II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
1. Pengetahuan atas pajak memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap sikap atas pajak. Temuan hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

untuk pembangunan membutuhkan peranan aktif Wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak terdiri dari 3 jenis yaitu official assessment system, self

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun WP Terdaftar WP yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, menurut Suparmono dan Damayanti (2010:10) mengatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

Bab 2. Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Rendezvous,2012). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Tindakan Beralasan ( Theory Of Reasoned Action )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Besar kecilnya pajak pada suatu negara sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan biaya yang tak sedikit jumlahnya. Usaha yang dilakukan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sejak saat itulah Indonesia menganut Self Assessment System. di Indonesia memberi kepercayaan kepada pengusaha kena pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

III. METODE PENELITIAN

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Ajzen mengembangkan theory of planned behavior (TPB) ini pada

II. LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 98/KMK.01/2006 Account. mengimplementasikan Organisasi Modern.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori atribusi yang dikembangkan oleh Heider (1958) merupakan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika Wajib Pajak

THEORY OF REASONED ACTION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1) adalah : Menurut Waluyo (2011:1) mengemukakan bahwa pajak adalah :

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Pranata (2014) menyataka n legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB I PENDAHULUAN. (APBN) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah kepada masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai keperluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) ditentukan oleh tiga faktor penentu yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Rachmawati Meita Oktaviani Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Univeritas Stikubank

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PAJAK USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) bahwa (2013:9) Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan dari Teori Perilaku Beralasan (Theory of

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PAJAK USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SESUDAH DITERAPKANNYA PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013 DI UMKM ONYX TULUNGAGUNG RINGKASAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Theory of Planned Behavior (TPB) dikembangkan oleh Icek Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal (Nasucha, 2004).

BAB II KAJIAN TEORI. menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat. untuk menyelenggarakan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

Transkripsi:

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercemin dalam situasi dimana Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar dan membayar pajak yang terutang tepat waktu. Selanjutnya Nurmantu (2005), mengatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi segala kewajibannya dan melaksanakan hak perpajakannya. Lebih lanjut Nurmantu mengatakan bahwa ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan materil. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Sedangkan kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberithauan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8

Lebih lanjut, Chaizi Nasucha dalam Devano dan Kurnia (2006), juga menjelaskan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Kemudian merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tanggal 3 Juni 2007, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir ; b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT masa yang terlambat tidak lebih dari 3(tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturutturut; c. SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya; d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak : Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; 9

e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus disusun bentuk panjang (long form report) Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. g. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam butir a s.d. e serta syarat lainnya yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Maka pada prinsipnya kepatuhan Wajib Pajak adalah tindakan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Theory of Planned Behavior (TPB) Theory of Planned Behavior (TPB) adalah model berbasis niat (intentions) yang dikembangkan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Terdapat dua 10

determinan yang mempengaruhi niat (intenton) yaitu sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior), norma subyektif (subjective norm). Pengembangan dilakukan dengan menambahkan kontrol perilaku (perceived behavioral control) pada model TRA. Penambahan perceived behavioral control diteliti oleh Madden et al. (1992) dengan membandingkan TPB dan TRA pada 10 perilaku, dan mereka menemukan bahwa penyertaan perceived behavioral control meningkatkan prediksi niat dan perilaku. Teori ini dilandasi pada asumsi-asumsi teori yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari informasi atau keyakinan/kepercayaan yang menonjol mengenai perilaku tersebut. Seseorang dapat saja memiliki berbagai keyakinan terhadap perilaku tertentu, namun ketika dihadapkan pada suatu kejadian, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991). Keyakinan yang menonjol ini dapat dibedakan menjadi : (1) behavioral belief, yaitu keyakinan akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku tersebut. (2) normative belief, yaitu keyakinan individu terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya. (3) control belief, yaitu keyakinan individu tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya. 11

Gambar 2.1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005) Model teoritis TPB pada Gambar 2.1 menunjukan bahwa ketiga determinan berkaitan satu dengan yang lain. Secara konseptual ketiga determinan tersebut mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun secara empiris sering ditemukan kaitan antar determinan (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh kesamaan informasi yang diterima yang dapat mempengaruhi keyakinan (Beliefs) yang dimiliki individu tersebut. Ketiga keyakinan (Beliefs) merupakan pembentuk ketiga determinan dalam TPB yaitu attitude towards behavior, subjective norm dan perceived behavioral control. Inti dari TPB tetap pada faktor niat berperilaku (behavioral intention) namun determinan niat tidak hanya dua melainkan tiga dengan ditambahkannya perceived behavioral control. Niat (intention) dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu, attitude towards behavior yang berkaitan dengan keyakinan dan evaluasi individu tentang positif atau negatif dari suatu peristiwa; subjective norm, berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, sedangkan 12

perceived behavioral control, berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudah untuk melakukan perilaku tersebut. PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengetahuan atas pajak terhadap Sikap atas pajak. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yaitu hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Selanjutnya dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour). Pengetahuan seseorang atas Pajak dijelaskan sebagai hasil tahu Wajib Pajak mengenai perpajakan, yang dapat dijadikan sebagai suatu informasi dalam bertindak dan mengambil keputusan sehubungan dengan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan (Setyawati, 2013). Selain itu, pengetahuan seseorang atas pajak berhubungan dengan aktivitasnya, besarnya kewajiban pajak yang harus dibayarkan, bagaimana memenuhi kewajiban perpajakannya, serta sanksi yang harus diterima jika tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif (Notoatmodjo, 2003). Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Sikap didefinisikan oleh Massen dan Krech dalam Yusuf (2006) sebagai suatu sistem dari tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan), dan 13

action tendency (kecendrungan untuk bertindak). Sedangkan Sikap atas Pajak merujuk pada bagaimana kelompok-kelompok sosial memberikan apresiasi atau justru menjadi oposisi atas sistem perpajakan yang berlaku (Edlund, 1999). Azwar (1995) menjelaskan bahwa pengetahuan dan sikap memiliki keterkaitan yang terletak pada aspek kognitif sebagai salah satu komponen dari sikap. Aspek kognitif tersebut berhubungan dengan keyakinan seseorang akan pengetahuannya terhadap objek. Senada, Yusuf (2006) memaparkan bahwa komponen kognitif dalam sikap berkaitan dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Notoadmodjo (2003) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang diperoleh seseorang selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang telah diketahuinya.sehingga dapat disimpulkan bahwa bila pengetahuan yang baik akan memiliki sikap yang baik juga. Namun hal yang sebaliknya bisa saja terjadi karena diduga dipengaruhi oleh persepsi atau keyakinan terhadap informasiinformasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan dengan persepsi atau keyakinan tersebut dapat menumbuhkan sikap yang terkadang tidak tepat. Sumiati (2012) membuktikan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi cenderung memiliki sikap yang negatif. Berdasarkan penalaran dan dukungan 14

hasil penelitiaan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Pengetahuan atas Pajak berpengaruh terhadap Sikap atas pajak. Sikap atas Pajak terhadap Niat untuk Berperilaku Patuh. Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap mewakili perasaan umum seseorang mengenai favorableness dan unfavorableness (Fishben dan Ajzen, 1975). Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Bobek dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan Hatfield dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa Sikap seseorang dapat mempengaruhi niatnya untuk berperilaku. Niat adalah keinginan untuk melakukan suatu perilaku sesuai kehendak individu (Jogiyanto, 2007). Niat merupakan dasar dari sebuah perilaku, karena perilaku tidak akan terjadi tanpa adanya niat untuk berperilaku. Niat seseorang untuk berperilaku merupakan kecenderungan yang akan mendorong dia pada suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan yang mendukung dia atau sebaliknya. Seseorang yang memiliki kecenderungan bahwa melakukan suatu tingkah laku akan menghasilkan hal yang positif atau negatif, akan mendorong niat seseorang untuk memiliki sikap yang mendukung atau tidak mendukung dalam melakukan suatu perilaku. 15

Wajib Pajak yang memiliki keyakinan bahwa berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakanya akan menghasilkan hal yang positif, maka akan mendorong niat Wajib Pajak untuk memiliki sikap yang favorable (setuju) dalam melakukan tindakan kepatuhan pajak. Hal ini telah dibuktikan oleh Pangestu dan Rusmana (2012), yang meneliti tentang sikap Wajib Pajak terhadap niat berperilaku patuh membuktikan semakin positif sikap Wajib Pajak untuk patuh terhadap pajak, maka niat Wajib Pajak untuk patuh semakin besar. Senada, Damayanti dan Supramono (2012) juga berhasil membuktikan bahwa Wajib Pajak yang memiliki sikap atau cara pandang yang positif atas pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya terbukti memiliki niat untuk berperilaku patuh. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : Sikap atas pajak berpengaruh positif terhadap niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh. Norma Subjektif terhadap Niat untuk Berperilaku Patuh. Ajzen (1991) mendefenisikan norma sujbektif (Subjective Norm) sebagai pengaruh dari orang-orang sekitar (misalnya keluarga, teman sejawat atau pimpinan) yang direferensikan. Norma subjektif lebih mengacu pada keyakinan seseorang tentang apakah individu-individu atau kelompok tertentu menyetujui atau menolak melakukan perilaku tertentu, dan sejauh mana mereka termotivasi untuk menyesuaikan diri 16

dengan individu-individu atau kelompok lain (Bobek dan Hatfield, 2003). Lebih lanjut Bobek dan Hatfiled menjelaskan bahwa norma subjektif dapat dinilai secara langsung atau dengan mempertimbangkan keyakinan dasar (referent beliefs) yang mendasari penilaian individu terhadap norma subjektif. Norma subjektif disisi lain, terkait dengan persepsi seseorang terhadap tekanan sosial yang berasal dari lingkungan sekitarnya untuk melakukan atau menghindari perilaku (Tan dan Laswad, 2006). Apabila orang-orang sekitar yang dianggap penting atau dijadikan referent menganggap bahwa perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan seharusnya dilakukan agar dapat meningkatkan penerimaan Negara serta mensejahterahkan kehidupan masyarakat, dan memotivasi seseorang untuk melakukannya, maka dikatakan orang tersebut menerima pengaruh sosial dan cenderung akan memiliki niat untuk melakukan perilaku patuh dalam memnuhi kewajiban perpajakannya. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan hal tersebut diantaranya yaitu Penelitian Suherman (2012), dan Salman dan Sarjono (2013), yang menemukan bahwa norma subjektif secara signifikan mempengaruhi niat untuk berperilaku patuh. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Norma subyektif berpengaruh positif terhadap niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh. 17

Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (Perceived Behavior Control) terhadap Niat untuk Berperilaku Patuh. Theory of Planned Behavior (TPB) memodifikasi Theory Reasoned Action (TRA) dengan menambahkan konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan (Ajzen dan Madden,1986). Kontrol perilaku yang dipersepsikan mengacu pada persepsi seseorang terhadap kesulitan atau kemudahan melaksanakan perilaku yang diinginkan, terkait dengan keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber dan kesempatan yang diperlukan untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Kemudahan atau kesulitan yang dihadapi individu berkaitan dengan ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performa perilaku seseorang dalam melakukan suatu perilaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Francis et al. (2004), yang menjelaskan kontrol perilaku yang dipersepsikan sebagai persepsi seseorang terhadap kesanggupannya dalam melaksanakan suatu perilaku. Ajzen (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dapat mempengaruhi niat. Hal ini berdasarkan atas asumsi bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh individu akan memberikan implikasi berupa motivasi terhadap orang tersebut. Artinnya niat akan terbentuk dengan sendirinya ketika individu merasa mampu untuk menampilkan perilaku. Apabila Wajib Pajak memiliki sikap yang positif dan norma subjektif yang mendukung mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya 18

bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang besar) untuk melakukan perilaku tersebut, kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan Wajib Pajak yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya yang ada atau tidak mempunyai kesempatan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, mungkin tidak akan membentuk niat untuk melakukan perilaku tersebut walaupun mereka mempunyai sikap yang positif atas pajak dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan perilaku patuh pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2011), Pangestu dan Rusmana (2012), Salman dan Sarjono (2013) membuktikan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat berperilaku patuh. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh. Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan terhadap Niat untuk Berperilaku Patuh Secara konseptual ketiga determinan yaitu Sikap, Norma Subyektif, Kontrol Perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi niat berperilaku secara partial, namun ketiga determinan juga memiliki kaitan satu dengan 19

lainnya (Ajzen, 2005). Kaitan ini disebabkan oleh kesamaan informasi yang diterima yang dapat mempengaruhi keyakinan yang dimiliki individu tersebut. Adanya keterkaitan antar determinan memungkinkan untuk mempengaruhi niat berperilaku secara bersama-sama. Wajib Pajak yang memiliki sikap yang positif atas pajak, kemudian mendapat dukungan dari lingkungan atau orang-orang sekitar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya serta percaya bahwa mereka memiliki sumber daya yang ada atau memiliki kesempatan (memiliki kontrol perilaku yang besar) untuk melakukan perilaku tersebut, kemungkinan mereka akan memiliki niat yang besarpula untuk berperilaku patuh. Beberapa penelitian sebelumnya yang menguji sikap, norma subyektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan secara bersama-sama dalam mempengaruhi niat berperilaku yaitu Taurusia (2011), Fausiah et al. (2013) serta Anggelina dan Japarianto (2014) menunjukan bahwa sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku secara simultan berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku. Sedangkan penelitian sebelumnya mengenai Kepatuhan Pajak dengan menggunakan TPB belum menguji keterkaitan antar ketiga determinan pembentuk niat. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5 : Sikap atas Pajak, Norma Subyektif, Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh secara simultan terhadap niat WP Orang Pribadi untuk berperilaku patuh. 20

Kontrol Perilaku Diperspsikan (Perceived Behavior Control) terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak. Perilaku (behavior) merupakan tindakan atau kegiatan nyata yang dilakukan (Jogiyanto, 2007). Dalam TPB, dijelaskan bahwa sebuah perilaku (behavior) dilakukan karena individu mempunyai niat atau keinginan untuk melakukannya (behavioral intention) serta didukung oleh kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Kontrol keperilakuan dapat mempengaruhi perilaku baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap perilaku adalah sebuah controllability (Ajzen, 2002). Pelaksanaan perilaku tergantung pada keyakinan individu terhadap seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap perilaku (control over the behavior). Pengaruh langsung disebabkan karena adanya actual behavioral control yang terjadi di luar kehendak individu sehingga mempengaruhi perilaku (Ajzen, 2005). Semakin positif sikap dan norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol yang dipersepsikan seseorang, maka semakin kuat niat seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu. Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual behavioral control) niat tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul. Namun sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa jadi bertentangan dengan niat individu tersebut. Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak memungkinkan memunculkan perilaku yang telah 21

diniatkan sehingga dengan cepat akan mempengaruhi perceived behavioral control individu tersebut. Perceived behavioral control yang telah berubah akan mempengaruhi individu untuk berperilaku. Hal tersebut ditegaskan oleh Ajzen (1991) yang berpendapat bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat digunakan sebagai pengganti dalam mengukur adanya actual control behavioral yang berpengaruh terhadap perilaku. Terry and O Leary (1995) telah membuktikan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh dan mampu memprediksi perilaku. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Andrianto (2010), Laksono (2011), dan Hardaya (2013) juga berhasil membuktikan bahwa kontrol perilaku memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memiliki sikap dan norma subjektif yang positif, serta memiliki kontrol perilaku yang kuat akan mempengaruhi niat Wajib Pajak tersebut untuk menampilkan perilaku yang patuh terhadap pajak. Selain itu, kondisi yang nyata di lapangan yang dialami oleh Wajib Pajak juga mempengaruhi perilaku yang ditampilkan. Kondisi nyata yang memungkinkan Wajib Pajak untuk berperilaku patuh akan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk berperilaku patuh. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil penelitiaan yang ada, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap perilaku kepatuhan pajak WP Orang Pribadi. 22

Pengaruh Niat Berperilaku (behavioral intention) terhadap Perilaku Kepatuhan Pajak. Niat berperilaku merupakan variabel antara dalam berperilaku (Ajzen,1991). Hal ini berarti, pada umumnya seseorang berperilaku sesuai dengan niat atau tendensinya. Ajzen (2005), dalam penelitiannya menyatakan bahwa niat adalah kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Niat juga dijelaskan sebagai indikator terbaik untuk meramalkan perilaku seseorang. Miladi (2010) mengungkapkan bahwa niat erat kaitannya dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Niat untuk berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, merupakan kecenderungan yang akan mendorong Wajib Pajak melakukan suatu perilaku tersebut atau sebaliknya, dan hal tersebut dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Semakin besar niat Wajib Pajak untuk melakukan perilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, semakin besar pula keberhasilan prediksi perilaku tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Miladi (2010), Pangestu dan Rusmana (2012), membuktikan bahwa niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Ini berarti bahwa ketika seorang Wajib Pajak telah memiliki niat yang besar untuk berperilaku patuh maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pajaknya. 23

Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut: H7 : Niat untuk berperilaku berpengaruh positif terhadap perilaku kepatuhan pajak WP Orang Pribadi. Model Penelitian Berdasarkan paparan kerangka teori diatas, maka model yang dikembangkan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengetahuan atas Pajak (X 1 ) Sikap atas Pajak (X 2 ) Norma Subyektif (X 3 ) Niat untuk Berperilaku (X 5 ) Perilaku Kepatuhan Pajak (X 6 ) Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (X 4 ) Gambar 2.2 Model Penelitian 24