II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

BAB II KERANGKA TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. beberapa unsur, dengan unsur utama yaitu Besi / Ferous( Fe) dan unsur. mengenai pengaruh unsur paduan pada baja karbon:

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

I. PENDAHULUAN. Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, dimana logam besi adalah unsur dasarnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

II. TINJAUAN PUSTAKA. korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat - sifat lainnya. Umumnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

PENGARUH HEAT TREATMENT

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh arus pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP DAERAH HAZ LAS PADA BAJA KARBON

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

ANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37

BAB IV DATA DAN ANALISA

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

VARIASI ARUS TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN BENDING PADA HASIL PENGELASAN SM490

Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas.

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37

Kategori Sifat Material

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA PROSES PENGELASAN SMAW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

III. METODOLOGI PENELITIAN. 2. Badan Latihan Kerja (BLK) Bandar Lampung sebagai tempat pengelasan

proses welding ( pengelasan )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

Volume 2 Nomor 1, Oktober 2016 DEWAN REDAKSI. Pelindung : Dr.Eng. Fritz Akhmad Nuzir, ST, MA (Dekan Fakultas Teknik Universitas Bandar Lampung)

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatik Fatik atau kelelahan merupakan fenomena terjadinya kerusakan material karena pembebanan yang berulang-ulang, diketahui bahwa apabila pada suatu logam dikenai tegangan berulang maka logam tersebut akan patah pada tegangan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan tegangan yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpatahan pada beban statik. Kerusakan akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena umumnya perpatahan tersebut terjadi setelah periode pemakaian yang cukup lama. Mekanisme terjadinya kegagalan fatik dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu : awal retak (initiation crack), perambatan retak (crack propagation), dan perpatahan akhir (fracture failure). 1. Awal Retak (initiation crack) Cacat (defect) pada struktur dapat bertindak sebagai awal keretakan. Cacat pada struktur berdasarkan asal terbentuknya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. a. Cacat yang terbentuk selama masa fabrikasi, disebabkan oleh :

9 1) Cacat lateral yang terjadi pada material (material defect). 2) Cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan material (manufacturing defect). Contohnya seperti tumpulnya peralatan peralatan atau jeleknya peralatan yang digunakan untuk pengerjaan material, panas yang berlebihan yang disebabkan karena pengelasan dan sebagainya. 3) Pemilihan material yang salah atau proses perlakuan panas material (poor choise of material or heat treatment). Contoh pemilihan material yang salah seperti, material yang seharusnya digunakan untuk fatigue tetapi cenderung digunakan untuk corrosion cracking oleh karena pemilihan perlakuan panas yang tidak diketahui. Perlakuan panas seperti carburizing pengerasan permukaan hampir selalu menyebabkan perubahan pada permukaan. 4) Teknik produksi dari material yang salah (poor choise of production technique). 5) Desain material yang salah (poor detail design). b. Cacat yang terbentuk selama service struktur, diantaranya disebabkan oleh: 1) Kelelahan struktur, terjadi saat struktur mencapai umur kelelahannya. 2) Fluktuasi tegangan pada permukaan yang telah mengalami korosi

10 2. Perambatan retak (crack propagation ) Jumlah total siklus yang menyebabkan kegagalan fracture merupakan penjumlahan jumlah siklus yang menyebabkan retakan awal dan fase perambatannya. Initiation Crack ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure. 3. Perpatahan akhir (fracture failure) Final fracture adalah proses akhir kerusakan pada struktur saat mengalami pembebanan, sehingga struktur tersebut mengalami kegagalan. Ketika terjadi penjalaran retak, penampang pada bagian tersebut akan berkurang. Sampai pada kondisi dimana penampang pada bagian tersebut tidak mampu menahan beban. Pada tahap ini penjalaran retak yang terjadi sangat cepat sehingga struktur akan pecah menjadi dua. Penjalaran yang cepat tersebut sering disebut fast fracture. Fatik atau kelelahan didefinisikan sebagai proses perubahan struktur permanen progressive localized pada kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada satu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu. (Dieter,1992)

11 Progressive mengandung pengertian proses fatik terjadi selama jangka waktu tertentu atau selama pemakaian, sejak komponen atau struktur digunakan. Localized berarti proses fatik beroperasi pada luasan lokal yang mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi karena : pengaruh beban luar, perubahan geometri, perbedaan temperatur, tegangan sisa dan tidak kesempurnaan diri. Crack merupakan awal terjadinya kegagalan fatik dimana kemudian crack merambat karena adanya beban berulang. Fracture merupakan tahap akhir dari proses fatigue dimana bahan tidak dapat menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi dua bagian atau lebih. Secara alami logam berbentuk kristalin artinya atom-atom disusun berurutan. Kebanyakan struktur logam berbentuk poli kristalin yaitu terdiri atas sejumlah besar kristal-kristal yang tersusun individu. Tiap-tiap butir memiliki sifat mekanik yang khas, arah susunan dan susunan tiap arah, dimana beberapa butir diorientasikan sebagai bidang-bidang yang mudah slip atau meluncur dalam arah tegangan geser maksimum. Slip terjadi pada logam-logam liat dengan gerakan dislokasi sepanjang bidang kristalografi. Slip terjadi disebabkan oleh beban siklik monotonic. Ketahanan fatik suatu bahan tergantung dari perlakuan permukaan atau kondisi permukaan dan temperatur operasi. Perlakuan permukaan merubah kondisi permukaan dan tegangan sisa di permukaan. Perlakuan permukaan shoot peening menghasilkan tegangan sisa tekan yang mengakibatkan ketahan lelah yang meningkat (Collins,1981). Sedangkan perlakuan

12 permukaan yang menghasilkan tegangan sisa tarik menurunkan ketahanan fatigue-nya. Hal itu terjadi karena pada permukaan terjadi konsentrasi tegangan tekan atau tarik yang paling tinggi. Pada kondisi permukaan sedang menerima tegangan tarik maka tegangan sisa tekan pada permukaan akan menghasilkan resultan tegangan tekan yang semakin besar. Tegangan tekan akan menghambat terjadinya initial crack atau laju perambatan retak. Sehingga ketahanan lelah meningkat, dan akan terjadi sebaliknya apabila terjadi tegangan sisa tarik di permukaan. Pada dasarnya kegagalan fatik dimulai dengan terjadinya retakan pada permukaan benda uji. Hal ini membuktikan bahwa sifat-sifat fatik sangat peka terhadap kondisi permukaan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan, perubahan sifat-sifat permukaan dan tegangan sisa permukaan. (Dieter,1992) Penyajian data fatik rekayasa adalah menggunakan kurva S-N yaitu pemetaan tegangan (S) terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan (N). Kurva S-N ini lebih diutamakan menggunakan skala semi log seperti ditunjukan pada gambar 2. Untuk beberapa bahan teknis yang penting.

13 Gambar 1. Kurva S-N. (Sisworo,2009) Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini siklus menggunakan skala logaritma. Batas ketahan fatik (endurance limit ) baja ditentukan pada jumlah siklus N>10 7. (Dieter,1992) Persamaan umum kurva S-N dinyatakan oleh persamaan ( dowling,1991) S = B + C ln (Nf) (1) Dengan : B dan C adalah konstanta empiris material Pengujian fatik dilakukan dengan cara memberikan stress level tertentu sehingga spesimen patah pada siklus tertentu. (Dieter, 1992) menyatakan untuk mendapatkan kurva S-N dibutuhkan 8-12 spesimen. Retak fatik biasanya dimulai pada permukaan di mana lentur dan torsi menyebabkan terjadinya tegangan-tegangan yang tinggi atau di tempattempat yang tidak rata menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan. Oleh

14 karena itu, batas ketahanan (endurance limit) sangat tergantung pada kualitas penyelesaian permukaan [Van Vlack,1983]. Pengujian fatik dilakukan dengan Rotary Bending Machine. Jika benda uji diputar dan diberi beban, maka akan terjadi momen lentur pada benda uji. Momen lentur ini menyebabkan terjadinya beban lentur pada permukaan benda uji dan besarnya dihitung dengan persamaan (international for use of ONO S,-) (2) Dengan: σ = Tegangan lentur ( kg/cm 2 ) W = Beban lentur (kg) d = Diameter benda uji (cm) B. Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cenderung mengubah kondisi kelelahan atau kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentarsi tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangan-tegangan sisa, dan tegangan kombinasi. Faktor-faktor yang cenderung mengubah kekuatan lelah pada pengujian ini adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu, komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai variabel yang konstan selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah.

15 1. Faktor kelembaban lingkungan Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah diteliti (Haftirman, 1995) bahwa pada kelembaban relatif 70 % sampai 80%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi. 2. Tipe pembebanan Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh (Ogawa, 1989) bahwa baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45S dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar. 3. Faktor putaran Sebagaimana yang telah diteliti oleh (Iwamoto, 1989) dengan hasil bahwa putaran antara 750 rpm sampai 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama tetapi apabila putaran 50 rpm menurunkan kekuatan lelah jauh lebih besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm, sehingga putaran yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi kekuatan lelah dengan signifikan.

16 4. Faktor suhu Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan konduktifitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Pada pengujian di suhu 40 o C retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 20 o C dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu diatas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun. (Dieter, 1986) 5. Faktor tegangan sisa Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan pahat tidak menimbulkan tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen. 6. Faktor komposisi kimia Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi

17 dalam satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji. C. Pengujian Kelelahan (Fatigue) 1. Alat Uji Fatik Berikut adalah skema alat uji fatik rotary bending Gambar 2. Skema alat uji fatik rotary bending 2. Komponen alat uji fatik : a. Poros Poros adalah salah satu elemen mesin yang sangat penting peranannya dalam mekanisme suatu mesin ( Sularso dan suga,2002). Semua motor yang meneruskan daya putar ke elemen mesin yang lain nya harus melalui poros. Jadi poros berfungsi untuk meneruskan tenaga baik puntiran, torsi atau bending dari suatu bagian ke bagian yang lainnya. Menurut klasifikasinya poros dapat dibagi menjadi : - Poros transmisi Poros ini tidak hanya sebagai pendukung dari elemen mesin yang diputarnnya, tetapi juga menerima beban dan meneruskan momen atau

18 torsi.beban yang diterima dapat berupa beban puntir murni maupun kombinasi beban puntir bending.misalnya poros kopling, poros roda gigi dan lain-lain. - Poros spindel Poros jenis ini adalah poros yang relatif pendek, dan hanya menerima puntir murni., walaupun sebenarnya beban lenturnya juga ada, tetapi relatif kecil dibandingkan beban puntirnya. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti. - Gandar Poros jenis ini adalah poros yang tidak menerima beban puntir, ada yang terpasang secara tetap pada pendukungnya, dan ada pula yang ikut berputar bersama-sama denganelemen mesin yang terpasang padanya.dalam hal ini poros tersebut hanya menerima beban lentur. b. Motor listrik Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Perubahan ini dilakukan dengan merubah tenaga listrik menjadi magnet yang disebut sebagai elektromagnit. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kutub-kutub dari magnet yang senama akan tolak menolak dan kutub-kutub yang tidak senama akan saling tarik menarik. Maka kita dapat memperoleh gerakan jika kita memperoleh sebuah magnet pada sebuah poros yang

19 dapat berputar, dan magnet yang lain pada suatu kedudukan yang tetap. Dengan cara inilah energi listrik dapat diubah menjadi energi mekanik. D. Klasifikasi Mesin Uji Fatik 1. Axial (Direct-Stress) Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang seragam ke penampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama. 2. Bending Fatique Machines Cantilever Beam Machines, dimana spesimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang seragam dengan ukuran bagian yang sama. Gambar 3. RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. (Sastrawan, 2010)

20 Gambar diatas RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanya material yang didekat permukaan yang mendapat teganagn maksimum. 3. Torsional Fatique Testing Machines Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maksimal yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatik akibat Torsi yang dirancang khusus. Gambar 4. Torsional Fatik Testing Machines. (Sastrawan, 2010) 4. Special-Purpose Fatique Testing Machines Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Dan merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang sudah ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari Rotating Beam Machines. 5. Multiaxial Fatique Testing Machines Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menetukan sifat logam dibawah tegangan biaxial atau triaxial.

21 E. Baja AISI 1045 Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros,roda gigi dan rantai. Adapun data-data dari baja ini adalah sebagai berikut : 1. AISI 1045 diberi nama menurut standar american iron and steel institude (AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx menyatakan karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon persentase (0,45 %). 2. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450. 3. Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin. 4. Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan karbon < 0,8 % C). Dengan meningkatnya kandungan karbon maka kekuatan tarik dan kekerasan semakin menjadi naik sedangkan kemampuan regang, keuletan, ketangguhan dan kemampuan lasnya menurun. Kekuatannya akan banyak berkurang bila bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur yang rendah ketangguhannya menurun secara dratis. Kandungan unsur pada AISI 1045 menurut standard ASTM A 827-85 adalah sebagai berikut :

22 Tabel 1. Unsur pada baja AISI 1045 (ASTM A 827-85) Unsur % Sifat mekanis lainnya Karbon 0,42 0,50 Tensile strength Mangan 0,60 0,90 Yield strength Fosfor Maksimum 0,035 Elongation Sulfur Maksimum 0,040 Reduction in area Silicon 0,15 0,40 Hardness F. Pengelasan Definisi pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya. Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga

23 mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan. G. Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las. Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar. Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.

24 Gambar 5. Las SMAW (Wiryosumarto, 2000) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendukung hasil las yang mulus, kuat dan efisien diantaranya mengenai parameter pengelasan ( Panjang busur, Voltage, Arus listrik) Tabel 2. Diameter elektroda, ketebalan benda kerja dan besarnya arus (Soetardjo, 1997). Diameter Elektroda (inchi) Ketebalan Benda Kerja (inchi) Arus (ampere) 3/34 1/16 25-65 1/8 1/8 60-110 5/32 3/16 110-170 3/16 ¼ 150-350 ¼ 3/6 150-350 ¼ ½ 190-350 5/16 ¾ 200-450 5/16 1 200-450 H. Elektroda Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai

25 bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur. I. Besar arus listrik Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las tinggi.