BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

Oleh, Albina Septifo Br. Bukit Drs. Syamsul Arif, M.Pd ABSTRAK

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pendapat Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. gagasan serta apa yang ada dalam pikirannya. Agar komunikasi dapat berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. kalimat. Objek dalam sebuah kalimat adalah tuturan. Suatu tuturan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Menurut Chaer (2007) tuturan dapat diekspresikan melalui dua

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. (6) definisi operasional. Masing-masing dipaparkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula.

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB III TRADISI PEMBERIAN MAHAR PADA MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA JARANGUDA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah penerima informasi atau berita dari segala informasi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB V PENUTUP. kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor

Bentuk Kesantunan dalam Tindak Tutur Perkawinan Adat Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi sosial berasal dari bahasa Latin: Con atau Cum yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. hasil evaluasi peneliti dari penelitian ini. menyimpulkan, yang pertama, jenis- jenis dan fungsi tindak tutur yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

Wacana Merbayopada upacara perkawinan Batak Pakpak: kajian tindak tutur. Oleh Flora Sinamo Hendra K Pulungan, S.Sos, M.I.

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA 2.2 Konsep Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). 2.2.1 Tindak Tutur Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Suatu peristiwa tindak tutur peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti. Pihak yang tadinya menjadi pendengar sesudah mendengar dan memahami ujaran yang diucapkan oleh penutur akan segera bereaksi melakukan tindak tutur, sebagai pembicara atau penutur. Sebaliknya yang tadinya berperan sebagai pembicara atau penutur berubah menjadi pendengar. Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin. Dia menyebutkan ada tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: lociotionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlocutionary act). Searle (dalam Aslinda 2007:33) mengemukakan, bahwa dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur. Interaksi lingual bukan hanya lambang,

kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata, atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Tindak tutur dapat berupa pernyataan, pertanyaan dan perintah (Suwito, 1983:33). Tindak tutur cendrung sebagai gejala individu yang bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi peristiwa tertentu. Peristiwa tutur lebih menitikberatkan pada tujuan peristiwanya (eventnya), sedangkan tindak tutur lebih melibatkan arti tindakan (act) dalam suatau proses. Tindak tutur merupakan gejala berbahasa pada suatu proses, yakni proses komunikasi. 2.2.2 Pekawinan Batak Karo Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin ( membentuk keluarga dengan lawan jenis). Suku Batak Karo sebagaimana halnya dengan suku lain mempunyai tata cara perkawinan yang khas. Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat religius dengan menganut sistem eksogami, yakni seseorang harus kawin dengan orang dari luar marganya, dengan kekecualian pada marga sembiring dan peranginangin.

Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat karo terlihat dengan adanya perkawinan, maka tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang menikahi dan yang dinikahi saja, tetapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian, perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk keseluruhan keluarga dan arwah para leluhurnnya. Pada perkawinan yang sesuai dengan adat (arah adat) dahulu biasanya peranan orang tua yang dominan. Artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung, mulai dari perkenalan calon mepelai (petandaken), meminang (maba belo selambar), nganting manuk dan pesta adat (kerja adat). Dalam menyelenggarakan perkawinan menurut Adat Karo dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan yang sudah baku berdasarkan kebiasaan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah adalah sebagai berikut: 2.2.2.1. Nangkih Nangkih adalah tahapan perkawinan bagi suku Karo. Dalam konteks dahulu kala, nangkih adalah tahapan kawin lari, karena calon mempelai laki-laki tidak meminang impal (putri paman) atau tidak meminang putri kalimbubu. Dalam proses nangkih terdapat tahapan sebagai berikut: a. Ngendesken Proses dalam nangkih ini adalah calon mempelai laki-laki membawa calon mempelai perempuan ke rumah anak beru guna ngendesken (menyerahkan). Dalam konteks adat Karo, ngendesken berarti calon mempelai laki-laki

menyerahkan segala masalah yang sedang dihadapinya, yakni membawa anak gadis orang lain tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dalam proses nangkih ini, biasanya terjadi kekalutan khususnya bagi orang tua calon mempelai wanita, karena kepergian putrinya dengan calon kela (menantu laki-laki) tidak diketahuinya. b. Nehken Kata Nehken kata dapat diartikan menyampaikan informasi tentang keberadaan calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, dan solusi bahwa putrinya yang sebentar lagi dilamar oleh keluarga calon mempelai laki-laki. 2.2.2.2. Ngembah Belo Selambar Secara harfiah, ngembah belo selambar artinya membawa sirih selembar, memiliki makna atau simbol bahwa, sirih, kapur, tembakau dan pinang di dalamnya. Tembakau adalah interaksi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam konteks ini sekapur sirih dan rokok adalah simbol penghormatan dari pihak tamu kepada tuan rumah atau penyampaian rasa hormat dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki kepada keluarga calon pengantin perempuan. Tahap ngembah belo selambar ini adalah tahapan pertama dalam sistem perkawinan suku Karo. Ngembah belo selambar ini adalah makna esensialnya, menanyakan keikhlasan para calon pengantin, orang tua calon pengantin, sirembah kulau (bibi calon pengantin perempuan) dan singalo ulu emas (paman calon pengantin laki-laki). Setelah keikhlasan pihak tercapai, maka pembicaraan runggu (musyawarah) dilanjutkan kepada hal-hal yang bersifat adat dan seremonial, yaitu:

- Penentuan pelaksanaan nganting manuk - Membicarakan Gantang Tumba/ batang unjuken yang akan dibayar kepada: 1. Singalo bere-bere 2. Singalo perkempun 3. Singalo perbibin 4. Perkembaren 5. Sirembah kulau - Menentukan Gantang Tumba (besar kecilnya) batang unjuken (uang mahar bagi pihak keluarga perempuan). 2.2.2.3 Nganting Manuk Secara harfiah, nganting manuk diartikan menenteng ayam. Tahap nganting manuk menanyakan tentang kesenangen ate (keikhlasan) pihak kalimbubu tapi sifatnya hanya bunga-bunga ranan (basa-basi) karena sudah dibicarakan sebelumnya pada tahap ngembah belo selambar. Pada umumnya pembicaraan pada nganting manuk ini tetap sama dengan apa yang dibicarakan pada ngembah belo selambar. 2.2.2.4 Mata Kerja (Hari-H Pesta Perkawinan) Mata kerja atau hari-h pesta perkawinan yang telah dimusyawarahkan ketika tahap mbaba belo selambar dan tahap nganting manuk, merupakan inti acara proses perkawinan adat Karo. Dikatakan inti, karena dalam penyelenggaraan pesta inilah dilaksanakan pembayaran hutang adat yang harus disampaikan oleh

pihak orang tua laki-laki dan orang tua perempuan. Orang tua laki-laki membayarkan hutang adat kepada singalo ulu emas, sedangkan orang tua calon mempelai perempuan membayar hutang adat kepada singalo bebere. Pelaksanaan pesta perkawinan ini diselenggarakan di tempat tinggal perempuan. 2.2.3 Masyarakat Batak Karo Etnik Batak Karo terdapat di seluruh Indonesia yang pusat administratifnya di Kabanjahe yang disebut Kabupaten Karo. Kabupaten Karo memiliki ketinggian 140 sampai 1400 meter dari permukaan laut. Iklimnya berkisar antara 16º sampai 27º Celsius, serta mempunyai curah hujan 1000 mm sampai 1400 per tahun. Ibu Kota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe, yang berjarak 76 kilometer dari Kota Medan (Pemerintahan Kabupaten Karo 1997). Masyarakat Batak Karo mempunyai sistem kekerabatan, yaitu merga silima, rakut sitelu. Sistem kekerabatan merga silima ini adalah pengelompokan masyarakat kedalam lima merga (klen) besar, yaitu: (1) Ginting, (2) Sembiring, (3)Karo-karo, (4) Tarigan, dan (5) Perangin-angin. Setiap merga ini terbagi lagi ke dalam merga-merga kecil. Istilah merga berasal dari kata meherga, yang artinya adalah mahal dan berharga. Istilah ini melekat pada laki-laki yang berstatus penerus keturunan dan mewarisi nama merga. Bagi perempuan istilah yang dipergunakan adalah beru, yang berasal dari kata mberu yang artinya cantik. Sistem kekerabatan masyarakat Karo rakut sitelu, yaitu pengelompokan struktur sosial: (1) kalimbubu (pihak pemberi istri), (2) senina (orang satu marga), (3) anak beru (pihak penerima istri)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu semiotika. Semiotika mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta perefrensian dan pemakaiannya dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungaan pemakaian bahasa dengan pemakai/penutur (Pangaribuan, 1990:33). Menurut Kridalaksana (1982:137), pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya penakaian bahasa dalam komunikasi. Purwo (1990:16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks sedangkan memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi. Levinson 1980:1 (dalam Tarigan, 1990:33) menyatakan pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain, telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pragmatik erat sekali hubunganya dengan tindak ujar (tindak tutur) atau speech act, karena tindak tutur merupakan kajian pragmatik.

2.2.2 Teori Tindak tutur 2.2.2.1 Austin Menurut Austin (dalam Siregar, 1966:16) mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Bahasa dapat dipakai untuk membuat kejadian. Ini karena kebanyakan ucapan mempunyai daya ilokusi. Austin (dalam Chaer 1995:69-70) membedakan tiga tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: locutionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlucotionary act). a. Lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. b. Ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan. c. Perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubung dengan sikap dan prilaku non linguistik dari orang lain itu. 2.2.2.2 Searle Searle, kemudian mengembangkan tindak tutur berdasarkan kategorinya menjadi lima, yaitu tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92-94). a. Deklaratif ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan.

b. Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kusus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. c. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebenciaan, kesenangan, atau kesengsaraan. d. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. e. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan pada masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Jika Austin melihat tindak tutur dalam pembicaraan, maka Searle (dalamyule, 2006) berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar. Pada penelitian Tidak Tutur dalam Adat Perkawinaan Batak Karo ini yang akan dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Austin dan teori Searle.

2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah: Hasibuan (2005) mengkaji perangkat tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Juga dibahas mengenai kesantunan bahasa dan tidak tutur, ia menyebutkan ada dua aspek dalam kesantunan, yaitu aspek positif dan aspek negative dan menyimpulkan dalam masyarakat Mandailingprinsip kesantunan diperoleh melalui pembelajaran agama dan norma adat setempat, baik formal dan informal. Saragih (2006) dalam skripsinya yang berjudul Peristiwa Tutur pada Seminar Internasional Tradisi Lisan Indonesia-Malaysia, menganalisis peristiwa tutur dan menympulkannya dengan membagi peristiwa tutur ke dalam delapan komponen, yaitu setting (menunjuk kepada unsur-unsur material yang ada disekitar peristiwa interaksi tempat dan waktu terjadinya sebuah tuturan), participants ( pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan), act sequences (mengacu pada bentukujaran atau pada pokok tuturan), key ( mengacu pada nada dan semangat dimana suatu pesan dengan berbagai cara), instrumentalities norm of interaction (mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi), genres (jenis bentuk penyampaian). Nainggolan (2006) dalam skripsinya yang berjudul Verba Tindak Tutur dalam Bahasa Simalungun menyimpulkan bahwa Verba Tindak Tutur dalam Bahasa Simalungun diklasifikasikan berdasarkan tipe polisimi. Tipe polisemi itu meliputi: (1) tipe mengatakan/terjadi, (2) tipe mengatakan/melakukan, (3) tipe

mengatakan/mengetahui, tipe mengatakan/memikirkan, (4) tipe mengatakan /merasakan, (5) tipe mengatakan/mengatakan. Siagian (2007) dalam skripsinya yang berjudul Strategi Percakapan Bahasa Batak Toba dalam Acara Jou-jou Tano Batak. ia menganalisis percakapan baik lisan maupun tulisan dengan hanya membahas bagaimana pengolahan data suatu percakapan agar tercapai tujuannya. Maharani (2007) dalam skripsinya Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena ini mengacu pada makna denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut. Di samping tindak lokusi, maka tindak yang paling dominan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix adalah tindak ilokusi yang berbentuk memberitahukan/ menginformasikan sesuatu. Hutapea (2010), dalam sekripsinya yang berjudul Tuturan dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba menyimpulkan, bahwa dalam upacara adat perkawinan Batak Toba hanya ada empat jenis tindak tutur seperti yang dikemukakan Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutut ekspresif. Hutapea menyimpulkan bahwa dalam penelitiannya jenis tindak tutur yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif dan jenis tindak tutur yang tidak ditemukan adalah tindak tutur deklaratif.

Pada penelitian ini, peneliti akan menghubungkan penelitiannya dengan skipsi Maharani (2007) yang berjudul Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix dan skripsi Vera Nurcahaya Hutapea yang berjudul Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba, yang menganalisis datanya berdasarkan teori tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin dan Searle.