ASPEK KENYAMANAN TERMAL RUANG BELAJAR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH UMUM di WILAYAH KEC.MANDAU

dokumen-dokumen yang mirip
ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Seminar Nasional IENACO ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang

KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH DENGAN PENGKONDISIAN BUATAN. THERMAL COMFORT Of LECTURE ROOM WITH ARTIFICIAL CONDITIONING

Investigasi Ventilasi Gaya-Angin Rumah Tradisional Indonesia dengan Simulasi CFD

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

PENGARUH LUASAN BUKAAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SISWA PADA BANGUNAN SD NEGERI SUDIRMAN 1 KOTA MAKASSAR

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PREDIKSI KENYAMANAN TERMAL DENGAN PMV DI SMK 1 WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas merupakan sebuah tempat di mana berlangsungnya sebuah

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang)

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

KAJIAN ERGONOMI TENTANG LINGKUNGAN FISIK PADA STASIUN KERJA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Pengaruh Bukaan terhadap Kenyamanan Termal Siswa pada Bangunan SMP N 206 Jakarta Barat

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH PADA GEDUNG SEKOLAH C LANTAI 2 POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

Jendela sebagai Pendingin Alami pada Rusunawa Grudo Surabaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

KAJIAN BUKAAN TERHADAP PENDINGINAN ALAMI RUANGAN PADA BANGUNAN KOLONIAL DI MALANG

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat

KONDISI TERMAL RUANG PADA BANGUNAN TINGGI THERMAL CONDITION OF ROOM ON TALL BUILDING

Transfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG SEKOLAH SMA NEGERI DI KOTA PADANG

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

BAB II LANDASAN TEORI

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

Pemaknaan Istilah- Istilah Kualitas Kenyamanan Thermal Ruang Dalam Kaitan Dengan Variabel Iklim Ruang

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI TATA UDARA GEDUNG

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

Pengembangan RS Harum

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

PENGARUH RONGGA PADA DINDING BATAKO TERHADAP SUHU RUANG DALAM

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

STUDI PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPON MAHASISWA DI RUANG KELAS DENGAN METODE DESIGN OF EXPERIMENT SKRIPSI

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS MAHASISWA (STUDI KASUS RUANG KELAS 303 JURUSAN TEKNIK MESIN UNS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

PERBANDINGAN MATERIAL ATAP DAK BETON DAN ASBES DALAM ASPEK KARAKTERISTIK TERMAL (DI KOMPLEK PERUMAHAN PURI ASIH PASAR KEMIS KABUPATEN TANGERANG)

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dan gaya hidupnya dewasa ini semakin berkembang. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Ruang Hunian Rumah Susun Aparna Surabaya

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Perancangan gedung rawat inap rumah sakit dengan pendekatan Green Architecture khususnya pada penghematan energi listrik. Penggunaan energi listrik me

ANALISIS PERUBAHAN SUHU RUANGAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DI GEDUNG 3 FKIP UNIVERSITAS JEMBER

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS

Transkripsi:

ASPEK KENYAMANAN TERMAL RUANG BELAJAR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH UMUM di WILAYAH KEC.MANDAU Gunawan 1, Faisal Ananda 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bengkalis E-mail 1 : gunawan@polbeng.ac.id E-mail 2 : faisalananda@polbeng.ac.id Abstrak Kenyamanan termal dan kualitas udara yang baik dalam ruangan kelas dapat memberi pengaruh positif pada kesehatan dan kinerja belajar siswa. Tulisan ini memberikan gambaran detail mengenai kondisi kenyamaan termal ruang belajar di sekolah menengah umum. Survey pengukuran suhu ruang belajar dilakukan di 13 (tiga belas) Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan di wilayah Mandau. Data diambil dengan menggunakan alat 4 in 1 multi-function environment meter di 5 titik dalam ruang belajar dari setiap gedung sekolah. Dari penelitian ini didapat bahwa 5 (lima) sekolah kondisi termalnya di atas ambang hangat nyaman, 7 (tujuh) sekolah berada di bawah ambang hangat nyaman, dan hanya satu sekolah yang memenuhi kondisi nyaman optimal dengan suhu berkisar antara 25,90 o C sampai dengan 27,60 o C. Kata kunci - Kenyamanan termal, Suhu, Ruang belajar Abstract Thermal comfort and good air quality in the classroom can have a positive effect on students' health and learning performance. This paper provides a detailed overview of the thermal comfort conditions of study in high school. The measurement of the temperature of the study room was conducted in 13 (thirteen) High School and Vocational Schools in The Mandau area. Data were taken using a 4 in 1 multi-function environment meter at 5 points in the study room of each school building. From this research, it is found that 5 (five) school thermal conditions above the warm threshold comfortable, 7 (seven) schools are below the comfortably warm threshold and only one school that satisfies optimally comfortable conditions with temperatures ranging from 25.90 C to 27.60 C. Keywords - Thermal comfort, temperature, study room. 1. PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 mensyaratkan beberapa kriteria kenyamanan suatu gedung, diantaranya adalah kenyamanan ruang gerak, kenyamanan termal, kenyamanan visual dan kenyamanan audial. Faktor suhu sebagai indikator kenyaman termal menjadi hal yang penting ketika kita membahas tingkat kenyaman gedung. Para arsitek dan insinyur menggunakan standar kenyamanan udara berdasarkan American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) dan ISO 7730, untuk mendesain suatu sistem dimana kondisi lingkungan menjadi nyaman secara fisik. Sebagaimana disebutkan dalam ASHRAE (Standard 55a dan ISO 7730, kenyamanan udara adalah kondisi pikiran yang menyatakan kepuasan dengan suhu lingkungan sekitar [1]. Gedung yang terlalu panas atau terlalu dingin akan menyebabkan penghuninya merasa tidak nyaman. Banyak ahli yang telah menjelaskan dampak negatif dari kondisi ruangan yang buruk terhadap performa penghuninya seperti kondisi ruang kerja yang tidak nyaman akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja[2]. Kondisi ruangan yang baik akan berdampak langsung terhadap performa dari orang-orang yang berada di dalamnya. Kondisi ruangan yang baik adalah kondisi dimana sekurangkurangnya 80% penghuninya merasa nyaman berada di dalam ruangan itu[5]. Gedung sekolah adalah sebuah bangunan pendidikan. Kegiatan pendidikan merupakan proses dalam belajar mengajar antara pendidik dan siswa/i dalam ruang-ruang belajar. Ruang sekolah haruslah memperhatikan tingkat kenyamanan agar pendidik dan siswa/i 98

merasa nyaman untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Jurnal ini akan membahas hasil pengukuran suhu ruang belajar di sekolah menangah umum yang berada di Kecamatan Mandau Kab. Bengkalis Prop. Riau. Dari jurnal ini diharapkan dapat memberikan informasi data yang detil mengenai kenyamanan ruang belajar di 13 Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan di daerah Mandau, khususnya yang berkenaan dengan suhu ruang belajar. 2. METODE Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indera melalui syaraf dan dicerna oleh otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan. Suara, cahaya, bau, suhu dan lainlain rangsangan ditangkap sekaligus, lalu diolah oleh otak. Kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain[10]. 2.1 Suhu dan Kenyamanan Kenyamanan adalah bagian dari salah satu sasaran karya arsitektur. Kenyamanan terdiri atas kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Kenyamanan psikis yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman, tenang, gembira, dll) yang terukur secara subyektif. Sedangkan kenyamanan fisik dapat terukur secara obyektif, yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan termal. Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang nyaman. Seperti diketahui, manusia merasakan panas atau dingin merupakan wujud dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan kepada otak, dimana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi untuk mempertahankan suhu sekitar 37ºC. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik. Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan bagi pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara termal ketika apabila manusia tidak dapat menyatakan apakah mereka menghendaki perubahan suhu yang lebih panas atau lebih dingin dalam suatu ruangan. Sementara itu, Standard Amerika (ASHRAE) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Dalam standard ini juga disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90 persen responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal. Untuk menyelenggarakan aktivitasnya di dalam ruang agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu sutu kondisi termal udara di dalam ruang yang tidak mengganggu tubuhnya. Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan atau menggigil, sehingga kemampuan beraktivitas menurun. Sementara itu, suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mengganggu aktivitas juga. Dapat dikatakan kondisi kerja akan menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Menurut Olgay, tingkat produktivitas dan kesehatan manusia sangat dipengarauhi oleh kondisi iklim setempat[9]. Apabila kondisi iklim (berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, angin, hujan, dsbnya) sesuai dengan kebutuhan fisik manusia, maka tingkat produktivitas dapat mencapai titik maksimum. Demikian pula halnya dengan tingkat kesehatan akan mencapai optimal apabila kondisi iklim juga mendukung pencapaian tersebut. Puncak produktivitas dan kesehatan manusia dicapai pada iklim yang berbeda 99

antara tempat satu dan lainnya di dunia ini. Di daerah kutub manusia mencapai tingkat produktivitas maksimum pada musim panas (Juli September), sedangkan di daerah subtropis kondisi optimal tercapai pada musim dingin. Sementara itu di daerah tropis dengan panas matahari yang menyengat membuat manusia mudah lelah pada musim panas, sehingga produktivitas rendah. Suhu udara merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi nyaman manusia. Hoppe memperlihatkan bahwa suhu manusia naik ketika suhu ruang dinaikkan sekitar 21ºC[3]. Kenaikan lebih lanjut pada suhu ruang tidak menyebabkan suhu kulit naik, namun menyebabkan kulit berkeringat. Pada suhu ruang sekitar 20ºC suhu nyaman untuk kulit tercapai. Selain suhu udara, suhu radiasi matahari dari sekeliling permukaan (plafon, dinding, pintu, jendela dan lantai) juga ikut mempengaruhi kenyamanan ruang. Sementara itu, pengaruh kelembaban udara pada kenyamanan ruang tidak sebesar pengaruh suhu udara. Faktor kecepatan udara juga mempengaruhi kenyamanan termal, dimana semakin besar kecepatan udara akan berpengaruh terhadap semakin rendahnya suhu kulit manusia. Menurut Lippsmeir batas-batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa adalah pada kisaran suhu udara 22,5ºC - 29ºC dengan kelembaban udara 20 50%[6]. Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai kenyamanan tersebut harus dipertimbangkan dengan kemungkinan kombinasi antara radiasi panas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan udara. Penyelesaian yang dicapai menghasilkan suhu efektif (TE). Suhu efektif ini diperoleh dengan percobaan-percobaan yang mencakup suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan udara. Menurut penyelidikan, batasbatas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa adalah 19ºTE (batas bawah) - 26ºTE (batas atas). Pada suhu 26ºTE, banyak manusia mulai berkeringat. Sementara itu kemampuan kerja manusia mulai menurun pada suhu 26,5ºTE - 30ºTE. Kondisi lingkungan mulai sulit bagi manusia pada suhu 33,5ºTE 35,5ºTE dan tidak memungkinkan lagi pada suhu 35ºTE - 36ºTE. Tabel 1. Batas Kenyamanan Termal Kondisi Temperatur Efektif Sejuk Nyaman 20,5 o C 22,8 o C Ambang Batas 24,0 o C Nyaman Optimal 22,8 o C 25,8 o C Ambang Batas 28,0 o C Hangat Nyaman 25,8 o C 27,1 o C Ambang Batas 31,0 o C (Sumber : SNI 03-6572-2001) 2.2 Kenyamanan Termal dan Kinerja Belajar Kenyamanan termal dan kualitas udara dalam ruangan kelas yang baik dapat memberi pengaruh positif tidak hanya pada kesehatan para siswa di dalamnya tetapi juga dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan kinerja belajar siswa[8]. Ketidak puasan secara termal seperti ruangan kelas yang terasa panas atau dingin dapat diasosiasikan kedalam stress fisik (secara termal) dan dapat menyebabkan para siswa di dalamnya menjadi sakit atau kurang berkonsentrasi. Kenyamanan termal di dalam kelas penting untuk diperhatikan karena kepadatan siswa yang tinggi di dalam kelas dapat memberi pengaruh negatif terhadap kinerja belajar siswa[5]. 2.3 Lokasi dan Alat Kec. Mandau Gambar1. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Peta Administratif Kab. Bengkalis, 2017) 100

Objek dari penelitian/pengukuran ini adalah 13 Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan di wilayah Kec. Mandau, Kabupaten Bengkalis, diantaranya ; SMAN 1 Mandau, SMAN 2 Mandau, SMAN 3 Mandau, SMAN 4 Mandau, SMAN 5 Mandau, SMAN 6 Mandau, SMAN 7 Mandau, SMAN 8 Mandau, SMAN 9 Mandau, SMAN 10 Mandau, SMKN 1 Mandau, SMKN 2 Mandau, SMKN 3 Mandau. Sementara itu alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 in 1 Multi Function Environment Meter. Fungsi alat ini antara lain sebagai Lux Meter untuk mengukur cahaya, Termometer utuk mengukur suhu dengan rentang 20 0-75 0 C, Humidity meter untuk mengukur kelembaban, dan Sound Level Meter untuk mengukur kebisingan. Alat ini cukup praktis dan mudah dalam penggunaannya karena cukup memasang bagian-bagian fungsi alat yang diperlukan dan mengalih fungsi alat dengan menggeser tombol yang tersedia. Alat ini cukup sensitif dengan keadaan, jadi jika ada perbuhaan keadaan seperti suhu meningkat maka hasil bacaan pun akan mengalami peningkatan. Alat ini digunakan karena penelitian ini terintegrasi dengan kegiatan penelitian indikator kenyamanan lainnya seperti kebisingan, pencahayaan dan kelembaban. mengajar dengan mengambil data suhu di 5 titik ukur dalam setiap ruangan kelas. Gambar 3. Denah titik ukur suhu dan kelembaban di dalam ruangan Setelah itu data yang telah didapatkan di lapangan diolah untuk mendapakan data ratarata, lalu membandingkan dengan standar yang digunakan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Survey yang dilakukan di 13 sekolah menengah umum dan kejuruan didapat bahwa: ada 5 sekolah yang kondisi termal ruang belajarnya berada pada kondisi diatas ambang batas hangat nyaman, dengan suhu paling rendah 28,52 o C dan paling tinggi 36,36 o C. Tabel 2. Kondisi diatas ambang hangat nyaman Sekolah Temperatur Rendah Tinggi SMAN 2 Mandau 30,09 32,0 SMAN 8 Mandau 30,64 32,92 SMAN 9 Mandau 32,4 33,22 SMKN 1 Mandau 28,52 36,36 SMKN 3 Mandau 31,7 34,2 (Sumber : hasil olahan, 2017) Gambar 2. 4 in 1 Multi Function Environment Meter Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Survey dilakukan disetiap ruangan yang digunakan untuk proses belajar Sedangkan 7 sekolah berada dalam kondisi dibawah ambang batas hangat nyaman, dengan suhu paling rendah 27,70 o C dan paling tinggi 31,14 o C. 101

Tabel 3. Kondisi dibawah ambang hangat nyaman Sekolah Temperatur Rendah Tinggi SMAN 1 Mandau 29,00 30,10 SMAN 3Mandau 28,10 29,40 SMAN 5 Mandau 27,70 29,90 SMAN 6 Mandau 29,10 30,30 SMAN 10 Mandau 27,82 31,14 SMAN 7 Mandau 29,00 30,00 SMKN 2 Mandau 30,16 30,32 (Sumber : hasil olahan, 2017) Hanya satu sekolah yang berada di kondisi termal nyaman optimal dengan suhu paling rendah 25,90 o C dan paling tinggi 27,60 o C, yaitu SMAN 4 Mandau. Faktor penghijauan di lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap kondisi termal ruang belajar sekolah. Sekolah yang berada di bawah naungan pepohonan dapat mencapai suhu 3⁰C lebih rendah dibanding suhu disekitarnya[4]. Penghijauan yang masih sedikit akan memberikan dampak panas dan gersang. Begitu juga dengan lokasi sekolah, Naeem irfan menyebutkan bahwa lokasi sekolah yang dekat dengan jalan raya mempengaruhi suhu dikarenakan aktiftas kendaraan menghasilkan CO 2 (Karbon dioksida), polusi dan panas akibat asap kendaraan akan mempengaruhi suhu lingkungan disekitarnya[7] Penggunaan pendingin ruangan yang masih sedikit dan tidak sesuai dengan jumlah siswa didalam ruang akan juga mempengaruhi suhu didalam ruang tersebut [5]. 4. KESIMPULAN Kenyamanan ruangan belajar sangatlah penting untuk menunjang proses belajar mengajar, agar dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pendidikan. Untuk kondisi Indonesia yang memiliki iklim tropis dan daerah Mandau yang mempunyai aktifitas industri yang relatif besar, serta merupakan daerah lintas kendaraan antar kota dan antar provinsi jika tidak diperhatikan dan di tata dengan benar sangatlah berpotensi mengganggu kenyamanan para siswa dalam proses belajarnya. Kondisi wilayah yang masih alami akan mendukung terwujudnya suasana yang nyaman, seperti kondisi lingkungan yang banyak penghijauan akan mempengaruhi kenyamanan termal. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, beberapa sekolah masih belum banyak terdapat penghijauan, penataan penghijauan yang kurang baik, pencahayaan yang belum optimal dan letak sekolah yang berada di dekat jalan raya, sehingga menyebabkan ketidak nyamanan dalam proses belajar mengajar. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kalau dilihat dari parameter suhu maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar gedung sekolah menengah umum dan kejuruan di kec. Mandau belum memenuhi syarat kenyamanan termal untuk dipakai dalam proses belajar mengajar. Hanya satu sekolah yang dapat memenuhi kriteria tersebut yaitu SMAN 4 Mandau, dengan suhu berkisar paling rendah 25,90 o C dan paling tinggi 27,60 o C. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Ristek Dikti yang telah memberikan dukungan melalui pendanaan Dosen Pemula tahun 2017. Semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini khususnya Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bengkalis. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi akademisi dan praktisi. DAFTAR PUSTAKA [1] ASHRAE. (1992). Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy Standard 55-1992. Atlanta, USA: American Society of Heating, 102

Refrigerating, and Air- Conditioning Engineers. [2] Haynes, B. P. (2008). The Impact of Office Comfort on Productivity. Journal of Facilities Management, 6, 37-51. [3] Hoppe, P. (1988). Comfort Requirement in Indoor Climate. Energy and Buildings, 11, 249-267. [4] Irwan, Z. a. D. (2005). Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara. [5] Kwok, A. G. (1997). Thermal Comfort in Naturally Ventilated and Air- Conditioned Classrooms in The Tropics. (Phd dissertation), University of California., Berkeley. [6] Lippsmeir, G. (1994). Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga. [7] Naeem Irfan, A. Z., Nadeemullah Khan. (2001). Minimising The Urban Heat Island Effect Through Lanscaping. NED Journal of Architecture and Planning, 1. [8] Nugroho, M. A. (2011). A Preliminary Study of Thermal Environment in Malaysia s Terraced Houses. Journal and Economic Engeneering, 2(1), 25-28. [9] Olgay, V. (1963). Design with Climate: Bioclimatic Approach to Arvhitectural Regionalism. Princenton: Princenton University Press. [10] Satwiko, P. (2004). Fisika Bangunan 1. Yogyakarta. 103