PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH)

dokumen-dokumen yang mirip
ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan

PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

LAPORAN KINERJA (LKJ)

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017

Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

Rumusan FGD Cabai dan Bawang

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

Good Agricultural Practices

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Direktur, Dr. Sarwo Edhy, SP, MM

P E N D A H U L U A N

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48/Permentan/OT.140/2009 TANGGAL : 19 Oktober 2009

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

Tahun Bawang

REVITALISASI PERTANIAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PENGANTAR. Ir. Suprapti

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

BAB II RENCANA STRATEJIK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 8 Januari 2014

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

Prima Tani Kota Palu (APBN) Tuesday, 27 May :32 - Last Updated Tuesday, 27 October :40

BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 Direktur Jenderal Hortikultura, Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I. NIP

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

LAPORAN AKHIR KINERJA DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN MODEL AGROPOLITAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS AGRIBISNIS.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

Transkripsi:

PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Kinerja pembangunan pertanian menunjukkan peningkatan dan terbukti mampu berperan sebagai sektor andalan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Di sisi lain sejak sepuluh tahun terakhir kontribusi subsektor hortikultura terhadap pembangunan pertanian juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keberhasilan pembangunan subsektor hortikultura akan terus ditingkatkan melalui Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura yang merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian. Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura membutuhkan dukungan inovasi teknologi, kelembagaan dan kebijakan. Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi berperan penting terhadap keberhasilan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Dalam kaitan ini diperlukan koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pemangku kepentingan dalam melaksanakan program tersebut. Keterkaitan antar fungsi yang menjadi mandat tiap institusi sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan dukungan inovasi dalam penerapan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada nara sumber yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Panduan Umum ini. Saran dan kritik bagi penyempurnaan Panduan Umum ini sangat kami hargai. Jakarta, Januari 2012 Kepala Badan, Dr. Haryono Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) i

KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) merupakan penjelasan umum yang disusun sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura di lingkup Badan Litbang Pertanian dan instansi pendukung terkait lainnya. Materi Panduan Umum meliputi Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura, Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura dan Implementasi Program Dukungan. Panduan Umum ini berfungsi sebagai garis besar pedoman yang akan dijabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai kebutuhan. Puslitbang Hortikultura berperan dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara proaktif dengan Ditjen Hortikultura dan unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian yang terkait untuk memberikan dukungan inovasi terhadap pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Koordinasi sangat diperlukan untuk mengharmonisasikan keterlibatan institusi di lapangan. Dengan demikian diperoleh sinergi kinerja yang positif untuk mempercepat tercapainya target yang ditetapkan. Semoga Panduan Umum ini dapat bermanfaat dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Jakarta, Januari 2012 Kepala Pusat, Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS ii Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i iii v vi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 1.3. Keluaran... 2 1.4. Manfaat... 2 1.5. Indikator Kinerja... 3 1.6. Ruang Lingkup... 3 1.7. Dasar Hukum... 4 1.8. Pengertian dan Definisi... 6 II. III. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 9 2.1. Pengertian Dasar... 9 2.2. Perkembangan Kawasan Hortikultura... 11 PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 14 3.1. Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura... 14 3.2. Pengembangan Teknologi Inovatif Melalui Kemitraan... 18 3.3. Pemilahan Inovasi dalam Kemitraan... 20 3.4. Rencana Implementasi Dukungan Inovasi... 22 3.5. Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi Hortikultura... 25 3.6. Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah 25 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) iii

IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA... 28 4.1. Persiapan... 28 4.2. Pelaksanaan... 29 4.3. Monitoring... 30 4.4. Pelaporan... 31 V. PENUTUP... 35 iv Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur Diseminasi Teknologi di Dalam Kawasan Hortikultura... 16 Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura... 19 Gambar 3. Alur Proses Implementasi Kegiatan Dukungan PKAH... 33 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) v

DAFTAR TABEL Tabel 1. Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura... 32 vi Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura menempati posisi strategis di dalam pembangunan sektor pertanian. Kontribusi subsektor hortikultura terhadap pembangunan sektor pertanian dari tahun ke tahun cenderung meningkat yang ditandai dengan peningkatan beberapa indikator makro, seperti Produk Domestik Bruto (PDB), volume ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tukar petani (NTP). Tahun 2008 subsektor hortikultura menyumbang sekitar 18,55% dari total PDB sektor pertanian. Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalam subsektor hortikultura sekitar 8,4 juta rumah tangga. Jumlah ini meningkat sebesar 76,69% dibandingkan dengan hasil Survei Pertanian tahun 1993, yaitu sebesar 4,7 juta rumah tangga. Di bidang produksi hortikultura, penyerapan tenaga kerja meningkat sekitar 5 35 % per tahun. Nilai tukar petani ( NTP) hortikultura meningkat dari 103,36 pada tahun 2009 menjadi 106,97 pada tahun 2010. Kontribusi ekspor buah-buahan Indonesia ke pasar internasional meningkat menjadi 0,8% (BPS 2010). Pengembangan subsektor hortikultura memerlukan dukungan penerapan inovasi untuk meningkatkan daya saing global. Badan Litbang Pertanian melalui UPT-UPT di bawah koordinasi Puslitbang Hortikultura (buah, sayuran, dan tanaman hias), dan Puslitbang Perkebunan (biofarmaka) telah menghasilkan berbagai inovasi unggul yang bermanfaat dalam pengembangan subsektor hortikultura di dalam negeri. Inovasi tersebut perlu dikembangkan secara luas agar memberi dampak nyata terhadap kinerja subsektor hortikultura. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Litbang Pertanian menetapkan program akselerasi alih teknologi hortikultura yang dilaksanakan untuk mendukung program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) yang menjadi program unggulan Ditjen Hortikultura. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 1

PKAH merupakan salah satu implementasi program pengembangan komoditas unggulan Kementerian Pertanian. Badan Litbang Pertanian mendukung pelaksanaan program tersebut melalui pengembangan inovasi sesuai kebutuhan. Pemberian dukungan inovasi ke dalam program tersebut perlu dirumuskan dalam suatu panduan umum yang menjadi acuan bagi seluruh Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terlibat. Pengembangan inovasi ke dalam PKAH menggunakan model integrasi inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura yang diharapkan berdampak luas terhadap peningkatan daya saing, nilai tambah dan kesejahteraan petani. Model integrasi inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura memerlukan keterlibatan instansi terkait, sehingga dibutuhkan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi di dalam implementasinya. 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) ialah memberikan acuan umum pelaksanaan dukungan inovasi hortikultura ke dalam Program PKAH. 1.3 Keluaran Keluaran yang diharapkan dari panduan umum ini ialah tersedianya acuan pelaksanaan dukungan teknologi inovatif dalam Program PKAH. 1.4 Manfaat Manfaat Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) ialah : a) Terbangunnya keselarasan persepsi para pihak terkait terhadap dukungan inovasi dalam program PKAH; b) Terbangunnya komitmen untuk bersinergi dan berinteraksi dalam melaksanakan dukungan inovasi dalam program PKAH; 2 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

c) Terlaksananya kegiatan dukungan inovasi dalam program PKAH dalam bentuk model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura. 1.5 Indikator Kinerja Indikator kinerja PDPKAH ialah : a) Dipahaminya prinsip dasar dan mekanisme kerja program dukungan inovasi dalam PKAH oleh Unit Kerja dan UPT lingkup Badan Litbang Pertanian. b) Tersusunnya rancang bangun pilot model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing. c) Terlaksananya rancang bangun pilot model integrasi inovasi dalam sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing. d) Diadopsinya inovasi sebagai komponen utama peningkatan daya saing dalam PKAH. e) Terbangunnya komitmen kerja antar lembaga secara sinergis dan harmonis dalam pelaksanaan program dukungan inovasi. 1.6 Ruang Lingkup Ruang lingkup kerja PDPKAH ialah : a) Menyediakan dan mendiseminasikan inovasi, mendorong inisiasi dan pengembangan kelembagaan, serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk mendukung berkembangnya kawasan agribisnis industrial hortikultura berbasis inovasi; b) Membangun pilot model pengembangan inovasi sebagai embrio terwujudnya sistem agribisnis industrial hortikultura yang berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing; c) Mengkoordinasikan keterlibatan instansi terkait di sektor hulu dan hilir untuk memperkuat kerja sama pengembangan inovasi di dalam kawasan agribisnis hortikultura. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 3

1.7 Dasar Hukum Dasar hukum Padum PDPKAH ialah : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Teknologi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4378); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraNomor 4437); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4724); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4866); 8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5068); 9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 4 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jis Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 141); 12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142) 13. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418); 14. Keputusan Presiden Nomor 157/M Tahun 2010 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/OT.140 /10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140 /9/2009 tentang Kriteria Kawasan Peruntukan Pertanian; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140 /10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayuran yang Baik; 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140 /10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/Permentan/OT.140 /2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan; 20. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 5

Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 1.8 Pengertian dan Definisi Istilah/pengertian dan definisi yang digunakan dalam PDPKAH ialah : 1) Aglomerasi adalah pengelompokan jenis usaha tertentu sehingga membentuk suatu kawasan khusus. 2) Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. 3) Champion Hortikultura adalah para pelopor usaha dalam bidang hortikultura yang memiliki keterkaitan fungsi dengan segmen rantai pasok. 4) Konektivitas adalah hubungan antar wilayah yang saling melengkapi membentuk satu kesatuan kawasan. 5) Good Agricultural Practices (GAP) adalah norma budidaya tanaman hortikultura sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar dan tepat. 6) Intensifikasi kebun adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan input dan teknologi produksi secara intensif. 7) Interdependensi adalah ketergantungan antar segmen usaha di dalam dan antar wilayah sehingga membentuk suatu kesatuan unit usaha bersama yang saling menguntungkan. 8) Kebun/lahan usaha adalah tempat membudidayakan tanaman hortikultura dengan sistem pengelolaan tertentu. 9) Kemitraan adalah kerja sama antar pihak terkait yang saling mendukung dan saling melengkapi melalui kesepakatan tertentu. 10) Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah suatu ruang geografis yang didelineasi oleh ekosistem dan disatukan oleh fasilitas 6 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikutura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya. 11) Komunal adalah hal-hal yang terkait dengan peran, fungsi dan keberadaan komunitas. 12) Nilai Tukar Petani (NTP ) adalah indeks kemampuan daya beli petani dalam membiayai kebutuhan hidup rumah tangga yang merupakan rasio antara harga tertimbang setiap komoditas yang diterima petani dengan harga tertimbang konsumsi makanan, konsumsi non-makanan, biaya produksi dan penambahan barang modal yang dibayar petani. 13) Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. 14) Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi, atau badan usaha yang bergerak di bidang budidaya hortikultura. 15) Peremajaan Kebun adalah penggantian tanaman yang tidak produktif dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap. 16) Perlindungan tanaman adalah upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). 17) Pewilayahan komoditas adalah penentuan wilayah yang diperuntukkan bagi pengembangan suatu komoditas berdasarkan kesesuaian tanah dan agroklimat, sosio ekonomi dan pemasaran serta persediaan prasarana, sarana dan teknologinya. 18) Standard Operating Procedure (SOP) adalah uraian langkahlangkah operasional standar dari kegiatan tertentu. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 7

19) Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan penerapan GAP. 20) Spillover technology adalah pemanfaatan teknologi di luar suatu kawasan target/lokasi utama. 21) Supply Chain Management (SCM) adalah pengelolaan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. 22) Tanaman buah adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman buah pohon, tanaman buah merambat dan semusim, tanaman buah terna, dan tanaman buah perdu. 23) Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk terna, merambat, semak, perdu, ataupun pohon, yang sengaja ditanam orang sebagai komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau sebagai komponen karangan bunga. 24) Tanaman sayuran adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman sayuran buah, tanaman sayuran daun, tanaman sayuran umbi, dan jamur. 25) Unit Kerja (UK) adalah satuan organisasi di lingkungan Badan Litbang Pertanian yang meliputi Pusat, Puslit, dan Puslitbang. 26) Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah satuan organisasi penelitian dan pengembangan pertanian yang melaksanakan tugas teknis dan atau tugas teknis operasional penunjang, meliputi balai besar, balai dan loka penelitian dan/atau pengembangan dan/atau pengkajian. 8 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

II. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA 2.1 Pengertian Dasar Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura bahwa Kawasan hortikultura adalah hamparan sebaran usaha hortikultura yang disatukan oleh faktor pengikat tertentu, baik faktor alamiah, sosial budaya, maupun faktor infrastruktur fisik buatan. Definisi tersebut dijabarkan lebih lanjut oleh Ditjen Hortikultura sebagai berikut : kawasan agribisnis hortikultura ialah suatu ruang geografis yang mempunyai keserupaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya. Konsep kawasan merupakan pendekatan yang paling sesuai dalam pembangunan ekonomi daerah. Saat ini pembangunan kawasan semakin luas diterapkan di berbagai negara yang sedang berkembang mengingat pembangunan kawasan mampu meningkatkan kinerja ekonomi daerah dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Kebijakan pengembangan ekonomi kawasan menggunakan konsep ekonomi pertumbuhan yang mengimplementasikan hubungan komunal, kegiatan ekonomi dan lingkungan secara harmonis. Alasan yang mendasari pembentukan kawasan ialah: (a) penghimpunan pasar tenaga kerja yang terampil dan terspesialisasi secara sektoral dan geografis, (b) pemusatan dukungan input dan jasa-jasa, dan (c) difusi teknologi yang efektif. Sementara itu kawasan memiliki ciri : (a) komunalitas, keserupaan, kebersamaan, dan kesatuan, ialah bahwa berbagai bisnis beroperasi dalam bidang yang serupa dan terkait satu dengan lainnya untuk pengembangan pemasaran bersama, (b) konsentrasi, ialah bahwa terdapat Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 9

pengelompokan berbagai bisnis yang saling berinteraksi, dan (c) konektivitas, ialah bahwa terdapat organisasi yang saling terkait (interconnected/linked/interdependent organizations) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura memerlukan pendekatan kerangka kerja yang bersifat holistik. Salah satu pendekatan holistik yang relevan untuk digunakan sebagai kerangka kerja pengembangan kawasan yaitu pendekatan rantai nilai ( value chain) seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Justifikasi utama penggunaan kerangka kerja rantai nilai di dalam kawasan ialah probabilitas pencapaian sasaran yang efektif dan efisien di dalam skema kerja sama yang melibatkan berbagai kelompok usaha yang berbeda. Urgensi penerapan rantai nilai kawasan ialah : (a) semakin jelasnya pembagian dan spesialisasi baik tenaga kerja ( division of labor) maupun komponen-komponen produksi, serta semakin berkembangnya kebersaingan sistemik (sistemic competitiveness) (b) meningkatnya efisiensi produksi, dan (c) peningkatan kemampuan penetrasi ke dalam pasar global yang memungkinkan dicapainya pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan. Rantai nilai kawasan memiliki potensi untuk memperluas pasar dengan memberikan insentif bagi investor swasta untuk melakukan investasi jangka panjang di bidang agro-prosesing dan agribisnis. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk memecahkan secara simultan kendala-kendala kelembagaan dan lainnya yang menghambat perkembangan investasi serta perdagangan di dalam dan antar kawasan. Keunggulan kompetitif serta potensi perdagangan antar kawasan dapat diwujudkan melalui penanganan optimal skala ekonomis (pada semua mata rantai komoditas), koordinasi vertikal (antar fase -fase rantai komoditas yang berbeda), dan diversifikasi komplementer maupun spesialisasi (antar kawasan dan antar sub-kawasan). 10 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

2.2 Perkembangan Kawasan Hortikultura Mulai tahun 2007, Ditjen Hortikultura memperkenalkan dan melaksanakan pembangunan hortikultura melalui pendekatan Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAH), yang dirancang berdasarkan kesesuaian potensi daerah dan bersifat multi komoditas, memperhatikan kesesuaian dan kelayakan agro-ekosistem, keterkaitan antar wilayah pengembangan, kesamaan infrastruktur ekonomi, serta berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan KAH merupakan suatu terobosan dan perubahan paradigma dalam pembangunan hortikultura dengan memperhatikan kepentingan pelaku usaha dan petani, serta dukungan dari berbagai institusi, sehingga hasilnya lebih optimal, menguntungkan dan berkelanjutan. Sebenarnya konsep pengembangan kawasan telah diinisiasi para pemangku kebijakan periode sebelumnya, tetapi pada saat itu konsep kawasan dipahami sebagai upaya membangun jaringan kerja sama antar pelaku dalam gabungan wilayah yang memiliki kondisi agroklimat yang sama, misalnya program kerjasama wilayah KAHS dan JABALSUKANUSA. Penanganan komoditas hortikultura di dalam kawasan umumnya belum optimal. Padahal potensi bisnis di dalam kawasan tersebut cukup besar. Indikasi itu dapat dilihat dari jumlah komoditas yang telah mencapai 323 varietas, terdiri dari 80 varietas sayuran, 60 varietas buah, 117 tanaman hias, dan 66 varietas tanaman biofarmaka. Volume ekspor komoditas hortikultura banyak berasal dari tanaman buah, seperti nenas, manggis, dan pisang, serta sayuran, seperti cabai, kacang panjang, buncis, kangkung sangat potensial untuk keperluan ekspor. Peningkatan ekspor juga terjadi pada berbagai spesies tanaman hias. Pencanangan program pengembangan kawasan agribisnis berdampak terhadap pembangunan komoditas hortikultura di tanah air. Pada tahun 2008, anggaran APBN dialokasikan untuk pembangunan komoditas unggulan daerah mencakup 29 komoditas yang tersebar di 90 kabupaten dalam bentuk PMUK, terdiri atas duku Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 11

(3 kabupaten), semangka (2 kabupaten), nenas (1 kabupaten), salak (3 kabupaten), melon (4 kabu paten), sirsak (2 kabupaten), apel (1 kabupaten), anggur (3 kabupaten), rambutan (5 kabupaten), markisa (3 kabupaten), jambu (1 kabupaten), bawang putih (2 kabupaten), kubis (2 kabupaten), jamur (2 kabupaten), paprika (3 kabupaten), tomat (1 kabupaten), sayuran organik (7 kabupaten), sayuran dataran rendah (5 kabupaten), tanaman hias meliputi: krisan, cordyline, dracaena, melati, sansiviera, polycias, raphis, sedap malam (36 kabupaten), lidah buaya (1 kabupaten), dan biofarmaka (3 kabupaten). Saat ini telah teridentifikasi 66 KAH potensial di berbagai daerah, dan dari jumlah tersebut sebanyak 36 kawasan akan dijadikan sebagai prioritas dalam perencanaan pembangunan hortikultura pada jangka menengah dan jangka panjang. Sosialisasi dan penerapan GAP telah dilakukan berkaitan dengan pengembangan kawasan hortikultura. Kegiatan tersebut terdiri atas penerapan GAP sayuran sebanyak 15 kali dilaksanakan di 15 propinsi yang mencakup 210 kelompok, GAP/SOP tanaman hias dilaksanakan di 74 lokasi di 21 provinsi serta GAP/SOP tanaman buah dilaksanakan 10 kali di 9 kabupaten. Dukungan pengembangan kawasan hortikultura juga diberikan dalam bentuk penataan area produksi. Registrasi kebun buah dilaksanakan di 699 kebun untuk 22 komoditas yang tersebar di 25 kabupaten/kota. Program tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pertanian No 61/Permentan/OT.160 /11/2006 tanggal 26 Nopember 2006 tentang GAP Buah. Seiring dengan pengembangan kawasan, intensitas kegiatan usaha hortikultura meningkat dari waktu ke waktu yang diinisiasi melalui pola kemitraan. Kemitraan usaha telah terbentuk di daerah, yang terdiri atas 42 kemitraan tanaman sayuran dengan 131 kelompok tani, kemitraan tanaman hias terdiri atas 24 kelompok tani dengan 5 perusahaan serta kemitraan tanaman buah sebanyak 172 kelompok tani dengan 24 perusahaan. Salah satu kegiatan usaha di dalam kawasan ialah penataan rantai pasokan yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. 12 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

Pembinaan champion (pelopor usaha hortikultura) dibutuhkan untuk menggerakkan kelembagaan tani dan meningkatkan posisi tawar petani. Pada tahun 2008 para champion yang telah terinventarisir terdiri atas pelaku usaha tanaman sayuran dan biofarmaka sebanyak 214 orang dan tanaman buah sebanyak 36 orang serta tanaman hias sebanyak 13 orang. Jenis komoditas yang dikembangkan di dalam kawasan hortikultura meliputi : Tanaman buah : mangga, manggis, jeruk, dan pisang; Tanaman sayuran : cabe, kentang, paprika, jamur, dan bawang merah; Tanaman hias: anggrek, bunga potong, krisan, dan leather leaf; Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 13

III. PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Penerapan teknologi inovatif secara massal dan berkelanjutan dalam pembangunan kawasan hortikultura diperlukan untuk menjamin peningkatan produksi, kualitas hasil, kontinuitas pasokan, nilai tambah, dan daya saing komoditas hortikultura. Strategi diseminasi yang efisien dan efektif merupakan komponen penting untuk menjamin akselerasi adopsi teknologi inovatif di dalam kawasan. 3.1. Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura Inovasi teknologi yang dihasilkan litbang hortikultura harus memiliki nilai tambah komersial dan ilmiah sesuai kebutuhan para pelaku agribisnis di dalam negeri. Di samping itu, pembentukan daya inovasi dan akselerasi adopsi teknologi diperlukan untuk menghasilkan produk-produk berdaya saing tinggi. Keduanya harus didukung oleh harmonisasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dari awal pengadaan teknologi sampai dengan adopsi teknologi. Hasil penelitian perlu dikaji secara objektif sebelum dikembangkan secara luas kepada pengguna teknologi di daerah. Pengkajian teknologi dimaksudkan untuk memperoleh inovasi dengan menerapkan komponen teknologi pada kondisi agroekosistem spesifik. Modifikasi teknologi sesuai dengan kondisi sosial ekonomi setempat perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan daya guna teknologi yang akan dikembangkan. Teknologi yang lolos dari proses pengkajian selanjutnya dikembangkan dengan melibatkan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Dinas Pertanian di daerah. Oleh karena proses pengembangan teknologi tersebut melibatkan sejumlah instansi yang terkait, maka diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi untuk mendukung optimasi kinerja secara keseluruhan. Alur diseminasi teknologi hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 1. 14 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

Dukungan penyediaan teknologi bagi pengembangan hortikultura sangat penting dalam rangka peningkatan daya saing produk hortikultura. Di dalam memberikan dukungan teknologi perlu memperhatikan beberapa aspek, di antaranya jenis teknologi yang akan dikembangkan, kondisi biofisik, sosial budaya, komunitas pengguna, sinergisme instansi yang terlibat, dan metode penyampaian ( delivery system) teknologi. Informasi semua aspek tersebut perlu diketahui dan dirumuskan secara mendalam guna penyusunan strategi dan rencana diseminasi teknologi di lapangan. Dengan perencanaan yang sistematis, maka proses diseminasi dapat dilakukan secara efektif dan adopsi teknologi dapat berjalan dengan cepat. Informasi kondisi biofisik diperlukan untuk mengetahui kespesifikan lahan dan agroklimat di lokasi yang menjadi target pengembangan teknologi. Demikian pula informasi tentang sosial budaya sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi penyampaian teknologi yang tepat sesuai kebiasaan dan norma yang berlaku di dalam komunitas target. Sementara informasi tentang aspek sinergisme kelembagaan diperlukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses penyampaian teknologi sesuai tupoksi masing-masing instansi melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 15

Gambar 1. Alur Diseminasi Teknologi di dalam Kawasan Hortikultura Sejauh ini pengguna teknologi dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu Pemerintah Daerah (cq. Dinas Pertanian atau dinas teknis terkait lainnya), perusahaan swasta dan kelompok tani. Untuk mengefektifkan proses alih teknologi diperlukan pola kerja sama yang mengikat. Salah satu pola kerja sama yang dapat dikembangkan ialah melalui pembentukan kemitraan alih teknologi. Berdasarkan berbagai kajian di lapangan diketahui bahwa penerapan pola kemitraan terbukti dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam proses alih teknologi. Gambar 1 menjelaskan, bahwa di dalam memberikan dukungan inovasi, Badan Litbang Pertanian melakukan koordinasi dengan Ditjen Hortikultura. Koordinasi difokuskan pada identifikasi 16 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

kebutuhan jenis teknologi, lokasi pengembangan, komoditas unggulan, pemberdayaan kelompok tani dan komitmen kontribusi Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hasil koordinasi tersebut, selanjutnya ditindaklanjuti dengan penyediaan inovasi oleh tiap Unit Kerja (UK) lingkup Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Hortikultura sebagai Unit Kerja yang memiliki mandat penelitian dan pengembangan hortikultura berperan sebagai koordinator dalam menetapkan langkah-langkah operasional penyediaan dukungan inovasi dengan melibatkan UPT di bawahnya. Langkah operasional yang terkait dengan bidang tugas Unit Kerja lain dilakukan melalui koordinasi horisontal secara intensif sehingga diperoleh dukungan kongkrit yang diperlukan, termasuk jenis inovasi dan sistem pengembangannya. UPT lingkup Puslitbang Hortikultura bersama BPTP menindaklanjuti program dukungan inovasi dengan menyusun rancang bangun model pengembangan inovasi. Model tersebut diharapkan menjadi embrio pengembangan kawasan agribisnis berbasis inovasi pada skala industri. Rancang bangun selanjutnya disosialisasikan kepada Dinas Pertanian dan lembaga terkait lainnya sebelum diimplementasikan di lapangan. Di dalam rancang bangun diuraikan tentang rumusan jenis inovasi, pola diseminasi, pengembangan inovasi skala industri, integrasi inovasi ke dalam sistem agribisnis, inisiasi kelembagaan, dan pembinaan implementasi model secara berkelanjutan. Implementasi model pengembangan inovasi dilakukan di dalam kawasan hortikultura bersama instansi terkait di Pusat dan Daerah. Partisipasi intansi lain dilakukan melalui kerjasama kemitraan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kesepakatan kerja sama. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 17

3.2. Pengembangan Teknologi Inovatif Melalui Kemitraan Pola pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada umumnya dilakukan melalui introduksi langsung kepada pengguna. Salah satu kelemahannya ialah tidak adanya kewajiban yang mengikat dari para pihak untuk menjaga kesinambungan adopsi teknologi. Oleh karena itu, pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada masa mendatang perlu dibangun melalui kemitraan. Penerapan pola kemitraan memiliki beberapa keuntungan, yaitu adanya deliniasi peran masing-masing pihak yang terlibat, pemanfaatan sumberdaya secara terpadu, dan keterikatan komitmen secara adil dan berimbang. Kemitraan dapat dilakukan dengan komunitas target yang mencakup pemerintah daerah, perusahaan swasta dan gapoktan/poktan. Kemitraan tersebut dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Hortikultura sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di dalam program kemitraan tersebut, Puslitbang Hortikultura berperan sebagai koordinator dalam memobilisasi dan mengkoordinasikan unit kerja lainnya pada lingkup Badan Litbang Pertanian untuk penyediaan informasi dan teknologi yang terkait dengan pengembangan hortikultura, seperti kesesuaian lahan dan agroklimat, teknologi pasca panen, produk bioteknologi, mesin dan alat pertanian, informasi sosial ekonomi, demografi, serta komunikasi. Ruang lingkup kerjasama di dalam pengembangan kawasan hortikultura sangat luas sejalan dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan di lapangan, mencakup pengembangan (1) infra struktur, (2) industri hulu (benih, pupuk, pestisida, media, dan pembiayaan), industri on farm (kegiatan budidaya, sertifikasi kebun), (3) industri off farm (sertifikasi mutu, grading, sortasi, pengemasan, dan transportasi), serta (4) bidang pendukung (karantina, perizinan, dan pelatihan). Setiap bidang kerjasama tersebut menyangkut tugas pokok instansi pemerintah di pusat dan daerah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, asosiasi pengusaha, 18 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

dan lembaga swadaya masyarakat dan pelaku usaha. Oleh karena itu koordinasi antar para pihak yang terlibat sangat diperlukan untuk mencapai target pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Koordinasi diikuti dengan penyusunan rencana aksi dan pelaksanaan kegiatan secara terintegrasi. Dengan demikian permasalahan yang terjadi di lapangan dapat diatasi secara cepat. Hubungan kelembagaan di dalam kawasan hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 2. Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura Penerapan pola kemitraan merupakan suatu keharusan untuk meraih tujuan tertentu melalui kerjasama dengan para pihak yang kompeten. Beberapa pertimbangan dalam membangun kemitraan pengembangan agribisnis hortikultura adalah adanya kepentingan bersama untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 19

petani, dan komitmen berbagi sumberdaya, beban dan risiko, serta keuntungan (benefit) bagi pihak-pihak yang terkait. 3.3. Pemilihan Inovasi dalam Kemitraan Penerapan pola kemitraan dalam program dukungan teknologi inovatif pengembangan kawasan agribisnis hortikultura perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a. Kriteria Inovasi Inovasi dapat berupa ide atau gagasan, metode atau praktek dan produk atau jasa. Inovasi tersebut harus bersifat baru tetapi tidak selalu berasal dari penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Dengan demikian, sifat baru pada inovasi perlu dilihat dari sudut pandang petani atau penggunanya. Pada tataran pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan lembaga penelitian dapat berwujud teknologi, kelembagaan, dan kebijakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang diintroduksikan ke dalam program pengembangan inovasi, harus yang tepat guna, yaitu sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan budaya di komunitas target. Dalam strategi pemilihan inovasi hortikultura, kriteria yang harus dipertimbangkan adalah: 1. Dirasakan sebagai kebutuhan pengguna; 2. Mudah diterapkan, sederhana dan tidak rumit; 3. Dapat dijangkau oleh kondisi ekonomi pengguna; 4. Memberikan keuntungan secara kongkrit bagi pengguna; 5. Mempunyai keselarasan dengan pola pengembangan yang telah ada dan sedang berlaku, nilai sosial budaya, 20 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

kepercayaan, gagasan yang dikenal sebelumnya dan keperluan yang dirasakan pengguna; 6. Dapat mengatasi faktor-faktor pembatas dengan mengacu pada kondisi sumberdaya lokal; 7. Mudah dievaluasi. b. Teknologi Spesifik Lokasi Program litbang hortikultura memiliki keterkaitan erat dengan program pengkajian teknologi di BPTP khususnya pada kelompok komoditas yang pengembangannya memerlukan kondisi ekologi dan teknologi spesifik. Di dalam pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi spesifik pada komoditas tertentu dilakukan melalui proses sinkronisasi, konsultasi dan asistensi dengan Balai Penelitian lingkup Puslitbang Hortikultura dan UK terkait lingkup Badan Litbang Pertanian. Program litbang hortikultura berbasis wilayah mencakup : (1) karakterisasi dan analisis zona agroekologi, (2) penelitian adaptif dan komoditas spesifik lokasi, (3) rekayasa usaha agribisnis berbasis komoditas, (4) pengkajian sistem agribisnis berbasis komunitas, (5) sosial ekonomi budaya masyarakat pedesaan dan (6) diseminasi inovasi hortikultura. c. Sistem Penyampaian Teknologi (Delivery System of Technology) Kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan (peneliti dan penyuluh). Diseminasi inovasi dapat dilakukan melalui berbagai sarana komunikasi ( multi-channel). Penyuluhan merupakan salah satu sarana diseminasi yang kelembagaannya sudah terstruktur. Oleh karena itu, pemilihan metode penyuluhan yang tepat dan efektif merupakan salah satu faktor penentu dalam adopsi teknologi. Berdasarkan kelompok target, penyuluhan diklasifikasikan atas : (a) metode penyuluhan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 21

kelompok, (b) metode penyuluhan individu, dan (c) metode penyuluhan media masa. 3.4. Rencana Implementasi Dukungan Inovasi Inovasi teknologi hortikultura diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu wilayah dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu (i) agroekosistem, (ii) agribisnis, (iii) wilayah, (iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti implementasi inovasi dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis diartikan bahwa implementasi inovasi teknologi hortikultura perlu memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah diartikan bahwa penggunaan lahan untuk kegiatan usaha hortikultura mengacu pada satu kawasan. Pemilihan inovasi yang akan diterapkan dalam satu kawasan perlu mempertimbangkan risiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan model pengembangan inovasi tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan aturan yang berlaku di lokasi. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan. Pengembangan kawasan berbasis inovasi dilakukan untuk mendorong terciptanya sistem agribisnis yang mengkonsolidasikan semua segmen usaha secara vertikal maupun horisontal berbasis kelembagaan ekonomi masyarakat. Di dalam memberikan dukungan inovasi perlu disusun rancang bangun yang mendesain pengintegrasian inovasi ke dalam sistem agribisnis hortikultura 22 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

dalam bentuk pilot model sebagai embrio berkembangnya usaha industrial yang memadukan seluruh segmen usaha hortikultura berbasis unggulan lokal dari hulu sampai ke hilir dalam ikatan kelembagaan yang efektif dan berkelanjutan. Inisiasi pembentukan usaha industrial tersebut harus dikaitkan dengan program dan kegiatan serupa di berbagai instansi dan lembaga di tingkat pusat maupun daerah, sehingga pelaksanaannnya di lapangan berjalan terintegrasi. Setiap usaha komoditas di dalam model agribisnis hortikultura tidak lagi berdiri sendiri melainkan tergabung dalam kelembagaan usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (dari hulu hingga hilir). Model tersebut memiliki karakteristik lengkap secara fungsional (hulu s/d hilir), satu kesatuan tindak, dan ikatan langsung secara institusional. Untuk mendukung integrasi segmen diperlukan dukungan kegiatan yang mencakup (a) perancangan dan fasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis, (b) pembangunan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar dan prototipe alat/mesin pertanian) secara luas dan desentralistik, (c) penyediaan sistem informasi, dan (d) fasilitasi dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis, (e) penerapan teknologi inovatif tepat guna, ( f) pembangunan model percontohan sistem dan usaha agribisnis yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis, ( g) percepatan proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi, dan ( h) pengembangan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat. Analisis potensi ekonomi, sosial dan budaya dilakukan terlebih dahulu sebelum menerapkan program dukungan inovasi yang kemudian diikuti dengan penyusunan rencana kegiatan pengembangan inovasi yang diinginkan. Rencana kegiatan tersebut dirumuskan berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 23

dan Rapid Rural Appraisal (RRA), yang berarti bahwa pengembangan inovasi direncanakan dari dan oleh masyarakat tani bersama pemangku kepentingan pembangunan hortikultura. Petani dan pemangku kepentingan diberikan motivasi untuk membangun kawasan hortikultura dengan memasukkan unsur inovasi sebagai elemen utama di dalamnya. Kegiatan dukungan inovasi di dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terdiri atas beberapa tahapan, yaitu : a) Perencanaan (penganggaran, penentuan lokasi, dan pelatihan bagi pelaksana; b) Pengorganisasian; c) Sosialisasi (dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten); d) Pelaksanaan: - Pemetaan kesesuaian sumber daya lahan; - Pelaksanaan PRA/RRA; - Analisis rantai nilai; - Penyusunan rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura; - Implementasi inovasi teknologi dengan prinsip partisipatif, pemberdayaan, dan sinergi antar pemangku kepentingan. e) Monitoring dan evaluasi; f) Koordinasi dan pembinaan. Lokasi dukungan inovasi dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura berdasarkan kriteria sebagai berikut : a) Memiliki peluang keberhasilan, ditinjau dari segi sumber daya alam dan SDM; b) Respon positif pengguna; c) Respon positif pemerintah kabupaten dan provinsi; 24 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

d) Kesesuaian dengan kebijakan dan program pemerintah daerah; e) Potensi komoditas unggulan yang akan dikembangkan sesuai dengan unggulan nasional atau daerah; f) Aksesibilitas memadai; g) Sinkronisasi lokasi kawasan agribisnis hortikultura yang telah ditetapkan. 3.5. Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi Hortikultura Penetapan komoditas prioritas atau unggulan di dalam program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura mengacu pada kriteria pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekosistem. Secara nasional, komoditas unggulan hortikultura yang diprioritaskan adalah: pisang, mangga, manggis, jeruk, durian, kentang, cabai merah, bawang merah, anggrek, krisan dan rimpang. Namun, keleluasaan juga diberikan untuk memilih komoditas spesifik di masing-masing kawasan pengembangan agribisnis hortikultura dengan tetap mengacu pada Kepmentan Nomor 511 tahun 2006 yang mengakomodasi 323 jenis komoditas hortikultura, terdiri dari 80 jenis buah, 60 jenis sayuran, 66 jenis tanaman biofarmaka dan 117 jenis tanaman hias. Di dalam program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, penetapan komoditas spesifik akan ditempuh melalui PRA dan analisis rantai nilai. 3.6. Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah Pelaksanaan kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura memerlukan koordinasi antar para pihak yang terlibat, termasuk instansi Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, Balai Penelitian Komoditas, BPTP, Unit Kerja Ditjen Hortikultura, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Ditjen P2HP, pemerintah daerah dan kelembagaan kelompok/gabungan kelompok Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 25

tani. Masing-masing instansi tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas di dalam ruang lingkup kerja yang saling mendukung. Adapun peran setiap Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis diuraikan sebagai berikut : 1. Puslitbang Hortikultura berperan sebagai penyusun Panduan Umum PDPKAH, koordinator dan penyedia teknologi inovatif hortikultura; 2. Unit Kerja terkait lainnya di lingkup Badan Litbang Pertanian berperan memberi dukungan informasi dan teknologi inovatif yang diperlukan sesuai kondisi biogeofisik di lokasi target; 3. Unit Kerja lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, dan Ditjen P2HP memberi dukungan teknis sesuai dengan kebijakan dan program masingmasing; 4. Pemda berperan memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pengembangan dan adopsi teknologi di tingkat daerah melalui dukungan kebijakan yang kondusif; 5. Dinas Pertanian, sebagai salah satu komponen dari pemerintah daerah, berperan melakukan pembinaan dan penyediaan sumberdaya yang diperlukan mendukung percepatan adopsi teknologi inovatif; 6. Perusahaan swasta berperan sebagai pengguna teknologi dan obyek pembinaan yang berkewajiban menyediakan fasilitas pendukung dan sumberdaya yang diperlukan untuk proses transfer teknologi; 7. Gapoktan merupakan target pembinaan yang berperan mengikuti proses diseminasi inovasi teknologi secara tertib dan partisipatif di tingkat provinsi dan kabupaten; 8. Balit berperan menyediakan teknologi, melayani konsultasi dan memberikan asistensi; 26 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

9. BPTP berperan menyediakan teknologi spesifik lokasi dan secara aktif sebagai pengambil inisiatif pertemuan dan mengkonsultasikannya kepada para pihak terkait di daerah. Implementasi program dukungan inovasi teknologi hortikultura memerlukan dukungan semua pihak dalam rangka percepatan diseminasi dan adopsi inovasi yang dipandang mampu memberikan manfaat kepada pembangunan pertanian secara signifikan, antara lain : a) Meningkatnya muatan inovasi dalam sistem agribisnis hortikultura; b) Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat; c) Meningkatnya efisiensi dan sinkronisasi sumber daya pertanian dan dana pemerintah, terutama yang dialokasikan pada Kementerian Pertanian. Keberhasilan program tersebut ditentukan oleh komitmen dan kemampuan berkoordinasi semua pihak yang terkait secara sinergis dalam setiap tahap kegiatan. Kegiatan dukungan inovasi teknologi dibiayai dari dana APBN yang dialokasikan oleh Puslitbang Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, APBD provinsi dan kabupaten, serta sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Dana-dana pemerintah tersebut tetap dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) masing -masing sesuai dengan DIPA yang bersangkutan, yang penggunaannya diarahkan ke lokasi target. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 27

IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut. 4.1. Persiapan Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi PDPKAH antara Badan Litbang Pertanian dengan Ditjen Hortikultura, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Ditjen P2HP, serta Badan SDM Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Substansi materi koordinasi meliputi : 1. Rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, spesifikasi komoditas prioritas; 2. Dukungan teknologi inovatif; 3. Lokus penerapan rencana kegiatan dukungan; 4. Keterlibatan instansi dan kelembagaan terkait; 5. Deliniasi tugas dan fungsi antar instansi; 6. Pemanfaatan sumberdaya secara terarah dan terpadu. Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi program dukungan kawasan agribisnis hortikultura antara Puslitbang Hortikultura dengan UK dan UPT lingkup Badan Litbang tentang perumusan rencana dukungan kegiatan, roadmap, identifikasi teknologi inovatif dan pemanfaatan sumberdaya instansi secara sinergis. Dukungan teknologi inovatif diarahkan untuk menjawab permasalahan agribisnis hortikultura dari hulu sampai ke hilir. Menyiapkan langkah-langkah operasional sebagai penjabaran program yang telah disepakati bersama. Langkah-langkah operasional memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 28 Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH)

1. Kebutuhan teknologi spesifik lokasi; 2. Metode diseminasi teknologi inovatif; 3. Pembentukan dan pelibatan kelembagaan terkait; 4. Deliniasi peran antar instansi; 5. Pelibatan komunitas target binaan. Membuat rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura di lokasi terpilih melalui pola kemitraan dengan pemda dan swasta, serta pola Sekolah Lapang dengan gapoktan/poktan melibatkan BPTP setempat. Menyusun dokumen pendukung, terdiri atas : 1. Perjanjian kerja sama pelaksanaan dukungan; 2. Kerangka acuan; 3. Jadwal palang kegiatan dan perangkat monev. Jadwal palang kegiatan yang akan diimplementasikan mencakup lokasi kawasan, komoditas unggulan, teknologi yang dibutuhkan, dan pola hubungan kerja institusional dalam upaya pencapaian target yg telah ditetapkan. Mengumpulkan data dan informasi pendukung yang meliputi kegiatan PRA/RRA dan analisis rantai nilai. Melaksanakan seminar/lokakarya rencana pelaksanaan dengan melibatkan seluruh instansi terkait dan kelompok sasaran. Pelaksanaan seminar dimaksudkan sebagai sarana komunikasi para pihak sebelum mengimplementasikan kegiatan di lapangan. 4.2. Pelaksanaan 1. Kegiatan dukungan inovasi diimplementasikan di lapangan sesuai dengan kerangka acuan yang disepakati oleh para pihak yang terlibat. Program dukungan PKAH dilaksanakan mulai Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) 29