BAB IV PENUTUP. Universitas Indonesia. Aspek hukum..., Ariyanti, FH UI, 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ASPEK HUKUM KERJASAMA PENYALURAN KREDIT/PEMBIAYAAN ANTARA BANK X DENGAN PT. Y

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dalam Tesis ini dapat

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Peranan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

ASPEK HUKUM KERJASAMA PENYALURAN KREDIT/PEMBIAYAAN ANTARA BANK X DENGAN PT. Y TESIS

GUBERNUR BANK INDONESIA,

: MARINA RUMONDANG P. TAMPUBOLON NPM :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah bank swasta nasional yang sangat cepat mulai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

Perhitungan Bunga Kredit dengan Angsuran

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

SYARAT DAN KETENTUAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Ringkasan Informasi Produk/Layanan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB V PENUTUP. peraturan-peraturan dan teori-teori yang ada, dapat ditarik kesimpulan sebagai

Awal/Kepala Akta Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan usahanya. Dana atau permodalan merupakan salah satu inti utama

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan yang diberikan PT. Bank Nagari Cabang Sijunjung dalam. a. Kredit Kepada Masyarakat yang Berpenghasilan Tetap (Kredit

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

BAB IV ANALISIS TENTANG PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KLIWON TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT FASTABIQ CABANG KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/ 11 /PBI/2002 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCATRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai salah satu badan usaha keuangan merupakan lembaga perantara

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. A. Syarat-syarat Pemberian Kredit Umum BPR Nusamba

RINGKASAN SKRIPSI ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang ada di Indonesia.

Analisis Pemberian Kredit Dengan Metode Sliding Rate Dan Flat Rate Pada Bank Rakyat Indonesia

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, perekonomian dimasyarakat dituntut untuk tetap stabil, agar membantu

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

DAFTAR WAWANCARA Jawab

PERJANJIAN KERJASAMA PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL (KUK) ANTARA PT BANK SKR JRENG DENGAN PT SKR JOS FINANCE. Nomor...

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

A B S T R A K S I. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Negara Republik Indonesia ditujukan bagi seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

PENANDATANGANAN MOU. Divisi Bisnis Usaha Kecil

Data Reduksi, Data Display / Penyajian Data, Data Verifikasi / Pemeriksaan Kembali Pengulangan Data, Data Konklusi/Perumusan Kesimpulan. Hasil Penelit

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam penambahan modal ini adalah bank. Bank sebagai sebuah lembaga

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu bagian penting dalam suatu perekonomian. Bank

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dengan melihat uraian diatas maka penulis menyusun laporan kerja

BAB V PENUTUP. polis asuransi jiwa di PT Asuransi Jiwasraya Cabang Yogyakarta ini

Syarat dan Ketentuan Umum PermataKTA

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

PERBANDINGAN PERHITUNGAN BAGI HASIL TABUNGAN MUDHARABAH PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN PADA PT. BANK MANDIRI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Konsumer-unit pemasaran di Kantor Cabang Bank BJB Tasikmalaya yang beralamat

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

RINGKASAN INFORMASI PRODUK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 13 /PERMEN/M/2008 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/19/PBI/2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok. menanyakan langsung kepada pihak warung mikro itu sendiri.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan The Five C s of Credit dalam perjanjian kredit UMKM

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/3/PBI/2000 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

PERJANJIAN PEMBIAYAAN PINJAMAN PERSEORANGAN

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

Transkripsi:

79 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan dalam bab-bab terdahulu dari tesis ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Permasalahan hukum yang terdapat dalam pelaksanaan kerjasama penyaluran kredit/pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y dalam rangka penyaluran kredit ke end user (penerima kredit) adalah sebagai berikut : a. Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama antara Bank X dengan PT. Y baik dari segi bahasa maupun materi yang dikandung banyak memiliki hal-hal yang inkonsistensi sehingga perlu dikaji dari Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1988 dan Buku Pedoman Perusahaan Bank X sebagai berikut : i) Dilihat dari bentuk perjanjian yang mendasari kerjasama ini, yaitu Perjanjian Kerjasama Penyaluran Kredit/Pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y untuk Pembelian Kendaraan Bermotor, dan berdasarkan kedudukan hukum Bank X (Pihak Pertama) dengan PT. Y (Pihak Kedua) sebagai pemberi kuasa dan penerima kuasa, maka hubungan hukum antara Bank X dengan PT. Y adalah sebagai mitra usaha sebagaimana dijelaskan dalam komparisi perjanjian kerjasama. ii) Berdasarkan hubungan hukum yang ada antara Bank X dengan PT. Y, sebagai mitra usaha yang diatur dalam perjanjian kerjasama penyaluran kredit kepada end user, PT. Y bertanggung jawab hanya terbatas pada pemberian kredit/pembiayaan dan tindakan wanprestasi dari PT. Y hanya meliputi penyimpanganpenyimpangan atas penyaluran kredit yang tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama. Dengan demikian, tidak ada kewajiban bagi PT. Y untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh keadaan wanprestasi dari end user.berdasarkan tujuan penyaluran kredit/pembiayaan sesuai dengan Pasal 2 jo Pasal 3 Perjanjian

80 Kerjasama bahwa plafond kredit/pembiayaan disalurkan oleh Bank X kepada end user melalui PT. Y, maka kedudukan PT. Y dalam perjanjian kerjasama ini bukan sebagai Debitur, melainkan sebagai Agen atau Kuasa dari Bank X. Disamping itu, Bank X juga berhak melakukan analisa dan evaluasi terhadap permohonan dan dokumen dari calon Nasabah (end user), maka diketahui bahwa Bank X tetap menjalankan fungsinya sebagai Bank. iii) Dalam hubungan mitra usaha ini, Bank X memperoleh keuntungan berupa provisi dan bunga pinjaman sebagai akibat dari meluasnya penyaluran kredit ke masyarakat melalui jasa PT. Y, sedangkan di lain pihak PT. Y memperoleh keuntungan berupa spread (selisih) antara bunga pinjaman dari bank dengan bunga pinjaman kepada end user. iv) Istilah Penyaluran Pembiayaan yang digunakan dalam perjanjian kerjasama antara Bank X dengan PT. Y lebih tepat digunakan pada produk perbankan syariah, sedangkan Bank X adalah termasuk perbankan konvensional. Dalam perbankan konvensional, istilah yang lebih tepat digunakan untuk penyaluran dana ke masyarakat adalah Kredit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka 11. v) Istilah Nasabah yang digunakan dalam perjanjian kerjasama antara Bank X dan PT. Y masih bersifat luas, karena dalam undang-undang pengertian Nasabah sendiri dibedakan lagi menjadi dua yaitu Nasabah Penyimpan dan Nasabah Debitur. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berpendapat agar istilah yang lebih tepat digunakan untuk menyebut penerima kredit adalah Nasabah Debitur, Debitur ataupun End User. b. Dalam kredit perbankan, hubungan hukum antara Bank dengan Debitur pada prinsipnya didasarkan pada Perjanjian Kredit. Sehubungan dengan hal tersebut terdapat permasalahan sebagai berikut :

81 i) Perjanjian antara PT. Y dengan end user yang dibuat dengan judul Perjanjian Pembiayaan Konsumen merupakan perjanjian kredit dimana PT. Y (Kuasa dari Bank X) berkedudukan sebagai Kreditur dan end user berkedudukan sebagai Debitur. Namun demikian, berdasarkan komparisi (pembukaan) perjanjian kredit antara PT. Y dengan end user, tidak disebutkan bahwa PT. Y merupakan kuasa dari Bank X dalam meyalurkan kredit, sehingga dalam kedudukan hukumnya PT. Y bertindak sendiri sebagai kreditur atau dengan kata lain tidak mewakili Bank X. Akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan perjanjian kerjasama antara Bank X dengan PT. Y. Disamping itu, perjanjian kredit tersebut dapat dimohonkan kembali kepada bank lain untuk pencairan kredit serupa. ii) Pada bagian penutup dari perjanjian kredit ini disebutkan bahwa Bank sebagai mediasi. Hal yang perlu dicermati adalah dari awal perjanjian Bank sama sekali tidak disebut sebagai pihak dalam perjanjian tersebut, selain itu kedudukan Bank sebagai mediasi tidak memiliki dasar hukum yang jelas. 2. Pelaksanaan penyelesaian kredit dilakukan dengan tahapan awal adalah pembayaran kembali kredit, namun pada kenyataannya telah terjadi kesulitan pembayaran dari para end user (penerima kredit) sehingga kualitas kredit menjadi memburuk. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, Bank X segera mengambil upaya penyelamatan kredit dengan cara merestrukturisasi kredit tersebut. Hal-hal yang dikaji dalam penyelesaian kredit ini adalah permasalahan dalam ketentuan mengenai Pembayaran Kembali Kredit dan pelaksanaan restrukturisasi kredit. a. Pada ketentuan mengenai Pembayaran Kembali Kredit terdapat inkonsistensi yaitu : i) Ketidaksesuaian antara kedudukan hukum PT. Y selaku kuasa dan mitra usaha dari Bank X dengan kewajibannya menanggung pelunasan kredit/pembiayaan end user selaku debitur dalam hal

82 terjadi wanprestasi oleh end user. Selain itu, ketentuan mengenai keadaan wanprestasi debitur tidak diatur dalam perjanjian kerjasama antara Bank X dengan PT. Y, melainkan hanya diatur dalam perjanjian kredit antara PT. Y dengan end user. ii) Dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) perjanjian kerjasama mengenai Pembukaan Rekening diatur bahwa PT. Y wajib membuka rekening pada Bank X guna menampung pencairan kredit/pembiayaan dan pembayaran angsuran serta biaya-biaya lain, selanjutnya Bank X diberi kuasa oleh end user untuk mendebet rekening PT. Y. Ketentuan mengenai kuasa pendebetan rekening ini tidak sesuai dengan kaidah hukum, karena seharusnya kuasa pendebetan rekening PT. Y diberikan oleh PT. Y sebagai pemilik rekening, bukan oleh end user. b. Selanjutnya, dalam Perjanjian Restrukturisasi Kredit antara Bank X dengan PT. Y telah disepakati bahwa pola kredit diubah dari kredit channeling menjadi kredit executing, sehingga kredit masing-masing end user beralih menjadi satu kredit dengan atas nama PT. Y. Kedudukan hukum end user sebagai debitur telah digantikan oleh PT. Y sebagai debitur baru. Pengalihan tersebut semakin mempertegas bahwa benar kedudukan PT. Y pada perjanjian kerjasama berkedudukan hukum sebagai mitra usaha, bukan sebagai debitur dari Bank X. Secara hukum, perbuatan seperti ini merupakan suatu Pembaharuan Utang atau Novasi. Namun demikian, pada prakteknya perjanjian tersebut tidak didahului dengan Perjanjian Pembaharuan Utang (Novasi) yang mencakup peralihan hak dan kewajiban dari end user selaku debitur lama kepada PT. Y selaku debitur baru.

83 4.2. Saran Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan kerjasama penyaluran kredit/pembiayaan antara Bank X dengan PT. Y, perlu dilakukan suatu penyempurnaan dalam Buku Pedoman Perusahaan Bank X mengenai konsep hukum yang tepat dalam penyaluran kredit dengan pola kerjasama pembiayaan (channeling), terutama mengenai hubungan hukum antara Bank selaku Kreditur, Lembaga Pembiayaan selaku Agen dengan End User selaku Debitur, mengingat bahwa suatu hubungan hukum dan kedudukan para pihak akan menentukan tanggung jawab atau akibat hukum bagi para pihak. 2. Hubungan hukum antara Bank X dengan End User adalah hubungan antara Debitur dengan Kreditur, sehingga perjanjian kredit yang dibuat seharusnya berdasarkan standar dan pedoman peraturan perkreditan yang ada di Bank X, bukan standar yang ada di PY. Y (Kuasa dari Bank X). Selanjutnya klausul yang harus dimasukkan di dalam perjanjian tersebut adalah penegasan bahwa PT. Y bertindak selaku Kuasa dari Bank X. 3. Seharusnya restrukturisasi kredit antara Bank X dengan PT. Y didahului dengan membuat Perjanjian Pembaharuan Utang (Novasi), karena perbuatan Novasi harus secara tegas dinyatakan. Kemudian, Novasi tersebut diikuti dengan Perjanjian Kredit tersendiri antara Bank X selaku Kreditur dengan PT. Y selaku Debitur. 4. Dalam Buku Pedoman Perusahaan Bank X sama sekali tidak diatur mengenai Novasi Kredit (Pembaharuan Utang), padahal pada praktek perbankan hal ini sudah lazim dilakukan, untuk itu perlu adanya penyempurnaan Buku Pedoman Perusahaan Bank X sehubungan dengan Novasi Kredit dalam rangka penyelamatan kredit.