BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP"

Transkripsi

1 BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP Analisis deskriptif dan kuadran dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai dinamika kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pengangguran di kabupaten/kota pesisir pada awal periode (tahun 2005) dan setelah 4 tahun implementasi program PEMP (tahun 2009) Dinamika Kabupaten/Kota Pesisir Sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia merupakan wilayah pesisir atau berbatasan langsung dengan laut. Jumlah kabupaten/kota pesisir di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 307 kabupaten/kota atau sebesar 65,18 persen dari total 471 kabupaten/kota. Mayoritas jumlah penduduk berada di wilayah pesisir yaitu sekitar 145,92 juta jiwa atau sebesar 63,2 persen dari sekitar 230,87 juta jiwa penduduk Indonesia. Banyaknya penduduk di wilayah pesisir membawa konsekuensi konsentrasi penduduk miskin terbanyak berada di kabupaten/kota pesisir. Hasil Susenas 2009 memperlihatkan bahwa dari sekitar 31,76 juta jiwa penduduk miskin, sebanyak 21,36 juta jiwa atau 67,3 persen berada di kabupaten/kota pesisir. Sebagai upaya mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir, sejak tahun 2001 pemerintah melalui DKP memberikan bantuan kepada masyarakat pesisir yaitu berupa program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Kegiatan PEMP diluncurkan secara khusus untuk mengatasi berbagai permasalahan akibat krisis ekonomi, kenaikan BBM, kesenjangan, kemiskinan, dan rendahnya kapasitas sumberdaya manusia (masyarakat) pesisir serta upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Dalam pelaksanaan program PEMP, tidak semua kabupaten/kota di pesisir mendapatkan stimulus secara berkesinambungan (rutin) setiap tahun. Sesuai petunjuk pelaksanaan program PEMP yang disusun, kabupaten/kota yang mendapatkan bantuan PEMP secara rutin setiap tahun adalah kabupaten/kota pesisir yang secara berkala memberikan laporan

2 58 pertanggungjawaban kegiatan dan progresnya secara baik. Pada tahun 2009, terdapat 307 kabupaten/kota pesisir. Selama periode ,dari sejumlah kabupaten/kota pesisir tersebut sebanyak 20 kabupaten/kota mendapat program PEMP secara rutin, 257 kabupaten/kota mendapat program PEMP tidak rutin dan 30 kabupaten/ kota pesisir lain yang sama sekali belum pernah mendapat program PEMP (tanpa PEMP). Tabel 4.1. Dinamika Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan Kabupaten Pesisir menurut Penerima PEMP, Periode Indikator Pesisir PEMP Rutin Pesisir PEMP Tidak Rutin Pesisir Lain (Tanpa PEMP) Total Pesisir Nasional Perekonomian PDRB Konstan (2005)* PDRB Konstan (2009)* Pertumbuhan PDRB 5,70 4,54 5,66 4,64 4,38 Ketimpangan Gini Rasio (2005) 0,35 0,37 0,32 0,37 0,38 Gini Rasio (2009) 0,32 0,33 0,31 0,33 0,34 Pertumbuhan Gini Rasio -1,75-2,76-0,55-2,66-2,61 Pengangguran TPT (2005) 10,60 10,93 10,75 10,90 11,24 TPT(2009) 7,71 7,65 6,37 7,59 7,87 Pertumbuhan Pengangguran -7,64-8,52-12,24-8,63-8,52 Kemiskinan PersentaseKemiskinan (2005) 16,24 17,80 20,21 17,78 16,62 PersentaseKemiskinan (2009) 13,83 14,58 16,72 14,64 13,76 Pertumbuhan Kemiskinan -3,95-4,86-4,63-4,74-4,61 *) dalam juta rupiah Gambaran Kemiskinan Persentase kemiskinan di tingkat nasional menunjukkan nilai yang menurun pada periode Angka kemiskinan Indonesia tahun 2009 tercatat sebesar 13,76 persen, atau mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 15,15 persen. Demikian pula dengan kondisi kabupaten/kota pesisir, capaian indikator kemiskinan pesisir juga membaik seperti yang tersaji pada Tabel 4.1.

3 59 Rata-rata persentase kemiskinan kabupaten/kota pesisir menurut penerima PEMP mengalami penurunan dalam kurun waktu , dengan laju penurunan sebesar -3,95% untuk kabupaten/kota pesisir penerima PEMP Rutin. Persentase penurunan penduduk miskin tertinggi adalah kabupaten/kota penerima PEMP tidak rutin dengan laju penurunan penduduk miskin sebesar -4,86% (Tabel 1.) PEMP Rutin PEMP Tidak Rutin Pesisir Lain Total Pesisir Gambar 4.1. Tingkat Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP, Tahun 2005 dan 2009 Gambar 4.1. memberi gambaran tingkat kemiskinan di kabupaten/kota pesisir penerima program PEMP secara rutin, kabupaten/kota pesisir penerima PEMP tidak rutin dan kabupaten/kota pesisir lain (tanpa bantuan PEMP) dalam rentang waktu Kabupaten/kota pesisir yang memperoleh program PEMP rutin memiliki persentase penduduk miskin yang paling rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota penerima PEMP tidak rutin maupun kabupaten/kota pesisir lainnya. Pada tahun 2005, wilayah pesisir yang mendapat program PEMP rutin persentase penduduk miskinnya sebesar 16,24 persen turun menjadi 13,83 persen pada tahun Sementara itu persentase penduduk miskin di kabupaten pesisir lainnya (kabupaten/kota tanpa PEMP) cukup tinggi, di tahun 2005 sebesar 20,21 persen turun menjadi 16,72 persen di tahun 2009.

4 Gambaran Pertumbuhan Ekonomi Capaian pengentasan kemiskinan kabupaten/kota pesisir diikuti dengan perbaikan pada capaian indikator perekonomian. Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota pesisir ( ) sebesar 4,64 %. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pesisir lebih banyak ditopang melalui pendapatan asli daerah dari sektor non migas PEMP Rutin PEMP Tidak Rutin Pesisir Lain Total Pesisir Gambar 4.2. Rata-Rata PDRB menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima Program PEMP, Tahun 2005 dan 2009 (jutaan rupiah) Gambaran rata-rata PDRB di kabupaten/kota pesisir yang memperoleh program PEMP secara rutin, kabupaten/kota penerima PEMP tidak rutin dan kabupaten/kota pesisir lainnya kurun waktu disajikan pada Gambar 4.2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kabupaten/kota pesisir yang memperoleh program PEMP rutin memiliki rata-rata PDRB paling rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota penerima PEMP tidak rutin maupun kabupaten/kota pesisir lainnya (tanpa PEMP). Namun demikian, bila dilihat dari capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi, kabupaten/kota pesisir penerima PEMP rutin mengalami pertumbuhan yang paling tinggi dibanding capaian wilayah pesisir lainnya yaitu tercatat sebesar 5,70 % per tahun. Kondisi ini salah satunya diduga adanya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program PEMP secara rutin setiap tahun (Tabel 4.1.)

5 61 Rata-rata PDRB di wilayah pesisir baik yang mendapat program PEMP maupun tidak, pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun Rata-rata PDRB di kabupaten/kota pesisir menerima PEMP tidak rutin cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 3,620 milyar pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp 4,324 milyar pada tahun Gambaran Ketimpangan Pendapatan Gambaran ketimpangan pendapatan melalui pendekatan peubah indeks gini di kabupaten/kota pesisir disajikan pada Gambar 4.3. Ketimpangan pendapatan di kabupaten/kota pesisir sejalan dengan kondisi pada level nasional, dimana terdapat tren penurunan tiap tahunnya. Ketimpangan pendapatan menurut Oshima (1970) dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan indeks gini yaitu: 1. ketimpangan rendah apabila indeks gini lebih kecil dari 0,3. 2. ketimpangan sedang apabila indeks gini terletak antara 0,3-0,4. 3. ketimpangan tinggi apabila indeks gini lebih besar dari 0,4. Berdasarkan kiteria tersebut, ketimpangan pendapatan kabupaten/kota pesisir penerima PEMP yang diukur dengan indeks gini tergolong sedang. Indeks gini kabupaten/kota pesisir penerima PEMP rutin pada tahun 2009 sebesar 0,32 lebih rendah dibandingkan dengan ketimpangan pendapatan kabupaten/kota pesisir dan kabupaten/kota penerima PEMP tidak rutin yaitu sebesar 0,33. 0,38 0,37 0,37 0,36 0,35 0,34 0,32 0,32 0,33 0,32 0,31 0,33 0,30 0,28 PEMP Rutin PEMP Tidak Rutin Pesisir Lain Total Pesisir Sumber: BPS (2009),diolah Gambar 4.3. Indeks Gini menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima Program PEMP Tahun 2005 dan 2009

6 Gambaran Pengangguran Gambaran pengangguran didekati oleh peubah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Pada tahun 2005, TPT di ketiga kelompok kabupaten/kota pesisir tidak terlihat perbedaan yang berarti (Gambar 4.4) PEMP Rutin PEMP Tidak Rutin Pesisir Lain Total Pesisir Gambar 4.4. TPT menurut Kabupaten/ Kota Pesisir Penerima Pogram PEMP Tahun 2005 dan 2009 Gambaran pengangguran didekati oleh peubah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Pada tahun 2005, TPT di ketiga kelompok kabupaten/kota pesisir tidak terlihat perbedaan yang berarti (Gambar 4.4). TPT kabupaten/kota pesisir penerima program PEMP rutin pada tahun 2005 sebesar 10,60 persen turun menjadi 7,71 persen pada tahun Sementara itu TPT di kabupaten pesisir lainnya (kabupaten/kota tanpa PEMP) mengalami penurunan sebesar 4,38 persen, dimana pada tahun 2005 sebesar 10,75 persen turun menjadi persen 6,37 pada tahun Analisis selanjutnya difokuskan pada 20 kabupaten/pesisir penerima PEMP secara rutin, untuk melihat gambaran secara rinci dampak program PEMP Dinamika 20 Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Analisis dinamika dan perkembangan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran terhadap kemiskinan di kabupaten/kota pesisir dilakukan untuk melihat dampak implementasi program PEMP yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap 20 kabupaten/kota pesisir dalam periode Tahun 2005 dan 2009 adalah kondisi awal dan akhir periode bantuan PEMP, sehingga dapat diketahui secara sederhana

7 63 implementasi program PEMP di 20 kabupaten/kota pesisir pada kurun waktu Dinamika Kemiskinan Ukuran kemiskinan merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan pemerintah dimana salah satu target RPJMN pemerintah antara lain yaitu penurunan persentase penduduk miskin. Capaian angka kemiskinan di Indonesia cukup menggembirakan, persentase penduduk miskin pada periode 2005 hingga 2009 menunjukkan kecenderungan menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada tahun 2005 sebesar 16,62 persen, sementara itu persentase penduduk miskin pada tahun 2009 tercatat sebesar 13,76 persen. Selama periode tersebut persentase penduduk miskin di Indonesia berkurang dengan laju penurunan sebesar -4,61 persen. Demikian pula penduduk miskin di 20 kabupaten/kota pesisir penerima program PEMP mengalami penurunan persentase pada periode dengan laju penurunan sebesar - 0,39 persen seperti yang disajikan pada Tabel 4.1. Gambar 4.5. Perbandingan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/ Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 Biak Numfor merupakan kabupaten yang memiliki penurunan persentase terbesar dalam periode tahun yaitu sebesar 10,85 persen (Gambar 4.5). Meskipun memiliki penurunan persentase terbesar, namun Biak Numfor merupakan kabupaten yang masih memiliki persentase penduduk miskin terbesar

8 64 di tahun 2005 dan 2009 yaitu sebesar 47,36 persen pada tahun 2005 dan 36,51 persen pada tahun Pada tahun 2005 kabupaten yang memiliki penurunan kemiskinan terkecil selama periode 2005 sampai 2009 adalah Kabupaten Bantul yaitu sebesar 0,57 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam periode ini Kabupaten Bantul mengalami gempa bumi yang cukup parah. Pada tahun 2005 kabupaten yang memiliki persentase kemiskinan terkecil adalah Kota Padang yaitu sebesar 4,41 persen, sedangkan pada tahun 2009 adalah Kabupaten Pontianak sebesar 5,46 persen. Pada Gambar 4.5 juga terlihat bahwa diantara 20 kabupaten/kota penerima program PEMP, ada 5 (lima) kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin lebih tinggi pada tahun 2009 dibandingkan keadaan tahun Kabupaten/ kota yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin antara lain Kota Banda Aceh, Kota Padang, Kota Bengkulu, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Minahasa Utara. Kota Bengkulu adalah kota pesisir yang mengalami peningkatan persentase penduduk miskin paling tinggi yaitu sebesar 8,92 persen. Peningkatan persentase kemiskinan di 5 kabupaten/kota pesisir terlihat wajar pada tahun 2005 hingga tahun Kota Banda Aceh mengalami penurunan disebabkan cakupan penelitian diluar wilayah yang terkena gempa. Kota Bengkulu terlihat mengalami pelonjakan kemiskinan pada periode (Gambar 4.6). Gambar 4.6. Penduduk Miskin di 5 Kabupaten/Kota Pesisir yang Mengalami Peningkatan Persentase Kemiskinan, Tahun Terdapat dua hal yang diduga merupakan penyebab tidak tercapainya target penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran pada RPJM Pertama, adanya pengurangan subsidi yang mengakibatkan kenaikan harga BBM

9 65 hingga 2 kali lipat pada tahun Kedua, adanya krisis ekonomi global (external shock) pada tahun 2008 (Alisjahbana, 2010). Selain dua hal yang diduga sebagai penyebab tersebut diatas, kelima kabupaten/kota pesisir tersebut juga merupakan wilayah atau daerah rawan gempa Dinamika Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna melakukan evaluasi dan koreksi terhadap program pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan pada masa atau periode yang lalu. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi digunakan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan, karena dalam penghitungan PDRB atas dasar harga konstan tersebut, pengaruh perubahan harga telah dieliminasi. Dengan demikian pertumbuhan yang dicerminkan merupakan pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode waktu tertentu. Gambar 4.7. Perbandingan PDRB menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 (juta rupiah) Capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi 20 kabupaten/kota pesisir penerima PEMP cukup tinggi, tercatat beberapa kabupaten/kota memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 4 % (Gambar 4.7). PDRB kabupaten/kota pesisir tertinggi dicapai oleh Kota Padang baik pada tahun 2005 (9.111 juta rupiah)

10 66 maupun tahun 2009 ( juta rupiah ). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Kota Padang lebih banyak ditopang melalui pendapatan asli daerah dari sektor non migas. Sektor non migas khususnya sektor andalan antara lain bahari dan kelautan mampu memberikan kontribusi penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kontribusi sektor bahari dan kelautan sekitar 20 persen dari total PDRB. Implikasi dari hal tersebut bahwa dengan nilai pertumbuhan yang tinggi, Kota Padang berhasil menurunkan ketimpangan pendapatannya Dinamika Ketimpangan Pendapatan Ketimpangan pendapatan atau kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan yang tinggi merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia Gambar 4.8. Perbandingan Indeks Gini menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 Berdasarkan kiteria ketimpangan pendapatan Oshima (1970), ketimpangan distribusi pendapatan di 20 kabupaten/kota pesisir penerima PEMP yang diukur dengan indeks gini masih tergolong sebagai ketimpangan rendah sampai sedang namun tetap perlu diwaspadai karena ada beberapa wilayah memiliki kecenderungan untuk meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 4.8. Pada Gambar 4.8 juga terlihat bahwa indeks gini di 20 kabupaten/kota pesisir penerima PEMP berada pada kisaran 0,25 hingga 0,36. Pada tahun 2009, indeks gini tertinggi adalah Kabupaten Pontianak sebesar 0,30. Sebaliknya indeks

11 67 gini terendah adalah Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Ciamis dengan nilai indeks gini sebesar 0,25. Kondisi ini berarti ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Ciamis termasuk kategori ketimpangan rendah Dinamika Pengangguran Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, di samping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan adalah isu pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap masyarakat pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pengurangan subsidi yang mengakibatkan kenaikan harga BBM hingga 2 kali lipat pada tahun 2005 dan Krisis ekonomi global pada tahun 2008 diduga merupakan salah satu penyebab tidak tercapainya target pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran pada RPJM Gambar 4.9. Perbandingan TPT menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009

12 Analisis Kuadran Analisis yang lebih mendalam mengenai gambaran dinamika kemiskinan kabupaten/kota pesisir dapat dilihat dengan membandingkan kondisi pertumbuhan, ketimpangan pendapatan, pengangguran dan kemiskinan pada tahun 2005 dan 2009, melalui analisis kuadran. Berdasarkan hasil analisis kuadran diketahui bahwa dari 20 kabupaten/kota penerima PEMP rutin, di tahun 2005 ada sebanyak 10 kabupaten/kota memiliki persentase penduduk miskin dibawah rata-rata, sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 11 kabupaten/kota. Perkembangan ketimpangan pendapatan mengalami perbaikan dalam periode Jumlah kabupaten yang memiliki indeks gini di atas rata-rata pada tahun 2005 sebanyak 4 kabupaten/kota dan turun menjadi 1 kabupaten di tahun Pada tahun 2005, jumlah kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi (PDRB) diatas rata-rata sebanyak 6 kabupaten/kota dan bertambah menjadi 7 kabupaten/kota pada tahun Secara umum, tingkat pengangguran di 20 kabupaten/kota mengalami penurunan dalam periode Jumlah kabupaten/kota yang memiliki pengangguran dibawah rata-rata di tahun 2005 sebanyak 11 kabupaten/kota dan turun menjadi 9 kabupaten/kota di tahun Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Gambar 4.9. menunjukkan dinamika pertumbuhan dan kemiskinan di 20 kabupaten pesisir penerima PEMP. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kabupaten/kota memiliki karakteristik yang hampir homogen, hal ini terlihat dari pola analisis kuadran yang banyak mengumpul pada kuadran tertentu yaitu Kuadran III dan IV. Kuadran I menunjukkan kondisi terbaik yaitu apabila kabupaten/kota memiliki persentase kemiskinan yang rendah (dibawah rata-rata) dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (diatas rata-rata). Kuadran II menunjukkan kondisi dimana kabupaten/kota memiliki karakteristik pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun disertai dengan persentase kemiskinan yang juga tinggi. Kuadran III menunjukkan kondisi yang terburuk dimana kabupaten/kota memiliki karakteristik yaitu pertumbuhan ekonomi yang rendah dan persentase kemiskinan yang tinggi. Sementara itu, Kuadran IV memperlihatkan kondisi kabupaten/kota yang memiliki

13 69 pertumbuhan ekonomi yang rendah disertai persentase kemiskinan yang juga rendah Biak Numfor Fakfak Biak Numfor miskin Seram Bagian Timur Fakfak Maluku Tengah Buru III III Sambas Tanjung Jabung Barat Banda Aceh Kotawaringin Barat Bengkulu Minahasa Utara IV Aceh Besar Kulon Progo Nunukan Bantul IV Gianyar Tasikmalaya Ciamis Pontianak I II I II Padang miskin Seram Bagian Timur Maluku Tengah Buru III IV Kulon Progo III Aceh Besar Bengkulu Bantul IV Nunukan Tanjung Jabung Barat Sambas Minahasa Utara Banda Aceh Kotawaringin Barat Gianyar II Tasikmalaya Ciamis Pontianak II I I Padang pdrb pdrb Gambar Perbandingan Kondisi Pertumbuhan dan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Pesisir penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 Berdasarkan analisis kuadran pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan kemiskinan pada tahun 2005, terlihat bahwa kabupaten/kota yang berada dalam Kuadran 1 (kuadran terbaik) sebanyak 4 kabupaten/kota (Gianyar, Ciamis, Pontianak dan Kota Padang). Kabupaten/kota yang masuk Kuadran II ada 2 yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bantul. Sementara itu hampir separuh kabupaten/kota ( 9 kabupaten/kota) masuk dalam kuadran terburuk (Kuadran III), sedangkan kuadran IV dihuni oleh 7 kabupaten/kota. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2009, analisis kuadran untuk peubah PDRB dan kemiskinan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Perkembangan yang baik hanya dialami oleh Kabupaten Tasikmalaya dimana pada tahun 2005 berada di Kuadran II dan pada tahun 2009 berpindah ke kuadran terbaik yaitu Kuadran I. Kondisi ini dapat diartikan sebagai perbaikan dalam hal penurunan persentase kemiskinan di

14 70 Kabupaten Tasikmalaya. Sementara itu kabupaten/kota lain tidak menunjukkan perubahan yang berarti (Gambar 4.10) Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan Dalam analisis kuadran antara ketimpangan pendapatan (Indeks Gini) dan kemiskinan, Kuadran I (terbaik) didefinisikan oleh kabupaten/kota yang memiliki persentase kemiskinan yang rendah disertai indeks gini yang juga rendah. Kuadran II, menunjukkan kondisi kabupaten/kota yang memiliki indeks gini yang tinggi namun persentase kemiskinan yang rendah. Kuadran III merupakan kondisi terburuk dimana kabupaten/kota pesisir memiliki kondisi kemiskinan dan indeks gini yang tinggi. Sementara itu Kuadran IV menunjukkan kondisi kemiskinan yang tinggi namun memiliki indeks yang rendah Biak Numfor Fakfak Biak Numfor Seram Bagian Timur Maluku Tengah Buru Fakfak Buru Maluku Tengah Seram Bagian Timur miskin Aceh Besar Tasikmalaya IV Kulon Progo Nunukan III Bantul miskin IV Aceh Besar Kulon Progo Bengkulu Bantul III Sambas Tanjung Jabung Barat Ciamis Tasikmalaya Nunukan 0.00 Banda Aceh Kotawaringin Barat I Pontianak Padang Gianyar Minahasa Utara Bengkulu II I Ciamis Gianyar Sambas Tanjung Jabung Barat Minahasa Utara Banda Aceh Pontianak Kotawaringin Barat Padang II gini gini Gambar Perbandingan Kondisi Indeks Gini dan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 Gambar 4.11 menunjukkan bahwa posisi kabupaten/kota pesisir pada tahun 2005 dan 2009 memiliki karakteristik yang mayoritas menyebar di Kuadran I dan IV. Pada tahun 2005 terlihat bahwa kabupaten/kota pesisir yang masuk dalam Kuadran I

15 71 (kuadran terbaik) sebanyak 6 kabupaten/kota (Ciamis, Pontianak, Kota Banda Aceh, Kotawaringin Barat, Sambas dan Kota Padang). Kabupaten/kota pesisir yang masuk Kuadran II, hanya satu yaitu Kota Bengkulu. Sementara itu, Kabupaten Bantul dan Biak Numfor berada di posisi kuadran terburuk (Kuadran III). Pada tahun 2009, analisis kuadran untuk peubah Indeks Gini dan kemiskinan terjadi perubahan yang cukup berarti jika dibandingkan kondisi tahun Perkembangan yang baik dialami oleh Kabupaten Bantul, yang posisinya dari kuadran terburuk beralih ke Kuadran IV (ketimpangan rendah, kemiskinan tinggi). artinya mengalami perbaikan karakteristik ketimpangan pendapatan namun tidak dalam karakteristik kemiskinan. Sebaliknya Kabupaten Biak Numfor merupakan satu-satunya kabupaten/kota pesisir yang tetap dalam kondisi terburuk berada di Kuadran III ( kemiskinan dan indeks gini tinggi). Sementara itu kabupaten/kota lain tidak menunjukkan perubahan yang berarti Pengangguran dan Kemiskinan Analisis kuadran antara tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat kemiskinan, disajikan pada Gambar Jika dilihat dari posisi kuadran, Kuadran I (terbaik) didefinisikan sebagai kabupaten/kota yang memiliki persentase tingkat kemiskinan yang rendah disertai TPT yang juga rendah. Kuadran II menunjukkan kondisi kabupaten/kota yang memiliki TPT yang tinggi namun persentase kemiskinan yang rendah. Kuadran III merupakan kondisi terburuk dimana kabupaten/kota memiliki kondisi kemiskinan dan TPT yang tinggi. Sementara itu Kuadran IV menunjukkan kondisi kemiskinan yang tinggi namun memiliki TPT yang rendah. Pada Gambar 4.12, terlihat bahwa kabupaten/kota yang masuk dalam Kuadran I (kuadran terbaik) sebanyak 5 kabupaten/kota (Ciamis, Pontianak, Gianyar, Kotawaringin Barat dan Sambas). Kabupaten/kota yang berada di Kuadran II yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kota Bengkulu, Kabupaten Minahasa Utara,Kota Padang, dan Kota Banda Aceh. Sementara itu terdapat 4 kabupaten/kota yang masuk Kuadran III yaitu Kabupaten Nunukan, Biak Numfor, Aceh Besar dan Maluku Tengah.

16 Biak Numfor Biak Numfor Seram Bagian Timur Fakfak Buru Maluku Tengah Buru Seram Bagian Timur Fakfak Maluku Tengah miskin IV Kulon Progo Bantul Sambas Tasikmalaya Tanjung Jabung Barat Ciamis Nunukan III Aceh Besar miskin IV Kulon Progo Bantul Tasikmalaya Nunukan Bengkulu Aceh Besar III 0.00 Kotawaringin Barat Gianyar I IV Bengkulu Pontianak Minahasa Utara Banda Aceh Padang II Tanjung Jabung Barat I Gianyar Sambas Ciamis Kotawaringin Barat Pontianak Banda Aceh Minahasa Utara II Padang tpt tpt Gambar Perbandingan Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka(TPT) dan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Pesisir Penerima PEMP Tahun 2005 dan 2009 Analisis kuadran untuk peubah TPT dan tingkat kemiskinan pada tahun 2009 menunjukkan perbedaan yang berarti jika dibandingkan dengan keadaan tahun Perkembangan yang baik dialami oleh Kabupaten Tasikmalaya dan Tanjung Jabung Barat pada tahun 2005 posisi masing-masing berada di kuadran 4 dan 2, pada tahun 2009 berubah posisinya berada di kuadran terbaik yaitu kuadran 1. Perkembangan yang baik untuk Kabupaten Tasikmalaya dalam analisis kuadran dapat diartikan sebagai perbaikan dalam hal pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan penurunan persentase kemiskinan di kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun 2009 tentang penetapan lokasi minapolitan, Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengembangan kawasan minapolitan dari 41 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kawasan minapolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi perikanan dan pengeloaan sumberdaya alam tertentu. Saat ini sedang dibangun PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) di Kampung Pamayang, Desa Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, selanjutnya pembangunan TPI (Tempat

17 73 Pendaratan Ikan) di beberapa desa. Pengembangan kawasan minapolitan merupakan upaya dalam mendorong pengembangan kawasan budidaya perikanan di daerah. Kegiatan di kawasan minapolitan ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan pertumbuhan wilayah dengan kegiatan budidaya perikanan sebagai penggerak utamanya (Saefulah, 2009). Berdasarkan analisis kuadran pengangguran dan kemiskinan kabupaten yang mengalami kemunduran atau berada diposisi sangat buruk (tingkat pengangguran dan kemiskinan sangat tinggi) adalah Kabupaten Seram Bagian Timur, Biak Numfor, Maluku Tengah dan Fak-Fak. Kabupaten-kabupaten tersebut terletak di Indonesia bagian timur, posisinya sangat buruk, yang dapat diartikan bahwa kabupaten tersebut masih memiliki tingkat pengangguran sekaligus tingkat kemiskinan yang sangat tinggi. Kebijakan pemerintah dengan adanya program PEMP di kawasan timur kiranya belum dapat mendorong penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Krisis ekonomi global diduga merupakan salah satu penyebab tidak tercapainya target pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran pada periode , selain akibat faktor alam yang kurang mendukung masyarakat pesisir wilayah timur untuk bekerja dalam mencari penghasilan. 4.4 Pro Poor Growth ( Growth Incidence Curve /GIC) Analisis tentang Pro Poor Growth dengan menggunakan GIC berguna untuk mengetahui derajat manfaat pertumbuhan ekonomi di 20 kabupaten/kota penerima program PEMP bagi penduduk miskin. Distribusi pendapatan terjadi perbaikan jika GIC merupakan fungsi turun. Dalam analisis ini, GIC dilakukan dalam periode Penyesuaian pada data pengeluaran di tiap kabupaten/ kota dilakukan untuk memenuhi keterbandingan data antar kabupaten dan antar periode, karena perbedaan garis kemiskinan antar kabupaten/kota dan antar waktu GIC Periode Gambar menunjukkan GIC dari 20 kabupaten/kota penerima program PEMP periode Pada gambar tersebut memperlihatkan nilai pertumbuhan yang selalu positif di setiap persentil penduduk selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di periode ini bersifat

18 74 pro poor growth, yang berarti pula telah memberikan manfaat bagi penduduk miskin. Bahkan GIC tersebut juga menunjukkan sebagai fungsi turun, dimana pertumbuhan di kelompok persentil teratas justru lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di kelompok persentil terendah (hingga persentil-60). Gambar Growth Incidence Curve (GIC) 20 Kabupaten/Kota Penerima Program PEMP Periode Hal ini menunjukkan terjadinya perbaikan distribusi pendapatan di 20 kabupaten/kota penerima program PEMP selama periode tersebut. Meskipun secara keseluruhan terjadi pertumbuhan positif di semua kelompok persentil, akan tetapi pertumbuhan yg lebih tinggi di kelompok persentil terendah mempersempit kesenjangan pendapatan yang ada. Setidaknya program PEMP memberikan dampak positif bagi penduduk miskin dengan meningkatnya pendapatan mereka melalui peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kaya.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1. Data panel hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan

Lebih terperinci

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON) BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PONTIANAK No : 02/02/6171/Th VI, 12 Pebruari 2008 INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON) Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. distribusi pendapatan di desa dan kota, di mana terjadi peningkatan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. distribusi pendapatan di desa dan kota, di mana terjadi peningkatan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ketimpangan distribusi pendapatan Provinsi Kalimantan Timur meningkat pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Pada bulan ruari 2011, TPT Aceh tercatat 8,27%, sementara TPAK juga menunjukkan peningkatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, pembangunan perikanan dan kelautan pada masa lalu kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah sehingga permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan menjadi permasalahan sosial yang sangat komplek, dimana kemiskinan sering menjadi isu Global maupun Nasional yang menimbulkan keprihatinan oleh banyak pihak,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh 5.1.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, dan Penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut, BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang terletak di pulau jawa bagian selatan tengah.

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Pada bulan Agustus 211, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh tercatat 7,43% sementara Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR ISI Intisari... i Abstract... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa. Negara tropis tersebut memiliki jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari keikutsertaan seluruh komponen masyarakat, tidak terkecuali peranan wanita didalamnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80 62 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Keadaan Geografis DIY Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah setingkat provinsi yang memiliki luas wilayah administrasi terkecil kedua di Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di suatu daerah, negara bahkan di dunia, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk bisa menurunkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI T E S I S Oleh : MASRIDA ZASRIATI,SE BP : 09212 06 023 PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau yang disingkat Babel adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau kecil yaitu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAB 4 Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Masyarakat Kondisi Ketenagakerjaan sedikit mengalami penurunan, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indicator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengangguran tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Peranan utama pertanian dianggap hanya sebagai

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Tingkat Pengangguran 1.3 Tingkat Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci

TABEL MATRIK REALISASI CAPAIAN KINERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN TARGET RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN

TABEL MATRIK REALISASI CAPAIAN KINERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN TARGET RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TABEL MATRIK REALISASI CAPAIAN KINERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN TARGET RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN SKPD: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014 % capaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta BAB IV GAMBARAN UMUM GAMBAR 4.1 Peta Daerah Istimewa Yogyakarta B. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci