BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai adalah salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang digunakan sebagai bahan pangan sumber energi dan protein. Kedelai sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan dan minuman, seperti tempe, tahu, kecambah, susu kedelai dan lain-lain. Selain itu kedelai juga mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional untuk mencegah dan mengobati penyakit (Cahyadi, 2007). Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sangat di butuhkan oleh penduduk Indonesia dan dipandang penting karena merupakan sumber protein, nabati, lemak, vitamin dan mineral yang murah dan mudah tumbuh diberbagai wilayah Indonesia serta kedelai merupakan salah satu jenis tanaman palawija yang cukup penting setelah kacang tanah dan jagung. Sebagai bahan makanan kedelai mempunyai kandungan gizi yang tinggi terutama protein (40%), lemak (20%), karbohidrat (35%) dan air (8%) (Suprapto, 1997). Di Indonesia, kedelai memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena kedelai memiliki berbagai macam manfaat baik sehingga banyak dimanfaatkan untuk tujuan konsumsi dan bahan baku industri. Kedelai yang telah disemai dapat digunakan sebagai bibit untuk penanaman kedelai selanjutnya dan sebagai bahan baku berbagai macam produk yang memiliki nilai gizi yang tinggi seperti tempe, tahu, susu kedelai, dan sebagainya tergantung dari mutu kedelai yang dihasilkan. Tingginya konsumsi produk olahan kedelai seperti tahu, tempe, keripik tempe, 1
2 susu kedelai, dan sebagainya turut memacu perkembangan agroindustri berbasis kedelai yang membutuhkan ketersediaan kedelai secara kontinyu dan memenuhi standar. Untuk menjaga mutu hasil produksi kedelai di Indonesia, Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan SNI terkait standar mutu kedelai khususnya kedelai berupa biji kering yang telah dilepaskan dari kulit polongnya dan dibersihkan. Berdasarkan SNI 01-3922-1995 tentang kedelai, kedelai diklasifikasikan dalam 4 jenis mutu yaitu mutu I, II, III, dan IV. Pengklasifikasian mutu atau grading pada kedelai bermanfaat untuk meningkatkan harga jual kedelai dibandingkan penjualan kedelai secara bulk. Selain itu, pengklasifikasian mutu juga bermanfaat untuk menghindari tercampurnya kedelai dengan benda asing atau dengan komoditas yang sama namun memiliki mutu yang lebih rendah. Proses pengklasifikasian mutu kedelai di kalangan petani saat ini sebagian besar masih menggunakan cara manual melalui pengamatan visual yang memiliki beberapa kelemahan, antara lain menghasilkan mutu yang tidak konsisten karena keterbatasan kemampuan visual manusia, kelelahan dan adanya perbedaan persepsi mutu dari masing-masing pengamat. Menurut Prasetyo (2011), penglihatan adalah indra yang paling peka sehingga tidak mengejutkan bila citra memainkan peran penting dalam persepsi manusia. Tingkat akurasi proses klasifikasi mutu kedelai secara manual mencapai 85-90%. Untuk melakukan proses pengklasifikasian mutu fisik kedelai tanpa tergantung pada kondisi operator maka dilakukan perancangan suatu sistem
3 identifikasi menggunakan pengolahan citra digital dengan parameter persepsi visual. Identifikasi tingkat mutu kedelai dapat dianalisis karakteristiknya melalui analisis pengolahan citra. Parameter yang digunakan yaitu butir belah, butir rusak, butir warna lain, kotoran, dan butir keriput. Proses klasifikasi mutu fisik kedelai menggunakan pengolahan citra memiliki beberapa tahapan hingga akan didapatkan output akhir berupa mutu dari kedelai yang diidentifikasi. Menurut Suparman (2007), menjelaskan tentang proses komputer vision terdiri dari atas empat langkah besar, yaitu akuisisi citra, pengolahan citra, analisis citra, dan pemahaman citra. Citra kedelai yang telah diambil kemudian diolah menggunakan metode pengolahan citra untuk diambil nilai-nilai yang akan dijadikan sebagai input parameter. Dalam mengidentifikasi mutu kedelai, selain menggunakan metode pengolahan citra digunakan pula metode Jaringan Saraf Tiruan (JST). Jaringan saraf tiruan dibangun berdasarkan data yang diperoleh pada aplikasi pengolahan citra digital. Data dari pengolahan citra kemudian diolah sebagai input dan bobot yang kemudian menjadi standar dalam penentuan klasifikasi mutu kedelai. Jaringan saraf tiruan dipilih karena keakuratan dan tingkat keberhasilan yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya, diantaranya penelitian (Pourreza, et.al., 2015) yang mengidentifikasi sembilan varietas bibit gandum iran dengan analisis texture menghasilkan enam dari sembilan varietas teridentifikasi dengan akutasi 100% dan dua lainnya dengan akurasi diatas 96%. Kemudian (Paliwal, et.al.,2003) yang mengidentifikasi lima jenis biji-bijian dengan tingkat akurasi 90%.
4 Proses analisis citra bertujuan untuk mengidentifikasi ciri-ciri khas dan karakteristik dari citra yaitu warna RGB, tekstur, dan dimensi serta mencari sisi dan batas-batasnya. Metode kombinasi antara pengolahan citra dan jaringan saraf tiruan sebagai sistem pengambilan keputusan telah banyak digunakan untuk mengkuantifikasi hubungan antara suatu parameter dengan klasifikasi mutu suatu objek dan mampu memberikan hasil dengan tingkat akurasi tinggi. Pengolahan citra dan jaringan saraf tiruan telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan produk pertanian, diantaranya seperti Kurnia (2009) yang menggunakan pengolahan citra untuk menentukan umur tomat, Budi (2013) untuk proses klasifikasi mutu fisik kacang tanah, dan Widjarnoko (2014) yang menggunakan pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan untuk menentukan tingkat kematangan buah pisang. Oleh karena itu, penelitian dengan judul Identifikasi Tingkat Mutu Kedelai (Glycine Max) Berdasarkan Kenampakan Fisik menggunakan Pengolahan Citra Digital dilakukan dengan harapan agar proses identifikasi mutu kedelai dapat dilakukan dengan tidak tergantung pada kondisi operator. 1.2.Rumusan Masalah Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian adalah dengan dilakukannya klasifikasi mutu atau grading. Proses klasifikasi mutu kedelai saat ini sebagian besar dilakukan secara manual sehingga memiliki batasan subyektif yang memiliki beberapa kelemahan, antara lain menghasilkan mutu yang kurang konsisten karena keterbatasan kemampuan visual manusia, dipengaruhi kelelahan dan adanya perbedaan persepsi mutu dari masing-masing
5 pengamat sehingga memerlukan sumber daya yang berpengalaman dan terlatih untuk melakukan proses klasifikasi mutu kedelai secara konsisten. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengklasifikasian mutu kedelai yang dapat mengidentifikasi mutu kedelai berdasarkan kenampakan fisik dengan tidak tergantung pada kondisi operator. 1.3.Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Objek kedelai yang digunakan berasal dari varietas Grobogan dengan kadar air antara 10-12%. 2. Proses identifikasi berdasarkan persentase kriteria butir normal, butir keriput, butir belah, butir rusak, dan butir warna lain. 3. Analisis pengolahan citra yang digunakan yaitu analisa tekstur, unsur warna citra RGB, dan analisa dimensi yang dikembangkan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB dengan Toolbox Image Processing dan Toolbox Jaringan Saraf Tiruan (JST). 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menyusun program aplikasi yang mampu mengidentifikasi tingkat mutu kedelai melalui kenampakan fisik menggunakan program pengolahan citra dan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST). 2. Mempelajari hubungan antara parameter mutu kedelai dengan unsur warna citra RGB, analisa tekstur, dan analisa dimensi menggunakan metode pengolahan citra digital.
6 1.5.Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu: 1. Diperoleh program piranti lunak yang berfungsi untuk mengidentifikasi mutu kedelai berbasis pengolahan citra dan metode Jaringan SarafTiruan (JST). 2. Pengembangan algoritma pengolahan citra dan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) untuk mengidentifikasi tingkat mutu pada kedelai. 3. Pemahaman yang lebih baik terhadap proses pengolahan citra dan metode arsitektur Jaringan Saraf Tiruan (JST) yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan klasifikasi mutu kedelai.