ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI SUMBER API PENYEBAB KEBAKARAN, RIAM KANAN KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

ANALISA TEBAL DAN KADAR AIR KULIT POHON SERTA KECEPATAN TERPICUNYA API (Quick-Fire Start) JENIS GMELINA, SUNGKAI DAN SENGON

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

UPAYA MASYARAKAT DALAM MENCEGAH KEBAKARAN PADA SAAT PEMBUKAAN LAHAN DI DESA GUNUNG SARI KECAMATAN PULAU LAUT UTARA KABUPATEN KOTABARU

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Ekologi Padang Alang-alang

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

II. TINJAUAN PUSTAKA

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

2. Berikut ini beberapa contoh yang dapat menyebabkan hutan terbakar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Jl. Imam Bardjo No. 05 Semarang Telp/Fax , 2) Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, ABSTRAKS

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

Setitik Harapan dari Ajamu

Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V. Kesimpulan dan Saran

111. METODE PENELITIAN

Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

PERAN KELOMPOKTANI DAN MASYARAKAT PEDULI API (MPA) DALAM MENGELOLA DAN MENCEGAH KEBAKARAN LAHAN DI KECAMATAN BUKIT BATU KABUPATEN BENGKALIS

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

Lailan Syaufina 1 dan Fransisxo GS Tambunan 1

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

Transkripsi:

KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut di Desa Salat Makmur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%). Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%). Sementara itu, upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%). Alamat Korespondensi : Telp. +62-5114774969, E-mail : fonny_rianabudi@yahoo.co.id PENDAHULUAN Tekanan terhadap lahan saat ini begitu tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tuntutan dan permintaan lahan dari berbagai sektor pembangunan. Tuntutan dan permintaan lahan kini bergeser pada areal gambut, hal ini terjadi karena makin sempitnya lahan-lahan untuk pengembangan pembangunan, pertanian, pemukiman penduduk dan kegiatan lainnya sehingga areal gambut juga mengalami alih fungsi. Perkembangan pemanfaatan dan konversi lahan gambut seringkali menyebabkan lahan gambut mengalami gangguan. Rusaknya fungsi lahan gambut sebagai penyimpan air menyebabkan turunnya tinggi muka air pada musim-musim kemarau sehingga menyebabkan lahan-lahan gambut menjadi rawan terhadap bahaya kebakaran. Peta sebaran Hotspot menunjukkan banyaknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada musim kemarau di wilayah Kalimantan Selatan. Banyaknya kebakaran hutan dan lahan, menimbulkan deforestasi yang paling besar dibanding faktor-faktor perusak lainnya dalam waktu singkat. Demikian juga halnya dengan kebakaran pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut sering terjadi dan masih sering dianggap sebagai suatu musibah bencana alam seperti halnya gempa bumi dan angin topan, padahal kebakaran tersebut berbeda dengan kejadian-kejadian bencana alam. Kebakaran lahan gambut dapat dicegah dan dikendalikan, karena kita telah mengetahui bahwa apabila musim kemarau atau daerah rawan kebakaran tidak diadakan kegiatan pencegahan maka kebakaran dapat terulang tiap tahunnya. Kebakaran yang terjadi di lahan gambut sangat sukar untuk dikendalikan karena api di lahan gambut cepat meluas dan dapat menjalar mencapai lapisan dalam. Karenanya perlu mengutamakan upaya pencegahan agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005

Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak yang sangat merugikan baik untuk skala lokal, regional maupun global, diantaranya berpengaruh terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya pemanasan global, berkurangnya kualitas kesehatan dan kesempatan berusaha atau pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Areal perladangan dan pertanian yang berada di desa Salat Makmur merupakan suatu desa yang berada di dalam kawasan lahan gambut, hampir setiap musim kemarau selalu mengalami kebakaran, dimana kebakaran terjadi akibat dari adanya aktivitas pembakaran untuk penyiapan lahan perladangan yang seringkali mengancam areal hutan disekitarnya atau api menjadi tidak terkendali. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, masyarakat di desa Salat Makmur sering melakukan pembakaran pada saat akhir musim kemarau untuk pembersihan lahan. Kebakaran cenderung terjadi diakibatkan karena kurangnya pengawasan dalam pengendalian api untuk pembersihan lahan dan kurang sempurnanya pembuatan sekat bakar dalam mencegah agar api tidak meluas. Selain itu, masyarakat di desa Salat Makmur juga sering menggunakan api untuk menangkap ikan sehingga kegiatan tersebut juga cenderung dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Seiring dengan paradigma pembangunan hutan melalui social forestry, yang menempatkan social forestry sebagai payung 5 strategi pembangunan hutan termasuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan gambut perlu mengandalkan hubungan pendekatan partisipatif masyarakat dalam sistem pengelolaan lahan gambut yang didasari oleh peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap ancaman kebakaran. Karena itu, perlunya melibatkan masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut guna peningkatkan pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab kebakaran dan seberapa jauh upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengendalikan kebakaran yang terjadi di kawasan lahan gambut tersebut. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan Mei sampai Juli 2005, yang meliputi tahap persiapan, pengambilan data di lapangan, pengolahan data, analisis data dan penyajian laporan. Obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang dijadikan responden sebanyak 80 orang yang berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian tentang faktor penyebab kebakaran lahan gambut dan upaya pengendaliannya dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1. Wawancara langsung dengan masyarakat yang berada pada lokasi penelitian 2. Menggunakan data sekunder yaitu pengumpulan data yang sudah ada dari Instansi terkait berupa data populasi penduduk, dan data sebaran hotspot (titik api) 3. Observasi yaitu mengadakan peninjauan dan pengamatan pada lokasi yang diteliti. Alternatif yang menjadi faktor penyebab kebakaran lahan gambut adalah: Pembuangan puntung rokok dan korek api yaitu aktivitas masyarakat pengguna jalan di sekitar lahan gambut secara sembarangan Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 52

Pembersihan lahan yaitu aktivitas masyarakat yang membersihkan lahan mereka dengan pembakaran Api datang dari daerah lain yaitu kebakaran yang terjadi di daerah lain dapat mengakibatkan kebakaran yang lebih luas Penangkapan ikan yaitu masyarakat menggunakan api untuk menjebak dan menangkap ikan serta memperbaiki habitat ikan. Parameter yang digunakan dalam upaya pengendalian kebakaran lahan gambut oleh masyarakat yaitu: a. Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut 1. Pembuatan sekat bakar 2. Pembersihan bahan bakar bawah tegakan 3. Melakukan pembakaran terkontrol 4. Melihat arah dan kecepatan angin 5. Memperhatikan waktu pembakaran 6. Tidak membuang puntung rokok. b. Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut 1. Menggunakan ember 2. Menggunakan selang 3. Menggunakan pemukul (kepyok) dari pohon pisang atau alat-alat lain. Data yang dikumpulkan dibuat rekapitulasinya. Sehubungan dengan data yang dikumpulkan sebagian dalam rangka skala kuantitatif, maka dalam analisisnya digunakan pendekatan analisa tabulasi. Data kualitatif yaitu untuk mengetahui bagaimana kemungkinan asal sumber api dan upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut, maka digunakan uji Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data yang diperoleh melalui wawancara di desa Salat Makmur disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Tabel 1. Rekapitulasi faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut No 1 Faktor penyebab Pembuangan puntung rokok dan korek api Jumlah jawaban responden (orang) 2 Pembersihan lahan 48 3 Api datang dari daerah lain 39 4 Penangkapan ikan 8 Total 136 41 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 53

Tabel 2. Rekapitulasi upaya pencegahan kebakaran lahan gambut No Upaya pencegahan Jumlah jawaban responden (orang) 1 Pembuatan sekat bakar 34 2 Pembersihan bahan bakar bawah tegakan 38 3 Melakukan pembakaran terkontrol 12 4 Melihat arah dan kecepatan angin 40 5 Memperhatikan waktu pembakaran 42 6 Tidak membuang puntung rokok dan korek api 15 Total 181 Tabel 3. Rekapitulasi upaya pemadaman kebakaran lahan gambut No Upaya pemadaman Jumlah jawaban responden (orang) 1 Menggunakan ember 47 2 Menggunakan selang 7 3 Menggunakan pohon pisang 53 Total 107 Berdasarkan hasil yang diperoleh, selanjutnya dilakukan uji Chi Square (X 2 ) untuk mengetahui faktor penyebab kebakaran, upaya pencegahan kebakaran dan upaya pemadaman kebakaran lahan gambut. Tabel 4. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square faktor penyebab kebakaran Alternatif faktor penyebab kebakaran Pembuangan puntung rokok dan korek api fo fn fo - fn (fo fn) 2 (fo fn) 2 fn 41 34,0 7 49 1,441 Pembersihan lahan 48 34,0 14 196 5,765 Api datang dari daerah lain 39 34,0 5 25 0,735 Penangkapan ikan 8 34,0-26 676 19,882 Jumlah 136 136 27,823 Berdasarkan Tabel 18 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 27,823 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 3, = 5%) sebesar 9,448 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan mengenai faktor penyebab kebakaran lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 54

Tabel 5. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square upaya pencegahan kebakaran Upaya pencegahan fo fn fo - fn (fo - fn) 2 (fo - fn) 2 fn Pembuatan sekat bakar 34 30,2 3,8 14,44 0,478 Pembersihan bahan bakar bawah tegakan Melakukan pembakaran terkontrol Melihat arah dan kecepatan angin Memperhatikan waktu pembakaran Tidak Membuang puntung rokok dan korek api 38 30,2 7,8 60,84 2,015 12 30,2-18,2 331,24 3,180 40 30,2 9,8 96,04 10,968 42 30,2 11,8 139,24 4,611 15 30,2-15,2 231,04 7,650 Jumlah 181 181 28,902 Berdasarkan Tabel 19 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 28,902 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 5, = 5%) sebesar 12,592 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya masyarakat dalam mencegah kebakaran lahan gambut. Tabel 6. Tabel penolong untuk menghitung Chi Square upaya pemadaman kebakaran Upaya pemadaman fo fn fo - fn (fo - fn) 2 (fo - fn) 2 fn Menggunakan ember 47 35,7 11,3 127,69 3,577 Menggunakan Selang 7 35,7-28,7 823,69 23,072 Menggunakan pohon pisang 53 35,7 17,3 299,29 8,383 Jumlah 107 107 35,032 Berdasarkan Tabel 20 tersebut didapatkan nilai X 2 hitung sebesar 35,032 dan jika dibandingkan X 2 tabel (dk = 2, = 5%) sebesar 7,814 ternyata X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, maka H o ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya masyarakat dalam pemadaman kebakaran lahan gambut. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 55

Pembahasan Faktor Penyebab Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, pembersihan lahan merupakan penyebab pertama dengan persentase jawaban 35,29 % yang umumnya dilakukan oleh petani. Kegiatan pembersihan lahan oleh masyarakat biasanya dilakukan setiap akhir Juli sampai akhir September yang sebagian besar dilakukan dengan pembakaran lahan terlebih dahulu. Jika pembakaran pertama tidak membakar semua vegetasi, maka dilakukan penebasan dan kemudian dibakar kembali sampai lahan siap untuk ditanam padi. Kebakaran cenderung terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengendalian dari penggunaan api untuk pembersihan lahan serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang rawannya penggunaan api di lahan gambut. Menurut pendapat responden, pembakaran dilakukan karena manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan api dalam kegiatan pembersihan lahan. Bagi mereka pembakaran merupakan salah satu cara yang paling praktis dan efektif dalam pembersihan lahan, karena selain dianggap lebih mudah dan cepat sehingga dapat menghemat biaya dan tenaga, sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa dengan dibakar, tanah dapat menjadi lebih subur dan cepat bersih sehingga lahan bisa cepat ditanami padi. Pembersihan lahan dengan cara dibakar adalah aktivitas masyarakat yang rutin dilaksanakan. Pola pembersihan lahan yang demikian telah dilakukan secara turuntemurun dan kebiasaan ini sulit dihilangkan. Meskipun masyarakat mengetahui adanya dampak dari kebakaran tersebut, tapi pembersihan lahan dengan cara pembakaran tetap dilakukan karena sampai saat ini belum ada cara lain yang dianggap dapat menggantikan fungsi api pada kegiatan ini. Penyebab kebakaran yang kedua adalah karena pembuangan puntung rokok dan korek api dengan persentase 30,15 %. Turunnya tinggi muka air di lahan gambut pada setiap musim kemarau menyebabkan lahan gambut menjadi kering. Begitu juga lahan gambut di desa Salat Makmur, kondisi kemarau panjang menyebabkan lahan menjadi sangat kering dan rentan terhadap penggunaan api di lahan tersebut. Saat musim kemarau juga mengakibatkan semak belukar dan serasah menjadi sangat kering. Hal ini memungkinkan puntung rokok atau korek api yang dibuang sembarang oleh petani, peladang atau pengguna jalan lainnya yang melintasi areal tersebut dapat menimbulkan terjadinya kebakaran. Penyebab kebakaran yang ketiga adalah karena api datang dari daerah lain dengan persentase jawaban 28,68 %. Menurut responden, kebakaran kadang terjadi di lahan mereka tanpa mereka tahu penyebabnya. Mereka beranggapan api mungkin berasal dari pembakaran hutan yang berada di sekitar lahan mereka atau karena pembakaran lahan oleh petani lain yang menjalar ke lahan milik mereka. Penyebab kebakaran yang lainnya adalah karena penangkapan ikan dengan persentase jawaban 5,88%. Api oleh masyarakat digunakan untuk mempermudah dalam pencarian lokasi ikan. Pada musim kemarau saat air gambut surut, masyarakat mencari ikan dengan cara membakar semak dan rerumputan yang telah mengering dan menutupi permukaan air untuk menemukan cekungan-cekungan yang masih ada air, tempat ikan banyak terjebak. Tidak adanya usaha dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan api pada saat penangkapan ikan terutama pada musim kemarau menyebabkan sangat mudah api menyebar dan menjadi tidak terkendali. Menurut responden, saat ini jumlah ikan yang ada di rawa-rawa sudah sangat sedikit, dan penangkapan ikan ini hanya digunakan untuk konsumsi sendiri. Menurut Setijeno (2006), cenderung berkurangnya ikan di areal gambut disebabkan karena terdegradasinya lahan gambut akibat kesalahan dari sistem pengelolaan lahan gambut untuk pertanian dan karena potensi ikan yang dieksploitasi melebihi daya dukungnya. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 56

Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, upaya pencegahan kebakaran yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Salat Makmur adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran pada saat pembersihan lahan dengan persentese jawaban 23,20 %. Mereka memilih menggunakan cara ini karena dengan memilih waktu pembakaran yaitu sekitar mulai pukul 15.00-20.00 dapat mengurangi resiko terjadinya kebakaran. Mereka beranggapan dengan melakukan pembakaran diwaktu tersebut, intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi dan angin yang berhembus tidak terlalu kencang sehingga penggunaan api untuk pembersihan lahan tidak menjadi ancaman terjadinya kebakaran. Menurut Purbowoseso (2000), waktu sangat terkait dengan kondisi cuaca. Kondisi cuaca yang terjadi pada waktu siang hari umumnya adalah suhu udara tinggi (panas) dan angin bertiup kencang, sedangkan pada waktu malam hari kondisi cuaca yang terjadi sebaliknya. Suhu udara dan angin merupakan faktor pemicu dalam tingkah laku api. Suhu udara yang tinggi akan menurunkan kelembapan udara sehingga mempercepat pengeringan bahan bakar, memperbesar ketersediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar dan merambat cepat, serta adanya angin akan mengarahkan lidah api kebahan bakar yang belum terbakar. Upaya pencegahan kebakaran kedua yang dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah melihat arah dan kecepatan angin dengan persentase jawaban 22,10 %. Menurut responden untuk mengetahui arah dan kecepatan angin mereka menggunakan cara yang sederhana yaitu arah angin yang bertiup dapat diketahui dengan melihat arah condongnya daun atau tajuk pohon yang tertiup angin. Sedangkan kecepatan angin dapat diketahui dengan merasakan sendiri angin yang bertiup di daerah itu. Setelah mereka mengetahui arah angin tersebut barulah mereka mulai membakar. Pembakaran dilakukan berlawanan dengan arah angin yang bertujuan agar api tidak berkobar terlalu besar dan tidak cepat meluas. Apabila angin dirasakan bertiup cukup kencang maka pembakaran tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya loncatan api karena angin dapat menerbangkan bara api yang disebut api loncat sehingga akhirnya menyebabkan terjadinya lokasi kebakaran baru. Upaya pencegahan yang ketiga adalah membersihkan bahan bakar bawah tegakan dengan persentase jawaban 20,99 %. Sebagian masyarakat melakukan pembersihan serasah-serasah atau rerumputan dan ranting-ranting kering disekitar lahan mereka dimaksudkan agar api liar yang datang atau api yang kemungkinan berasal dari daerah lain tidak sampai membakar lahan mereka. Upaya pembersihan ini juga dilakukan masyarakat disekitar pemukiman mereka untuk mencegah agar jika terjadi kebakaran tidak sampai pada pemukiman mereka. Kegiatan ini dilakukan pada awal musim kemarau sehingga jika musim kemarau tiba tidak terjadi penumpukan serasah yang sangat banyak dan mudah terbakar. Upaya pencagahan keempat yaitu pembuatan sekat bakar dengan persentase jawaban 18,78%. Sebagian masyarakat membuat sekat bakar dengan membersihkan bahan bakar yang ada di dalam jalur atau sekat. Selain itu masyarakat memanfaatkan gundukan-gundukan pembatas sawah antara sawah yang satu dengan sawah yang lainnya sebagai sekat dan juga ada yang memanfaatkan jerami-jerami padi bekas panenan untuk dijadikan gundukan-gundukan di sekitar lahan atau pemukiman yang mereka fungsikan untuk memperlambat jalannya api jika ada terjadi kebakaran. Hanya sebagian kecil yang menggunakan sekat parit dan itupun tidak sempurna karena fungsi parit oleh mereka adalah untuk menampung atau mengalirkan air sehingga bentuk dan kedalamannya tidak teratur. Pembuatan sekat yang fungsinya kurang efektif untuk lahan gambut dapat menyebabkan kebakaran lahan gambut tiap tahun rutin terjadi. Kedalaman parit yang efektif untuk mencegah perambetan api atau melokalisir gambut yang telah terbakar disesuaikan dengan kedalaman air tanah gambut. Kebakaran di bawah permukaan Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 57

tidak akan merembet lebih dalam lagi apabila tanah gambut tersebut mengandung air yang cukup banyak. Umumnya lebar parit 50 cm dan kedalaman 50 cm sudah dianggap cukup untuk melokalisir gambut yang terbakar (Purbowoseso, 2000). Upaya pencegahan berikutnya adalah tidak membuang puntung rokok dan korek api dengan persentase jawaban 8,29 %. Data persentase jawaban banyak diperoleh dari responden usia remaja. Mereka menganggap upaya pencegahan kebakaran yang dapat mereka lakukan hanya sebatas penyadaran untuk tidak membuang puntung rokok atau korek api sembarang, terutama pada saat musim kemarau dimana banyak terjadi kebakaran lahan di desa mereka. Upaya pencegahan lain yang juga dilakukan adalah dengan melakukan pembakaran terkontrol dengan persentase jawaban 6,63 %. Menurut responden untuk melakukan pembakaran terkontrol memerlukan banyak orang sehingga dirasa kurang efektif dalam pengupayaan pembersihan lahan. Mereka yang melakukan upaya ini dengan cara bergotong-royong atau bersama-sama dengan petani lain mengontrol pembakaran pada saat pembersihan lahan. Apabila salah satu petani melakukan pembakaran lahan, maka petani yang lain akan turut membantu dan demikian juga sebaliknya. Lahan yang telah dibakar dikontrol sampai api itu padam dan tidak menjalar. Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pemadaman kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur yang disajikan pada Tabel 23, upaya pemadaman kebakaran lahan gambut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah dengan menggunakan pohon pisang dengan persentase jawaban 49,53 %. Menurut sebagian besar responden mereka baru melakukan upaya pemadaman ketika api hampir menjalar ke pemukiman mereka. Mereka memadamkan api dengan cara memukulkan pohon pisang kearah api yang mendekati pemukiman mereka bersama-sama dengan penduduk yang lain. Untuk kebakaran yang terjadi pada lahan mereka, umumnya dibiarkan saja karena mereka merasa tidak mampu atau kesulitan memadamkan kebakaran pada lahan tersebut. Mereka menganggap penggunaan pohon pisang untuk memadamkan api cukup efektif dan praktis karena bila harus membeli alat pemadam akan mengeluarkan sejumlah uang lagi. Upaya pemadaman lain yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan ember dengan persentase jawaban 43,92 %. Sebagian responden melakukan upaya pemadaman hanya dengan menggunakan alat seadanya saja diantaranya menggunakan ember untuk mengangkut air. Mereka juga menganggap penggunaan ember hanya sebatas untuk membantu memadamkan api yang mendekati pemukiman mereka. Penggunaan alat yang lain oleh masyarakat untuk upaya pemadaman adalah dengan menggunakan selang dengan persentase jawaban 6,54%. Penggunaan selang juga dilakukan bersama-sama dengan masyarakat lain untuk memadamkam api yang menjalar ke pemukiman mereka. Bagi mereka penggunaan selang cukup membantu tapi terbatasnya kepemilikan selang menjadikan mereka lebih banyak menggunakan alat yang seadanya. Menurut sebagian responden, pernah diadakan kegiatan penyuluhan mengenai isu kebakaran, dampaknya serta upaya pencegahan dan pengendaliannya oleh kelembagaan desa. Tetapi mereka menganggap kegiatan penyuluhan tersebut hanya sekedar pemberian informasi tanpa ada upaya tindak lanjut seperti pelatihan tentang upaya pengendalian atau pengelolaan penggunaan api agar tidak terjadi kebakaran. Sehingga kegiatan penyuluhan tersebut dirasa tidak membantu dalam peningkatan kesadaran akan bahaya kebakaran lahan gambut. Pengambilan sampel berdasarkan mata pencaharian memberi kejelasan bahwa bukan karena mata pencaharian yang memberikan mereka pengetahuan tentang pengendalian kebakaran secara formal, tetapi karena semua responden dari berbagai Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 58

mata pencaharian memiliki pengalaman yang sama mengenai kebakaran. Semua masyarakat bertempat tinggal di desa yang sama, dimana di desa tersebut sering terjadi kebakaran sehingga secara otomatis mereka juga mengetahui sebab-sebab dan cara- cara mengendalikan kebakaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dalam perhitungan terhadap data jawaban responden di desa Salat Makmur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%) 2. Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%) 3. Upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%) 4. Kejadian kebakaran lahan gambut tetap terjadi karena pembuatan sekat bakar yang tidak efektif untuk lokasi lahan gambut. Saran 1. Penguatan kapasitas dan komitmen dari lembaga pemerintahan daerah untuk berupaya menuju pemanfaatan serta konservasi lahan gambut yang berkelanjutan 2. Mengembangkan konsep pengendalian kebakaran lahan gambut yang berbasis masyarakat agar masyarakat dapat mencegah dan mengendalikan kebakaran pada tahap dini 3. Penciptaan serta penguatan peraturan lokal mengenai penggunaan api oleh kelembagaan masyarakat di lahan gambut 4. Mengintensifkan program-program penyuluhan dan kampanye kepada masyarakat mengenai pengendalian kebakaran lahan gambut. DAFTAR PUSTAKA Jahrin, S.T. 2007. Kebakaran Hutan dan Lahan Cenderung Masih Akan Terjadi. /http:/www.google.com. Di Akses pada Tanggal 5 Maret 2007. Larin, D. 2006. Kebakaran Hutan dan Lahan. /http:/www.google.com. Di Akses pada Tanggal 20 November 2006. Nicolas, Marc. V.J dan M. Roderick Bowen. 1999. Pendekatan Kebakaran Gambut dan Batubara di Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan Propinsi Sumatera Selatan, Palembang. Notohadinegoro, T. 1996. Perspektif Pengembangan Lahan Basah. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Purbowoseso, B. 2000. Buku Ajar Pengendalian Kebakaran Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Purwanto, Edi. 1996. Kebakaran Hutan, Mengusir Kabut Mengkonvensi Gambut. Majalah Kehutanan Indonesia volume XIII no 4. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 59