3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan dan menerima informasi atau pesan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN VERBA TRANSITIF SISWA KELAS XII JURUSAN TEKNIK JARINGAN TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 2 KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Toba. Bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu sekaligus bahasa sehari-hari sering

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ),

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana,

BAB II LANDASAN TEORI

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Sarana yang paling utama untuk berkomunikasi adalah bahasa. disampaikan pada anggota masyarakat lain.

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 1.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah pengetahuan pembaca tentang penggunaan kategori verba dalam surat kabar. 2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba dalam surat kabar. 3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 2.1 Konsep BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA Malo, dkk. (1985: 46) menyatakan bahwa konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah

gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu konsep semantik, verba, dan kategori verba. 2.1.1 Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti (Chaer, 1995: 2). Kata semantik dipakai sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau bidang linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa. 2.1.2 Verba Menurut Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) perilaku morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektifa, karena ciri-ciri berikut:

a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Contoh: (6) Pencuri itu lari. (7) Mereka sedang belajar di kamar. Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Dalam sedang belajar verba belajar berfungsi sebagai inti predikat. b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks teryang berarti paling. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka. d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali. Keraf (1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan: me-, ber-, -kan, di-, i-, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata-kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata-kata tersebut dibubuhi afiks yang

berfungsi sebagai pembentuk verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut: 1. prefiks me- 2. simulfiks N 3. prefiks ber- 4. konfiks ber-r 5. prefiks per- 6. prefiks ter- 7. prefiks ke- 8. sufiks in 9. kombinasi me-i 10. kombinasi di-i 11. kombinasi me-kan 12. kombinasi afiks memper- 13. kombinasi afiks diper- 14. kombinasi afiks memper-kan 15. kombinasi afiks diper-kan 16. kombinasi afiks N-in 17. konfiks ber-an 18. konfiks ber-r-an 19. konfiks ber-kan 20. konfiks ke-an

21. kombinasi afiks ter-r 22. kombinasi afiks per-kan 23. kombinasi afiks per-i 24. prefiks se- 25. kombinasi afiks ber-r 2.1.3 Kategori Verba Menurut Chaer (1995: 154-155) leksem-leksem verba dalam bahasa Indonesia, secara semantis dapat ditandai dengan mengajukan tiga macam pertanyaan terhadap subjek tempat verba menjadi predikat klausanya. Ketiga pertanyaan itu adalah (1) apa yang dilakukan subjek dalam klausa tersebut, (2) apa yang terjadi terhadap subjek dalam klausa tersebut, (3) bagaimana keadaan subjek dalam klausa tersebut. Perhatikan contoh kalimat berikut: (8) Dika menendang bola. (9) Gunung itu longsor. (10) Nita mengantuk. Kalau pertanyaan (1) diajukan kepada kalimat pertama kita akan memperoleh jawaban menendang, jika pertanyaan (2) diajukan kepada kalimat kedua kita akan memperoleh jawaban longsor, dan jika pertanyaan (3) diajukan kepada kalimat ketiga maka kita akan memperoleh jawaban mengantuk. Dengan demikian kata-kata menendang, longsor, dan mengantuk adalah kata-kata yang termasuk kategori verba. Lalu, sesuai dengan macam pertanyaan yang diajukan, kata menendang termasuk

verba tindakan, kata longsor termasuk verba proses, dan kata mengantuk termasuk verba keadaan. 2.2 Landasan Teoretis Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini digunakan teori struktural yang diambil dari buku Chaer yang berjudul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisan-tulisan lain, terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba seperti buku Alwi, dkk. yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), Keraf dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia, dan Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis kategori verba termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia oleh Chaer ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan kategori verba sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. Kategori Verba Berdasarkan analisis semantik selanjutnya, dan sejalan dengan Tampubolon (1979, 1988 a, 1988 b), kita dapat membedakan adanya dua belas tipe verba dasar dalam bahasa Indonesia. Kedua belas tipe dasar itu adalah:

a. Tipe I adalah verba yang secara semantik menyatakan tindakan, perbuatan, atau aksi. Tampubolon (dalam Chaer, 1994: 155) menyebutnya kata kerja aksi, tetapi di sini disebut verba tindakan. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa sebuah nomina yang bercirikan makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata makan dan baca pada kalimat ketika kami makan dia cuma baca koran saja. Contoh lain adalah mohon, jemput, mundur, usir, dan setor. Secara semantik verba tipe I ini pun sebenarnya dapat dibedakan lagi menjadi verba tindakan yang (1) pelakunya manusia, (2) pelakunya adalah manusia dan yang bukan manusia, dan (3) pelakunya bukan manusia. Leksem baca dan tulis adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia; makan dan minum adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia dan bukan manusia; sedangkan pagut dan patuk adalah verba tindakan yang pelakunya bukan manusia. Sebagai contoh perhatikan kalimat-kalimat berikut yang tidak terterima karena pelakunya secara semantis tidak cocok. * Kucing itu membaca komik. * Kakak memagut kaki ibu. b. Tipe II adalah verba yang menyatakan tindakan dan pengalaman. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebut oleh verba tersebut serta sekaligus dapat pula sebagai maujud yang mengalami (secara kognitif, emosional, atau sensasional)

tindakan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, leksem (me) naksir dan (men) jawab pada kalimat berikut: (11) Dia menaksir harga mobil bekas itu. (12) Beliau menjawab pertanyaan para wartawan. Pada kalimat (8) dia adalah maujud yang melakukan tindakan itu dan juga sekaligus mengalaminya. Hal yang sama terjadi pula pada kalimat (9), beliau adalah pelaku dan yang mengalami tindakan itu. Maujud yang melakukan tindakan dan yang mengalami tidak harus selalu berupa maujud yang sama, melainkan dapat berupa dua maujud yang berbeda. Perhatikan contoh berikut! (13) Pak lurah tanya persoalan itu kepada kami. Dalam kalimat (10) Pak lurah adalah pelaku, sedangkan yang mengalaminya adalah kami. Contoh lain verba tipe II ini adalah bilang, bicara, bujuk, ancam, dan kenal. c. Tipe III adalah verba yang menyatakan tindakan dan pemilikan (benafaktif). Pelaku verba ini adalah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut, sedangkan pemilik (bisa juga ketidakpemilikan) juga berupa nomina berciri makna bernyawa. Misalnya, kata beli dan bantu dalam kalimat berikut: (14) Dika beli mobil dari Pak Fuad. (15) Pemerintah bantu para petani.

Dalam kedua kalimat itu Dika dan pemerintah adalah pelaku, sedangkan Pak Fuad dan para petani adalah pemiliknya (Pak Fuad adalah yang tidak memiliki lagi dan para petani yang memperoleh pemilikan itu). Acapkali pemilik tidak direalisasikan dalam suatu kalimat. Misalnya pada kalimat berikut. (16) Dika beli mobil baru. Contoh lain adalah minta, beri, pinjam, sewa, terima, dan bayar. d. Tipe IV adalah verba yang menyatakan tindakan dan lokasi (tempat). Artinya tindakan yang dinyatakan oleh verba itu sekaligus menyarankan adanya lokasi (baik tempat asal, tempat berada, maupun tempat tujuan). Pelaku tindakan berupa nomina berciri makna bernyawa yang dapat mengalami tindakan itu sendiri maupun tidak sedangkan lokasi berupa frase preposisional. Misalnya, kata pergi pada kalimat berikut. (17) Nita pergi ke pasar. Meskipun kehadiran frase ke pasar pada kalimat tersebut opsional, tetapi verba pergi itu sendiri jelas menyarankan keharusan hadirnya frase tersebut. Contoh lain adalah kembali, datang, masuk, pulang, terjun, lari, pindah, dan taruh. e. Tipe V adalah verba yang menyatakan proses. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina umum yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi. Misalnya, kata layu dan pecah pada kalimat berikut: (18) Daun tembakau itu layu. (19) Kaca jendela rumah itu pecah.

Layu dan pecah pada kedua kalimat itu termasuk verba proses sebab, seperti sudah disebutkan di muka, dapat menjadi jawaban dari pertanyaan Apa yang terjadi pada subjek?. Contoh lain adalah longsor, jadi, bangkit, bubar, dan habis. Ada tiga persoalan mengenai verba tipe V ini (dan juga verba proses lainnya, tipe VI, tipe VII, dan tipe VIII). Ketiga persoalan itu adalah: 1) Proses perubahan yang terjadi pada suatu maujud dapat berlangsung dalam waktu singkat, tetapi dapat juga dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, ada verba proses yang dapat diberi keterangan sedang seperti pada sedang tumbuh, sedang terbit, dan sedang turun, tetapi ada pula yang tidak dapat diberi keterangan sedang seperti *sedang pecah, *sedang hancur, dan * sedang luka. 2) Sebenarnya suatu proses atau perubahan bukan hanya terjadi pada verba proses saja, tetapi ternyata juga pada verba tindakan, sebab suatu tindakan akan menyebabkan terjadinya suatu proses. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan: apa bedanya verba proses dengan verba tindakan itu? Pada verba proses subjek mengalami perubahan sesuai dengan pertanyaan Apa yang terjadi pada subjek? ; sedangkan pada verba tindakan subjek itu melakukan suatu aksi, suatu tindakan, atau suatu perubahan, sesuai dengan pertanyaan Apa yang dilakukan subjek? 3) Seringkali kita juga sukar untuk membedakan verba proses dengan verba keadaan (verba tipe IX, X, XI, XII). Misalnya verba layu pada kalimat di atas, jika diuji dengan pertanyaan Apa yang terjadi pada subjek? maka

jawabannya adalah subjek itu layu. Jadi, jelas layu di situ adalah verba proses, tetapi kalau diuji dengan pertanyaan Bagaimana keadaan subjek? maka jawabannya adalah subjek itu layu. Jelas, di sini layu adalah verba keadaan f. Tipe VI adalah verba yang menyatakan proses-pengalaman. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina bernyawa yang mengalami suatu proses perubahan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, kata bosan dan cemas pada kalimat itu: (20) Rupanya kamu sudah bosan padaku. (21) Ibu cemas akan keselamatan anak-anak itu. Pada kedua kalimat di atas bosan dan cemas adalah verba proses pengalaman sedangkan kau dan ibu adalah maujud yang mengalami proses itu. Contoh lain adalah bimbang, waswas, ingat, sadar, tahan, harap, ragu, sangsi, maklum, dan kagum. g. Tipe VII adalah verba yang menyatakan proses pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba tipe VII ini berupa nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian memperoleh atau kehilangan (kerugian). Misalnya, kata menang dan kalah pada kalimat berikut: (22) PSSI menang 2-0 atas Singapura. (23) Dia kalah 2 juta rupiah. Menang dan kalah adalah verba proses benafaktif sedangkan PSSI dan dia adalah maujud yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh verba tersebut. Contoh lain adalah dapat dan berlaba.

h. Tipe VIII adalah verba yang menyatakan proses-lokasi. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat (lokasi). Misalnya, kata tiba dan terbit pada kalimat berikut: (24) Pesawat itu baru tiba dari Surabaya. (25) Matahari terbit di ufuk timur. Tiba dan terbit pada kalimat tersebut adalah verba proses lokatif sedangkan kata pesawat dan matahari adalah maujud yang mengalami proses perubahan lokasi itu. Contoh lain adalah timbul, terbenam, tenggelam, muncul, jatuh, hanyut, turun, dan naik. i. Tipe IX adalah verba yang menyatakan keadaan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata cerah dan kering pada kalimat berikut: (26) Wajah mereka selalu cerah. (27) Sawah-sawah di situ mulai kering. Cerah dan kering pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan sedangkan kata wajah mereka dan sawah-sawah adalah maujud yang berada dalam keadaan itu. Kadang-kadang memang agak sulit untuk membedakan verba keadaan dengan kategori adjektifa. Oleh karena itu, banyak orang yang menyatukan kedua kategori ini ke dalam kelas yang sama. Namun, ada juga yang dapat membedakan antara keduanya dengan mengajukan alat uji berupa: kalau adjektifa dapat diimbuhkan prefiks ter- sedangkan verba keadaan tidak dapat (Moehono 1998, dalam Chaer,

1994: 160). Keterandalan alat uji ini pun masih perlu dipersoalkan sebab kalau prefiks ter- berfungsi dan bernosi sama dengan leksem paling, maka contoh yang diberikan tersuka hingga saat ini belum terterima, tetapi bentuk paling suka bisa diterima. Contoh lain adalah rusak, lekas, diam, gemetar, sengsara, setia. j. Tipe X adalah verba yang menyatakan keadaan pengalaman. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam keadaan kognisi, emosi, atau sensasi. Misalnya, kata takut dan tahu pada kalimat berikut: (28) Dia memang takut kepada orang itu. (29) Kami tahu hidup di kota memang sukar. Takut dan tahu pada kalimat di atas adalah verba keadaan pengalaman. Pada kalimat pertama subjek dia yang mengalami keadaan yang disebutkan oleh predikat takut sedangkan pada kalimat kedua kami adalah subjek yang mengalami keadaan itu. Contoh lain adalah gugup, iri, jengkel, malu, berani, mual, dan setuju. k. Tipe XI adalah verba yang menyatakan keadaan-pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang menyatakan memiliki, memperoleh, atau kehilangan sesuatu. Misalnya, kata punya pada kalimat berikut. (30) Ia sudah punya istri. (31) Dia ada uang lima juta. Punya dan ada pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan pemilikan sedangkan ia dan dia adalah subjek yang berada dalam keadaan memiliki. Menurut Tampubolon (1979, dalam Chaer, 1994: 161) verba dasar yang menyatakan keadaan

pemilikan hanya kedua kata itu saja, tetapi yang bukan verba dasar cukup banyak seperti berhasil, kehilangan, beruntung, berwarna, memiliki, memperoleh, dan bertubuh. l. Tipe XII adalah verba yang menyatakan keadaan-lokasi. Subjek pada kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam suatu tempat atau lokasi. Misalnya, kata diam dan hadir dalam kalimat berikut: (32) Petani itu diam di gubuk itu. (33) Pak Menteri hadir di sana. Diam dan hadir adalah verba yang menyatakan keadaan lokatif. Petani itu dan Pak Menteri adalah subjek yang berada di tempat yang disebutkan pada unsur keterangan. Verba dasar tipe ini memang jarang, tetapi verba yang bukan dasar cukup banyak seperti mengalir, berganti, berhenti, berserakan, bermimpi, dan menanjak. Keseluruhan tipe kategori verba di atas digunakan untuk menganalisis kalimat-kalimat yang tertulis dalam kolom Singkat Ekonomi harian Analisa. 2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai verba tidaklah baru pertama kali ini dilakukan, melainkan sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Junita (2008) dengan skripsinya yang berjudul Peran Semantis Verba Bahasa Batak Toba. Ia mengemukakan peran semantis verba berdasarkan pendapat Foley dan Van Valin, yaitu label pelaku (actor) dan penderita (undergoer) untuk menerangkan relasi semantis antara predikat dan argumennya. Peran-peran tersebut sangat

bergantung pada klasifikasi verba secara semantik. Ia menyimpulkan bahwa verba keadaan dalam bahasa Batak Toba memiliki peran pelaku sebagai lokatif, penderita sebagai tema, pemengaruh kecuali verba persepsi sengaja memiliki peran pelaku sebagai agen dan penderitanya sebagai tema. Verba proses hanya memiliki peran penderita yang berperan sebagai pasien. Verba tindakan memiliki peran pelakunya sebagai agen, pemengaruh dan penderitanya sebagai lokatif, tema, dan pasien. Herwanto (2009) dengan skripsinya yang berjudul Kategori Verba pada Tajuk Rencana Harian Analisa. Ia mengemukakan kategori verba berdasarkan pendapat Chaer, yaitu dua belas tipe verba yang mencakup verba tindakan, verba proses, dan verba keadaan. Ia menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian Analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling banyak muncul adalah tipe XI sedangkan tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I. Angkat (1996) dengan skripsinya yang berjudul Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian, dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya. Saripah (2010) dengan skripsinya yang berjudul Verba Majemuk dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy. Ia mengemukakan jenis verba majemuk berdasarkan pendapat Alwi, yaitu verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang. Dalam skripsinya dibahas mengenai jenis dan proses pembentukan verba majemuk serta persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Ia meyimpulkan bahwa verba majemuk yang paling sering muncul ada dua jenis, yaitu verba majemuk

dasar yang komponen pertama berupa verba dan komponen kedua berupa nomina, dan verba majemuk bebas. Verba majemuk yang paling jarang muncul juga ada dua jenis, yaitu verba majemuk dasar yang komponen pertama berupa adjektifa dan komponen kedua berupa verba, dan verba majemuk dengan morfem unik. Berdasarkan uraian di atas, sejauh pengamatan peneliti sampai saat ini belum ada ahli bahasa yang membahas kategori verba pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa. Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, verba majemuk, peran semantis verba maupun penelitian pemakaian bahasa pada surat kabar dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti kategori verba pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa. Penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian kali ini. Penelitian kategori verba sebelumnya hanya mendeskripsikan verba menjadi dua belas tipe dasar sedangkan penelitian ini selain mendeskripsikan verba, juga mendeskripsikan seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa.