PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR

dokumen-dokumen yang mirip
MEMAHAMI BISNIS AYAM RAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGELOLAAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

14Pengembangan Agribisnis

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

III KERANGKA PEMIKIRAN

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan.

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PERTANIAN MASIH DITAKUTI PERBANKAN: BAGAIMANA DENGAN AGRIBISNIS?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

[Perencanaan Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

Jakarta, 5 April 2017

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

hilir, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hulu yang berada atau tersebar

BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

I.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

bab dua belas PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR Bisnis ayam ras di Indonesia yang tak putus dirundung kemelut, tampaknya tak lepas dari pantauan Prof Dr. Ir. Bungaran Saragih. Ini terlihat dari kesigapan Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Sumberdaya yang juga Kepala Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian-IPB ini memberikan tanggapan, saat Poultry Indonesia mewawancarainya berkaitan dengan kondisi usaha perunggasan yang bergejolak hari-hari ini. Menyinggung pola kemitraan di sektor bisnis ayam ras yang terkesan sulit diwujudkan, Prof, Bungaran Saragih menilai suinbernya terletak pada keengganan pihak-pihak yang bermitra memenuhi dua syarat yang diperlukan. Yaitu, pertama: syarat keharusan, berupa keharusan adanya rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka yang bermitra. Kedua, syarat kecukupan, berupa adanya peluang saling menguntungkan yang mungkin lahir melalui pelaksanaan kemitraan tersebut. Kedua syarat tersebut harus dipenuhi untuk menjamin terjalinnya kemitraan yang langgeng. Pola kemitraan yang dilandasi rasa kebersamaan tanpa ada peluang saling 133

menguntungkan, hanyalah suatu pekerjaan sosial yang dari sudut bisnis sulit bertahan. Sebaliknya, kemitraan yang saling menguntungkan tanpa dilandasi rasa kebersamaan, juga diragukan kelanggengannya. Berikut adalah petikan wawancara tersebut selengkapnya. Menurut Anda permasalahan yang sering muncul dalam dunia perunggasan bermula dari mana dan apanya yang salah sehingga agribisnis perunggasan kurang berkembang dengan baik? Menjawab pertanyaan ini kita harus tahu terlebih dahulu seperti apa bisnis ayam ras. Pemikiran kita ten tang bisnis ayam ras sering terjebak dalam pemikiran agregasi komoditas. Bisnis ayam ras sering disetarakan dengan bisnis komoditas lainnya / seperti komoditi non pertanian, Padahal, bila dicermati lebih dalam, bisnis ayam ras tidak dapat disamakan dengan bisnis komoditas pertanian lainnya bahkan dengan bisnis komoditas unggas lainnya. Jadi, selama ini pengelolaan bisnis ayam ras terkesan disetarakan dengan komoditas lain? Tampaknya ya, karena bisa dilihat dari penyetaraan pengambilan keputusan antara kebijaksanaan pengelolaan bisnis ayam ras dengan kebijaksanaan pengelolaan bisnis komoditas lainnya. Kebijaksanaan pembatasan berusaha dan skala usaha, yartg mungkin tidak menimbulkan masalah pada bisnis komoditas lainnya, kita terapkan pada bisnis ayam ras melalui Keppres No. 50 tahun 1981, Kebijaksanaan pola Pertanian Inti Rakyat (PIR) yang mungkin berpotensi sukses pada komoditas pertanian lainnya, kita terapkan pada bisnis ayam ras sejak tahun 1984, tanpa memodifikasi pola PER tersebut, Akibatnya, bukan hanya kebijakan-kebijakan tersebut tidak mencapai sasaran, 134

akan tetapi temyata menimbulkan masalah baru, sementara masalah lama belum terpecahkan. Kita bisa lihat gejolak yang mewarnai bisnis ayam ras, seperti masalah kepentingan peternak rakyat yang dimulai pada awal tahun 1980, masih tetap berlangsung hingga sekarang, Bahkan, masalah tersebut bukan hanya masalah bisnis semata, tetapi telah merebak menjadi masalah politis. Lalu, karakteristik dasar bisnis ayam ras itu sendiri, menurut Anda, seperti apa? Ada beberapa karakteristik dasar bisnis ayam ras yang berimplikasi pada tuntutan pengelolaan dan mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri ayam ras secara keseluruhan. Diantaranya adalah, pertama, produksi ayam ras itu memiliki sifat pertumbuhan yang tergolong cepat dan mengikuti kurva pertumbuhan sigmoid. Ini berarti bisnis ayam ras merupakan bisnis berintentitas tinggi yang keberhasilannya berdasarkan pula pada ketepatan pengelolaan fase-fase pertumbuhan ayam ras. Kedua, produk akhir dari industri ayam ras adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan-tahapan produksi mulai dari hulu hingga hilir, dimana produk antara merupakan makhluk biologis bemilai ekonomi tinggi dan rentan terhadap keterlambatan waktu. Dan ketiga, produktifitas ayam ras sangat tergantung pada pakan (kualitas, tempat, waktu, baik secara teknis maupun ekonomi). Produktivitas yang tinggi akan diperoleh bila dipenuhi 4 (empat) tepat (tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu,, tepat tempat) dan konsumsi pakan yang efisien. Keberhasilan bisnis ayam ras akan ditentukan oleh sinkronisasi skala dan skedul produksi pada setiap tahapan produksi dari hulu ke hilir. Sekali skala dan skedul produksi pada setiap industri GPS ditetapkan, maka harus diikuti oleh skala dan skedul produksi pada industri PS dan selanjutnya pada usaha budidaya ayam ras secaia sinkron. Sinkronisasi skala dan skedul produksi 135

setiap tahapan produksinya juga harus diikuti oleh sinkronisasi penyediaan pakan. Ketidaksinkronan skala produksi pada setiap tahapan produksi akan menimbulkan risiko ekonomi yang sangat besar. Coba kita lihat, setiap satu ekor DOC GPS yang ridak terselamatkan mempunyai opportunity cost paling sedikit 2.717 ekor ayam potong atau dalam rupiah sekitar Rp 12 juta. Sementara itu, waktu yang tersedia untuk menghindari kerugian yang begitu besar hanyalah maksimum 36 jam. Hanya bisnis ayam ras lah yang memiliki risiko yang demikian besar. Apakah menurut Anda, karena risiko yang demikian besar itu sehingga banyak perusahaan peternakan memilih melakukan integrasi? Kita kembali ke masalah sinkronisasi. Setiap tahapan produksi hanya mungkin terjadi bila setiap tahapan produksi berada dalam satu perusahaan atau paling sedikit berada pada satu keputusan koordinasi manajemen. Tuntutan yang demikianlah yang dapat menjelaskan mengapa perusahaan peternakan cenderung melakukan integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Tetapi sering diasumsikan perusahaan yang melakukan integrasi dari hulu hingga hilir hanya ingin meraup keuntungan yang lebih besar bahkan cenderung menguasai pasar? Motivasi melakukan integrasi vertikal dari hulu hingga hilir bukan hanya itu, akan tetapi lebih banyak didorong untuk menghindari risiko ketidakpastian dan menyelamatkan investasi yang cukup besar pada tingkatan produksi yang lebih hulu. Hal ini jugalah yang menyebabkan mengapa perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha pembibitan dan industri pakan, masih tetap ngotot untuk memasuki usaha budidaya ayam potong. Karena apabila hal itu tidak mereka lakukan, berarti mereka menghadapi risiko dan ketidakpastian pasar DOC FS dan pakan. Kondisi 136

tersebut dipandang sebagai sesuatu yangmengancam keamanan investasi perusahaan. Oleh sebab itu, agar tetap hidup (exist) pada budidaya ayam potong, mereka melakukan pengkaplingan usaha dengan mengatasnamakan karyawan atau keluarga, yang pada dasarnya tetap dimiliki oleh satu perusahaan. Caracara yang demikian mi memang dimungkinkan karena tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perseroan di Indonesia. Jadi bisa dikatakan kalau ingin exist dalam bisnis ayam ras maka harus dilaksanakan dalam bentuk integrasi? Ya, karena untuk menekan risiko dan ketidakpastian dari bisnis itu sendiri, sehingga haxus dijalankan secara integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Seluruh fungsi yang terdapat dalam satu unit agribisnis ayam ras dilaksanakan oleh satu perusahaan (diversifikasi usaha vertikal) atau oleh beberapa perusahaan yang tergolong dalam induk perusahaan (liolding company). Dan saya melihat perusahaan-perusahaan peternakan dalam bisnis ayam ras telah dan sedang mengarah pada integrasi vertikal. Bisa dijelaskan lebih jauh, manfaat dari bentuk integrasi vertikal ini ditinjau dari sudut ekonominya? Pada prinsipnya integrasi vertikal bisnis ayam ras akan menguntungkan baik dari sudut masyarakat maupun dari sudut kepentingan pengembangan agribisnis dalam jangka panjang. Dari sudut kepentingan masyarakat, melalui integrasi vertikal akan memungkinkan dicapai skala ekonomi (economic of scale), menghilangkan marjin ganda (double margitialization) dan jaminan konsistensi dan kualitas sedemikian rupa sehingga bersifat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare eniiancing). Dari sudut kepentingan pengembangan agribisnis ayam ras dalam jangka panjang, melalui integrasi vertikal 137

akan menghilangkan masalah transmisi harga dan masalah penikmat bebas, yang menghambat pengembangan agribisnis ayam ras selama ini. Bila setiap fungsi atau tahapan produksi agribisnis ayam ras tidak dilaksanakan oleh suatu perusahaan/ grup perusahaan, maka masalah transmisi harga akan muncul. Informasi pasar, seperti harga dan preferensi konsumen yang diperoleh pada kegiatan agribisnis di luar budidaya hilir (kegiatan yang mengolah ayam ras potong, telur konsumsi, dan perdagangannya) tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu ayam ras. Bahkan, hal tersebut digunakan perusahaan yang berada pada kegiatan agribisnis hilir di luar budidaya untuk mengekploitasi kegiatan budidaya (kegiatan yang dihasilkan ayam ras potong dan telur konsumsi) dan agribisnis hulu (kegiatan yang menghasilkan sapronak dan perdagangannya). Bagaimana dengan masalah penikmat bebas, apakah perusahaan penghasil sapnonak akan bersedia melakukan inovasi? Sudah pasti tidak- Perusahaan pembibitan atau industri pakan tidak akan melakukan inovasi, karena mereka tahu bahwa manfaat inovasi tersebut juga akan dinikmati oleh perusahaan lain yang berada pada kegiatan budidaya dan kegiatan agribisnis hilir ayam ras, padahal mereka tidak ikut menanggung beban biaya inovasi tersebut. Sebaliknya eksportir juga tidak akan mau mengeluarkan tambahan biaya untuk mencari informasi pasar internasional, karena eksportir tersebut tahu bahwa manfaatnya juga akan dinikmati oleh perusahaan lain yang terlibat dalam agribisnis ayam ras dan tidak ikut menanggung biaya beban tersebut. Kalau demikian kondisi ny a, apakah periu Integrasi vertikal agribisnis ayam ras semakin didorong perkembangannya? Ya... perlu..., perlu itu. Karena melalui bisnis yang 138

terintegrasi vertikal, maka masalah transmisi harga dan penikmat bebas tidak akan terjadi, sehingga kondisi ini sangat kondusif bagi munculnya inovasi-inovasi baru dalam agribisnis ayam ras. Hanya yang perlu dicegah adalah terjadinya integrasi horizontal antar perusahaan agribisnis ayam ras yang terintegrasi secara vertikal. Karena hal ini tidak akan merangsang munculnya inovasi serta akan membuka peluang kolusi/kartel yang mendistorsi pasar. Dan disini yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan agribisnis hulu ayam ras (seperti industri pembibitan dan pakan) yang jumlahnya relatif sedikit, sehingga cukup potensial untuk melakukan integrasi horisontal dengan berbagai konfigurasi Berkaitan dengan gejolak yang terjadi datam peninggasan akhir-akhir ini seperti masalah DOC dan pakan, kira-kira faktor apa yang menjadi penyebabnya? Saya pikir dalam agribisnis ayam ras yang sudah terintegrasi secara vertikal, stabilisasi penyediaan DOC dan pakan sebenarnya dapat diwujudkan melalui perencanaan skala dan struktur populasi induk pembibit pada setiap tahapan pembibitan, mulai dari GGPS -> GFS-> PS -> FS/CS. Adanya gejolak tersebut mengindikasikan bahwa perencanaan skala dan struktur populasi tersebut tidak berjalan dengan optimal. Aldbatnya, pada periode tertentu terjadi kelebihan penawaran DOC dan pada periode yang lain terjadi kelebihan permintaan DOC, Disamping itu relatif mahalnya DOC produksi dalam negeri dibandingkan harga internasional mengindikasikan adanya infisiensi pada usaha pembibitandomestik. Salah satu penyebab inefisiensi ini adalah adanya kartel/kolusi dalam industri pembibitan dan industri pakan baik secara terbuka maupun secara sembunyi. Selain itu, dari sumber yang Iayak dipercaya, dikatakan bahwa biaya produksi DOC FS domestik sekitar 30-45 % dari harga rata-rata tahunan DOC ES di pasar domestik. 139

Kalau hal ini benar, maka solusinya adalah menghapus kolusi itu sendiri dan mendorong dilaksanakannya perencanaan skala dan struktur populasi induk pada setiap tahapan industri pembibitan. Beralih kepada kebijaksanaan pemerintah, sejauh ini apakah kebijaksaan yang ada sudah menyentuh semua lapisan? Kebijaksanaan pemerintah merupakan faktor eksogen yang dapat mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja sistem agribisnis ayam ras. Biasanya, tujuan kebijaksanaan pemerintah dikeluarkan untuk mempengaruhi struktur atau perilaku sistem sedemikian rupa, sehingga dicapai kinerja sistem yang dikehendaki, dimana kinerja sistem tersebut tidak dapat dicapai melalui otomatisasi mekanisme sistem yang ada. Dengan karakteristik dasar bisnis ayam ras dan bisnis ayam ras sebagai sistem agribisnis, keberhasilan suatu kebijaksanaan pemerintah yang ditujukan pada bisnis ayam ras, haruslah kebijaksanaan yang bersifat integratif. Dalam perumusan dan pelaksanaan suatu kebijaksanaan harus didasarkan pada paradigma yang melihat bisnis ayam ras sebagai suatu sistem agribisnis. Tradisi perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang didasarkan pada otoritas poutik, disamptng tidak sesuai dengan perkembangan yang ada, juga akan menimbulkan pesimisme di satu pihak, dan optimisme di pihak lain. Kebijaksanaan yang menyekat-nyekat sistem agribisnis ayam ras ternyata bukan hanya mengalami kegagalan, tetapi juga menciptakan masalah baru. Kebijaksanaan restrukturisasi dan restriksi skala usaha pada subsistem budidaya (Keppres No. 50 tahun 1981) ternyata bukan hanya gagal melindungi kepentingan ekonomi peternak rakyat tetapi juga menimbulkan masalah baru berupa pengkaplingan semua skala usaha dan pehguasaan pada subsistem budidaya. Oleh sebab itu, kebijaksanaan yang demikian harus ditinggalkan. 140

Lalu kebijaksanaan seperti apa yang sekiranya cocok dengan iklim bisnis ayam ras? Kebijaksanaan yang ditujukan untuk pembinaan bisnis ayam ras harus bersifat integratif. Untuk membatasi/mengurangi penawaran produk akhir ayam ras (misalnya untuk menaikkan/ menstabilkan harga), tidak akan berhasil kalau yang dikurangi hanya pada budidaya saja. Tetapi harus dimulai dari industri pembibitan yang paling hulu. Demikian juga jika ingin melindungi kepentingan ekonomi peternak rakyat, tidak akan berhasil bila porsi peternak rakyat hanya pada budidaya saja. Dalam agribisnis ayam ras, nilai tambah yang paling besar berada pada kegiatan agribisnis hulu dan hilir, sedangkan pada kegiatan budidaya sangat kecil. Karena itu, kalau bermaksud meningkatkan pendapatan petemakan rakyat mereka harus didorong untuk memasuki kegiatan agribisnis ayam ras di luar budidaya atau mengelola satu unit agribisnis ayam ras hulu hingga hilir. Selain itu, kebijaksanaan pemerintah juga harus efisien dan efektif. Kecenderungan kebiasaan untuk mengatur (regulating) harus diganti dengan pemberian iklim yang kondusif (enabling). Dimasa yang akan datang perlu dikembangkan suatu tradisi kebijaksanaan yang tidak menuntut terlalu banyak pengawasan pelaksanaan suatu kebijakan, sehingga biaya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut seminimum mungkin. Oleh karena itu hal-hal yang dapat dicapai melalui otomatisasi mekanisme sistem, tidak perlu diatur dalam kebijaksanaan. Sebaliknya, suatu keadaan yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme sistem yang ada dan perlu diatur melalui kebijaksanaan,. perlu diupayakan agar pesan kebijaksanaan tersebut dapat diinternalisasi ke dalam sistem tanpa membutuhkan pengawasan pelaksanaan yang ketat. Hal ini dikarenakan setiap kebijaksanaan yang membutuhkan pengawasan pelaksanaan yang ketat, akan menciptakan ekonomi biaya tinggi sehingga bersifat kontra produktif. 141

Akhir-akhir ini pemerintah terus mengupayakan program kemitraan antara pengusaha kecil dan pengusaha besar/ industri dapat berjalan, demikian juga yang terjadi pada sektor perunggasan. Sejauh pengamatan Anda apakah pola kemitraan yang diterapkan pada sektor perunggasan sudah dijalankan dengan konsep yang tepat? Saya lihat pada PIR dan berbagai bentuk kemitraan yang ada tampaknya masih juga belum berhasil. Karena suatu pola kemitraan bisnis akan dapat berjalan secara otomatis bila dipenuhi dua syarat. Pertama, syarat keharusan, yakni harus ada rasa kebersamaan yang kuat diantara pihak yang bermitra. Kedua, syarat kecukupan, yakni adanya peluang saling menguntungkan yang mungkin lahir melalui pelaksanaan kemitraan tersebut. Kedua syarat itu harus ada karena apabila pola kemitraan yang dilandasi rasa kebersamaan tanpa ada peluang saling menguntungkan hanyalah suatu pekerjaan sosial yang dari sudut bisnis sulit bertahan. Sebaliknya, kemitraan yang saling menguntungkan tanpa dilandasi rasa kebersamaan, juga diragukan kelanggengannya. Kemitraan tidak mungkin terjadi secara otomatis karena adanya perbedaan karakteristik perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Karena kalaumelakukan kemitraan, peternak rakyat dapat menjadi better off sementara perusahaan peternakan merasa worse off. Persoalannya adalah, ada tuntutan politis untuk mewujudkan pola kemitraan antara peternak rakyat dengan perusahaan peternakan, Untuk tercapainya pola kemitraan tersebut maka diperlukan adanya insentif kepada perusahaan peternakan. Bentuk insentif yang disarankan adalah dengan penghapusan pungutanpungutan yang rnenjadi beban perusahaan peternakan serta adanya kebijaksanaan fiskal berupa keringanan pajak sebagai 142

kompensasi biaya tambahan dan risiko yang timbul bila perusahaan peternakan melakukan pola kemitraan dengan peternak rakyat, Caranya adalah dengan memperlakukan biaya perekrutan, pelatihan dan pengawasan peternakan rakyat serta nilai risiko akibat kemitraan sebagai biaya tetap perusahaan peternakan. Jadi, biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari keuntungan kena pajak. Agar peternak rakyat bisa bersaing dengan tidak hanya berada pada sisi budidaya saja maka tindakan apa yang dapat dilakukan? Sebagai solusi jangka panjang, peternak rakyat itu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat memasuki kegiatan agribisnis di luar budidaya karena pada subsistem inilah nilai tambahnya paling besar. Mereka bisa bergabung dalam suatu kelompok atau koperasi yang menguasai suatu unit agribisnis dari hulu hingga hilir, Koperasi disini tidak hanya terbatas sebagai wadah peternak rakyat tetapi haruslah berbentuk perusahaan koperasi agribisnis ayam as (bukan KUD) yang dapat leluasa memiliki agroindustri hulu dan hilir ayam ras beserta kegiatan perdagangannya. Dengan cara seperti ini, kepentingan peternakan rakyat dapat diakomodasikan dalam bisnis ayam ras, tanpa harus menuntut perusahaan peternakan ayam ras yang ada untuk melakukan pekerjaan sosial. Dan yang terakhir... untuk mengantisipasi persaingan dengan bisnis ayam ras internasionat, maka upaya apa yang dapat dilakukan untuk membangun keunggulan bersaing bisnis ayam ras kita? Untuk menghadapi tantangan masa depan dan persaingan dengan produk luar negeri maka keunggulan bersaing perlu dikembangkan menjadi keunggulan bersaing yang 143

berkesinambungan. Tulang punggung daya saing yang berkesinambungan adalah inovasi teknologi yang dilakukan secara konsisten dan terus rnenerus. Inovasi yang dapat dilakukan adalah dalam bidang rekayasa genetik, bioteknologi nutrisi dan makanan ternak serta teknologi pengolahan daging dan telur ayam ras. 144