1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank syariah menjalankan kegiatan usahanya meliputi penghimpunan dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa perbankan lainnya (services). Dari kegiatan usaha tersebut bank syariah mendapatkan penghasilan (income) berupa keuntungan, bagi hasil, fee (ujrah), dan pungutan lainnya seperti biaya administrasi. Namun, pendapatan bank syariah sebagian besar masih berasal dari imbalan (bagi hasil/ margin/ fee). Imbalan tersebut diperoleh bank syariah dari kegiatan usaha berupa pembiayaan. Oleh karenanya pembiayaan masih merupakan kegiatan paling dominan pada bank syariah.1 Pengertian pembiayaan termuat dalam Pasal 1 Angka 25 UU No. 21 Tahun 2008, yang berbunyi sebagai berikut:2 Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 1 A. Wangsawidjaja Z., 2012, Pembiayaan Bank Syariah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 34. 2 Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2 Menurut Pasal 1 Angka 25 Huruf b UU No. 21 Tahun 2008, bank syariah menyediakan pembiayaan kepada nasabah melalui transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik. Ijarah yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.3 Sedangkan al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.4 Akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik bisa memakai mekanisme janji hibah maupun mekanisme janji menjual, di mana janji tersebut akan berlaku di akhir masa sewa.5 Akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) diatur dalam Fatwa DSN-MUI No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik. Dalam ketentuan tentang al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik disebutkan bahwa: 1. Pihak yang melakukan al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai. 2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd ( ) اﻟﻮﻋﺪ, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai. 3 Penjelasan Pasal 19 Huruf f Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Ibid. 5 Khotibul Umam, 2016, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 122. 4
3 Perihal mengenai janji (wa d), DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No: 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa d) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah, yang memutuskan bahwa janji (wa d) dalam transaksi keuangan dan bisnis syariah adalah mulzim 6 dan wajib dipenuhi (ditunaikan) oleh wa id dengan mengikuti ketentuan-ketentuan khusus terkait pelaksanaan wa d yang terdapat dalam fatwa ini. Adapun ketentuan-ketentuan khusus yang dimaksud adalah: 1. Wa d harus dinyatakan secara tertulis dalam akta/kontrak perjanjian; 2. Wa d harus dikaitkan dengan sesuatu (syarat) yang harus dipenuhi atau dilaksanakan mau ud (wa d bersyarat); 3. Mau ud bih tidak bertentangan dengan syariah; 4. Syarat sebagaimana dimaksud angka 2 tidak bertentangan dengan syariah; dan 5. Mau'ud sudah memenuhi atau melaksanakan syarat sebagaimana dimaksud angka 2. Menurut Mazhab Maliki bahwa hukum menunaikan janji (wa d) adalah wajib secara hukum apabila janji dikaitkan dengan sesuatu hal (syarat) dan pihak yang diberi janji telah mulai melakukan hal yang dipersyaratkan tersebut. Namun, di Indonesia hukum janji (wa d) akan mengikat jika memenuhi 5 (lima) ketentuan khusus terkait pelaksanaan wa d dalam transaksi keuangan dan bisnis syariah sebagaiman tercantum dalam Fatwa No: 85/DSN-MUI/XII/2012 di atas. Di Indonesia, mengikatnya janji (wa d) diatur lebih lanjut, selain harus ada sesuatu hal (syarat) yang harus dikaitkan dalam janji (wa d) dan si penerima janji telah melakukan hal yang dipersyaratkan padanya sebagaimana pendapat Mazhab Maliki, ada 3 (tiga) 6 Ketentuan Umum Fatwa DSN-MUI No: 85/DSN-MUI/XII/2012 menyebutkan arti Mulzim adalah mengikat; dalam arti bahwa wa id wajib menunaikan janjinya (melaksanakan mau ud bih) serta boleh dipaksa oleh mau ud dan/atau pihak otoritas untuk menunaikan janjinya.
4 ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh penerima janji yaitu wa d harus dinyatakan secara tertulis dalam akta/kontrak perjanjian, mau ud bih tidak bertentangan dengan syariah, dan syarat yang harus dipenuhi tidak bertentangan dengan syari ah. Kedua Fatwa DSN-MUI tersebut di atas, dapat dikonstruksikan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik hukumnya dapat mengikat dan dapat pula tidak mengikat. Konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik hukumnya akan mengikat jika janji (wa d) memenuhi ketentuan-ketentuan di atas. Sebagaimana bunyi ketentuan di atas, janji (wa d) akan mengikat jika dikaitkan dengan sesuatu (syarat) yang harus dipenuhi atau dilaksanakan mau ud (penerima janji). 7 Syarat yang harus dipenuhi penerima janji adalah menyelesaikan kewajibannya membayar sewa (ijarah) hingga masa sewa (ijarah) selesai, karena akad pemindahan kepemilikan dalam akad, baik dengan jual beli atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai, sebagaimana yang ditentukan dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. Namun, tentunya tidak hanya ketentuan dalam hal ini saja, kelima ketentuan yang disebut di dalam Fatwa DSN-MUI tersebut juga harus ikut terpenuhi. Hal ini karena sebagaimana diuraikan di atas karena di Indonesia melalui Fatwa DSN-MUI No: 85/DSN-MUI/XII/2012 mengatur lebih lanjut ketentuan khusus mengenai hukum mengikatnya janji (wa d) yang terdiri dari 5 (lima) ketentuan khusus termasuk syarat menurut Mazhab Maliki. Selain 7 Lihat Bunyi Angka 2 Ketentuan Khusus terkait Pelaksanaan Wa d dalam Fatwa DSN-MUI No: 85/DSN-MUI/XII/2012.
5 itu, pada bunyi ketentuan khusus pelaksanaan wa d tersebut menggunakan kata dan pada akhir ketentuan. Dengan demikian bunyi ketentuan tersebut bersifat kumulatif, bukan alternatif atau opsional. Oleh karena itu, kelima ketentuan khusus terkait pelaksanaan wa d harus terpenuhi juga. Sebaliknya, janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik hukumnya akan tidak mengikat jika dalam konstruksinya janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik tidak dikaitkan dengan sesuatu (syarat) yang harus dipenuhi oleh si penerima janji. Janji (wa d) akan tidak mengikat jika penerima janji tidak menyelesaikan kewajiban membayar sewa hingga akhir masa sewa, dengan demikian akad pemindahan kepemilikan objek sewa tidak dapat dilakukan oleh pemberi janji, karena tidak memenuhi ketentuan tentang akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. Jika salah salah satu dari lima ketentuan khusus pelaksanaan wa d yang disebut dalam Fatwa DSN-MUI No: 85/DSN-MUI/XII/2012 tidak terpenuhi, maka janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik hukumnya ialah tidak mengikat. PT. Bank Aceh Syariah merupakan salah satu dari bank yang menjalankan produk pembiayaan dengan akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik. Produk pembiayaan yang menggunakan akad al-ijarah al
6 Muntahiyah Bi al-tamlik pada PT. Bank Aceh Syariah adalah pada produk Pembiayaan Barang Modal, berupa tanah dan bangunan rumah. 8 Untuk lebih jelas memahami konstruksi janji (wa d) dalam akad al- Ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik, maka penulis akan mengkaji konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik pada PT. Bank Aceh Syariah. Berdasarkan konstruksi janji (wa d) yang telah diuraikan di atas dapat diartikan bahwa janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik hukumnya mengikat bagi si pemberi janji (bank syariah) untuk mengalihkan kepemilikan objek sewa di akhir masa sewa (ijarah). Menurut Sahroni dan Hasanuddin, 9 janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik merupakan juga janji dari pihak penyewa (nasabah) untuk membeli objek sewa. Janji yang dimaksud itu mengikat kedua belah pihak, yaitu bank syariah dan nasabah. Meskipun janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik hukumnya mengikat kedua belah pihak tersebut, namun di dalamnya dapat terjadi risiko kerugian jika para pihak tersebut tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik. Bank syariah akan mengalami risiko kerugian jika calon nasabah akad al- Ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik sebagai mau ud membatalkan janji pemesanan barang sewa pada bank, atau tidak mampu melunasi biaya sewa hingga akhir masa sewa (ijarah) sehingga pemindahan kepemilikan objek 8 Lihat Akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) antara PT. Bank Aceh Syariah dan Nasabah di Lampiran 2. 9 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, 2016, Fikih Muamalah: Dinamika Teori Akad dan Implementasinya dalam Ekonomi Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 20.
7 sewa tidak dapat dilakukan. Jika hal ini terjadi, bank sebagai pemberi janji akan mengalami risiko kerugian karena biaya harga beli objek sewa yang telah dikeluarkan bank tidak tertutupi dengan harga sewa dan jual yang telah disepakati secara tetap di awal akad ijarah. Selain itu, bank akan berhadapan dengan kesulitan ke mana objek sewa tersebut dibawa atau digunakan karena pemindahan kepemilikan objek sewa batal dilakukan. Di sisi lain, calon nasabah (mau ud) yang sejak semula berniat untuk memiliki objek sewa dan telah melunasi seluruh angsurannya, sudah pasti akan merasa dirugikan (dizalimi) jika ternyata ia tidak dapat memiliki barang karena pemberi janji (bank syariah) tidak mau memindahkan kepemilikan objek sewa di akhir masa sewa. Pelaksanaan akad seperti ini tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik yakni diakhiri dengan pemindahan hak milik. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan janji (wa d) sebagaimana yang digambarkan di atas, belum ada peraturan hukum yang menjelaskan akibat hukum jika ada pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al- Ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik. Baik Fatwa DSN-MUI No: 27/DSN- MUI/III/2002 maupun Fatwa DSN-MUI No: 85/DSN-MUI/XII/2012 tidak ada ketentuan lebih lanjut mengenai jika pihak dalam akad al-ijarah al- Muntahiyah Bi al-tamlik tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al- Ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik. Hal ini menjadi menarik bagi penulis untuk mengkaji akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik pada PT. Bank
8 Aceh Syariah. Selain itu, hal ini menjadi penting pula karena mengingat bahwa kegiatan usaha perbankan syariah berasaskan prinsip syariah, yaitu kegiatan usaha yang salah satunya tidak mengandung unsur zalim, yakni transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.10 Oleh karena itu, berdasarkan pandangan di atas, penulis akan mengkaji konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, yang dituangkan dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk tesis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah? 2. Apa akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini, yaitu: 10 Penjelasan Pasal 2 Huruf e Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
9 a. Untuk mengetahui dan menganalisis konstruksi janji (wa d) dalam akad Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. b. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini secara subyektif bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan dan syarat akademis untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan hukum tentang kontruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi altamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan untuk mengetahui akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan hukum baik bagi Dosen pengampu mata kuliah hukum perbankan syariah, mahasiswa yang mendalami hukum perbankan syariah, praktisi yang
10 bekerja di bank syariah, dan masyarakat umumnya yang tertarik memperdalam hukum perbankan syariah, khususnya mengenai konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik pada PT. Bank Aceh Syariah. E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulisi, penelitian tentang Konstruksi Janji (Wa d) dalam Akad Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah belum pernah ada yang meneliti, namun penelitian yang mirip dengan judul penelitian penulis pernah dilakukan, seperti yang pernah dilakukan oleh: 1. Zulia Ramadhani, tesis yang berjudul Pelaksanaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada Bank Syariah Umum di Yogyakarta.11 Fokus penelitian ialah mengkaji risiko-risiko yang ditanggung oleh bank dalam pelaksanaan akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh bank untuk meminimalisir kerugian. Hasil penelitian ialah bank berhadapan dengan kemungkinan risiko tertundanya atau ketidakmampuan membayar kewajiban dari penyewa, dan upayaupaya untuk meminimalisasikan kerugian dilakukan dengan penilaian dengan analisis 5C dan 7P. Perbedaan penelitian penulis dengan tesis ini adalah tesis ini difokuskan mencari tau risiko-risiko yang ditanggung oleh bank dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh bank untuk meminimalisir kerugian, namun 11 Zulia Ramadhani, 2005, Pelaksanaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada Bank Syariah Umum di Yogyakarta, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11 tidak mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al- Muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 2. Sriyati, tesis yang berjudul Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada Produk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Yogyakarta. 12 Fokus penelitian ialah mengkaji implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah dan akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik pada Produk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Indonesia cabang Yogyakarta sudah sesuai belum dengan pedoman yang mengaturnya. Hasil penelitian ialah menunjukkan bahwa implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah dan akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik pada produk tersebut terdapat unsur yang belum syari ah karena telah memakai dua bentuk akad di dalam satu objek, selain itu ditemukan unsur bunga atau dapat disebut ada gharar harga karena dalam menghitung angsuran menggunakan rumus anuitas sehingga telah melanggar ketentuan dalam Fatwa DSN Nomor 16 Tahun 2000. Perbedaan penelitian penulis dengan tesis ini adalah tesis ini mengkaji implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah dan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada produk pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Indonesia cabang Yogyakarta sudah sesuai belum dengan 12 Sriyati, 2012, Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada Produk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Yogyakarta, Tesis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12 pedoman yang mengaturnya, namun tidak mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 3. Irwan Maulana, tesis yang berjudul Konsekuensi Hukum Wa ad Perbankan Syariah (Analisis Fikih pada Akta Wa ad Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri). 13 Fokus penelitian ialah menganalisis konsekuensi hak dan kewajiban dalam praktek wa ad pada perbankan syariah dengan pendekatan Fikih, agar dapat menemukan konsep wa ad yang dapat menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang bertransaksi. Hasil penelitian ialah praktik wa ad pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri belum mencapai kesesuaian dengan konsep Fikih, karena praktik wa ad pada Bank Syariah harus disertakan rekening Hamish Jiddiyah (Security Deposit) yang mewujudkan kebulatan tekad dari pihak yang dijanjikan untuk membeli aset/komoditas yang dijanjikan. Perbedaan penelitian penulis dengan tesis ini ialah tesis ini mengkaji praktek wa d di perbankan dengan pendekatan Fikih dan yang menjadi lokasi penelitian adalah Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, sedangkan penulis akan mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) 13 Irwan Maulana, 2011, Konsekuensi Hukum Wa ad Perbankan Syariah (Analisa Fikih pada Akta Wa ad Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri), Tesis, Program Pascasarjana: Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Universitas Indonesia, Jakarta.
13 pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 4. Ahmad Sidi Pratomo, skripsi yang berjudul Hak Opsi dalam Pembiayaan Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik di PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga. 14 Fokus penelitian ialah pelaksanaan pembiayaan al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga, dan mekanisme hak opsi dalam pembiayaan al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga. Hasil penelitian ialah pelaksanaan pembiayaan al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga mengikuti ketentuan dalam UU No. 21 Tahun 2008, ketentuan tersebut mengacu kepada Fatwa DSN tentang al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. Praktik di BPRS Bangun Drajat Warga, pemindahan hak milik terjadi dengan hak opsi, di antaranya ialah hibah di akhir masa sewa, penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sama (sebanding) dengan sisa cicilan sewa, atau penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad. Perbedaan penelitian penulis dengan skripsi ini ialah skripsi ini mengkaji Hak Opsi dalam Pembiayaan al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik di PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga, sedangkan penulis 14 Ahmad Sidi Pratomo, 2011, Hak Opsi dalam Pembiayaan Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al- Tamlik di PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
14 akan mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al- Muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 5. Siti Solikhah, skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam mengenai Wa ad Jual Beli dalam Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik (Studi atas Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002). 15 Fokus penelitian ialah tinjauan hukum Islam mengenai wa ad jual beli dalam al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik terhadap dua akad sekaligus dalam satu perjanjian dan janji yang tidak mengikat, hasil penelitian ialah akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik bukan dua akad sekaligus dalam satu perjanjian, akad al-ijarah almuntahiyah Bi al-tamlik telah memenuhi asas kebebasan berkontrak dan akad ini tidak melanggar norma dan kesusilaaan. Dari kategori akad yang tidak sah sampai akad yang paling sah, akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik adalah akad nafiz karena belum terpenuhi syarat mengikatnya akad, dan adanya khiyar dalam akad tersebut yaitu khiyar syarat. Perbedaan penelitian penulis dengan skripsi ini adalah skripsi ini mengkaji tentang tinjauan hukum Islam mengenai wa d jual beli dalam akad al- Ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik terhadap dua akad sekaligus dalam satu perjanjian serta janji yang tidak mengikat. Sedangkan penulis akan mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al- 15 Siti Solikhah, 2009, Tinjauan Hukum Islam mengenai Wa ad Jual Beli dalam Al-Ijarah Al- Muntahiyah Bi Al-Tamlik (Studi atas Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002), Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
15 Muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 6. Alma arif, skripsi yang berjudul Janji dalam Al-Qur an (Kajian Semantik atas Kata al-wa'd, al-'ahd dan al-misaq). 16 Fokus penelitian ialah mengkaji makna al-wa d, al- ahd, al-misaq dan pemakaian dalam ayatayat al-qur an serta seberapa jauh perbedaan ketiga kata tersebut, hasil penelitian ialah: a. Al-wa d adalah janji yang paling banyak digunakan dalam al-qur an dibanding kedua term (al- ahd dan al-misaq). Al-wa d adalah janji yang merupakan keharusan yang amat sangat kokoh bahkan Allah sangat banyak menggunakan al-wa d sebagai ancaman agar benar-benar menancap dalam hati manusia bahwa yang dijanjikan adalah hal yang amat sangat penting. b. Janji manusia kepada Allah paling banyak menggunakan al- ahd dalam al-qur an. Sementara Allah sendiri benyak menggunakan al- ahd kepada para nabi. Walaupun al- ahd juga menyangkut hubungan keselamatan hidup manusia di akhirat, namun sifatnya tidak sekokoh alwa d, karena kuatnya al-wa d sampai banyak menjadi ancaman kemudian ancaman itu terus menerus diulang-ulang oleh Allah, sementara al- ahd tidak sampai pada wilayah ancaman. 16 Alma arif, 2012, Janji dalam Al-Qur an (Kajian Semantik atas Kata al-wa'd, al-'ahd dan al- Misaq), Skripsi, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
16 c. Al-misaq dalam al-qur an paling sedikit disebut dibandingkan dengan alwa d dan al- ahd dan tekanan al-misaq tidak sekuat al- ahd apalagi al-wa d. Al-misaq bisa tidak dilaksanakan ketika dalam keadaan darurat demi kemaslahatan seperti dalam pernikahan walaupun sudah ditambah dengan kata galizan. Perbedaan penelitian penulis dengan skripsi ini adalah skripsi ini mengkaji makna al-wa d, al- ahd, al-misaq dan pemakaian dalam ayat-ayat al-qur an serta seberapa jauh perbedaan ketiga kata tersebut, namun tidak mengkaji tentang konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah, dan akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. 7. Ninik Darmini dan Destri Budi Nugraheni, laporan penelitian yang berjudul Kajian terhadap Wa d (Janji) dalam Transaksi Perbankan Syariah Ditinjau dari Hukum Perjanjian di Indonesia. 17 Fokus penelitian ialah untuk mengetahui dan menganalisis konsep wa d (janji) ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia, jenis wa d (janji seperti apakah yang menimbulkan kewajiban bagi wa id (orang yang berjanji) untuk melaksanakan janjinya), serta untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi ma ud (pihak penerima janji) yang telah melaksanakan kewajibannya. Hasil penelitian ialah wa d (janji) dalam perspektif hukum perdata merupakan pernyataan seseorang untuk melakukan sesuatu, menyerahkan sesuatu, atau tidak 17 Ninik Darmini dan Destri Budi Nugraheni, 2016, Kajian terhadap Wa d (Janji) dalam Transaksi Perbankan Syariah Ditinjau dari Hukum Perjanjian di Indonesia, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
17 melakukan sesuatu yang ditujukan pada seseorang. Tidak semua janji mengikat seseorang untuk melaksanakannya. Janji yang mengikat seseorang untuk melaksanakan adalah janji yang mempunyai akibat hukum, yaitu hak bagi seseorang yang dijanjikan/penerima janji (ma ud) dan menimbulkan kewajiban bagi orang yang berjanji (wa id), terutama apabila dalam janji itu telah dinyatakan diterima ma ud dengan memenuhi syarat yang diminta orang yang berjanji (wa id). Bentuk perlindungan hukum bagi orang yang diberi janji (ma ud) setelah memenuhi syarat yang diminta oleh orang yang berjanji (wa id) adalah bahwa ma ud dapat menuntut apa yang telah dijanjikan oleh wa id apabila wa id cidera janji. Perlindungan hukum bisa secara preventif maupun represif. Perlindungan hukum preventif berupa pencantuman janjijanji dalam kontrak, atau perlindungan hukum secara represif yaitu upaya hukum baik litigasi maupun non litigasi berdasarkan perbuatan wanprestasi atau cidera janji. Perbedaan penelitian penulis dengan laporan penelitian ini ialah laporan penelitian ini mengkaji wa d dalam transaksi perbankan syariah berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia, namun tidak mengkaji konstruksi janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al-tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah. Selain itu, laporan penelitian ini fokus mengkaji perlindungan hukum bagi mau ud yang telah melaksanakan kewajibannya, berbeda dengan penulis yang akan mengkaji akibat hukum terhadap pihak yang tidak melaksanakan janji (wa d) dalam akad al-ijarah al-muntahiyah Bi al- Tamlik (IMBT), pihak yang dimaksud tidak hanya ditujukan pada wa id (bank) namun pada mau ud (nasabah) juga.
18 Dengan demikian, berdasarkan argumen di atas, maka penelitian penulis tentang Konstruksi Janji (Wa d) dalam Akad Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al- Tamlik (IMBT) pada PT. Bank Aceh Syariah belum pernah ada yang meneliti dan dapat dikatakan asli.