BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. bentuk, yaitu segar dan olahan; yang meliputi olahan tradisional dan olahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

Teknik Pengawetan dengan Penggaraman BAB 4. TEKNIK PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN SUMBER JAYA KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasanya. organ-organ yang terdapat pada setiap bagian tersebut adalah:

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah karena mempunyai pori-pori kulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

INVENTARISASI JENIS DAN METODA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN NELAYAN TRADISIONAL DI PULAU SIBERUT KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT

STUDI PROTEIN IKAN KEMBUNG SEGAR DAN IKAN KEMBUNG ASIN (RASTRELLIGER SPP) DI PASAR BUNGUR KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI.

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

IKAN PINDANG AIR GARAM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

I. PENDAHULUAN. industri yang berbasis pertanian atau biasa disebut agroindustri. Istilah

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

ABON IKAN 1. PENDAHULUAN

Uji Organoleptik Ikan Mujair

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

KAJIAN PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GARAM TERHADAP KUALITAS IKAN BANDENG (CHANOS CHANOS SP.) ASIN KERING

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringn pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Hal yang paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kandungan kimia, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. (Adawyah, 2006). Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang sistematis kecuali untuk ikan sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal, dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Ikan memiliki beberapa sirip, yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan sirip ekor. Permukaan tubuh ikan terbungkus kulit yang bersisik atau semacam duri kecil yang bersusun. Kulit ikan tersebut membungkus daging yang didukung oleh sistem tulang. Pada bagian dalam tubuh terdapat organ yang menjalankan sebagai fungsi fisiologis, seperti pencernaan, perkembangbiakan, jantung, empedu, dan gelembung renang. Jaringan daging ikan terdapat pada kepala, badan, dan ekor

tetapi sebagian besar terdapat pada bagian badan terdiri dari dua jaringan perut, dua jaringan punggung, dan empat longitudinal. Sel atau jaringan daging utama yang merupakan unsur dasar fungsional dan morfologi memiliki struktur yang kompleks. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia air ( 60,0 80,0 %) ; protein (18,0 30, 0 %) ; lemak (0,1 2,2 %) ;karbohidrat (0,0 1,0 %) ; vitamin dan sisanya mineral. Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Dengan kandungan air yang cukup tinggi, tubuh ikan merupakan media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat kondisi melimpah. Oleh karena itu untuk mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan. Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman, dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari

penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya yaitu memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala Nasional ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila ikan asin termasuk dalam sembilan pokok penting bagi kebutuhan masyarakat. Apabila lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi, faktor biologis, temperatur lingkungan alat pengangkutan ikan dan ruang penyimpanan harus mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halifilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa daging ikan asin. Bakteti itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Fakultatif Halofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup secara baik pada media dengan kandungan garam sebesar 2%.

2. Obligat halofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup secara baik pada lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi lebih besar dari 2%. Selain disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh jamur, ragi, dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau dewasa (Adawyah, 2006). 2.1.2 Tinjauan Ekonomi Ikan Asin Prospek pemasaran ikan asin cukup menggembirakan,baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini arab Saudi dan Belanda telah berusaha mengimpor ikan asin dari Indonesia. Namun kesempatan ini belum dapat dipenuhi seluruhnya, karena produksi ikan asin di negara kita masih rendah. Permintaan Arab Saudi akan ikan asin sebesar 4.200 ton/ tahun telah berhasil dipenuhi, tetapi permintaan Belanda belum dipenuhi. Oleh karena itu kita perlu meningkatkat kuantitas dan kualitas produk penggaraman (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Penambahan garam atau penggaraman atau pengasinan yang dilakukan dalam pembuatan ikan asin tidak hanya memberikan rasa asin pada ikan, hal tersebut juga dimaksudkan untuk proses pengawetan ikan. Ikan adalah termasuk dalam kategori bahan makanan yang mudah membusuk (perishable food). Sejak ikan mati, hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 12 jam untuk memulai pembusukan. Penggunaan kadar garam yang tinggi mampu menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan pada daging ikan. Jadi, selain menambah nilai jual ikan yang kurang ekonomis, pengasinan pada ikan juga menjadikan ikan tahan lama untuk dikonsumsi beberapa bulan

kedepan dengan tidak mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam ikan tersebut (Widodo dan Suadi, 2006). Jika usaha untuk melakukan pengolahan yang bernilai tambah telah dilakukan dan produk yang dihasilkan berhasil menarik perhatian masyarakat, maka mutu produk perlu diperhatikan dengan lebih seksama. Mutu dapat diartikan sebagai tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan produsen. Semakin tinggi tingkat kepuasan semakin tinggi harga yang dapat ditawarkan produsen. Semakin rendah tingkah kepuasan semakin rendah harga yang ditawarkan konsumen (Suparno, 1992). 2.1.3 Teknis Pengolahan Ikan Asin Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir semua cara pengawetan dan pengolahan ikan meninggalkan sifat khusus pada setiap hasil awetan atau olahannya. Hal ini disebabkan oleh berubahnya : sifat bau, cita rasa, wujud atau rupa, dan tekstur daging ikan (Moeljanto, 1992). Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian terpenting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan dan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Pengolahan ikan asin dimulai dari penyiangan atau langsung pencucian. Kemudian diikuti dengan penggaraman dan penjemuran atau pengeringan.

Perbedaan hasilnya tergantung pada penyiangan dan pencucian, jumlah garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman, dan penjemurannya. Hal hal tersebut disebabkan jenis jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya, serta asin yang diinginkan (Moeljanto, 1992). Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali mengandung elemen yang dapat menimbulkan kerusakan, seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Ikan asin yang diolah dengan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuning kuningan yang lunak. Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Selain dengan menggunakan garam dengan kandungan NaCl yang cukup tinggi, untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik juga harus memperhatikan perawatan, dan perbaikan unit pengolahan, semua peralatan serta perlengkapan membantu yang dipergunakan dalam operasi pengolahan agar selalu bersih. Dengan demikian, unit pengolahan beserta peralatan dan perlengkapan yang digunakan bukanlah merupakan sumber penularan bakteri perusak bagi produk yang diolah (Santoso, 1998). Proses penggaraman dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 1. Penggaraman kering (Dry Salting) Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara belapis-lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan

di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjdi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan. 2. Penggaraman basah (Wet Salting) Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untukmerendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasi menurun) dan ion-oin garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan. 3. Kench salting Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupadengan penggaraman kering. Bedanya metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya menumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. 4. Penggaraman diikuti proses perebusan Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebus dalam larutan garam jenuh (Afrianto dan Liviawaty,1989). 2.2 Landasan Teori Suatu usaha merupakan suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan yang didalamnya menggunakan masukan (input), untuk mendapatkan hasil (return) di masa yang akan datang. Sebelum melaksanakan usaha, tentunya perlu dilakukan analisis. Analisis adalah suatu penilaian untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian suatu usaha (Khotimah, dkk, 2002).

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut : 1. Meningkatkan nilai tambah Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha inimenjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. 2. Kualitas Hasil Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri. 3. Penyerapan tenaga kerja Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan keterampilan Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar. 5. Peningkatan pendapatan Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar (Soekartawi, 1999). Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis yang terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kuantitas bahan baku dan input penyerta serta faktor pasar yang meliputi harga jual output, harga bahan baku, nilai input lain dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 1999). Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada dasarnya tidak terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan sistem manajemen yang professional. Besarnya nilai tambah tergantung dari teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan. Suatu perusahaan dengan teknologi yang lebih baik akan meningkatkan produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk olahan akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperolehnya (Suryana, 1995).

Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Pada pengasinan ikan selain biaya bahan baku juga diperlukan bahan tambahan pengolahannya dengan biaya yang cukup besar, seperti diperlukannya biaya bahan penunjang, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dan biaya pajak atau iuran. Sehingga dapat dikatakan nilai tambah yang diperoleh relatif kecil karena biaya yang relatif besar (Rangkuti, 2009). Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan untuk subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006). Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang

mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono,2004). Pada pengolahan hasil pertanian dapat dikatakan juga dengan adanya diversifikasi vertikal yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan (memasukkan) tambahan kegiatan atau perlakuan terhadap komoditas setelah panen, sehingga para petani/produsen bersangkutan dapat memperoleh nilai tambah dari komoditas yang dihasilkan. Melalui kegiatan ini (penyimpanan, pengeringan, pengolahan, pengangkutan) nilai tambah yang semula dinikmati oleh pihak lain (pengolah, pedagang) sekarang diterima oleh petani produsen bersangkutan, sehingga dengan demikian pendapatan petani dapat ditingkatkan (Suryana, 1990). Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani dengan satuan (Rp). Formula menghitung pendapatan adalah sebagai berikut : Pendapatan (I) Penerimaan (R) Py Y = Penerimaan (R) Biaya Total (TC) = Py. Y = Harga Produksi (Rp/Kg) = Jumlah Produksi (Kg) Biaya Total (TC) = Biaya tetap (FC) + Biaya Variabel (VC) (Suratiyah, 2006). Secara teoritis, apabila nilai R > TC maka petani memperoleh keuntungan, apabila nilai R = TC maka petani tidak untung dan tidak rugi, dan apabila nilai R < TC maka petani mengalami kerugian (Soekartawi, 1995).

2.3 Kerangka Pemikiran Ikan merupakan komoditi yang mudah rusak, apabila disimpan terlalu lama maka ikan tersebut akan busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Untuk itu maka diperlukan beberapa pengolahan untuk meningkatkan daya tahan ikan tersebut. Salah satunya adalah pengawetan dengan garam. Pengolahan memberikan nilai tambah pada produk baik dari segi mutu maupun harga jual produk tersebut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin itu akan berpengaruh pada penerimaan yang diperoleh oleh nelayan apakah pengaruhnya menguntungkan atau tidak serta besar atau tidak dapat dilihat dari penerimaan yang diperoleh nelayan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk mengolah ikan tersebut sehingga dia memperoleh pendapatan. Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Nelayan Hasil Tangkapan Biaya : 1. Biaya Bahan Baku 2. Biaya Peralatan 3. Biaya Penyusutan 4. Biaya Tenaga Kerja Ikan Segar Pengolahan Ikan Ikan Asin Nilai Tambah Penerimaan Pendapatan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan = menyatakan hubungan

2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesi penelitian ini dibuat sebagai berikut : 1) Penerimaan yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin di daerah penelitian lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. 2) Pendapatan yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin diatas normal profit. 3) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan asin relatif kecil.