BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2006), ketimpangan dan memberantas kemiskinan untuk mencapai kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), PENGANGGURAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TERHADAP KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

BAB I PENDAHULUAN. dikelompokkan kedalam kegiatan memproduksi barang dan jasa. Unit-unit

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Todaro dan

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan infrastruktur dasra, gender, dan lokasi geografis. kemiskinan tidak hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

ANALISIS DETERMINAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2006:22). Pembangunan dilaksanakan untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui pengembangan perekonomian mengatasi berbagai permasalahan pembangunan dan sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang dihadapi hampir di setiap negara. Kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh pemerintah pusat akan tetapi juga menjadi permasalahan yang serius bagi pemerintah daerah. Persoalan kemiskinan yang dihadapi pemerintah berkaitan erat dengan rendahnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Rendahnya pendapatan yang diperoleh berimbas pada kurangnya kesempatan dalam mengakses pendidikan dan fasilitas pemerintah lainnya. Begitu pula dengan pendapatan daerah yang rendah menyebabkan kurang terdistribusinya pemerataan pendapatan bagi masyarakat. Banyak negara mulai memberikan perhatian khusus terhadap masalah kemiskinan. Pada tahun 2000, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan 189 1

2 negara anggotanya termasuk Indonesia menyepakati 8 butir Millenium Development Goals (MDGs), tujuan utama salah satunya adalah memberantas kemiskinan global. Untuk mencapai tujuan tersebut baik organisasi internasional maupun negara yang berpartisipasi, menjadikan kemiskinan sebagai isu sentral dalam melaksanakan pembangunannya (Todaro, 2006). Indonesia memberi perhatian khusus terhadap pentingnya pengentasan kemiskinan. Dalam UU No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu kriteria masalah sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Kemiskinan juga dijelaskan Perpres No.2 tahun 2015 tentang RPJMN, yaitu dalam misi RPJMN mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan salah satunya dengan menaggulangi kemiskinan. Hal ini dapat diartikan bahwa kemiskinan mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Dalam lima tahun terakhir, tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Pulau Jawa mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015. Hal tersebut bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 1-1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Jawa Tahun 2010-2015 No. Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 DKI Jakarta 4,04 3,64 3,70 3,70 4,09 3,93 2 Jawa Barat 10,93 10,57 9,88 9,61 9,18 9,53 3 Banten 7,02 6,26 5,71 5,71 5,51 5,90 4 Jawa Tengah 16,11 16,21 14,98 14,98 13,58 13,58 5 Jawa Timur 13,87 13,85 13,08 13,08 12,28 12,34 6 DI Yogyakarta 15,63 16,21 15,88 15,88 14,55 14,91 Rata-rata Nasional 13,33 12,36 11,66 11,47 10,96 11,13 Sumber: BPS, 2016

3 Berdasarkan tabel 1-1, selama kurun waktu 2010-2015 persentase penduduk miskin cenderung menurun. Dari keenam provinsi, provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi selama kurun waktu 2010-2015 adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase jumlah penduduk miskin sebesar 14,91% pada tahun 2015. Kemudian diikuti Provinsi Jawa Tengah sebesar 13,58%, lalu Provinsi Jawa Timur sebesar 12,34%, Provinsi Jawa Barat sebesar 9,53% dan Provinsi Banten sebesar 5,90%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk miskin terendah adalah DKI Jakarta dengan persentase penduduk miskin sebesar 3,93%. Secara keseluruhan, selama periode 2010 sampai dengan tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami fluktuasi. Persentase penduduk miskin Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun 2010-2011 mengalami kenaikan sebesar 0,53% yaitu 15,63% pada tahun 2010 menjadi 16,21% pada tahun 2011. Namun pada periode tahun 2011 sampai dengan 2015 persentase penduduk miskin mengalami tren penurunan. Persentase penduduk miskin dari tahun 2011-2015 turun sebesar 1,3% yaitu dari 16,21% pada tahun 2011 menjadi 14,91% pada tahun 2015. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta masih menghadapi masalah kemiskinan yang serius. Berdasarkan tabel 1-1, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di Pulau Jawa pada periode 2010-2015. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai masih buruk, hal tersebut

4 dapat dilihat bahwa tingkat kemiskinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih berada di atas rata-rata tingkat kemiskinan nasional. Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta hampir tersebar ke seluruh kabupaten/kota, hanya beberapa kabupaten/kota besar saja yang tingkat kemiskinannya rendah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode 2010-2015 jumlah penduduk miskin mengalami fluktuasi. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1-2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2015 No. Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Kab. Kulon Progo 90.100 92.800 92.400 93.200 84.700 88.100 2 Kab. Bantul 146.900 159.400 158.800 159.200 153.500 160.200 3 Kab. Gunung Kidul 148.700 157.100 156.500 157.800 148.400 155.000 4 Kab. Sleman 117.000 117.300 116.800 118.200 110.400 111.000 5 Kota Yogyakarta 37.800 37.700 37.600 37.400 35.600 36.000 Sumber: BPS, 2016 Berdasarkan tabel 1-2, jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurun waktu 2010-2015 mengalami fluktuasi. Namun secara keseluruhan jumlah penduduk miskin cenderung menurun. Dari kelima kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kabupaten dengan jumlah penduduk miskin tertinggi pada tahun 2015 adalah Kabupaten Bantul dengan jumlah penduduk miskin sebesar 160.200 jiwa, kemudian diikuti Kabupaten Gunung Kidul sebesar 155.000 jiwa, lalu Kabupaten Sleman dengan jumlah penduduk miskin sebesar 111.000 jiwa, Kabupaten Kulon Progo sebesar 88.100 jiwa. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin terendah yakni Kota Yogyakarta dengan jumlah penduduk miskin sebesar

5 36.000 jiwa. Untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, pemerintah perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, agar langkah dalam mengambil kebijakan tepat sehingga mampu menyelesaikan pada akar masalah. Tingginya persentase penduduk miskin selama periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rendahnya produk domestik regional bruto (PDRB) yang diperoleh tiap-tiap kabupaten/kota, rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat mempengaruhi produktivitas kerja rendah akan berakibat pula pada rendahnya perolehan pendapatan yang tercermin dalam indeks pembangunan manusia, rendahnya belanja daerah untuk fungsi pendidikan dan kesehatan serta tingginya pengangguran tentunya juga berpengaruh pada bertambahnya penduduk miskin. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Determinan Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah penelitan adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh produk domestik regional bruto terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015?

6 2. Apakah ada pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015? 3. Apakah ada pengaruh belanja daerah terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015? 4. Apakah ada pengaruh pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang didasarkan pada rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015. 2. Untuk menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015. 3. Untuk menganalisis pengaruh belanja daerah jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015. 4. Untuk menganalisis pengaruh pengangguran jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015.

7 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diambil dari hasil penleitian ini antara lain: 1. Dapat memberi masukan bagi pemerintah daerah khususnya DI Yogyakarta dalam menentukan kebijakan guna mengentaskan angka kemiskinan guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. 2. Dapat memberi masukan bagi Bappeda dan BPS sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perencanaan pembangunan. 3. Sebagai referensi penelitian yang akan datang yang berkaitan dengan kemiskinan. F. Sistematika Penulisan Agar penulisan tertulis secara sistematis guna untuk mempermudah pemahaman, maka penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode amalisis data dan sistematika penulisan skripsi. BAB II Landasan Teori Dalam bab ini menguraikan landasan teori yang merupakan dasar teoritis penelitian, pengertian tentang kemiskinan, faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan, penelitian terdahulu dan uraian hipotesis dalam penelitian ini

8 BAB III Metodologi Penelitian Dalam bab ini menguraikan tentang variabel penelitian dan operasional variabel, jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini beserta penjelasan tentang metode pengumpulan data, serta uraian tentang metode analisis yang digunakan. BAB IV Hasil dan Analisis Dalam bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data yang menitikberatkan pada hasil olahan data sesuai dengan alat dan tehnik analisis yang digunakan, dalam bab ini juga akan diuraikan interpretasi hasil. BAB V Penutup Dalam bab ini merupakan bab terakhir penulisan yang memuat simpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan.