PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG WONOGIRI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
C034. PENDEKATAN VEGETATIF DALAM UPAYA KONSERVASI DAS BENGAWAN SOLO (Studi Kasus di Sub DAS Keduang)

Modal Manusia Untuk Konservasi Waduk Wonogiri (Studi Kasus di Sub Daerah Aliran Sungai Keduang)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

PENANGGULANGAN SEDIMENTASI WADUK WONOGIRI MELALUI KONSERVASI SUB DAS KEDUANG DENGAN PENDEKATAN VEGETATIF BERBASIS MASYARAKAT DISERTASI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. terpenting bagi organisasi, perusahaan untuk menjalankan dan memajukan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN I - 1

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PENGELOLAAN DAS TERPADU

Transkripsi:

H068 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG WONOGIRI INDONESIA Maridi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: maridi_uns@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana karakteristik masyarakat dalam hal ini petani di Daerah Aliran Sungai Keduang dan peran sertanya dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Karakteristik petani meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan luas lahan garapan. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang berada di wilayah Sub DAS Keduang atau melewati jalur sungai DAS dan menjadi anggota Kelompok Konservasi Tanah dan Air (KKTA) di wilayah Desa Gemawang Kecamatan Ngadirojo, Desa Sambirejo Kecamatan Jatisrono, Desa Pingkuk Kecamatan Jatiroto, Desa Sukoboyo Kecamatan Slogohimo dan Desa Sembukan Kecamatan Sidoharjo. Sedangkan sampel data diambil dari 5 kecamatan tersebut secara random. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik petani di Daerah Aliran Sungai keduang secara umum memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah. Sedangkan lahan garapan mayoritas digunakan sebagai lahan persawahan. Peran serta masyarakat ditingkatkan dengan pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan. Kata Kunci: peran serta masyarakat, pengelolaan daerah aliran sungai Keduang PENDAHULUAN Daerah Aliran Sungai (DAS) atau catchment, watershed atau drainage area, river basin semua istilah tersebut semua digunakan untuk menyatakan bagi suatu daerah permukaan tanah (land surface) dimana air mengalir ke bawah suatu titik di hilir sungai. Dengan demikian konsep suatu Daerah Aliran Sungai merupakan konsep bagi pembangunan wilayah yang berdasarkan batas alamiah, yang mampu memadukan aspek fisik, sosial ekonomi, budaya dan kelembagaan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air/PPSDA, 2005). Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dipandang sebagai common good dalam arti kesejahteraan semua pihak saling tergantung atas jasa yang diberikan oleh suatu DAS yaitu sebagai fungsi hidrologi dan ekologi. Kesalahan pengelolaan sumber daya alam terutama vegetasi, tanah dan air di wilayah daerah aliran sungai akan mengakibatkan kemerosotan mutu dan daya dukung sumber daya setempat (on-site) dan kerugian lain di wilayah hilirnya (off-site). Oleh sebab itu pengelolaan DAS di daerah hulu harus tepat. Kesalahan dalam pengelolaan DAS pada akhirnya jika tidak segera ditangani akan menyebabkan daerah aliran sungai menjadi kritis. Kondisi Daerah Aliran Sungai yang kritis salah satunya dialami oleh daerah aliran sungai Bengawan Solo. Keberlanjutan air sungai Bengawan Solo sangat dipengaruhi oleh kondisi kawasan hulu DAS, yaitu kondisi ekosistem pada daerah tangkapan air. Kondisi ekosistem daerah tangkapan air DAS Bengawan Solo terutama pada daerah hulu Sub DAS Keduang mengalami degradasi yang cukup parah. Jumlah sedimen yang berasal dari Sub DAS Keduang ialah 1.218.580 m 3 /tahun dari total sedimen yang masuk ke waduk Wonogiri yang berjumlah 3.178.510 m 3 /tahun (Minoru Ouchi, 2007). Perlu diketahui bahwa pada dioperasikannya waduk Wonogiri tahun 1980, daya tampung efektif sebesar 440 juta m 3. Sejak dibangun hingga tahun 2005 waduk ini mengalami sedimentasi yang besar hingga kapasitas tampungan 375.000.000 m 3. Rata rata sedimen yang masuk dalam rentang waktu tersebut adalah 4.600.000 m 3 /tahun. Tanpa upaya yang berarti, maka daya tampung efektif sebesar 375.000.000 m 3 akan mengalami penurunan mencapai 117.000.000 m 3 pada tahun 2005, dengan rata-rata sedimen masuk sebesar 3.200.000 m 3 /tahun selama 1993-2005 (Minoru Ouchi, 2007). Total luas lahan kritis waduk Wonogiri kurang lebih 1.087 km 2 (Minoru Ouchi, 2007). Luasnya lahan kritis ini salah satunya disebabkan oleh penggundulan hutan di daerah hulu oleh penjarahan atau alih fungsi lahan menjadi daerah pertanian. Kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan di sungai Keduang merupakan penyebab tingginya sedimentasi. Dari sini jelas bahwa motif ekonomi mendorong kegiatan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Agar tidak terjadi kerusakan dan degradasi lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam di daerah aliran sungai, maka diperlukan managemen pengelolaan DAS yang tepat. Pada pengelolaannya (management), DAS dipandang sebagai suatu kesatuan sumberdaya darat. Pengelolaan sumberdaya berpokok pada hubungan antara kebutuhan manusia dan ketersediaan 452 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa

sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan itu. Pengelolaan diperlukan, baik apabila ketersediaan sumberdaya tidak mencukupi untuk pemenuhan seluruh kebutuhan, maupun jika ketersediaannya melimpah (Tejoyuwono, 1981). Mengingat pentingnya peranan DAS Keduang bagi masyarakat, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat mengatasi degradasi lingkungan di daerah tersebut. Upaya konservasi untuk memperbaiki kondisi ekosistem Sub DAS Keduang telah berulang kali dilakukan. Selama ini upaya-upaya tersebut dilakukan dengan pola keproyekan dalam kurun waktu yang terbatas. Frekuensi dan volume proyek tidak memadai jika dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi pada DAS, sehingga mengakibatkan kondisi ekosistem di wilayah Sub DAS Keduang semakin memburuk. Untuk itu perlu dilakukan konservasi partisipatif yang melibatkan masyarakat, baik dari segi ide/pendapat/gagasan, perencanaan dan pelaksanaan. Pertanyaan mendasar tentang identifikasi faktor-faktor yang mendukung program konservasi di Sub DAS Keduang ialah upaya apa yang dapat membantu keberhasilan usaha konservasi diwilayah Sub DAS Keduang. Tetapi belum ada jawaban mengapa sedimentasi Sub DAS Keduang kecenderungannya semakin tinggi. Beranjak dari permasalahan tersebut, penelitian ini mengidentifikasi karakteristik petani dan luas tanah garapan yang dimiliki petani di DAS Keduang. Di sini sebagai gambaran pokok adalah pendekatan vegetatif dan peran serta masyarakat sebagai bentuk menejemen yang diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang berada di wilayah Sub DAS keduang atau melewati jalur sungai DAS dan menjadi anggota Kelompok Konservasi Tanah dan Air (KKTA) di wilayah Desa Gemawang Kecamatan Ngadirojo, Desa Sambirejo Kecamatan Jatisrono, Desa Pingkuk Kecamatan Jatiroto, Desa Sukoboyo Kecamatan Slogohimo dan Desa Sembukan Kecamatan Sidoharjo. Sampel diambil secara purposive sampling, dengan memilih sejumlah subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik ini digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu (Sutrisno Hadi, 1996: 226). Sesuai dengan ketentuan purposive sampling, maka subyek penelitian diambil dari masyarakat di masing-masing desa pada lima kecamatan yang berpartisipasi aktif dan berperan penting dalam anggota Kelompok Konservasi Tanah dan Air (KKTA). Teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data adalah survey dan kuisioner. Sedangkan analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan uji Chi Kuadrat. KARAKTERISTIK PETANI DI DAS KEDUANG DALAM PENGELOLAAN DAS DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA Keduang merupakan DAS terluas antara enam DAS yang menjadi catchment area waduk Gajah Mungkur. Secara geografis, Sub DAS Keduang terletak pada 7 o 42-7 o 55 LS dan 4 o 11-4 o 24 BT. Kondisi alam di Sub DAS Keduang termasuk kedalam kelompok DAS dengan curah hujan tahunan yang tinggi yaitu 5404 mm/tahun dengan jumlah hujan 165 hari. (Proyek Penelitian dan Pengembangan DAS, 1998). DAS Keduang didominasi oleh kawasan perbukitan dengan kemiringan > 30% berada pada kawasan hujan tinggi, dipadu dengan jenis tanah latosol yang mudah mengalami erosi, dan buruknya kecukupan/sarana konservasi baik sipil teknis maupun vegetatif di wilayah ini. Hal ini berdampak lebih lanjut pada tingginya rata-rata kehilangan tanah yang mencapai 5.112 ton/tahun (Minoru Ouchi, 2007). Ditinjau dari kondisi DAS Keduang tersebut, maka diperlukan pengelolaan DAS yang tepat. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di sekitar aliran sungai dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS (Departemen Kehutanan, 2008). Mengingat DAS Keduang memiliki peran vital bagi masyarakat, maka diperlukan pengelolaan yang tepat dan melibatkan semua pihak yang terkait. Keterlibatan secara aktif para pihak (stakeholders) akan membangun rasa memiliki, memanfaatkan secara arif, dan memelihara sumberdaya secara bersama-sama. Dalam pengeloaan DAS, sumberdaya manusia (human capital) dalam hal ini masyarakat merupakan komponen yang memiliki andil dalam upaya konservasi DAS. Masyarakat merupakan unsur pelaku utama, Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS 453

Jumlah sedangkan pemerintah sebagai unsur pemegang otoritas kebijakan dan fasilitator. Peran serta masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama akan mempercepat keberhasilan proses konservasi dan pelestarian wilayah sub DAS secara berkelanjutan. Peran serta masyarakat dalam upaya konservasi di DAS Keduang dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat petani melalui partisipasi aktif dalam berbagai kegiatan konservasi DAS Keduang. Partisipasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan upaya pengelolaan DAS Keduang dan konservasinya baik dengan cara menyumbangkan pikiran (ide), materi (dana) dan tenaga. Untuk dapat mengetahui peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS Keduang, maka berikut ini ditampilkan karakteristik masyarakat di daerah tersebut yang mencakup tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan luas lahan yang digarap. 1. Tingkat Pendidikan Salah satu karakteristik petani sub DAS adalah rendahnya tingkat pendidikan mereka. Dalam penelitian, latar belakang pendidikan ditampilkan dengan statistik deskriptif untuk semua sampel yang diambil dari populasi. Selanjutnya hasilnya akan dibandingkan untuk semua desa yang termasuk wilayah penelitian. Sebuah simbol dipergunakan di sini untuk menyederhanakan dan mempermudah membuat sebuah analisis statistik deskriptif untuk tingkat pendidikan. Angka 1 untuk petani sub DAS yang tidak bersekolah, 2 untuk Sekolah Dasar, 3 untuk SMP, 4 untuk SMA, dan 5 untuk perguruan tinggi. Mengenai latar belakang pendidikan kepala keluarga petani sub DAS dari seluruh sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Tingkat Pendidikan Petani Sub DAS Tingkat Frekuensi Prosentase (%) 1 39 16.81 2 80 34.48 3 79 34.05 4 32 13.79 5 2 0.86 JUMLAH 232 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa 34.48% petani sub DAS Keduang memiliki pendidikan tingkat sekolah dasar, 34.05% tingkat SMP, 13.79% tingkat SMA, 0.86% tingkat perguruan tinggi, dan 16.81% tidak bersekolah. Tingkat pendidikan petani sub DAS Keduang juga dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 80 60 40 20 0 Tingkat Pendidikan Keterangan : 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Universitas Gambar 1. Diagram Tingkat Pendidikan Petani Sub DAS Keduang Tabel 2. Tingkat Pendidikan Petani Sub DAS Masing-Masing Desa No Desa Frekuensi 1 Gemawang 11 12 15 4 0 2 Sembukan 3 14 10 4 0 3 Sumberejo 3 9 21 6 1 4 Pingkuk 13 22 12 12 1 5 Sukoboyo 9 23 21 6 0 Menurut test normalitas Kolmogorov Smirnov, data tingkat pendidikan petani sub DAS Keduang berdistribusi normal, sehingga untuk membandingkan mean digunakan statistik parametrik sedangkan untuk 454 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa

menguji signifikansi perbedaan digunakan statistik parametrik dengan test Kruskal Wallis. Hasil dari test Chi Kuadrat disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani Sub DAS Keduang Antar Desa Desa N Mean Rank Gemawang (1) 42 106.0357 Sumberejo (2) 40 141.775 Sembukan (3) 31 117.7581 Sukoboyo (4) 59 113.3729 Pingkuk (5) 60 109.4 Total 232 588.3417 Tabel 4. Test Statistik Chi Kuadrat dan Pengelompokan Variabel Desa Tingkat Pendidikan Chi-Kuadrat 7.503928 Df 4 x 2 tabel 9.48 Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, diperoleh hasil bahwa hasil test Chi Kuadrat (x 2 hitung) lebih kecil daripada x 2 tabel (0,05:4) jadi, hipotesis nol (Ho) ditolak (rejected) yang artinya terdapat perbedaan mean yang signifikan antara kelima grup (populasi) untuk variabel tingkat pendidikan. 2. Tingkat Pendapatan Salah satu karakteristik petani sub DAS adalah tingkat pendapatan kepala keluarga mereka. Dalam penelitian, tingkat pendapatan kepala keluarga petani sub DAS ditampilkan dengan statistik deskriptif untuk semua sampel yang diambil dari populasi. Selanjutnya hasilnya akan dibandingkan untuk semua desa yang termasuk wilayah penelitian. Sebuah simbol dipergunakan di sini untuk menyederhanakan dan mempermudah membuat sebuah analisis statistik deskriptif untuk tingkat pendapatan. Angka 1 untuk petani sub DAS yang memiliki pendapatan kurang dari Rp.500.000,-per bulan; 2 untuk pendapatan antara Rp.500.000,- sampai Rp.1.000.000,- ; 3 untuk pendapatan antara Rp.1.100.000,- sampai Rp.2.000.000,-; 4 untuk pendapatan antara Rp.2.100.000,- sampai Rp.2.500.000,- dan 5 untuk pendapatan lebih dari Rp.2.500.000,-. Mengenai latar belakang tingkat pendapatan kepala keluarga petani sub DAS dari seluruh sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Tingkat Pendapatan Petani Sub DAS Tingkat Frekuensi Persentase (%) 1 24 10.34 2 99 42.67 3 83 35.78 4 16 6.90 5 10 4.31 JUMLAH 232 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa 10.34% petani sub DAS Keduang memiliki pendapatan kurang dari Rp.500.000,-; 42.67% memiliki pendapatan Rp.500.000,- sampai Rp.1.000.000,-; 35.78% memiliki pendapatan Rp.1.100.000,- sampai Rp.2.000.000,-; 6.90% memiliki pendapatan Rp.2.100.00,- sampai Rp.2.500.000,- dan 4.31% memiliki pendapatan lebih dari Rp.2.500.000,-. Tingkat pendapatan petani sub DAS Keduang juga dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Gambar 2. Diagram Tingkat Pendapatan Petani Sub DAS Keduang Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS 455

Tabel 6. Tingkat Pendapatan Petani Sub DAS Masing-Masing Desa No Desa Frekuensi 1 Gemawang 2 7 20 8 5 2 Sembukan 1 22 7 1 0 3 Sumberejo 10 13 11 4 2 4 Pingkuk 0 37 22 0 1 5 Sukoboyo 11 20 23 3 2 Menurut test normalitas Kolmogorov Smirnow, data tingkat pendapatan petani sub DAS Keduang berdistribusi normal, sehingga untuk membandingkan mean digunakan statistik parametrik sedangkan untuk menguji signifikansi perbedaan digunakan statistik parametrik dengan test Kruskal Walls. Hasil dari test Chi Kuadrat disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 7. Tingkat Pendapatan Petani Sub DAS Keduang Antar Desa Desa N Mean Rank Gemawang (1) 42 159.4405 Sumberejo (2) 40 105.375 Sembukan (3) 30 100.3333 Sukoboyo (4) 59 112.4407 Pingkuk (5) 60 109.925 Total 232 587.5145 Tabel 8. Test Statistik Chi Kuadrat dan Pengelompokan Variabel Desa Tingkat Pendapatan Chi-Kuadrat 30.22425 Df 4 x 2 tabel 9.48 Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, diperoleh hasil bahwa hasil test Chi Kuadrat (x 2 hitung) lebih besar daripada x 2 tabel (0,05:4) jadi, hipotesis nol (Ho) diterima (accepted) yang artinya tidak terdapat perbedaan mean yang signifikan antara kelima grup (populasi) untuk variabel tingkat pendapatan. 3. Luas Lahan yang Digarap Salah satu karakteristik petani sub DAS adalah luas lahan yang digarap. Dalam penelitian, luas lahan yang digarap ditampilkan dengan statistik deskriptif untuk semua sampel yang diambil dari populasi. Selanjutnya hasilnya akan dibandingkan untuk semua desa yang termasuk wilayah penelitian. Sebuah simbol dipergunakan di sini untuk menyederhanakan dan mempermudah membuat sebuah analisis statistik deskriptif untuk tingkat pendidikan. Angka 1 untuk petani sub DAS yang lahan garapannya kurang dari 0,5 hektar, 2 untuk petani yang lahan garapannya antara 0,5 sampai 1 hektar, 3 untuk petani yang lahan garapannya antara 1,1 sampai 1,5 hektar, 4 untuk petani yang lahan garapannya antara 1,6 sampai 2 hektar, dan 5 untuk petani yang lahan garapannya lebih dari 2 hektar. Mengenai luas lahan yang digarap kepala keluarga petani sub DAS dari seluruh sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Luas Lahan yang Digarap Petani Sub DAS Tingkat Frekuensi Persentase (%) 1 49 21.12 2 127 54.74 3 34 14.66 4 19 8.19 5 3 1.29 JUMLAH 232 100 Tabel 9 menunjukkan bahwa 21.21% petani sub DAS Keduang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar, 54.74 % memiliki luas lahan garapan 0,5 sampai 1 hektar, 14.66% memiliki luas lahan garapan 1,1 sampai 1,5 hektar, 8.19% memiliki luas lahan garapan 1,6 sampai 2 hektar, dan 1.29% memiliki luas lahan garapan lebih dari 2 hektar. Luas lahan yang digarap petani sub DAS Keduang dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 456 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa

Jumlah 150 100 50 0 Luas Lahan Keterangan : 1. <0.5 Ha 2. 0.5-1 Ha 3. 1.1-1.5 Ha 4.1.6-2 Ha 5. >2 Ha Gambar 3. Diagram Luas Lahan Garapan Petani Sub DAS Keduang Tabel 10. Luas Lahan yang Digarap Petani Sub DAS Masing-Masing Desa No Desa Frekuensi 1 Gemawang 5 20 10 7 0 2 Sembukan 14 16 1 0 0 3 Sumberejo 12 22 2 4 0 4 Pingkuk 6 36 13 3 2 5 Sukoboyo 12 33 8 5 1 Menurut test normalitas Kolmogorov Smirnow, data luas lahan yang digarap petani sub DAS Keduang berdistribusi normal, sehingga untuk membandingkan mean digunakan statistik parametrik sedangkan untuk menguji signifikansi perbedaan digunakan statistik parametrik dengan test Kruskal Walls. Hasil dari test Chi Kuadrat disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 11. Luas Lahan Garapan Petani Sub DAS Keduang Antar Desa Desa N Mean Rank Gemawang (1) 42 139.1667 Sumberejo (2) 40 101.025 Sembukan (3) 30 78.1 Sukoboyo (4) 59 116.7373 Pingkuk (5) 60 131.8583 Total 232 566.8873 Tabel 12. Test Statistik Chi Kuadrat dan Pengelompokan Variabel Desa Luas Lahan Garapan Chi-Kuadrat 22.89243 Df 4 x 2 tabel 9.48 Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12, diperoleh hasil bahwa hasil test Chi Kuadrat (x 2 hitung) lebih besar daripada x 2 tabel (0,05:4) jadi, hipotesis nol (Ho) diterima (accepted) yang artinya tidak terdapat perbedaan mean yang signifikan antara kelima grup (populasi) untuk variabel luas lahan garapan. Sedangkan tata guna lahan di wilayah sub DAS Keduang dapat dilihat pada Tabel 13, sebagai berikut: Tabel 13: Presentase Penggunaan Lahan Sub Das Keduang No Jenis Penggunaan Lahan Luas (KM 2 ) Presentase (%) 1 Perkebunan 63 159 2 Sawah 167 42,1 3 Perkebunan lahan kering 105 27,2 4 Hutan 59 14,9 Sumber : BPTDAS, 2004 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan petani di DAS Keduang masih tergolong rendah. Pendidikan seseorang mempengaruhi pola fikir dan tindakan seseorang, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin terbuka pikiran seseorang untuk menerima inovasiinovasi dan gagasan dari luar yang lebih baik untuk peningkatan kualitas dirinya. Dari data di atas juga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan petani di DAS Keduang juga tergolong rendah. Tingkat Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS 457

pendapatan petani yang rendah ini dipengaruhi oleh faktor cuaca, pengelolaan lahan, kondisi tanah maupun keadaan sosial budaya petani di DAS Keduang. Ditinjau dari kondisi karakterisitik petani, oleh sebab itu diperlukan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas petani di DAS Keduang. Beberapa upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat diantaranya adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dengan membangun dialog dan kesepakatan dengan instansi pemerintah dalam pengelolaan DAS, untuk mendukung upaya ini diperlukan keterkaitan sektor-sektor dinas, petani, LSM, Forum DAS dan masyarakat, sedangkan output/keluaran yang diharapkan adalah masyarakat dengan kesadarannya sendiri ikut aktif menjaga kelestarian DAS asumsi yang melandasi bahwa masyarakat luas paham arti penting DAS baik untuk fungsi ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya. Upaya kedua dalam rangka peningkatan pemberdayaan masyarakat adalah menyelenggarakan penyuluhan, pendampingan, dan pelatihan kepada masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam DAS. Untuk kelancaran program ini diperlukan keterkaitan sektor Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Dinas-dinas propinsi dan Kabupaten/Kota, LSM dan forum DAS. Output atau keluaran yang diharapkan dan kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian DAS, namun yang dapat dibangun adalah masyarakat luas paham arti pentingnya DAS baik untuk fungsi ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Pengelolaan DAS melibatkan banyak pihak mulai unsur pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Ada indikasi bahwa kesadaran dan kemampuan para pihak dalam melestarikan ekosistem DAS masih rendah, misalya masih banyak lahan yang seharusnya berupa kawasan lindung atau resapan air masih digunakan untuk fungsi budidaya yang diolah secara intensif atau dibangun untuk pemukiman baik secara legal maupun illegal, sehingga meningkatkan resiko erosi, longsor dan banjir. Dalam aliran sungai sendiri sering dijumpai sampah dan limbah dari berbagai sumber yang menyebabkan pendangkalan, penyumbatan, dan pencemaran air sungai sehingga kualitas air dan palung sungai menjadi rusak yang pada akhirnya merugikan lingkungan dan kehidupan masyarakat. Rendahnya kesadaran, kemampuan dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan DAS menjadi tantangan bagi para pengelola DAS dan unsur lain yang terkait dengan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat secara luas DAS (Departemen Kehutanan, 2008). KESIMPULAN Pengelolaan DAS diperlukan kerjasama dari segala pihak yang terkait, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Keterlibatan secara aktif para pihak (stakeholders) akan membangun rasa memiliki, memanfaatkan secara arif, dan memelihara sumberdaya secara bersama-sama. Dalam pengeloaan DAS, sumberdaya manusia (human capital) dalam hal ini masyarakat merupakan komponen yang memiliki andil dalam upaya konservasi DAS. Karakteristik masyarakat petani di DAS Keduang dapat disimpulkan memiliki tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan yang rendah. Sedangkan penggunaan lahan garapan di DAS Keduang mayoritas digunakan sebagai lahan pertanian dalam bentuk persawahan. Untuk meningkatkan kualitas petani di DAS Keduang maka dapat dilakukan berbagai upaya pemberdayaan, diantaranya melalui penyuluhan dan pelatihan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada: (1) Prof. Drs. Sutarno, M.Sc.,Ph.D, (2) Prof. Dr. S. Djalal Tandjung, M.Sc., Ph.D, dan (3) Ir. Ari Hadono Ramelan, M.Sc.,Ph.D atas bantuan, dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. (2008). Daerah Aliran Sungai Di Indonesia. Hadi,S. (1996). Metodologi Riset. Yogyakarta: Penerbit UGM Ouchi,M. (2007). The Study on Countermeasures for Sedimentation in the Wonogiri Multipurpose DAM Reservoir in the Republic of Indonesia. Indonesia: Directorate General of Water Resources Ministry of Public Works The Republic of Indonesia 458 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa

Notohadiprawiro,T. (1981). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program Penghijauan. Artikel disampaikan pada Kuliah Penataran Perencanaan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian Staf Departemen Pertanian di Fakultas Pertanian UGM. Repro Ilmu Tanah UGM 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air/PPSDA. (2005). Laporan Akhir Pengembangan Metoda dan Teknik Dalam Rangka Mengoptimalkan Pengelolaan Hidrologi dan Sumber Daya Air. Sub Kegiatan Konservasi Air dan Lahan Untuk Menunjang Kelestarian Sumber Daya Air di DAS Bengawan Solo Hulu. DISKUSI - Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS 459