BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang mereka berikan. Oleh karena itu dibutuhkan pemilihan review

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kontrak diselenggarakan bukan hanya terkait barang saja melainkan juga jasa. Secara sederhana kontrak ialah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang memiliki nilai komersial tertentu (Purwosusilo, 2014:87). Sebagaimana dalam sebuah perjanjian, kontrak memiliki pihak-pihak yang saling mengikatkan diri yang dinamakan subjek hukum. Subjek hukum dalam hal ini ialah subjek hukum perdata. Konteks pengadaan barang dan jasa, pemerintah mengadakan hubungan hukum dengan para pihak penyedia barang dan jasa dalam sebuah kontrak pengadaan. Dalam hal ini, pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasa meskipun pemerintah merupakan suatu lembaga dalam negara yang memiliki sifat mengatur (regulator). Kedudukan pemerintah ialah setara dengan pihak penyedia barang atau jasa yang juga memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam sebuah kontrak. Ilmu pengetahuandan juga teknologi telah mendorong terjadinya kemajuan di tiap lini kehidupan termasuk dalam hal pengadaan barang atau jasa. Dalam perkembangan sebelumnya, metode dalam hal pengadaan barang atau jasa adalah dengan cara tawar-menawar langsung hingga kemudian akan mencapai kesepakatan harga. Proses tawar- menawar biasanya memakan waktu yang cukup lama didukung lagi banyaknya jumlah barang atau jasa yang akan dibeli sehingga biasanya dalam hal ini pengguna membuat daftar jenis barang yang akan dibeli secara tertulis dan kemudian di serahkan kepada penyedia barang atau jasa. Daftar yang disusun secara tertulis ini merupakan asal-usul dokumen penawaran. Perkembangan selanjutnya, pembelian barang kini tidak hanya terbatas pada pembelian barang yang sudah tersedia saja melainkan dapat dilakukan dengan pemesanan. Pemerintah dalam hal ini selaku pengguna kemudian menyampaikan daftar barang yang akan dibeli ke lebih dari satu penyedia. 1

2 Dengan meminta penawaran kepada beberapa penyedia, pemerintah kemudian dapat memilih harga penawaran paling murah dari setiap jenis barang yang akan dibeli. Metode ini kemudian menjadi cikal-bakal pengadaan barang dengan lelang (Adrian Sutedi, 2012:2-3). Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu (Setiadi, 2009:12-14). Pengadaan barang/jasa atau yang lebih dikenal dengan lelang (Procurement) telah banyak dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah maupun swasta. Pengadaan barang dan jasa pada pemerintah diartikan dengan kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBD/APBN, baik yang dilaksanakan secara swakelola, maupun oleh penyedia barang/jasa (Kepres Nomor 80 Tahun 2003). Selama ini proses pengadaan barang/jasa dilakukan dengan cara konvensional dimana langsung mempertemukan pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan seperti penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa atau panitia pengadaan. Pengadaan yang dilakukan secara konvensional dinilai memiliki beberapa kelemahan yang banyak merugikan seperti mudahnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) berkembang, serta kurang transparan. Pengadan konvensional juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga dipandang menyianyiakan waktu dan biaya, kurangnya informasi serta kompetisi yang kurang sehat yang berakibat terhadap kualitas pengadaan, terjadi eksklusi terhadap pemasok potensial dan pemberian hak khusus terhadap pemasok tertentu. Menurut Subramaniam dan Shaw (2004) organisasi besar menghabiskan 14-30% dari total pendapatannya pada proses kebijakan pengadaan diluar produksi seperti perlengkapan kantor, biaya peralatan, dan biaya perjalanan. Selain itu kondisi pengadaan di Indonesia memberikan fakta bahwa dari 4,2 juta perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam sektor pengadaan barang/jasa pemerintah hanya 3,5 persen yang terlibat ( Laporan LKPP, 2009). Dalam usaha untuk menutup kelemahan-kelemahan dan kesulitan dalam proses pengadaan serta untuk mewujudkan pengadaan barang/jasa yang efisien dan efektif perlu dimanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam proses pengadaan barang/jasa tersebut, salah satunya adalah dengan penerapan E-Procurement.

3 E-Procurementmerupakan sebuah istilah dari pengadaan (procurement) atau pembelian secara elektronik. E-Procurementmerupakan bagian dari e-bisnis dan digunakan untuk mendesain proses pengadaan berbasis internet yang dioptimalkan dalam sebuah perusahaan. E-Procurementtidak hanya terkait dengan proses pembelian itu saja tetapi juga meliputi negosiasi-negosiasi elektronik dan pengambilan keputusan atas kontrak-kontrak dengan pemasok. Karena proses pembelian disederhanakan dengan penanganan elektronik untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan operasi, tugas-tugas yang berhubungan dengan strategi dapat diberi peran yang lebih penting dalam proses tersebut. Pembelian dan penjualan online mengefisienkan proses pengadaan dan mengurangi biaya operasi dengan mengurangi pengeluaran untuk waktu administrasi dan memperpendek birokrasi. Penerapan E-Procurementmendorong upaya transaksi dari pusat pembuat pesanan hingga titik kebutuhan pada pengguna desktop bisnis. Kesesuaian terhadap perjanjian dengan pemasok yang dipilih melalui katalog online yang mana dilihatlihat oleh para pengguna untuk menemukan item yang dibutuhkan. Fitur utama E- Procurementmeliputi : Katalog elektronik untuk item-item standar dan inti, kemampuan punch-out ke situs-situs web pemasok untuk produk-produk yang dinamis dan bermacam-macam, memunculkan kembali daftar-daftar permintaan dan belanja untuk item-item yang dibeli secara teratur, jalur-jalur persetujuan yang menyatu (built-in) untuk menjalankan kendali anggaran belanja, kemampuan untuk memberi laporan informasi manajemen yang detail. Pengadaan barang atau jasa dengan metode lelang sudah diatur secara hukum dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya yakni Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Hal-hal mendasar dalam ketentuan pengadaan barang atau jasa pemerintah yang diatur dalam peraturan presiden ini antara lain diperkenalkannya pengadaan barang dan jasa melalui sistem online dengan menggunakan jaringan internet (E-Procurement). E-Procurementdalam dunia Internasional, bukanlah merupakan hal yang baru lagi dan sudah di terapkan di beberapa Negara, di antaranya ialah Australia. Penulis membandingkan dengan Negara Australia karena keberhasilan Negara

4 Australia dalam menerapkan sisteme-procurement dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah turut ikut andil dalam penerapan E-Procurementdi Negara lain, termasuk Indonesia. Situs lelang di Negara Australia lebih mudah di akses karena sifatnya lebih terbuka sehingga dapat mengetahui konsep sistem E-Procurement di Negara Australia dan dibandingkan dengan konsep di Indonesia. (Review of E-Procurement Project, 2005, dalam Nightisaba dkk, 2009). Australia tidak serta merta dapat menerapkan langsung dalam kehidupan masyarakat melainkan melalui proses yang bertahap. Hingga kini, banyak proyek pengadaan di Australia yang berhasil dilaksanakan dan banyak perusahaanperusahaan yang merespon baik dan merasa puas dengan adanya sistem E- Procurementini. Diyakini penggunaan sistem E-Procurementmembuka peluang bisnis yang baik karena dengan sistem ini, tender yang diadakan lebih akuntabilitas dan dampaknya lebih efisien. E-Procurementberfungsi dalam menciptakan transparansi, efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna dan pemasoknya. E-Procurementdapat meningkatkan pelayanan kepada pengguna dari kalangan pemerintah dengan pendekatan pengadaan yang lebih terintegrasi. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka permasalahan sistem pengadaan (E-Procurement) yaitu berkaitan dengan kinerja dan efisiensi pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah, maka problem statement adalah bagaimanakah Perbandingan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara online (E-Procurement) di Indonesia Dan Australia.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan 2 (dua) pokok masalah yang akan dibahas, yaitu: 1. Bagaimana konsep E-Procurementdi Indonesia dan Australia? 2. Apa kelebihan serta kekurangan dalam penggunaan E-Procurementdalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia dan Australia? C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian tentunya harus memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai sebagai arah dari suatu penelitian. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam melangkah dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui konsep E-Procurementdalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia dan Australia sebagai bentuk perbandingan. b. Mengetahui kelebihan serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penerapan E-Procurementsebagai sistem penyediaan barang atau jasa pemerintah di Indonesia dan Australia. 2. Tujuan Subjektif a. Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai teori-teori yang penulis dapatkan selama mengemban studi formal di Fakultas Hukum UNS, khususnya dalam hal sisteme-procurementdalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia maupun Australia. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada bidang hukum Perdata mengenai sisteme-procurementdalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia dan Australia. c. Melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

6 D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian dapat dikatakan berhasil apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun penerapan dalam praktiknya. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Dapat menjadi bahan pengajaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E- Procurement melalui jaringan internet di Indonesia dan Australia. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur bagi para pembaca, baik mahasiswa, maupun akademisi, maupun penegak hukum sehingga dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran baru yang terkait dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk pola berpikir penulis serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Dapat menjadi panduan dan bahan perbandingan bagi pemerintah dalam pengadaan kontrak barang dan jasa melalui sistem online atau E- Procurement.

7 E. Metode Penelitian Dalam sebuah penelitian hukum diperlukan suatu metode penelitian yang kemudian akan digunakan penulis untuk menunjang hasil penelitian tersebut guna mencapai tujuan penelitian hukum. Adapun penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian hukum (legal research). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan hanya sekeadar know-about. Penelitian hukum ini dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Peter Mahmud mengemukakan bahwa tidak perlu menggunakan isitilah penelitian hukum normatif karena istilah legal research atau dalam bahasa Belanda rechtsonderzoek selalu normatif, jadi cukup menggunakan istilah penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55). Dalam penelitian yang dilakukan penulis, termasuk dalam jenis penelitian hukum karena penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana isu hukum mengenai perbandingan kontrakpengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E-Procurement di Indonesia dan Australia. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum termasuk ke ilmu yang bersifat preskriptif dimana tidak memerlukan hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya namun memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 59 dan 69). Istilah preskriptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/preskriptif) adalah bersifat memberi petunjuk atau ketentuan; bergantung pada atau menurut ketentuan resmi yang berlaku. Maka dalam penelitian mengenai perbandingan kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E-Procurement di Indonesia dan Australia ini, tidak memerlukan hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya namun penelitian ini bersifat untuk memberi

8 petunjuk mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum mengenai kontrak pengadaan barangdan jasa pemerintah dengan sistem online (E-Procurement) di Indonesia dan Australia dihubungkan dengan fakta atau peristiwa hukum mengenai pelaksanaan kontrak di kalangan pemerintahan yang kemudian dihubungkan dengan hasil penelitian yang kemudian dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan dan dapat memberikan solusi atau saran baik kepada Indonesia maupun Australia. 3. Pendekatan Penelitian Ketika melakukan penelitian hukum, diperlukan suatu pendekatan agar isu-isu hukum yang ingin dijawab dapat terjawab dengan informasiinformasi dari berbagai aspek. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014), ada 5 (lima) macam pendekatan penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian hukum yaitu, pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Dalam penelitian hukum yang penulis lakukan, penulis menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan dengan menelaah pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum akan tetapi tetap berangkat regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani karena dari ketentuan tersebutlah konsep tersebut beranjak. Pendekatan komparatif (comparative approach) dilakukan dengan membandingkan aturan yang terkait dengan konsep pelaksaan kontrak barang dan jasa pemerintah dengan sistem online (E-Procurement) di Indonesia dan Australia. 4. Jenis dan Bahan Hukum Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014), penelitian hukum tidak mengenal adanya data, karena penelitian hukum bersifat preskriptif dan untuk memecahkan isu hukum yang ada, diperlukan sumber-sumber penelitian

9 hukum yang berupa bahan hukum primer yaitu yang bersifat autoratif seperti perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau putusan-putusan hakim dan bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentarkomentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan: a. Bahan Hukum Primer 1) Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; c) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; d) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015; e) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2008 tentang Pedoman Operasionalisasi Wilayah Bebas Korupsi di Lingkungan Kementerian PU; f) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 mengatur tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009. g) Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 17/SE/M/2010 tgl. 29 Nopember 2010 mengatur tentang Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement); 2) Peraturan Perundang-Undangan di Australia a) Commonwealth Electronic Procurement Rules(CPRs)of the Public Governance, Performance and Accountability Act 2013 (PGPA Act); b) Australian Public Service Act 2012.

10 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitianpenelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini termasuk diantaranya skripsi, thesis, disertasi, maupun jurnal-jurnal hukum, serta kamus-kamus hukum dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 195-196). Maka dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang penulis pakai adalah: 1) Jurnal-jurnal mengenai kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik jurnal internasional maupun jurnal nasional; 2) Laporan-laporan resmi mengenai pemberlakuan sistem E-Procurement baik di Indonesia maupun Australia; 3) Kamus-kamus hukum seperti Black s Law Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia; dan 4) Buku yang berkaitan dengan penelitian hukum, pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan sistem E-Procurement. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang dipakai dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen, serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi objek penelitian. Dalam menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum, penulis melakukan kegiatan berupa membaca, mengkaji, dan membuat catatan-catatan kecil dari peraturan perundang-undangan mengenai perdagangan orang di Indonesia dan Australia, buku-buku mengenai perbandingan kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E-Procurement di Indonesia dan Australia, dan jurnal-jurnal baik nasional maupun internasional yang membahas mengenai kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem online.

11 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode (pola berpikir) deduktif. Penggunaan metode deduksi ini adalah berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, setelah itu dapat ditarik kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89). Kesimpulan teknik analisis deduksi silogisme dalam penelitian hukum ini adalah ketentuan dan konsep mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E-Procurement atau secara online dengan jaringan internet di Indonesia dan Australia sebagai premis mayor dan kelebihan serta hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui media internet di Indonesia dan Australia sebagai premis minor yang kemudian ditarik kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis memaparkan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, penulis memaparkan 2 (dua) sub bab, yaitu mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori akan menjelaskan mengenai Tinjauan

12 tentang kontrak pada Sistem Hukum Common Law dan Civil Law yang dianut dari Negara Australia dan Indonesia, tinjauan mengenai Pengadaan barang dan jasa, Tinjauan mengenai E-Procurement, Regulasi di Indonesia, E-Procurement di Australia. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, penulis menguraikan hasil penelitian yang akan membahas dan menjawab rumusan masalah pertama yakni konsep pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem online di Indonesia dan Australia dan rumusan masalah kedua yaitu kelebihan dan hambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem online (E-Procurement) di Indonesia dan Australia. BAB IV : PENUTUP Bab ini menjelaskan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas perumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA