VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

dokumen-dokumen yang mirip
IV METODE PENELITIAN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

IV METODOLOGI PENELITIAN

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

IV METODE PENELITIAN

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. MATERI DAN METODE

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

IV. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

BAHAN METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

Transkripsi:

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko produksi dengan metode Just dan Pope ini dapat menggambarkan bagaimana pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan bagaimana pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas. Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko. Fungsi produksi menunjukan bagaimana pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas jagung manis petani responden. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana pengaruh penggunaan input dapat mempengaruhi variance produktivitas. Kedua fungsi tersebut menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim, dan varietas benih. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 17. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. 6.1 Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Untuk menghasilkan model dugaan terbaik, model harus terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan asumsi klasik ini merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengujian hipotesis penelitian. 6.1.1 Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara linier, apabila sebagian atau seluruh variabel berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinieritas (Gujarati 2007). Adanya multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter (variabel independen) 86

terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Hasil pengujian untuk multikolinier pada model baik pada fungsi produksi maupun fungsi risiko menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model bebas dari multikolinier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil daripada 10 untuk kedua fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa model tidak mengandung multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Pengujian Multikolinearitas Variabel Nilai VIF Fungsi Produksi Fungsi Risiko Benih 1,875 1,875 Pupuk Kandang 3,135 3,135 Urea 3,694 3,694 Phonska 2,271 2,271 TSP 1,466 1,466 Pestisida Cair 1,376 1,376 Furadan 1,765 1,765 Tenaga Kerja 2,250 2,250 Dummy Musim 2,150 2,150 Dummy Varietas Benih 2,138 2,138 6.1.2 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi di antara komponen eror, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW). 87

Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17, nilai Durbin- Watson untuk fungsi produksi diperoleh sebesar 1,715 dan untuk fungsi variance sebesar 2,342 dengan jumlah variabel independen sebanyak 10 dan jumlah data sebanyak 31. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel DW dan diperoleh nilai DL sebesar 0,741 dan 4-DU sebesar 2,333. Jika nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai DW hitung dengan DW tabel dapat dikatakan bahwa fungsi produksi tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW hitung berada di antara DU dan 4-DU. Sedangkan pada fungsi variance diperoleh nilai DW hitung yang lebih besar dari nilai 4-DU sehingga fungsi variance tersebut berada pada daerah tanpa keputusan apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Akan tetapi nilai DW tabel fungsi risiko ini tidak berbeda jauh dengan nilai 4-DU sehingga dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Jagung Manis Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung manis dapat dilihat dari hasil analisis untuk fungsi produksi rata-rata (mean production function). Dengan memasukkan faktor produksi sebagai variabel independen dan produktivitas jagung manis sebagai variabel dependen diperoleh model pendugaan untuk fungsi produksi rata-rata untuk jagung manis. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 19, maka fungsi produksi jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Produktivitas = 3,298 + 0,001 Ln Benih 0,423 Ln Kandang + 0,201 Ln Urea + 0,033 Ln Phonska + 0,044 Ln TSP + 0,012 Ln Pestisida Cair 0,056 Ln Furadan + 0,194 Ln Tenaga Kerja 0,158 D1 0,303 D2 Hasil pendugaan model fungsi produksi memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 52 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R 2 adj) sebesar 28,1 persen. Nilai R 2 tersebut menunjuukan bahwa 52 persen keragaman produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, 88

pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 48 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit, kondisi alam (angin, suhu), manajemen petani, dan kondisi sosial ekonomi. Tabel 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Rata-Rata Usahatani Jagung Manis Petani Responden Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T P-Value Konstanta 3,298 1,600 2,061 0,053 Ln Benih 0,001 0,263 0,005 0,996 Ln Kandang -0,423 0,226-1,868* 0,076 Ln Urea 0,201 0,161 1,242 0,229 Ln Phonska 0,033 0,022 1,500* 0,149 Ln TSP 0,044 0,016 2,812* 0,011 Ln Pestisida Cair 0,012 0,010 1,254 0,224 Ln Furadan -0,056 0,024-2,352* 0,029 Ln Tenaga Kerja 0,194 0,150 1,293 0,211 D1 (Musim) -0,158 0,185-0,854 0,403 D2 (Varietas) -0,303 0,220-1,375* 0,184 R-Sq = 52,0% R-Sq (Adj) = 28,1% Ket: *) ignifikan pada α 20% Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata diperoleh nilai F-hitung sebesar 2,171 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung manis. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas jagung manis. Jika nilai P- alue lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. Variabel pupuk kandang, pupuk TSP, furadan, pupuk phonska dan varietas benih berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap 89

produktivitas jagung manis, sehingga jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk urea, pestisida cair, tenaga kerja, dan musim tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1. Benih Nilai pendugaan parameter untuk variabel benih bernilai positif. Hal ini berarti apabila jumlah benih yang digunakan bertambah maka produktivitas jagung manis akan meningkat pula. Besarnya koefisien parameter benih ini adalah 0,001 yang artinya apabila jumlah benih yang digunakan meningkat sebesar 1 persen maka produktivitas jagung manis akan meningkat sebesar 0,001 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga benih yang digunakan sudah berlebih dan jarak tanam yang digunakan sempit. Sedangkan, penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa penambahaan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan benih rata-rata petani responden mencapai 7,46 kg/ha. Jumlah ini telah melebihi dari dosis yang dianjurkan dalam penelitian Putra (2011) yaitu sebesar 6-7 kg/ha. Penggunaan benih yang berlebih ini dikarenakan jarak tanam yang digunakan petani lebih sempit yaitu 25 X 50 cm daripada jarak tanam anjuran yaitu 25 X 80 cm (Anonim 1992). Alasan petani menanam jagung manis dengan menggunakan jarak tanam yang lebih sempit yaitu petani ingin mendapatkan jumlah tongkol jagung yang lebih banyak. Walaupun jumlah tongkol yang dihasilkan lebih banyak, ukuran tongkolnya lebih kecil sehingga berat per tongkolnya juga relatif lebih kecil. Jika penggunaan benih ditingkatkan maka jarak tanam yang akan digunakan petani menjadi lebih sempit lagi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah tongkol tetapi berat per tongkol jagung manis akan menurun sehingga tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. 90

2. Pupuk Kandang Pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk kandang akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk kandang yaitu sebesar -0,423 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk kandang sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,423 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara signifikan mampu meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006; Setiyanto 2008). Akan tetapi dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan produktivitas. Penggunaan ratarata pupuk kandang yang dilakukan oleh petani adalah 3,57 ton/ha sedangkan menurut Anonim (1992) kebutuhan pupuk kandang untuk budidaya jagung manis mencapai lebih kurang 10 ton/ha. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden masih jauh dari kebutuhan seharusnya. Akan tetapi, peningkatan penggunaan pupuk kandang tersebut akan menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang ayam dapat menimbulkan panas dari proses fermentasi pada pupuk tersebut sehingga menyebabkan benih jagung manis tidak dapat tumbuh. Petani memberikan pupuk kandang ini tiga hari sebelum tanam dimana seharusnya pupuk kandang ini diberikan bersamaan pada saat pengolahan lahan yaitu 7-15 hari sebelum tanam (Anonim 1992). Pemberian pupuk kandang pada tiga hari sebelum tanam menyebabkan proses fermentasi masih berlangsung sehingga dapat menimbulkan panas. 3. Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 0,201, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,201 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pupuk urea ini 91

tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,229) lebih besar daripada 20 persen. Pupuk urea digunakan oleh seluruh petani responden. Penggunaan ratarata pupuk urea ini mencapai 412,27 kg/ha. Jumlah ini tidak terlalu berbeda jauh dengan penggunaan yang disarankan oleh Anonim (1992) yaitu 435 kg/ha. Sedangkan menurut Made (2010), pemberian pupuk urea sebanyak 400 kg/ha sangat nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis. Penggunan pupuk urea petani responden ternyata masih berada pada selang toleransi penggunaan pupuk urea menurut Made (2010) dan Anonim (1992). Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk urea secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung. Akan tetapi pada penelitian ini pengaruh peningkatan penggunaan pupuk urea tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penggunaan pupuk urea ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur Nitrogen yang berperan untuk pertumbuhan jaringan maristematik (Anonim 1992). Tanaman jagung manis yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, daun-daunnya menguning, dan tidak mampu berbuah. Penampakan lain kekurangan nitrogen ini yaitu tanaman yang tumbuh tinggi akan tampak kurus. Petani melakukan pemupukan dengan urea sebanyak dua kali yaitu pada 12 HST dan 30 HST. Penggunaan pupuk urea pada kedua pemupukan tersebut jumlahnya sama. Ada beberapa petani melakukan pemupukan ketiga. Pemupukan ketiga dilakukan apabila menurut petani tanaman tumbuh kurang baik yang dilihat dari warna daun. Apabila warna daun menguning maka petani akan melakukan pemupukan ketiga. 4. Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar 0,033. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,033 persen. Pupuk phonska ini berpengaruh nyata 92

terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan hal yang sama yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Pupuk phonska merupakan pupuk yang banyak digunakan oleh hampir seluruh petani responden. Hanya tiga orang petani responden yang tidak menggunakan pupuk phonska. Penggunaan rata-rata pupuk phonska mencapai 219,21 kg/ha. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15. Menurut hasil penelitian Solihat (2005), penggunaan pupuk NPK (15-15-15) sebanyak 300 kg/ha menghasilkan bobot tongkol yang besar. Hal ini dikarenakan pupuk NPK mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman. Kandungan nitrogen berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Unsur fosfor berperan penting dalam pembentukan biji, mempercepat pemasakan buah dan menstimulir pembentukan akar pada pertumbuhan awal (Anonim 1992). Unsur Kalium dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan meningkatkan penyerapan air dan hara tanah oleh akar (Fageria 1942). Rata-rata penggunaan pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih dibawah dosis menurut Solihat (2005). Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditambah untuk memenuhi kebutuhan unsur natrium, fosfor, dan kalium supaya pertumbuhan jagung menjadi optimal. Pemberian pupuk phonska ini dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat 12 HST dan 30 HST bersamaan dengan pemberian pupuk urea. Dosis yang digunakan sama untuk kedua pemupukan tersebut. Jika dibandingkan dengan penggunaan urea, petani menggunakan pupuk phonska lebih sedikit daripada pupuk urea. Hal ini dikarenakan pupuk urea telah mengandung banyak unsur nitrogen sehingga penggunaan pupuk phonska tidak terlalu banyak. Selain itu harga pupuk phonska lebih mahal daripada pupuk urea. 5. Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan peningkatan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar 0,044 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan 93

meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,044 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Penelitian Putra (2011) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu penambahan penggunaan pupuk TSP secara signifikan dapat meningkatkan jumlah produksi jagung manis. Petani yang menggunakan pupuk TSP sebanyak 27 orang sedangkan sisanya sebanyak 4 orang tidak menggunakan pupuk TSP. Rata-rata penggunaan pupuk TSP ini mencapai 216,76 kg/ha. Penggunaan pupuk TSP petani masih rendah jika dibandingkan dengan dosis anjuran umum yaitu sebesar 335 kg/ha (Anonim 1992). Penggunaan yang masih dibawah anjuran ini menunjukkan bahwa petani masih bisa meningkatkan penggunaan pupuk TSP untuk meningkatkan produksi jagung manis. Pupuk TSP mengandung unsur fosfor sebanyak 36 persen. Unsur fosfor ini berperan penting dalam pembentukan biji dan pemasakan buah. Jika terjadi kekurangan unsur fosfor dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil atau menghasilkan tongkol yang tidak sempurna (Anonim 1992). 6. Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah 0,012, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,012 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,224) lebih besar daripada 20 persen. Peningkatan penggunaan pestisida cair berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas jagung manis. Hal ini diduga karena tidak semua petani menggunakan pestisida cair sehingga tidak dapat menjelaskan keragaman data. Sebanyak 20 petani responden menggunakan pestisida sedangkan sisanya sebanyak 11 orang tidak menggunakan pestisida cair. Selain itu, penggunaan pestisida cair ini telah berlebih. Pestisida cair yang digunakan petani responden rata-rata mencapai 1,2 liter/ha. Menurut Widiyanti (2000), penggunaan pestisida cair dibatasi pada dosis 0,6-1 liter per hektar. Rata-rata penggunaan pestisida 94

petani responden tersebut telah melebihi dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suroso (2006) dan Putra (2011) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pestisida secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Akan tetapi dalam penelitian ini, peningkatan penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas. Penyemprotan dengan pestisida cair akan dilakukan apabila populasi hama menurut petani sudah terlampau meningkat. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 15 HST dan 30 HST. Pestisida cair ini digunakan untuk membasmi hama seperti ulat grayak dan belalang. Pestisida yang digunakan mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga sangat ampuh untuk membasmi hama. Merek pestisida cair yang banyak digunakan oleh petani adalah Decis. 7. Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan furadan akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar -0,056 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,056 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini disebabkan oleh penggunaan furadan yang telah melebihi dosis anjuran. Furadan digunakan petani responden sebagai insektisida untuk membunuh hama seperti semut, ulat dan belalang. Rata-rata penggunaan furadan oleh petani yaitu sebesar 15,72 kg/ha sedangkan dosis furadan dalam penelitian Widiyanti (2000) sebesar 12 kg/ha. Jika dilihat dari penggunaanya, petani menggunakan furadan melebihi dari dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Hal ini yang menyebabkan peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Menurut petani, penggunaan furadan untuk insektisida kurang ampuh dibandingkan dengan menggunakan pestisida cair. Selain itu, dampak penggunaan atau reaksi yang ditimbulkan terhadap hama 95

lebih lambat sehingga hama tidak dapat hilang secara cepat. Oleh karena itu penggunaanya berlebih. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berlawanan. Penelitian Widiyanti (2000) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida berupa furadan secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan furadan ini dilakukan pada saat tanam untuk mencegah benih dimakan oleh semut dan pada usia 7-15 HST dan 30 HST digunakan sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Untuk membasmi hama ulat dan belalang petani melakukannya dengan menabur furadan pada ujung daun muda, ketiak daun dan ujung tongkol jagung muda serta ditabur ditanah seperti aplikasi pupuk kimia. Furadan merupakan insektisida sistemik yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Furadan mengandung bahan aktif karbofuran. Jika furadan diaplikasikan ke dalam tanah atau pada tanaman dengan segera karbofuran akan terserap oleh tanaman. Karbofuran akan masuk ke dalam seluruh jaringan tanaman tidak terkecuali daun dan buahnya. Ketika ada serangga yang memakan salah satu bagian tanaman tersebut serangga tersebut akan keracunan karbofuran dan akhirnya akan mati. Furadan yang diberikan terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya penumpukan zat karbofuran pada jaringan tanaman sehingga akan mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh tanaman ( Nuraeni 2007). Dalam penelitian Nuraeni (2007), aplikasi furadan pada ubi jalar yang dilakukan setiap bulan menghasilkan daun ubi jalar yang paling rendah daripada aplikasi furadan yang hanya dilakukan satu kali. Hal ini dikarenakan terjadi penumpukan zat karbofuran pada tanaman sehingga metabolisme tanaman terhambat. 8. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah 0,194, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,194 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel tenaga kerja ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap 96

produktivitas. Nilai P-Value tenaga kerja (0,211) lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga penggunaan tenaga kerja telah berlebih. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani jagung manis ini terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga rata-rata sebesar 48,86 HOK/ha, sedangkan penggunaan tenaga kerja di luar keluarga rata-rata mencapai 135,14 HOK/ha. Jika dihitung secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja, petani menggunakan rata-rata 166,66 HOK/ha. Sedangkan menurut penelitian Widiyanti (2000) penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung manis cukup hanya 60 HOK/ha. Penggunaan tenaga kerja ternyata sangat berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja pada usahatani jagung secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006). 9. Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah negatif 0,158. Variabel musim merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih rendah daripada produktivitas jagung manis pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Hal ini dikarenakan pada kedua musim tanaman jagung sama-sama rentan terkena cekaman lingkungan. Rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim kemarau sebesar 8,04 ton/ha. Sedangkan, rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim hujan sebesar 8,30 ton/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada musim hujan produktivitas jagung manis lebih besar daripada musim kemarau walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh. Selain itu, petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau rentan terkena kekeringan yang dapat menyebabkan tanaman mati. Kekeringan dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah, tanaman yang masih muda menjadi layu dan kering, dan terganggunya proses pembungaan. Pada musim hujan, tanaman rentan terkena hama dan penyakit karena menurut petani populasi hama dan penyakit ini meningkat pada saat musim hujan. Selain itu tanaman jagung 97

manis juga rentan terkena genangan air karena curah hujan yang berlebih. Menurut petani, kelebihan air bisa menyebabkan akar tanaman membusuk. Oleh karena itu musim tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. 10. Varietas Benih Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -0,303. Variabel varietas benih merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa penggunaan benih varietas Hawai dapat menghasilkan produktivitas jagung manis yang lebih rendah daripada menggunakan benih varietas non Hawai. Petani yang menggunakan benih selain Hawai mampu menghasilkan produksi lebih besar daripada petani yang menggunakan benih Hawai. Varietas benih ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Varietas benih jagung manis yang mayoritas digunakan petani responden adalah varietas Hawai (80,65%). Selain Hawai petani juga menggunakan benih Varietas Golden (6,45%), Sweet Boy (3,23%), dan Talenta (9,68%). Jika dibandingkan rata-rata produktivitas yang diperoleh petani responden untuk varietas Hawai dengan varietas non Hawai, maka varietas Hawai hanya mampu menghasilkan jagung manis 7,54 ton/ha sedangkan varieatas non Hawai mampu menghasilkan rata-rata 10,81 ton/ha. Hal ini telah menunjukkan bahwa penggunaan benih dengan varietas non Hawai memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan varietas Hawai. Benih varietas Hawai merupakan benih yang paling sering digunakan oleh petani. Alasan petani menggunakan benih ini karena dianggap lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lapang di Desa Gunung malang, harganya murah, dan mudah didapat. Dari hasil produksi, benih Hawai menghasilkan produksi yang banyak tetapi dengan ukuran dan berat tongkol yang lebih kecil. Produktivitas potensial yang dapat dicapai benih varietas Hawai ini sebesar 15 ton/ha sesuai dengan yang tertera pada kemasan benih. Keberadaan benih baru seperti benih varietas Talenta mampu memberikan produksi 18-25 ton/ha seperti yang tertera pada kemasan benih. Menurut petani benih Talenta lebih tahan terhadap penyakit bulai. Hasil tongkol jagungnya juga lebih besar daripada varietas Hawai. Menurut penelitian Putra (2011) dan Ali (2005), benih varietas Sweet Boy dan Golden lebih bagus dibandingkan dengan varietas Hawai. Varietas Sweet Boy 98

dan Golden mampu menghasilkan jagung manis dengan kadar air lebih banyak dan rasanya lebih manis serta tanaman lebih rentan terhadap penyakit. Sedangkan produktivitas potensial Sweet Boy bisa mencapai 22,8 ton/ha (Sari 2012). Produktivitas benih varietas Golden mampu mencapai 10-12 ton/ha 8. Hasil penjumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah sebesar -0,455. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung manis ini tersebut berada pada skala kenaikan hasil yang berkurang (diminishing return to scale) karena memiliki elastisitas lebih kecil daripada satu. Hal ini berarti, apabila peningkatan satu persen pada masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produktivitas jagung manis sebesar 0,455 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa tidak semua variabel yang dimasukkan dalam model memiliki koefisien parameter positif seluruhnya akan tetapi terdapat beberapa variabel yang memiliki tanda koefisien negatif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap skala usaha usahatani jagung manis. 6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis Faktor produksi atau input pertanian diduga tidak hanya berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis tetapi juga berpengaruh terhadap risiko produksi jagung manis. Pengaruh faktor produksi terhadap risiko produksi ini diketahui dengan melihat pengaruh faktor produksi terhadap variance produktivitas. Adanya variance produktivitas ini menunjukkan bahwa dalam usaha budidaya jagung manis dipengaruhi oleh adanya risiko yang dapat menyebabkan adanya perbedaan atau selisih antara produktivitas aktual dengan produktivitas rata-rata yang seharusnya dapat dicapai. Analisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi variance produktivitas jagung manis diestimasikan dengan menggunakan persamaan fungsi variance produktivitas. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas dapat dilihat pada Tabel 20. 8 Bisnis Manis Jagung Manis. http://www.agrina-online.com. Diakses 08 November 2012. 99

Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance produktivitas Jagung Manis Petani Responden Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T P-Value Konstanta 7,006 9,239 0,758 0,457 Ln Benih -1,070 1,519-0,704 0,489 Ln Kandang -0,533 1,306-0,408 0,688 Ln Urea 1,095 0,932 1,174 0,254 Ln Phonska 0,200 0,127 1,573* 0,131 Ln TSP -0,239 0,091-2,632* 0,016 Ln Pestisida Cair -0,072 0,056-1,296 0,210 Ln Furadan 0,254 0,137 1,856* 0,078 Ln Tenaga Kerja -1,798 0,865-2,078* 0,051 D1 (Musim) 0,108 1,067 0,101 0,921 D2 (Varietas) -1,622 1,272-1,275 0,217 R-Sq = 52,7% R-Sq (Adj) = 29,1% Ket: *) ignifikan pada α 20% Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada Tabel 20, maka fungsi variance produktivitas jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Variance = 7,006-1,070 Ln Benih 0,533 Ln Kandang + 1,095 Ln Urea + 0,200 Ln Phonska - 0,239 Ln TSP - 0,072 Ln Pestisida Cair + 0,254 Ln Furadan - 1,798 Ln Tenaga Kerja + 1,067 D1 1,622 D2 Hasil pendugaan model fungsi variance produktivitas memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 52,7 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R 2 adj) sebesar 29,1 persen. Nilai R 2 tersebut menunjukan bahwa 52,7 persen keragaman variance produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 47,3 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit serta kondisi alam (angin, suhu). Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan 100

bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variance produktivitas jagung manis. Jika nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. ariabel pupuk TSP, furadan, tenaga kerja dan pupuk phonska berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis, artinya faktor produksi tersebut merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko produksi atau menurunkan risiko produksi. Jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk kandang, pupuk urea, pestisida cair, musim dan varietas tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap variance produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1. Benih Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas jagung manis menunjukkan bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga variabel benih merupakan faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai negatif sebesar 1,070. Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,070 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih (0,489) lebih besar daripada 20 persen. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa benih memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Ligeon et al. (2008) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi pada kacang tanah. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan benih kentang dan kubis 101

maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil sama dengan penelitian Fariyanti et al. (2007) yaitu penambahan penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Penggunaan benih yang meningkat dapat meningkatkan populasi tanaman. Semakin rapat populasi tanaman maka tongkol jagung yang dihasilkan semakin banyak tetapi ukurannya semakin kecil. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih akan meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan penggunaan benih ini dapat meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis menuju ke kestabilan produksi sehingga benih dapat menurunkan risiko. Akan tetapi pengaruh peningkatan benih terhadap peningkatan produktivitas tidak nyata sehingga pengaruh terhadap variance produktivitas juga tidak nyata. 2. Pupuk Kandang Dari hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang merupakan variabel produksi yang dapat menurunkan risiko produksi. Koefisien parameter menunjukkan nilai negatif yang artinya setiap peningkatan penggunaan pupuk kandang dapat mengurangi variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien parameter yaitu -0,533 sehingga setiap penambahan penggunaan pupuk kandang 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,533 persen. Faktor produksi pupuk kandang dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pupuk kandang ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel pupuk kandang (0,688) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pupuk kandang dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani mentimun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada penelitian ini diperoleh hasil yaitu penggunaan pupuk kandang dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis. Menurut Anonim (1992) penggunaan pupuk kandang dapat menambah kandungan bahan 102

organik tanah agar jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih banyak tersedia dan untuk memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah, daya ikat air dan porositas tanah. Akan tetapi pemberian pupuk kandang pada waktu yang tidak tepat dapat memicu penurunan produksi sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata karena pupuk kandang mengalami proses fermentasi yang dapat menghasilkan panas sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. 3. Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 1,095, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,095 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk urea dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Akan tetapi variabel pupuk urea ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,254) lebih besar daripada 20 persen. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kentang maka risiko produksinya juga semakin meningkat. Sedangkan, semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pupuk urea digunakan oleh semua petani responden. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan urea mampu meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan rata-rata produktivitas karena peningkatan pupuk urea tersebut ternyata berdampak juga terhadap peningkatan variance produktivitas jagung manis. Oleh karena itu, pupuk urea bertindak sebagai faktor yang menyebabkan risiko. Pupuk urea yang digunakan mengandung unsur nitrogen sebanyak 46 persen. Unsur nitrogen ini sangat penting karena nitrogen merupakan unsur yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman dibandingkan dengan unsur lainnya (Fageria 1942). Nitrogen dalam pupuk urea diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti 103

daun, batang dan akar, tetapi jika terlalu banyak di aplikasikan pada tanaman dapat menghambat pembungaan dan pembentukan buah (Sutedjo 1987). 4. Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar 0,200. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,200 persen. Faktor produksi pupuk phonska dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Pupuk phonska ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk NPK pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Hasil analisis fungsi produksi rata-rata menunjukkan apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan dapat meningkatkan produktivitas jagung manis. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan variance produktivitasnya sehingga pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium. Kelebihan dari pupuk ini adalah adanya kandungan unsur kalium didalamnya. Unsur kalium sangat penting untuk pertumbuhan tanaman jagung manis terutama pada saat menjelang keluarnya malai (Anonim 1992). Selain itu unsur kalium dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji atau buah (Sutedjo 1987). Penggunaan unsur kalium pada pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih sangat rendah yaitu sebesar 32,88 kg/ha, sedangkan kebutuhan unsur kalium untuk jagung manis sebanyak 150 kg/ha (Anonim 1992). Petani tidak menggunakan pupuk lain yang mengandung unsur kalium seperti KCl selama melakukan budidaya. Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditingkatkan untuk menambah kebutuhan unsur kalium pada tanaman. Dengan bertambahnya unsur kalium maka tanaman dapat menghasilkan tongkol yang lebih besar (Anonim 1992). Akan tetapi, petani harus mewaspadai penggunaan 104

pupuk phonska ini. Penggunaan pupuk phonska disertai dengan penggunaan pupuk lain seperti urea dan TSP dapat menyebabkan kelebihan unsur nitrogen dan fosfor. Kelebihan unsur kimia dalam pupuk dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan dan mengakibatkan tanaman mati sehingga dapat menurunkan produksi. 5. Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan penurunan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar - 0,239 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,239 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk TSP dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hal yang berbeda dinyatakan oleh Fariyanti et al. (2007). Menurut Fariyanti et al. (2007), semakin tinggi penggunaan pupuk TSP pada kentang maka risiko produksinya semakin meningkat. Pupuk TSP mengandung sebanyak 36 persen unsur fosfor. Unsur fosfor ini sangat penting untuk pertumbuhan jaringan meristem seperti pertumbuhan batang dan daun serta akar (Fageria 1942). Sutedjo (1987) menambahkan bahwa unsur fosfor bermanfaat bagi tanaman karena dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta dapat meningkatkan produksi biji pada tanaman serealia. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, penambahan pupuk TSP dapat meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan kestabilan produksi sehingga pupuk TSP dapat mengurangi risiko produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP mencapai 216,76 kg/ha. Dari jumlah penggunaan pupuk TSP tersebut, unsur fosfor yang terdapat dalam pupuk TSP sebesar 78,03 kg/ha. Sedangkan, unsur fosfor yang diperlukan oleh tanaman jagung manis sebesar 150 kg/ha (Anonim 1992). Pupuk TSP yang digunakan oleh petani ternyata hanya menyumbang 52 persen dari total kebutuhan unsur fosfor tanaman jagung manis. Ternyata jumlah unsur fosfor masih dibawah kebutuhan yang dianjurkan. Oleh karena itu penambahan pupuk TSP dapat 105

menurunkan risiko karena penggunaan pupuk TSP masih belum melewati ambang batas kebutuhan tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi tanaman. 6. Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda negatif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah -0,072, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,072 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pestisida cair dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,210) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pestisida cair dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani timun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan penelitian Puspitasari (2011) bahwa peningkatan penggunaan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi jagung manis. Petani menggunakan pestisida cair untuk memberantas hama seperti ulat dan belalang melalui kegiatan penyemprotan. Menurut petani, penyemprotan hama dengan pestisida cair ini lebih efektif karena mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga dapat langsung membunuh hama tersebut. Dengan melakukan penyemprotan maka hama akan mati sehingga tidak ada lagi hama yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, peningkatan penggunaan pestisida cair akan berdampak pada peningkatan produktivitas jagung manis. Peningkatan produktivitas ini mengarah pada kestabilan produksi sehingga pestisida cair sebagai faktor pengurang risiko. 106

7. Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan furadan akan mengakibatkan peningkatan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar 0,254 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan meningkatkan variance produktivitas sebesar 0,254 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi furadan dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Hal berbeda dinyatakan oleh Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011). Menurut Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011) peningkatan penggunaan pestisida padat dapat menurunkan risiko produksi. Furadan banyak digunakan petani sebagai insektisida. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pendugaan fungsi produksi rata-rata, penggunaan furadan ini sudah berlebihan sehingga peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas rata-rata jagung manis. Penurunan produktivitas ratarata jagung manis ini menyebabkan variance produktivitasnya juga semakin besar sehingga furadan bertindak sebagai faktor yang dapat menimbulkan risiko. Menurut petani, penggunaan furadan memiliki efek yang lambat dan kurang ampuh untuk membasmi hama sehingga petani menggunakan furadan secara berlebihan. Penggunaan furadan yang berlebihan dapat mengakibatkan pemumpukan zat karbofuran dalam jaringan tanaman sehingga dapat mengganggu metabolisme tanaman (Nuraeni 2007). 8. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda negatif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah -1,798, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,798 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi tenaga kerja dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing 107

factors). Variabel tenaga kerja ini berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Peningkatan jumlah tenaga kerja dapat menurunkan risiko produksi. Peningkatan tenaga kerja dapat dilakukan untuk kegiatan penyiraman dan penyiangan. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa petani jarang melakukan penyiraman terutama pada musim kemarau. Tanaman jagung manis memang lebih tahan terhadap kekeringan, akan tetapi pada fase-fase tertentu tanaman jagung manis tidak boleh mengalami cekaman kekeringan. Fase dimana tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan adalah fase perkecambahan, pembungaan dan pengisian biji. Selain kegiatan penyiraman, kegiatan penyiangan juga masih jarang dilakukan. Petani paling banyak melakukan penyiangan sebanyak 2 kali dan sebagian besar hanya melakukan satu kali pada saat pembumbunan. Penyiangan seharusnya dilakukan setiap 2 minggu sekali dimulai dari umur tanaman 15 HST. Penyiangan ini penting karena untuk mengendalikan populasi gulma. Penggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia dapat merangsang pertumbuhan gulma yang tinggi. Jika populasi gulma tinggi maka akan terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman jagung manis dalam menyerap hara dan air dalam tanah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) dan Fariyanti et al. (2007). Hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) menunjukkan bahwa peningkatan tenaga kerja untuk pengolahan lahan pada usahatani jagung dapat mengurangi risiko produksi. Fariyanti et al. (2007) juga menyatakan bahwa semakin tinggi penggunaan tenaga kerja pada usahatani kentang maka risiko produksinya juga menurun. 9. Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah sebesar 0,108. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau lebih berisiko daripada petani yang menanam pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen. 108

Hasil analisis risiko produksi menunjukkan bahwa musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi. Hal ini diduga pada masing-masing musim memiliki risiko dengan pengaruh yang sama. Pada musim kemarau ancaman terbesar bagi tanaman jagung manis adalah kekeringan dan suhu tinggi. Sementara itu pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat serta pengaruh cekaman kelebihan air. Menurut petani pada musim kemarau banyak tanaman jagung manis yang gagal berkecambah, banyak tanaman yang mati karena kekeringan dan tanaman tidak berbuah. Hal ini dikarenakan petani tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman jagung manis. Petani melakukan penyiraman hanya pada saat setelah tanam yang bertujuan untuk melembabkan tanah supaya benih bisa berkecambah. Menurut Sirappa dan Razak (2010), tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan pada fase berbunga atau pengisian biji (33-50 HST) karena dapat menurunkan hasil sekitar 30-60 persen dari hasil kondisi normal. Kekurangan air pada fase berbunga menyebabkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina atau tongkol mengering sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang dan mengecilnya ukuran biji. Sementara itu, pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat, pertumbuhan gulma meningkat dan tanaman tumbuh tidak normal. Menurut petani pada musim hujan serangan ulat dan belalang meningkat dibandingkan pada musim kemarau. Selain itu, pada musim hujan tanaman mengalami pembusukan pada bagian pucuk daun muda karena terkena air hujan. Daun tanaman muda juga banyak yang rusak karena terkena air hujan sehingga menyebabkan tumbuh tidak normal. 10. Varietas Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -1,622. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis benih varietas Hawai lebih rendah daripada benih varietas selain Hawai. Petani yang menggunakan varietas Hawai memiliki risiko produksi yang lebih rendah daripada petani yang menggunakan benih varietas selain Hawai. Varietas benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen. 109