BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pandangan lain, reformasi telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

Kata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan kaum miskin makin miskin, wilayah maju terus berkembang pesat meninggalkan wilayah terbelakang serta adanya sektor unggulan yang berkontribusi besar bagi pembangunan, sehingga sektor non unggulan yang membebani (Mopangga, 2011). Salah satu tantangan utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan antar wilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini tercermin salah satunya dari kontribusi PDRB terhadap PDB, yang mana selama 30 tahun (1983-2013), kontribusi PDRB KBI sangat dominan dan tidak pernah berkurang dari 80 persen terhadap PDB (lihat gambar 1.1) Ketimpangan pembangunan terjadi dalam skala lokal dan nasional. Dalam lingkup internasional, ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah terlihat nyata. Ketimpangan pembangunan seringkali menjadi permasalahan serius dan apabila tidak mampu dieliminir secara hati-hati dapat menimbulkan krisis yang lebih kompleks seperti masalah kependudukan, ekonomi, sosial, politik dan lingkungan serta dalam konteks makro sangat merugikan proses dan hasil pembangunan yang ingin dicapai suatu wilayah.

Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2000) Gambar 1.1 Peran Wilayah/Pulau dalam Pembentukan PDB Nasional (1983-2013) Sumber: Bappenas dalam RPJMN 2014-2019 Fakta menunjukkan peningkatan ketimpangan pembangunan yang terjadi di negara-negara berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara alamiah (natural) di semua negara. Bahkan ketika Amerika Serikat mulai melaksanakan proses pembangunan

negaranya pada abad ke-18 dulu, peningkatan ketimpangan pembangunan antarwilayah juga meningkat tajam. Peningkatan ketimpangan ini bahkan sampai memicu terjadinya perang saudara antara negara bagian di Selatan yang masih relatif tertinggal dengan negara bagian Utara yang sudah lebih maju. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan PRRI-Permesta di Sumatera Barat tahun 1957, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), (Sjafrizal, 2012). Semenjak pemerintahan orde baru berakhir, terjadi isu tuntutan tentang perimbangan wewenang pemerintah pusat dan daerah. Akhirnya UU No. 5 Tahun 1974 dirubah menjadi UU No. 22 Tahun 1999 yang mengatur tentang pemerintah daerah. Dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No 32 tahun 2004 memberikan perubahan hubungan pemerintah pusat dan daerah, yaitu perubahan sistem pemerintahan dari bentuk sentralistis menjadi desentralistis, artinya pengalihan sebagian besar wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (otonomi daerah). sedangkan wewenang yang tetap menjadi otoritas pemerintah pusat adalah dibidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, serta agama. Otonomi daerah, diharapkan dapat dan mampu menjawab permasalahanpermasalahan yang selama ini dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pembangunan ekonomi yang lebih baik dan lebih merata merupakan tujuan utama yang harus dicapai dalam otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah semua masyarakat di seluruh provinsi di Indonesia bisa menikmati hasil pembangunan dan tidak lagi terfokus hanya untuk Pulau Jawa. Dibalik harapan bahwa Otonomi Daerah dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Otonomi Daerah juga berpotensi meningkatkan disparitas pendapatan regional jika tidak dikelola dengan baik (Lessman, 2006). Kekhawatiran ini muncul karena dalam sistem desentralisasi, Pemerintah Daerah mengelola anggaran masing-masing dengan mempertimbangkan kesejahteraan warganya tanpa berkewajiban memperhatikan warga diluar wilayahnya. Ketimpangan pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini kemampuan suatu daerah dalam proses pembangunan juga menjadi berbeda, oleh karena itu tidaklah mengherankan bilamana pada suatu daerah biasanya terdapat wilayah maju (developed region) dan wilayah terbelakang (underdeveloped region). Ketimpangan pembangunan juga dapat dilihat secara vertikal yakni perbedaan pada distribusi pendapatan serta secara horizontal yakni perbedaan antara daerah maju dan terbelakang (Sjafrizal, 2008). Di wilayah provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada tahun 2014 adalah sebesar 378 ribu turun dari tahun 2013 yang berjumlah 384,1 ribu jiwa. Dari penduduk miskin tahun 2013 terdapat 37,18% penduduk miskin bekerja di sektor pertanian, 38,92% tidak bekerja dan 23,89% bekerja di bukan sektor pertanian. Sementara kabupaten terbesar angka kemiskinannya pada tahun 2013 adalah Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 38,3 ribu jiwa, sementara untuk kota, Kota Padang yang memiliki angka kemiskinan terbesar pada tahun 2013 yakni sebesar 44,2 ribu jiwa. Sementara itu nilai PDRB

di Sumatera Barat atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2013 adalah 46.640,23 milyar rupiah dan pada tahun 2014 menjadi 49.365,754 milyar rupiah. Sedangkan menurut harga berlaku, nilai PDRB tersebut meningkat 13,72 persen dari 127.099,94 milyar rupiah pada tahun 2013 menjadi 145.796,35 milyar rupiah pada tahun 2014. (SBDA 2015). Tabel 1.1 Perbandingan Indikator Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 Dan Tahun 2014 Uraian Kondisi 2005 Kondisi terakhir 2014 Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,28 5,85 Penduduk (Juta Jiwa) 4,56 5,13 Pengangguran (%) 13,34 6,50 Kemiskinan (ribu jiwa) - 378 Inflasi (% pertahun)* 6,90** 11,90* PDRB Rill (Juta Rupiah) 29.159.530 49.365.754 PDRB per kapita Rill (Juta Rupiah) 6.386.043,78 25.963.253,50 Pengeluaran per kapita Rill disesuaikan - 800.515,11 (Rupiah) Nilai Ekspor (US$) - 2,10 Belanja Pemerintah (ribuan Rupiah) 1.550.992.188** 3.635.837.760 Angka Harapan Hidup (tahun) 68,23 68,32*** Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 8,04 8,29*** IPM dan Rangking Nasional 71,19 69,36*** Sumber : BPS, diolah *Inflasi kota padang ** data tahun 2007 (data tahun 2005 tidak tersedia) *** IPM dengan metode baru - Data tidak tersedia

Gambar 1.2 PDRB Antar Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2014 (Juta Rupiah) Dharmasraya Pasaman Barat Solok Selatan Pasaman 50 Kota Agam Padang Pariaman Tanah Datar Sijunjung Solok Pesisir Selatan Kepulauan 1,489,980 3,466,972.52 833,729.79 1,732,557.28 3,627,183.98 3,945,384.22 3,662,378.99 3,277,610.69 1,608,771.80 2,748,301.14 2,629,354.97 656,638.04 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat, data diolah Gambar 1.3 PDRB Antar Kota di Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2014 (Juta Rupiah) Pariaman Payakumbuh Bukittinggi Padang Panjang Sawah Lunto Solok 911,438.57 1,129,838.43 1,311,966.48 534,465.85 655,331.20 670,719.58 Padang 15,466,762.02 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat, data diolah

Gambar 1.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2014 (%) LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA SUMATERA BARAT 6.54 6.24 5.49 5.7 6.02 6.03 5.62 5.78 5.9 6.01 6.09 5.87 5.9 6 6.04 6.1 6.19 6.47 5.99 Sumber: : BPS Provinsi Sumatera Barat, data diolah, data diolah Gambar 1.5 Indeks Ketimpangan Williamson/Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2014 0.400 0.380 0.360 0.340 0.320 0.300 0.280 Indeks Williamson/Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 0.379 0.367 0.359 0.356 0.339 0.330 0.323 0.323 0.324 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 0.324 Indeks Williamson/Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Sumber : Lampiran 2 A- J, data diolah

Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan antar daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkatkan bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antardaerah. Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000) Berdasarkan latar belakang diatas yang telah diuraikan maka peneliti tertarik untuk membahas dan menganalisa sejauh mana ketimpangan antar wilayah (Region Disparity) yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat serta apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan tersebut. Selain itu dalam penelitian ini akan dibahas juga klasifikasi daerah berdasarkan Tipologi Klassen. Sehingga peneliti tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yang akan disampaikan: 1. Bagaimana klasifikasi kabupaten/kota di berdasarkan Tipologi Daerah di Provinsi Sumatera Barat? 2. Berapa besar tingkat ketimpangan pembangunan di Sumatera Barat? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan di Sumatera Barat dan seberapa besar pengaruhnya terhadap ketimpangan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis posisi perekonomian kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat berdasarkan Tipologi Daerah dengan menggunakan analisis Klassen. 2. Menganalisis tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Sumatera Barat. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan di Sumatera Barat dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap ketimpangan. 1.4 Manfaat Penelitian Tercapainya tujuan dan terjawabnya masalah dalam penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat untuk berbagai kalangan. Baik dari kalangan akademisi, pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Untuk akademisi adalah memberikan pengetahuan secara ilmiah kepada para mahasiswa, dosen dan peneliti bagaimana kondisi ketimpangan ekonomi di

Provinsi Sumatera Barat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketimpangan tersebut. Untuk pemerintah dan para perencana pembangunan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan atau bahan evaluasi pemerintah dan para perencana pembangunan untuk membuat berbagai program kebijakan pembangunan. Kebijakan tersebut utamanya adalah yang berkaitan dengan dengan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar wilayah agar bagaimana pertumbuhan ekonomi semakin tinggi dan ketimpangan antar kabupaten/kota semakin berkurang. Sebagaimana tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan permasalahan, tujuan pembahasan yang dikemukakan di atas, maka pada ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini akan membahas: 1. Untuk analisis gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi (Tipologi Daerah) masing-masing-masing kabupaten/kota di Sumatera Barat menggunakan alat analisis yang disebut dengan Analisis Tipologi Klassen (Klassen Typology Analysis). 2. Pengukuran ketimpangan ekonomi wilayah (regional disparity) dengan menggunakan Indeks Williamson (Vw) yang mampu menghitung besarnya koefisien ketimpangan regional di Provinsi Sumatera Barat. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan di Provinsi Sumatera Barat hanya akan mengkaji 3 variabel yaitu ; Invetasi Swasta (PMDN dan PMA), Pengeluaran pemerintah, dan tingkat pengangguran.

4. Wilayah atau studi kasus penelitian adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat, yaitu 19 Kabupaten/kota (12 kabupaten dan 7 kota). 5. Data yang digunakan adalah data PDRB Produk Domestik Regional Bruto perkapita atas dasar harga konstan tahun 2000 dan harga berlaku masingmasing kabupaten/kota di Sumatera Barat. 6. Data yang digunakan untuk menaksir hubungan variabel adalah selama periode 10 tahun (2005-2014). Alasan dilpilihnya tahun 2005 sebagai tahun awal penelitian karena pada tahun tersebut seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat telah lengkap berjumlah 21. Sebelumnya pada tahun 2004 telah terbentuk 2 daerah kabupaten di Sumatera Barat yakni Kabupaten Dharmasraya yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Solok Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Solok. Sehingga data lengkap untuk kedua kabupaten tersebut baru tersedia pada tahun 2005. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Terdiri dari; berisi teori yang mendasari dan mendukung penelitian ini yaitu meliputi pertumbuhan ekonomi, PDRB, teori ketimpangan wilayah, metode Indeks Williamson, Hipotesis Kurva U-Terbalik versi Williamson, kerangka pemikiran teoritis dan Studi Literatur Terdahulu serta hipotesa penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Terdiri dari; jenis data dan sumber data, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, analisis data dan metode analisis. BAB IV : GAMBARAN UMUM Terdiri dari; keadaan geografis Provinsi Sumatera Barat, keadaan penduduk, perekonomian, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita di Provinsi Sumatera Barat. BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Terdiri dari; Analisis Tipologi Klassen (Klassen Tipologi Analysis), analisis ketimpangan pembangunan ekonomi dan uji statistik faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan. BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Terdiri dari; kesimpulan dan saran.