengontrol atau menghambat metastasis kanker paru-paru (Hosakawa et al., 1985). Menurut Cui dan Christi (2003), PSK bermanfaat sebagai imunostimulator dengan menginduksi produksi interleukin-6, interferon, imunoglobulin G, makrofag dan limfosit T, menghambat proliferasi berbagai kanker dengan menginduksi produksi superoxide dismutase (SOD) dan gluthathione peroxidase, dan meningkatkan fungsi hati. Sedangkan Wahyuningsih dkk., (2011) menyatakan bahwa PSK dapat meningkatkan kondisi sel imunokompeten, dapat memulihkan serta menguatkan fungsi respon imun non-spesifik, dan dapat memulihkan serta menguatkan respon spesifik yang telah terinjeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. 1

2 Mengingat begitu banyak manfaat dari jamur Coriolus versicolor maka perlu dilakukan uji toksisitas subkronik. Menurut Murtini dkk (2010), uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui spektrum efek toksik serta hubungan dosis dan toksisitas pada pemberian berulang dalam jangka waktu tertentu. Uji toksisitas dibagi menjadi dua golongan, yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek suatu senyawa pada hewan coba meliputi uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas kronik. Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan toksik dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai LD 50. Uji toksisitas akut dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur oral. Menurut Wahyuningsih dan Darmanto (2010), ketoksikan akut (LD 50 ) PSK dari jamur Coriolus versicolor pada mencit betina Balb/C sebesar 231,8 mg/kg BB. Akan tetapi, menurut Hor et al., (2011) tidak ada kematian dan tanda-tanda toksisitas pada studi toksisitas akut maupun subkronis pada tikus Spragus-Dawley (SD). Dosis letal ekstrak Coriolus versicolor yang diberikan secara oral lebih dari 5000 mg/kg BB serta tidak ada perubahan yang signifikan pada tubuh dan histopatologi antara kelompok kontrol dan yang diberi perlakuan selama 28 hari. Uji toksisitas subkronik dilakukan dengan memberikan bahan berulangulang, yaitu biasanya setiap hari atau ada jeda dua hari setiap minggu selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan coba, yaitu 3 bulan bagi mencit. Sedangkan uji toksisitas kronik hampir mirip dengan uji toksisitas

3 subkronik namun perlakuan diberikan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi (Lu, 1995). Pengujian toksisitas subkronik berdasarkan pada hasil dari pengujian toksisitas akut (Omaye, 2004). Dalam pengujian toksisitas ini dapat diketahui perubahan berupa akumulasi, toleransi, metabolisme dan kelainan khusus di organ atau sistem organ (Murtini dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan Jian et al., (1999) menunjukkan bahwa pemberian dosis PSP 0, 1,5, 3, dan 6 mg/kg BB secara oral yang diberikan selama 62 hari tidak menunjukkan toksisitas pada darah dan perubahan biokimia tubuh. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh (Sodikin, 2011). Menurut Guyton dan Hall (1997), hati berperan pada proses metabolisme karbohidrat, lemak, protein, koagulasi darah, detoksifikasi, dan sebagai penyimpan vitamin. Hati mudah rusak oleh bahan-bahan yang diserap karena hati memiliki banyak fungsi (Sodikin, 2011). Efek toksik ini segera terjadi setelah senyawa toksik mencapai organ ekskresi dalam dosis yang tinggi (Wirasuta dan Niruri, 2006). Salah satu organ ekskresi yang diteliti adalah hati. Kerusakan hati meliputi kerusakan struktur maupun gangguan fungsi hati (Susanto, 2006). Kerusakan struktur hati meliputi pembengkakan sel, degenerasi hidropik dan nekrosis. Pembengkakan sel merupakan degenerasi yang sangat ringan dan sangat reversibel. Sel-sel hati tidak dapat mengeliminasi air yang masuk ke dalam sel sehingga tertimbun di dalam sel, sehingga sel mengalami pembengkakan dengan sitoplasma yang tampak keruh dan terdapat granulagranula di dalamnya akibat endapan protein. Jika kejadian ini terjadi berulangulang maka sel akan nampak vakuola berisi air dalam sitoplasma yang tidak

4 mengandung lemak atau glikogen. Peristiwa ini disebut dengan degenerasi hidropik. Apabila kemudian terjadi robekan sitoplasma dan terjadi perubahan inti maka kerusakan sel menjadi irreversibel dan sel mengalami kematian atau nekrosis (Mandasari, 2011; Widyarini, 2010). Menurut Stacey (2004), gangguan fungsi hati dapat dideteksi pada aktivitas enzim alanin transaminase (ALT) atau yang lebih dikenal sebagai serum glutamate piruvat transaminase (SGPT), aspartate transaminase (AT) atau yang lebih dikenal sebagai serum glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT), alkaline phosphatase (AP), γ-glutamyl transaminase (GGT), sorbitol dehydrogenase (SDH), ornithine carbamoyltransferase (OCT) dan lactate dehydrogenase (LD). Salah satu enzim yang akan diuji pada penelitian ini adalah SGPT. Enzim GPT merupakan enzim sitosol yang sebagian besar terdapat di dalam hati, otot, jantung, ginjal dan otak. Jika kadar SGPT tinggi maka ada indikasi terjadi kerusakan sel di dalam hati (Widjaja, 2010). Kadar normal SGPT pada mencit adalah 40,8-50 IU/L (Lenaerts et al., 2005). Polisakarida krestin memiliki pengaruh toksik akut terhadap organ ekskresi. Mandasari (2011) menjelaskan bahwa degenerasi parenkimatosa terjadi pada dosis PSK 120 mg/kg BB dan 160 mg/kg BB. Pada dosis 200 mg/kg BB jaringan hati mengalami degenerasi hidropik dan nekrosis, sedangkan pada dosis 240 mg/kg BB jaringan hati mengalami nekrosis. Selain itu, kadar SGPT tidak mengalami kenaikan namun SGOT mengalami kenaikan menjadi 151, 62 ± 26,62 IU/L. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh

5 pemberian PSK dalam berbagai dosis yang lebih rendah dalam jangka waktu 62 hari terhadap gambaran histologis hati dan kadar SGPT mencit. 1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Apakah pemberian PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor selama 62 hari menyebabkan penurunan jumlah hepatosit normal, kerusakan hepatosit yang meliputi pembengkakan sel, hidropik, dan nekrosis pada mencit? b. Apakah pemberian PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor selama 62 hari mempengaruhi kadar SGPT pada mencit? 1.2 Asumsi Semua bahan obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme dan menghasilkan metabolit. Penggunaan suatu bahan obat yang sama dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan penumpukan metabolit dalam hati yang bersifat toksik terhadap hepatosit. Polisakarida krestin dapat menjadi toksik dalam tubuh mencit apabila dikonsumsi terus menerus dengan dosis perlakuan dalam jumlah kecil dan jangka waktu lama. Di dalam tubuh zat kimia toksik akan mengalami perubahan bentuk struktur molekul. Selanjutnya perubahan bentuk struktur tersebut mengakibatkan perubahan sifat fisik-kimia dalam tubuh Akibat perubahan sifat fisik-kimia tersebut menyebabkan metabolit

6 memiliki keterlarutan dalam air atau lipid. Perubahan biokimia tersebut adalah perubahan ketoksikan dalam tubuh, sehingga respon toksik makhluk hidup terhadap racun juga akan berubah Kerusakan hati dapat diamati dari perubahan struktur hepatosit maupun enzim yang dihasilkannya. Salah satu enzim tersebut adalah GPT. Apabila nilainya melebihi normal menunjukkan telah terjadi kerusakan hati. Oleh karena itu dilakukan uji toksisitas subkronik polisakarida krestin (PSK) dari ekstrak jamur Coriolus versicolor. 1.3 Hipotesis 1.3.1 Hipotesis kerja Jika penggunaan PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dengan dosis perlakuan dalam jumlah kecil selama 62 hari berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam hati mencit, maka dapat menimbulkan kerusakan hepatosit dan meningkatkan kadar SGPT antara kelompok kontrol dan perlakuan. 1.3.2 Hipotesis statistik H 0 1 : Tidak ada perbedaan tingkat kerusakan hepatosit mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan. H a 1 : Ada perbedaan tingkat kerusakan hepatosit mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan. H 0 2 : Tidak ada perbedaan kadar enzim SGPT mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan. H a 2 : Ada perbedaan kadar SGPT mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan.

7 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui kerusakan hepatosit berupa penurunan jumlah hepatosit normal, pembengkakan sel, hidropik, dan nekrosis pada mencit setelah pemberian PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor pada dosis perlakuan dalam jumlah kecil selama 62 hari. b. Mengetahui kadar SGPT pada mencit setelah pemberian PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor pada dosis perlakuan dalam jumlah kecil selama 62 hari. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek yang ditimbulkan dari pemberian PSK dari ekstrak jamur Coriolus versicolor secara terus-menerus dalam jangka waktu lama terhadap kerusakan hepatosit dan kadar SGPT, sehingga dapat dijadikan dasar evaluasi keamanan perancangan klinik. Selain itu, sebagai pedoman untuk memperkirakan resiko penggunaan PSK dari ekstrak Coriolus versicolor.