Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil dan Pembahasan

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

Handout. Bahan Ajar Korosi

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

Elektrokimia. Sel Volta

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4

Sulistyani, M.Si.

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi Penelitian

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI

SAP-GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

SEMINAR TUGAS AKHIR. Aisha Mei Andarini. Oleh : Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc. Surabaya, 21 juli 2010

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

4 Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

KIMIA ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

REDUKSI-OKSIDASI PADA PROSES KOROSI DAN PENCEGAHANNYA Oleh Sumarni Setiasih, S.Si., M.PKim.

Kesetimbangan Kimia. Kimia Dasar 2 Sukisman Purtadi

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

Pembuatan Larutan CuSO 4. Widya Kusumaningrum ( ), Ipa Ida Rosita, Nurul Mu nisah Awaliyah, Ummu Kalsum A.L, Amelia Rachmawati.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ikatan kimia. 1. Peranan Elektron dalam Pembentukan Ikatan Kimia. Ikatan kimia

Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN :

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA FISIK II SEL ELEKTROLISIS (PENGARUH SUHU TERHADAP SELASA, 6 MEI 2014 DISUSUN OLEH: Fikri Sholiha

PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

STUDI IMPRESSED CURRENT CATHODIC PROTECTION

KISI KISI SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Transkripsi:

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam atau campuran logam) sebagai akibat adanya interaksi dengan lingkungannya yang berlangsung secara berangsur-angsur yang dapat terjadi akibat interaksi secara fisika, kimia atau adanya pengaruh mahluk hidup (mikroorganisme). (3) Pada umumnya korosi pada logam disebabkan oleh proses elektrokimia yang terjadi pada permukaan logam dan atau pada antarmuka logam/larutan. Karenanya reaksi korosi merupakan reaksi heterogen yang sering kali dikendalikan oleh proses difusi. Kondisi yang memungkinkan korosi berlangsung secara elektrokimia adalah bila pada waktu bersamaan terdapat: (4) a. Beda potensial (antara anoda, tempat berlangsungnya reaksi oksidasi, dan katoda, tempat berlangsungnya reaksi reduksi). b. Mekanisme perpindahan muatan antara penghantar elektronik dan penghantar elektrolitik. c. Sirkuit hantaran listrik yang sinambung antara anoda dan katoda. II.2 Karakteristik Jenis Korosi Berdasarkan bentuk pemicunya, korosi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : (3,4,6) Korosi umum/korosi seragam. Suatu bentuk korosi yang menghasilkan serangan seragam pada seluruh permukaan logam. Seringkali dikaitkan dengan korosi di lingkungan atmosfir dan oksidasi pada suhu tinggi atau serangan sulfidasi. Korosi berbentuk lubang/sumuran. Suatu serangan korosi terlokalisasi yang berbentuk lubang sumuran dengan kedalaman, ukuran dan jumlah lubang persatuan luas permukaan logam yang bervariasi. Sebagai pemicu terjadinya serangan korosi ini adalah faktor-faktor metalurgi. Korosi celah. Termasuk jenis korosi lokal yang berkaitan dengan adanya sevolume kecil larutan diam/terperangkap pada bagian sambungan, 4

endapan dipermukaan dan celah-celah di bawah baut dan kepala paku. Baja nirkarat dan sejumlah aliasi logam nikel adalah rentan terhadap jenis korosi ini. Serangan korosi antar butiran (intergranular attack). Korosi yang dimulai dari batas butiran di dalam logam disebabkan karena perlakuan panas awal dan berkaitan dengan kimia aliasi spesifik. Korosi galvanik. Sel korosi terbentuk dari penggandengan dua logam berbeda jenis. Sejalan dengan deret galvanik logam yang lebih aktif (potensial reduksi bernilai negatif) akan menjadi anoda, sedangkan logam yang lebih mulia akan menjadi katoda. Laju korosi logam yang lebih aktif akan mengalami percepatan, sedangkan logam yang lebih mulia akan mengalami hambatan. Korosi erosi. Adanya aliran zat padat, cairan atau gas dapat membantu dan mempercepat terjadinya korosi yang meliputi bentuk-bentuk kerusakan seperti tumbuk- gerusan dan erosi. Korosi retak tegangan (stress corrosion cracking, SCC). Inisiasi dan perambatan retakan intergranular atau transgranular yang diakibatkan oleh lingkungan korosif secara serentak dengan adanya tegangan tarik statik pada logam atau paduan logam. Pada umumnya kerentanan logam terhadap peretakan meningkat dengan naiknya suhu. II.3 Korosi Besi di Lingkungan Air II.3.1 Pengaruh ph Sebagian besar logam memiliki oksida-oksida yang larut dalam asam tapi tidak larut dalam basa. Besi berada diantara logam-logam yang dapat membentuk oksida amfoter dan oksida yang larut dalam asam tapi tidak larut dalam basa. (7) Laju korosi besi dalam air berkurang dengan meningkatnya ph sampai ph 4. Antara ph 4 dan ph 9 laju korosi besi dalam air relatif konstan. Laju korosi besi dalam air menurun kembali antara ph 9 sampai ph 12 dan meningkat antara ph 12 sampai ph 14. (7,8) 5

II.3.2 Pengaruh Garam-garam Terlarut Sifat air yang mengandung garam-garam terlarut dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasinya. Dalam hal ini dibedakan antara ion-ion agresif yaitu ion klorida dan sulfat, dan ion-ion karbonat, bikarbonat dan kalsium yang memiliki sifat inhibitif. (7) Ion-ion agresif terutama klorida dapat memecahkan selaput pasif yang terbentuk pada logam dan meningkatkan laju korosi. Ion-ion yang bersifat menginhibisi seperti kalsium dan karbonat berperan penting dalam pembentukan selaput tipis (film) kalsium karbonat, yang dapat menghalangi pelarutan besi selanjutnya. II.3.3 Gas-gas yang Terlarut Karbon dioksida dalam air dapat menurunkan nilai ph, karena itu dapat mendorong terjadinya penyerangan besi secara intensif. (7) Oksigen dapat berperan ganda baik sebagai zat yang dapat menurunkan polarisasi katoda maupun sebagai zat yang mempolarisasi anoda atau yang membuat anoda berada dalam keadaan pasif. (7) Dalam rentang konsentrasi tertentu laju penyerangan tergantung pada konsentrasi oksigen. Pada konsentrasi tertentu, oksigen mungkin bertindak sebagai suatu zat yang membuat anoda berada dalam keadaan pasif sehingga pada logam tertentu laju korosi berkurang sampai titik nol atau suatu nilai terkecil yang dapat diabaikan. Untuk memahami pengaruh oksigen selanjutnya, perlu dipahami keadaan pasif dan aktif dari logam. Hampir seluruh logam, kecuali emas dapat tertutup dengan film oksida ketika berada diudara kering atau kontak dengan oksigen. (7) Ketika dicelupkan dalam air, kestabilan dari film ini tergantung pada komposisinya dan konsentrasi oksigen atau zat pengoksida lainnya. Film ini berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis dengan larutan. Banyak logam-logam seperti baja nirkarat berada dalam keadaan pasif dalam air dan dibawah kontrol anodik. Jika konsentrasi oksigen sangat rendah, logam seperti ini menjadi aktif dan meneruskan pelarutan. Besi berperilaku dengan cara serupa meskipun pasokan oksigen pada permukaan logam 6

harus tinggi agar logam tetap dalam keadaan pasif. Laju pelarutan besi selanjutnya dikendalikan oleh difusi ion logam melalui film tipis, yaitu kontrol anodik. II.4 Diagram Potensial ph Diagram potensial ph, atau diagram Pourbaix, memetakan kesetimbangan termodinamika fasa stabil logam atau senyawanya sebagai fungsi dari potensial elektroda dan ph larutan. (4,6,8) Pada diagram Pourbaix sistem besi / air, tampak bahwa reaksi besi dengan air dapat menghasilkan reaksi pelarutan besi, sebagian besar terletak di daerah asam dan yang lebih sempit terjadi pada larutan yang sangat basa, daerah ini disebut sebagai zona korosi. Zona kedua diacu sebagai zona pasif, yaitu daerah potensial ph yang memungkinkan terbentuknya selaput tak larut di permukaan logam, yang berfungsi sebagai penghalang terhadap korosi lebih lanjut. Perusakan selaput tersebut, baik dengan cara kimia atau mekanik, dapat menyebabkan terjadinya pelarutan logam kembali dengan laju tinggi. Zona ketiga disebut zona kebal, karena di daerah potensial ph ini, fasa termodinamik paling stabil yaitu sebagai logam murninya. Gambar II.1 memperlihatkan diagram Pourbaix yang disederhanakan untuk besi pada keadaan standar pada suhu 25 ºC. Diagram Pourbaix terutama berguna untuk dapat memperkirakan arah reaksi spontan, komposisi produk korosi, dan perubahan lingkungan yang akan dapat mencegah atau menurunkan laju serangan korosi. Patut dicatat bahwa, diagram potensial ph, yang dikonstruksi berdasarkan hasil perhitungan termodinamika, menyatakan kesetimbangan termodinamika fasa-fasa stabil elektrokimia suatu logam, pada suhu 25 ºC dan tekanan 1 atmosfir (pada keadaan standar), karenanya diagram ini tidak dimaksudkan untuk memperkirakan laju reaksi korosi. 7

2 1 korosi E (V) 0 pasif -1 kebal korosi 0 ph 14 Gambar II.1 Diagram Pourbaix sederhana untuk besi pada suhu 25ºC II.5 Persamaan Tafel Potensial polarisasi, η, atau potensial lebih, adalah selisih potensial sampel logam yang tercelup dalam suatu larutan terhadap potensial korosinya, E corr. Bila terhadap sampel logam diberikan potensial terapan, maka potensial polarisasi adalah selisih antara potensial terapan terhadap potensial korosi logam tersebut pada keadaan kesetimbangan dengan ionnya dalam larutan. Parameter ini digunakan untuk menyatakan laju pelarutan atau laju proses korosi logam sampel, yang dikenal sebagai persamaan Tafel. Persamaan Tafel dapat diungkapkan sebagai berikut: Untuk polarisasi anodik, η a = β a log i a β a log i 0 (II.1) untuk polarisasi katodik, η k = β k log i k β k log i 0 (II.2) dengan, η a = potensial polarisasi anodik η k = potensial polarisasi katodik i a = rapat arus anodik i k = rapat arus katodik i 0 = rapat arus korosi pada kesetimbangan 8

Sedangkan β a dan β k disebut sebagai tetapan tetapan Tafel atau beta anodik dan beta katodik. Ungkapan persamaan Tafel menunjukkan bahwa, aluran η terhadap log i baik pada proses anodik maupun pada proses katodik akan berupa suatu garis lurus, dengan kemiringan sama dengan tetapan Tafel yang bersangkutan, sebagaimana yang diungkapkan pada Gambar II..2.Tampak bahwa pada E corr, η = 0. Tetapan ini digunakan untuk menentukan rapat arus korosi yang berbanding langsung dengan laju korosi. Potensial relatif terhadap E corr (mv) Anodik +10 0 E corr -10 I corr Katodik Log arus Gambar II.2 Aluran kurva Tafel II.6 Inhibitor Korosi Suatu inhibitor korosi adalah senyawa kimia yang pada konsentrasi rendahpun sudah berfungsi secara efektif menurunkan, atau mencegah reaksi pelarutan logam oleh lingkungannya yang bersifat korosif. Inhibitor ini dapat digolongkan menjadi inhibitor anorganik dan organik, namun yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah inhibitor organik. Hal ini disebabkan karena disamping luasnya penggunaan inhibitor ini dalam pencegahan korosi logam logam juga disebabkan karena inhibitor ini lebih mudah terdegradasi, sehingga tidak mencemari lingkungan, sedangkan inhibitor anorganik bergantung kationnya dapat mencemari lingkungan bila terakumulasi. 9

Suatu inhibitor senyawa organik dapat digolongkan sebagai inhibitor anodik, inhibitor katodik, atau campuran keduanya, tergantung pada pengaruhnya terhadap reaksi reaksi elektrodik di permukaan logam yang diamati dari pergeseran potensial korosi. Bila dengan teradsorpsinya molekul molekul inhibitor pada permukaan logam menyebabkan potensial korosi bergeser ke arah positif, hal ini menunjukkan bahwa inhibitor tersebut terutama menghambat proses anodik, sebaliknya pergeseran potensial korosi ke arah negatif menunjukkan bahwa inhibitor tersebut terutama menghambat proses katodik. Bila inhibitor korosi mampu menurunkan laju korosi dan hanya terjadi sedikit perubahan dalam potensial korosi logam, hal ini menunjukkan inhibitor tersebut menghambat reaksi anodik maupun reaksi katodik. (4) II.7 Adsorpsi Inhibitor pada Permukaan Logam Adsorpsi inhibitor pada permukaan logam, terjadi karena adanya muatan sisa pada permukaan logam dan melalui struktur kimia dan alamiah logam. Terdapat dua jenis adsorpsi suatu inhibitor organik pada permukaan logam yaitu secara fisik atau elektrostatik dan kemisorpsi. (9) Kekuatan adsorpsi elektrostatik umumnya lemah, inhibitor diadsorpsi pada permukaan logam melalui gaya elektrostatik dan logam yang mengalami adsorpsi fisik dapat dengan mudah mengalami desorpsi. Pada adsorpsi elektrostatik ion-ion tidak kontak langsung secara fisik dengan logam. Suatu lapisan molekul air memisahkan logam dari ion-ion. Adsorpsi fisik memiliki energi aktivasi yang rendah dan tidak bergantung pada suhu. Kemisorpsi dapat terjadi karena adanya ikatan koordinat yang melibatkan transfer elektron dari inhibitor pada permukaan logam. Transfer elektron terjadi jika molekul inhibitor memiliki pasangan elektron bebas pada atom donor dari suatu gugus fungsi. Adanya elektron π, karena adanya ikatan rangkap atau adanya cincin aromatis dapat memfasilitasi transfer elektron dari inhibitor pada 10

permukaan logam. Kemisorpsi lebih lambat daripada adsorpsi fisik dan memiliki energi aktivasi yang tinggi. Ketergantungan pada suhu terlihat dengan meningkatnya inhibisi pada suhu lebih tinggi.. Hubungan erat antara konsentrasi inhibitor dan laju korosi serta antara konsentrasi dan tingkat inhibisinya diselidiki oleh Sieverts dan Lueg (9) dan gambarannya disebut isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi seringkali menggambarkan karakteristik inhibitor dan kecepatan tertutupnya permukaan yang ditentukan melalui pengukuran kapasitansi. Salah satu jenis isoterm adsorpsi adalah isoterm adsorpsi Langmuir. Langmuir menggambarkan hubungan antara fraksi permukaan yang tertutupi karena adsorpsi, S dengan konsentrasi adsorbat, C dalam larutan melalui Persamaan (II.3): ac S = (II.3) 1 + ac Teori adsorpsi Langmuir diturunkan dengan anggapan gas adsorbat berkelakuan ideal, gas teradsorpsi membentuk lapisan molekul tunggal, permukaan adsorben bersifat homogen, tidak ada antar aksi lateral antar molekul adsorbat dan molekul-molekul gas yang teradsorpsi tidak bersifat mobil (terlokalisasi). II.8 Perilaku Inhibitor dalam Larutan Basa Secara umum, seluruh logam yang membentuk oksida amfoter, dimana oksida tersebut dapat larut dalam suasana basa berpotensi mengalami korosi dalam larutan basa. Suatu bentuk korosi lokal mungkin berlangsung disebabkan terbentuknya pitting dan crevice. Inhibisi korosi dalam larutan basa dilaporkan utamanya melibatkan logam seperti aluminium, seng, tembaga dan besi. Senyawasenyawa organik seperti gelatin, saponin dan agar-agar sering digunakan sebagai inhibitor pada logam dalam suasana basa. Inhibitor ini dapat memperluas rentang kestabilan ph dari oksida amfoter dan lapisan hidroksida, sehingga dapat memperbaiki film hidroksida dan oksida yang cacat, menurunkan laju difusi reaktan terhadap permukaan logam dan melepaskan hasil korosi dari permukaan logam. 11

II.9 Inhibitor Korosi Tiourea S NH 2 NH 2 Gambar II.3 Struktur molekul tiourea Tiourea memiliki rumus molekul CH 4 N 2 S, merupakan molekul yang planar, dengan panjang ikatan C=S 1,60 ± 0,1 Å. Memiliki pasangan elektron bebas pada atom S maupun N. Tiourea memiliki sifat-sifat fisik: titik leleh 176 ºC-178 ºC, kerapatan 1,405 g/ml dengan kelarutan dalam air 95 g/l pada 10 ºC dan 137 g/l pada 20 ºC. Tiourea telah ditemukan merupakan inhibitor yang efektif di lingkungan basa, kemungkinan disebabkan kemampuannya dalam membentuk komplek logam yang stabil. (9) Selain itu keplanaran dalam struktur molekul merupakan faktor yang meningkatkan daya inhibisi tiourea. (10) II.10 Inhibitor Korosi Simetidin Gambar II.4 Struktur molekul simetidin Simetidin memiliki rumus molekul C 10 H 16 N 6 S yang merupakan suatu histamine receptor antagonist yang dapat menekan produksi asam dalam lambung. 12

Dilihat dari strukturnya, simetidin memiliki gugus imidazol yang memiliki elektron bebas pada atom N, yang memungkinkan adanya transfer elektron pada atom logam untuk membentuk ligan. Selain itu simetidin memiliki gugus-gugus yang lain yang memiliki kerapatan elektron tinggi, yang memungkinkan pembentukan ligan dengan logam. Adanya gugus-gugus dengan kerapatan elektron tinggi akan meningkatkan daya inhibisi. (10) Sehingga dari segi struktur, simetidin berpotensi sebagai inhibitor korosi. 13